I MISS YOU [One Shot AU]
TW// – BxG, mature content 20+, in bahasa, 4K words, switch gender (man!gyu, wom!won), slowburn, too much details. – Imagine it with yourself, good luck! – Be a wise reader ya, don't copy the link
Seorang wanita berjalan menaiki eskalator salah satu kampus swasta dibilangan Jakarta Barat itu, menuju kelasnya di lantai 5 dengan menggunakan kaos milik kekasihnya yang tampak terlihat kebesaran di badannya yang dilapisi kemeja flannel, celana skinny jeans robek di daerah paha dan lututnya, rambut sepunggungnya yang dicepol dengan rapih. Tidak lupa dengan kacamata yang menemani wajahnya yang tirus. Namanya Charissa Wonu yang biasa orang panggil Wonu, wanita berumur 20 tahun yang kini berada di tingkat 3 fakultas Design Komunikasi Visual.
“Nu!” Panggil suara di seberang sana, Juju, teman akrabnya dari awal OSPEK hingga sekarang.
“Wah, Ju. Gue kira ya gue telat.” Kata Wonu menghampiri wanita yang berambut panjang digerai dengan warna ash grey tersebut.
“Belum belum.. Pak Bobby lagi otewe, macet katanya.” Jawab Juju. Kini Wonu dan Juju sudah duduk yang dihadapkan dengan meja lebar, membentangkan sketch book mereka yang berukuran A3 di atas meja tersebut dengan atribut pulpen yang berukuran 0.3mm – 4mm, pinsil berukuran HB – 3B di tempat pinsilnya — peralatan perang untuk menghadapi kelas Pak Bobby.
“Matkul Animasi emang deh paling bener.” Dumel Juju. Karena Wonu senang menggambar storyboard jadi dia tidak masalah dengan matakuliah ini, selain itu memang Juju senang ngedumel aja sih.
Kelas sudah di mulai, Wonu sudah melepas flannelnya yang dia lampirkan di senderan kursinya dan sudah melipat lengan kaosnya dan serius mengerjakan storyboard sesuai dengan penjelasan si dosennya yang ternyata hari ini telat setengah jam.
Kelaspun sudah selesai Wonu dan Juju berjalan menuju kantin kampusnya, untuk makan siang, namun sebelumnya mereka sudah menyimpan tas dan buku gambar mereka di loker lantai 3, karena hari ini belum selesai karena masih ada 1 mata kuliah praktek di lab. Komputer.
“Gue laper. Makan apa kita?” Tanya Juju sambil menyusuri kantin yang dapat kita sebutkan sebagai food court itu, karena memang sudah tampak seperti food court di mall-mall besar Kota Jakarta bila dibandingkan dengan kantin.
“Gue pengen Hokben. Lo pesen dulu deh— Eh, bentar Ju.” Kata Wonu menghentikan langkahnya dan mengambil ponsel yang bergetar di saku kantong jeansnya. Terulis “Mas Sayang” di layar ponselnya. Tentu saja, itu adalah nomor sang kekasih.
“Yes?” Jawab Wonu, santai seperti biasa. Dia kadang lupa pria yang dikencaninya sejak 1 tahun setengah belakangan ini lebih tua 2 tahun darinya.
“Yes?” Protes pria itu.
“Haha. Iya, Halo Sayang.” Tawa Wonu renyah dan mengulang sapaannya.
“Gitu dong. Halo Sayang, kelasnya udah kelar belum?” Tanyanya di seberang sana.
“Belum, Mas. Masih ada praktek jam setengah 2. Kenapa?” Tanya Wonu balik.
“Gak apa, aku ada meeting di daerah kampus kamu. Emang kamu ga kangen udah ngga ketemu 1 bulan?” Kata pria yang biasa dipanggil Mingyu oleh orang-orang dan Mas oleh Wonu seorang.
“Sorry, yang sibuk banget tuh siapa ya?” Tanya Wonu sambil berjalan menuju counter makanan yang ingin dia beli.
“Siapa?” Tanya Juju berbisik.
“Bentar ya, Mas.” Kata Wonu, sebelum kekasihnya menjawab. “Mas Mingyu. Lo udah pesen? Apa?” Tanya Wonu sedikit berbisik.
“Hokben ajalah, gue udah pesenin buat lo, yang biasakan?” Tanya Juju sambil mengeluarkan debit cardnya dari dompet dan dibalas dengan anggukan dari wanita berkulit putih susu itu — Wonu.
“Aku lagi beli makan siang, maafin.” Kata Wonu mendekatkan ponsel pintarnya dan mulai berbicara lagi dengan pria di seberang sana yang masih menunggunya.
“Akukan udah pulang dari 2 minggu yang lalu, tapi malah kamunya yang sibuk.” Kata pria itu misuh.
“Yaudah, maafin kalau gitu ya. Nanti kita ketemu. Weekend ini gimana?” Kata Wonu yang daritadi celingak-celinguk mencari tempat duduk.
“Netflix and chill ya, Mas. Aku ga mau tiba-tiba kamu ninggalin aku buka leptop.” Keluh Wonu, karena belakangan ini itulah yang dilakukan sang kekasih ketika mereka sedang bersama di apartemen pria itu.
“Iya, Sayang. Aku jemput ke kossan kamu ya? Lusakan berarti?” Tanya Mingyu.
“Iya, pagi ya? Aku mau belanja peralatan kampus dulu sama mau ke skippy, naro aja. Buat maket 3D.” Kata Wonu.
“Anything you want, sayang.” Jawab Mingyu yang membuat rona merah dipipi Wonu. Sayang Mingyu tidak melihatnya. Kalau iya, dia pasti sudah gemas.
“Aku mau makan dulu ya, Mas. Juju udah cemberut aku cuekin. Hehe.” Kata Wonu izin untuk menutup sambungan telephonenya.
“Okay. Makan yang kenyang ya.” Jawab pria di ujung sana.
“Siap. Kamu juga jangan lupa makan ya. See you, Mas.” Kata Wonu.
“See you, Babe. Love you.” Kata Mingyu.
“Love you too.” Jawab Wonu dan kemudian mematikan sambungan telephonenya dan meletakkannya di meja.
“Lo nyadar ga sih? Lo sama Mingyu tuh awet banget.” Tutur Juju. Iya sih, karena hubungan relationship Wonu selama ini paling lama ya sama Mingyu ini, biasanya hanya 3bulan, sudah seperti probation di perusahaan-perusahaan untuk karyawan baru.
“Haha.. iya juga, ga sadar. Jalan aja. Kan waktu jawab dia juga, jalanin aja.” Jawab Wonu sembari menyuapi makanannya ke mulut. Juju hanya mengangguk dan mengikuti sahabatnya itu untuk makan.
“Sabtu gue mau ngajak lo belanja, betewe.” Ucap Juju ketika mereka berjalan ke laboratorium komputer di lantai 3.
“Gue mau jalan sama Mingyu.” Jawab Wonu, “Lagian kenapa lo ngga jalan sama Kak Hao aja sih? Gue kira lagi pedekate.” Ucap Wonu lagi.
“Yah, gue belanja sendiri aja deh.” Kata Juju. Belanja di sini maksudnya adalah membeli peralatan kuliah mereka.
“Pertanyaan gue kenapa ga lo jawab?” Tanya Wonu mulai menyerang. Karena Juju ini typical cewe yang suka ghostingin cowo entah karena apa. Ngakunya belum siap relationship tapi ngga mau jadi third wheel kalau temennya lagi pacaran —alias misuh-misuh kalau ditinggal pacaran.
“Yang mana? Kak Hao? Ga tau. Dia ga suka kali sama gue.” Tanya Juju.
“Paling lo M.I.A lagikan?” Todong Wonu. “Tuh orangnya dateng. Kayaknya dia dukun deh, soalnya selalu bisa nangkep lo yang sering ghosting!” Ejek Wonu.
“Kak! Hai!” Sapa Wonu kepada pria tinggi, putih, dengan rambut mullet rapihnya ketika dia dan Juju sudah sampai di depan lab. Komputernya. “Gue masuk duluan. Jadi manusia sekali-kali, ga usah ghosting.” Tegur Wonu kepada temannya yang masih mematung di sana sambil berbisik rese'. Pria yang dimaksud dukun itu adalah Hao, anak jurusan Business International tingkat 4 yang memang sudah lama mendekati Juju. Tapi, Juju suka ngilang, dan belum cerita apapun tentang alasannya itu.
Hari Sabtu, seperti yang dijanjikan oleh Mingyu yang akan menjemput kekasihnya di kossan jam 10 pagi, dia sudah stand-by di depan bangunan bergaya minimalis berwarna abu-abu dengan lapangan parkir luas tidak berpagar itu sambil berdiri di depan mobilnya.
“Mas, kamu naik aja dulu boleh ga?” Teriak seseorang dari balkon lantai 2 kossan itu — kekasihnya tentu saja. Sebenarnya, kossan Wonu itu bebas, jadi kalau Mingyu langsung masuk juga tidak apa-apa tapi Mingyu tidak pernah melakukannya, “ngga enak aku masuk kamar perempuan.” katanya suatu hari saat Wonu mengajaknya. Mingyu mengacungkan jempol kearah wanita yang berteriak itu, kemudian disusul oleh menghilangnya wanita itu dari sana.
Mingyu melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang banyak pintunya itu, menaiki tangga ke lantai 2 dan mencari kamar dengan nomor 2D — milik kekasihnya. Diketuk pintu itu satu kali dan langsung ada perintah kalau dia langsung boleh masuk dan membuka dulu sepatunya di depan pintu.
Ketika memasuki kamar itu, dia sudah menemukan kekasihnya yang menggunakan celana bahan hotpants pendek bermotif abstrak dengan tank top yang memamerkan bahu lebarnya yang putih, collarbone nya yang selalu menggoda, lengannya yang memiliki otot-otot kecil belum jadi karena jarang datang ke gym dan memperlihatkan betapa mulus dan putihnya si kekasih hati sedang duduk di lantai dan merapihkan beberapa kertas-kertas yang berantakan di lantai.
“Sorry, aku ga sempet beresin ini semalem. Ngeselin banget deh.” Dumelnya ketika melihat pacarnya sudah masuk dan menutup pintu kamar. Mingyu mengikutinya untuk duduk di sebelahnya, sebelumnya dia membuka jaket yang dia gunakan, menyampirkannya ke kursi satu-satunya di kamar itu.
“Ini tuh apa? Kok berantakan?” Tanya Mingyu. Kalian juga harus tau kalau Mingyu sangat rapih dan bersih, dia kesal sekali bila melihat kekacauan ini sebenarnya.
“Buat kebutuhan maket aku. Semalem tuh aku ngecek lagikan apa yang kurang biar bisa dicetak sekalian di skippy hari ini, taunya pas dibongkar sebanyak ini. Haha.” Keluhnya kepada sang kekasih, sambil tertawa dan memamerkan kerutan dihidung kepada lelaki di sampingnya itu.
“Udah diabsen yang mana yang kurang?” Tanya pria tampan itu, dengan sigap membantu sang kekasihnya merapihkan kertas yang tergelatak itu.
“Udah, kok.” Tanya Wonu yang kini sudah berhasil merapihkan kertas itu dan meletakkannya di meja komputer nya.
Mingyu masih duduk di lantai, posisinya belum berubah, memperhatikan kekasihnya yang hilir mudik di depannya entah merapihkan ini itu. Diperhatikan wanitanya yang rambutnya coklat gelap sedang dicepol tinggi, memamerkan leher jenjangnya yang ingin sekali dia berikan jejaknya di sana, bibir ranumnya yang tipis, cleavage yang terlihat sedikit dengan nipples yang menonjol di sana. Fix pacarnya sedang tidak menggunakan bra pagi ini. Mingyu menurunkan matanya ke pinggul ramping sang kekasih, paha putih mulusnya, hingga ke kaki kurusnya.
“Mas.” Tegur Wonu. “Kamu denger ngga aku ngomong apa?” Tanya Wonu yang kini sudah ada di depan Mingyu dan dijawab gelengan jujur oleh Mingyu, disambung dengan senyum manis sang wanita.
“Kamu ngomong apa gitu? Aku ke distrak, sumpah.” Kata Mingyu, sambil meraih tangan kekasihnya. Sudah lama rasanya dia tidak menggenggam tangan ini. Rindu sekali rasanya.
“Ke distrak apa?” Tanya Wonu sedikit bingung, karena dia tidak mengerti arah pembicaraan pria tampan di hadapannya ini.
“Banyak, semuanya tentang kamu.” Jawab Mingyu jujur sambil mengecup jemari sang kekasih.
“Aku tuh tadi bilang, kita ga usah belanja, aku biar belanja sama Juju aja. Jadi, nanti kita taro flash disk di skippy terus langsung ke apart kamu.” Kata Wonu mengusap surai pria yang lebih tua itu.
“Ga boleh di sini dulu?” Tanya Mingyu yang kini sudah membawa kekasihnya itu ke pangkuannya. Wonu kini sudah ada di atas paha Mingyu, memunggungi Mingyu. Dada Mingyu dan punggungnya sudah menempel, matanya membelalak sedikit terkejut, namun kini dia mengerti apa yang membuat sang pria ke distract sedari tadi.
“Jangan pernah salahin hormon aku kalau kamunya kaya gini.” Kata Mingyu, mulai menciumi tengkuk leher Wonu, mengelus perut Wonu yang terdapat otot-otot yang belum jadi menggunakan tangan kirinya dan mengelus bagian bawah sang kekasih yang tertutupi 2 lapis kain tipis itu, naik-turun dengan telapak tangannya yang besar. Desahan kecilpun mulai keluar, badan ramping Wonupun mulai menggeliat.
“Geli, Mas.” Ucapnya mendesah sedikit di telinga Mingyu yang ada di sampingnya.
“Hmphm..” jawab Mingyu tidak menghiraukannya, masih mengecup lembut leher sang kekasihnya, menghisapnya dengan sedikit jejak di sana dan masih melakukan kegiatannya di tempat lain. Kini bahkan salah satu tangan Mingyu sudah masuk ke dalam kain tank top yang Wonu gunakan, naik dan mengincar buah dadanya yang polos.
“Nghhh.. Mas..” ucap Wonu semakin mendesah ketika tangan Mingyu sudah mengelus belahan bawah payudaranya, meremas salah satu buah dadanya. Mingyu menolehkan wajah kekasihnya yang sudah merah merona karena menahan geli, sedang menghadapnya sayu. Mingyu menciumi belah bibir Wonu dan mengulumnya di sana, desahan Wonu tertahan di ciuman mereka sedangkan tangan Mingyu masih menjelajahi senti demi senti kulit Wonu. Tangan kanannya kini sedang mengelus lembut paha wanitanya itu.
Mingyu menelisik lidahnya masuk ke mulut sang kekasih, memainkan lidahnya di dalam sana, Wonu-pun menyeimbangi permainan lidah sang kekasih. Meletakkan tangannya ke kepala Mingyu sambil mengelus surai hitamnya, sehingga memberi banyak akses Mingyu untuk menyentuh semua yang ada di tubuh depannya, termasuk payudaranya dengan nipples yang kini sudah mulai mengeras.
Desahan lembut sudah mulai keluar dari mulut Wonu ketika Mingyu mulai memilin, memijat, mengelus dan mencubit sesekali kedua payudaranya. Satu tangan Mingyu turun ke bawah, memasukkan tangannya ke dalam celana bahan hotpants yang digunakan Wonu, mengelus vagina Wonu yang masih terlapis kain tipis lembut dihiasi renda-renda. Sesungguhnya, Mingyu turn on* ketika dia memasuki kamar wanita yang sudah menadi pusat dunianya belakangan ini. Namun dia tahan karena melihat kekasihnya yang sedang sibuk dengan tugasnya dan memasang wajah cemberutnya, sehingga tidak tega untuk dia ganggu.
“Mas..” kata Wonu pelan ketika melepas ciuman panas dia dan kekasihnya itu, dijawab dengan kedua alis Mingyu yang naik.
“Kamu udah basah loh, Nu.” Kata Mingyu, masih mengelus sesekali menekan dengan jarinya di luar celana dalam Wonu yang memang kini sudah basah, dan tangan satunya masih memijat buah dada sang kekasih.
“Kamu sih bandel.” Rengek Wonu dengan wajahnya yang merona, cantik. “Jangan di sini, Mas. Aku ngga pernah nyimpen kondom.” Ucapnya lagi, menghentikan kegiatan Mingyu, namun sebelum benar-benar menyudahinya, Mingyu menepuk celana dalam Wonu itu. “Pluk” yang dibalas pukulan kecil dari Wonu di bahu Mingyu. “Nakal ih tangannya.” Rengek Wonu sambil merapihkan surai sang kekasih.
Wonu dan Mingyu memang sudah berkomitmen, mereka harus menggunakan pengaman. Itu satu-satunya syarat yang Wonu berikan 6 bulan yang lalu saat mereka memutuskan untuk melakukan hubungan sex untuk pertama kalinya. Karena Wonu sadar akan hormonnya dan hormon Mingyu yang sulit terbendung ketika saat mereka bersama, bahkan melalui sentuhan kecil dari masing-masing. Karena itu, mereka merasa harus tetap safe, at least dengan menggunakan pengaman tersebut. Wonu yang masih kuliah dan Mingyu yang masih belajar untuk meneruskan perusahaan ayahnya.
“Jadi, sekarang kita ke skippy dulu terus langsung ke apart kamu aja ya?” Tanya Wonu meyakinkan kekasihnya untuk benar-benar menghentikan kegiatan enak mereka, “Nanti kita lanjutin lagi. Aku juga kangen sama Optimus.” Ucap Wonu tersenyum sambil mengelus kejantanan Mingyu — yang sering dia sapa dengan Optimus — yang mulai mengeras di balik celana jeans yang digunakan kekasihnya itu.
“Aku ganti baju dulu ya.” Kata Wonu melanjutkan ucapannya sambil berjalan menuju lemari bajunya yang memang tidak jauh dari sana. Membelakangi Mingyu yang hanya melihat punggung mulus dan lekukan tubuh sang kekasih yang sedang memakai sweater kebesaran dan memasukkan ujung bawahnya setengah ke skinny jeans yang kini sudah cantik membalut tubuhnya.
Dandan bukanlah hal yang disukai Wonu, dia hanya menggunakan skin carenya. Wonu memang dasarnya sudah cantik, dengan mata rubahnya, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, dan bibir ranumnya, wajah yang dengan sendirinya suka merona, entah karena panas atau kedinginan. Wonu mengambil tas kecil yang sudah diisi dompet, ponsel, flash disk, dan lipbalmnya.
“Kamu bengong terus. Kita ga berangkat-berangkat, Mas.” Kata Wonu, menarik tangan kekasihnya, menggandengnya dan meninggalkan kamarnya dalam keadaan terkunci. Mingyu menurutinya, otaknya kini hanya ada payudara Wonu, vagina Wonu, collarbone Wonu, yang semua adalah miliknya.
Setelah ke tempat percetakan yang ditunjuk oleh Wonu, kini mereka sudah berada di apartemen tipe studio alcove dengan luas 30 meter persegi, bila berjalan sedikit mereka langsung menemukan dapur dan ruang meja makan di sebelah kanan. Di depannya sudah tersedia sofa empuk dengan beberapa bantal, berseberangan dengan layar TV berukuran 40 inch, di balik sekat penyimpanan TV itu terdapat bedroom tempat Mingyu tidur sehari-hari dengan seprai abu-abu tua yang dipadukan bedcover berwarna abu-abu yang lebih muda. Apartemen Mingyu memang selalu rapih, prianya itu memang sangat menjaga kebersihan.
Mingyu dengan tidak sabarnya merengkuh pinggang wanita yang daritadi tidak pernah lepas dari pikirannya. Membalikkan tubuh ramping tersebut agar menghadap ke arahnya, membelai ujung rambut kekasihnya yang sedang digerai itu. Tampaknya Wonu sudah aware akan serangan dadakan itu, hingga dia tidak protes dan terkejut. Wanita itu langsung melingkarkan tangannya di tengkuk sang pria, menyisir surai hitam Mingyu sambil tersenyum.
“Kenapa sih, Mas? Kok ga sabar banget.” Tanya Wonu lirih, karena kini tubuh depan mereka sudah saling berhimpitan, suara nafas Mingyu yang beratpun dapat Wonu rasakan di depan wajahnya.
“Hu umph.” Jawab Mingyu yang kemudian mencium bibir ranum wanita di depannya dengan perlahan. Melepasnya, “Kangen kamu banget.” Katanya melirih dan mulai menciumi bibir itu kembali, kali ini melumatnya, menggigit bibir bawah wanitanya perlahan. Wonu mulai menyeimbanginya, menelisikkan lidahnya masuk lebih dulu ke dalam mulut sang pria, mengabsen deretan gigi di sana dan mulai melumat lidah sang kekasih. Sambil sesekali desahan keluar dari mulutnya.
Tangan Mingyu sudah berjalan masuk ke dalam sweater kebesaran yang di pakai Wonu, mulai meremas buah dada sang kekasih yang masih menggunakan pelapisnya. Mingyu melepaskan tautan bibir mereka, menuju ke leher jenjang milik Wonu, menjilat di sana, dikecup, dihisap perlahan seakan menggoda desahan Wonu untuk keluar.
“Sayang,” kata Mingyu yang masih dicuruk leher kekasihnya itu, masih meremas payudara sang kekasih dengan tangannya yang bebas mulai meraba-raba bagian bawah Wonu yang masih terlapisi celana jeansnya.
“Nghh?” Desah Wonu terlepas ketika ingin menjawab panggilan Mingyu.
“Kamu mau lepas baju sendiri, atau aku bantuin?” Tanya Mingyu sembari melepaskan ciuman dari tengkuk Wonu. Mata Wonu sudah sayu, penuh hawa nafsu ingin segera diraba lebih oleh di hadapannya ini.
“Aku buka jeans dulu ya, ga suka elusan kamu ga berasa.” Jawab Wonu melepas kancing celana jeansnya hingga lepas seutuhnya. “Kamu juga ya, aku susah ngelusnya.” Kata Wonu melepas tali pinggang dan kancing celana sang kekasih. Mingyu membantunya agar jeansnya terlepas dan menampilkan kakinya yang jenjang itu.
Mingyu langsung menggendong Wonu dengan koala style ke sofa ruang tengahnya. Mingyu duduk di sana, sekarang Wonu berada di atas paha Mingyu dengan kaki mengekah di antara dua paha Mingyu dengan lutut yang tertekuk ke belakang. Wonu mengangkat kepalanya dari ceruk leher Mingyu, mencium belah bibir pria yang lebih tua ini dengan pelan hingga menuntut untuk lebih dalam.
Desahan terlepas beberapa kali dalam bibir mereka yang masih bersatu. Tangan Wonu mulai meraba ujung kaos hitam yang digunakan Mingyu yang kemudian menariknya ke atas, menganggalkannya. Membiarkan dada bidang berkulit tan yang tertempel otot-otot jadi di sana tanpa kain sedikitpun agar dapat ia lihat dengan jelas. Dirabanya dada itu. Dada yang sebulan ini sangat ia rindukan.
“Kangen kamu juga, Mas.” Jawab Wonu, sambil menciumi dada bidang sang kekasih. Mingyu menikmatinya, pemandangan kali ini adalah Wonu yang sangat sexy menurutnya, walaupun dengan menggunakan daster Wonu tetap tampak sangat sexy untuk seorang Mingyu.
Mingyu menaikkan ujung sweater Wonu dan meminta wanita itu untuk menggigitnya, hingga dia dapat melihat badan ciptaan Tuhan itu dengan leluasa, yang menampilkan cleavage Wonu dengan bongkahan payudara yang hampir mencuat dari tempatnya, meminta untuk dilepaskan.
“Kamu tau ngga? Your breasts are really beautiful, Nu. I love it, over and over again.” Puji Mingyu, menciumi bagian yang dia maksud tanpa membuka penutup payudara itu, menjilati belahannya, meremasnya dari luar, dan mulai dengan perlahan menuruni cup bra tersebut, memilin tonjolan kecil berwarna coklat muda kemerahan itu disatu sisi, dan menjilati, mengemut dan menggigit pelan di sisi lainnya, secara bergantian.
Wonu mendesah, “Ngghhh..” desahannya teredam oleh kain sweater yang digigitnya. Tangan yang bebas Wonu sudah meraba Optimus di bawah sana. Mengelusnya perlahan sembari memijat benda panjang dan besar itu. Merasakan sentuhan pada kejantanannya, Mingyu memasukkan tangannya ke dalam celana Wonu yang sudah mulai basah itu.
“Kamu abis brazilian waxing ya?” Tanya Mingyu menggoda ketika meraba bibir vagina kekasihnya itu halus, gembil dan lembut tanpa adanya rambut di daerah sana. Di balas dengan anggukan dan mata sayunya yang sedang menikmati sentuhan Mingyu.
“Buka ya nghhh celananya, Mas?” Rengek Wonu sambil mendesah dengan jari Mingyu yang sudah mulai masuk ke dalam labia minoranya, memainkan klitoris milik Wonu yang membuat Wonu membusungkan badannya dan mendesah dengan gila karena nikmat dan geli yang bersamaan.
“I want to see you like this. Kamu cantik banget, Sayang.” Kata Mingyu dengan suara beratnya. Klitoris Wonu masih dimainkan Mingyu di bawah sana semakin intens, Wonu sudah benar-benar basah. Mendesah dan kemudian menaik-turunkan badannya, menjambak surai kekasihnya.
“Nghh.. Mas.. Please lick mine.” Pinta Wonu. “Hhhaahhh.. Want to — nggh— feel your tongue there, pake jari kamu gi—nghhh—ni perih, Mas.” Keluh Wonu saat dia sudah merasakan sedikit perih di bawah sana. Mingyu menyadari yang dirasakan kekasihnya, menghentikan kegiatannya, dan menggendong wanita miliknya ini ke kamar, melemparnya pelan ke atas kasur King Size nya.
Wonu menanggalkan sweater yang dia anggap mengganggunya sedari tadi itu, membiarkan bra yang masih menutupi payudaranya.
“Dibuka aja, sayang.” Kata Mingyu membantu Wonu melepaskan bra nya, dan memperlihatkan payudara dengan bentuk yang bulat sempurna, nipples yang mulai menegang karena stimulasi yang diberikan oleh Mingyu dari tadi.
Wonunya kini sudah telanjang sempurna. Mingyu mulai merenggangkan kedua kaki wanita itu untuk melihat vagina mulus yang sudah becek di sana. Dikecupnya bibir kemaluan wanita itu perlahan, dibukanya bibir ranum merah dibawah itu dengan tangannya, menjilati klitoris dan vestibulum wanita itu, menghisapnya, menjilatinya di sana penuh dengan nafsu seakan ingin memakannya.
“Eunghhh.. Mas Minghhh..” desah Wonu keenakan. “Umphh.. OMG.. Enakk, mas.” Kata Wonu, kini tangan kirinya mendorong pelan kepala sang kekasih, “Lebih dalem lagi, mas. Hhh..” katanya ketika melihat sang kekasih sedang mengintip ke arahnya dari bawah sana. Tangan kanan Wonu kini sedang memilin tonjolan di payudara kanannya yang menegang, dan tangan kanan Mingyu membantu untuk memilin puting kiri Wonu. Kini jiwa Wonu sudah tidak ada di sana, terbang ke langit ke 7, terlalu nikmat di bawa oleh sentuhaan dan jilatan Mingyu.
“Eunghhh.. Mas.. I think I want to squirt, Mas.” Ucap Wonu yang sedang merasakan ingin pipis di bawah sana karena rangsangan dari lidah Mingyu yang semakin lama semakin intense dan cepat. Ditambah lagi, jari Mingyu juga sudah mulai menelusup ke dalan lubangnya bersamaan dengan lidahnya yang masih terus di sana.
“Hmmph.. go ahead, Baby.” Jawab Mingyu yang kemudian melanjutkan kegiatannya lagi.
“Oh Noo... Mas aku nghhh nggak kuatthhh..” kata Wonu, tubuhnya kembali membusung, dan bergelinjang tak nyaman sembari menjambak rambut Mingyu berusaha menyudahi kegiatannya namun Mingyu lebih kuat, semakin ingin pipis Wonu dibuatnya. Cccrrttt... dan benar saja, dia squirt di dalam mulut Mingyu yang masih menjilatnya. Kakinya bergetar kuat dan Mingyu tetap tidak melepasnya.
“Oh my God, kan aku jadi nyembur kamu.” Kata Wonu panik mendudukan dirinya, dengan sigap mengelap mulut dan wajah kekasihnya. Ini bukan yang pertama, tapi dia masih panik bila dihadapkan dengan ini. Mingyu memang paling tahu bagaimana caranya Wonu mendapatkan OG — orgasme — nya.
“Ngga pa-pa sayang, I love when I see your face in that state.” Jawab Mingyu mengecup kening Wonu, kemudia ke bibirnya.
“Ngga ada yang ga enak kalau disentuh kamu. I like when you touch me.” Kata Wonu. Menarik ke kasihnya untuk berada ke atasnya, di kecupi wajah prianya itu, dan memulai ciuman panas mereka kembali.
“Even though I've squirted, but, my vagina still misses Optimus in there. Fill me, Mas. Only you can fill me.” Ucap Wonu dengan nada bandelnya di tengkuk Mingyu ketika ciuman mereka terlepas dan memeluk Mingyu erat.
“With my pleasure, princess.” Jawab Mingyu.
“Optimus boleh di blowjob dulu ngga, yang?” Tanya Mingyu yang dibalas anggukan oleh Wonu. Mengulum, menghisap, menjilati dan memijit benda yang kini sudah mulai mengeras dengan urat-urat yang mulai berkedut di dalam mulut hangat Wonu. Mingyu sedikit mendorong wajah kekasihnya untuk mengulum miliknya lebih dalam, Wonu mendesah, punya Mingyu cukup besar untuk masuk sekaligus di mulutnya. “Sorry, Yang.. muluthh.. ngghhh.. kamu enakh..” Kata Mingyu ketika mendengar desahan kekasihnya.
“Oh shit, Wonu.. anget bangethh.. nhh” kata Mingyu. “I comehhh.. nggghhh.. in your mouthh yaaa~” izin Mingyu, dan Wonu mengangguk, Mingyupun mulai menyemburkan cairan putih itu menggempur rongga tenggorokan Wonu dan mulutnya yang terasa penuh. Langsung ditelan saat itu juga oleh Wonu.
“Manis. Kamu udah ngga ngerokok ya?” Tanya Wonu seketika setelah menelan cairan kekasihnya itu. Mingyu memang perokok tadinya, tapi tidak pernah merokok di depan Wonu karena Wonu tidak menyukainya.
“Nope. Sejak kamu bilang sperm-ku pait.” Jawab Mingyu, manarik badan sang kekasih ke pangkuannya, membalikkan badan kekasihnya itu, hingga dadanya yang penuh peluh menyentuh rapat punggung putih sang kekasih yang tak kalah basah karena permainan mereka. Permainan mereka yang sesungguhnya memang belum dimulai.
Mingyu menjilati jarinya, melebarkan kedua paha sang kekasih agar bibir ranum merah di bawah sana itu terbuka, menelusupkan jarinya yang sudah basah ke dalamnya. Erangan dan desahan tak terbendung memenuhi apartemen itu, baik dari Wonu dan Mingyu.
Kini Wonu sudah ada di bawah kungkungan Mingyu, kejantanan Mingyu yang sudah digunakan pengaman kini masuk menghantam kemaluan Wonu. Kaki Wonu sudah melingkar di pinggang Mingyu agar memudahkan akses pria itu. Mingyu mulai mendorong keluar masuk penisnya hingga tercipta suara bertemunya kulit dengan kulit dan nada kecipak di bawah sana. Basah. Vagina Wonu sudah banjir sekarang dan Mingyu membawa Wonu terbang kembali ke langit ke 7, sekarang. Wonu sangat menyukai ketika kejantanan MIngyu sudah menjajah daerah vaginanya. Sungguh surga dunia. Mingyupun sangat menikmatinya, dia sangat menyukai ketika vagina Wonu tanpa sadar menggencet kejantanannya yang membesar di dalam sana. Saat ini, mendengar desahan Wonu adalah lantunan indah untuknya, yang selalu membuatnya ingin mendengarkan desahan itu lagi dan lagi.
Kejantanan Mingyu kini sudah mulai berkedut, semakin membesar, dan semakin dalam pula dorongannya pada kemaluan Wonu.
“Aahhh... Maasshhh..” kata Wonu yang merasakan kajantanan Mingyu semakin menyerang ke dalam. Wonu membusungkan badannya untuk kesekian kalinya hari ini, mengekspresikan rasa nikmatnya, yang disambut dengan satu tangan Mingyu yang meremas payuaranya dan satu tangan lainnya menggoyangkan pinggul Wonu.
“Oh yeaaahhh... Wonhhh.. mppphhhh.” Erang Mingyu sambil sedikit terengah.
“Angghhh~ that spot OMG! Sayanghhh.. aku mau pipis lagiiihhh..” ucap Wonu. Ya, Mingyu menemukan OG Wonu untuk yang kedua kalinya hari ini.
“Keluarin aja, sayang.. enghhh..” kata Mingyu. Dan benar saja, Mingyu merasakan ada sesuatu yang hangat menyerang kondomnya. “Are you squirt now, Babe?” Tanya Mingyu pelan dan menghujami Wonu dengan kecupan di wajahnya. Wonu mengangguk malu.
“Aku keluarhhg bentarr lagiihh... tahan.. nggghhhh” kata Mingyu masih menggoyangkan pinggulnya. Wonu semakin gila karena tumbukan Mingyu tanpa henti. Hingga dia merasakan kejantanan Mingyu yang berlapis kondom berkedut di dalam sana, sedang mengeluarkan muatannya. Mingyu masih mengerang panjang dan mengeluarkan miliknya ketika sudah keluar semuanya. Wonu merasa kosong di bawah sana.
Mingyu kemudian mengikat kondomnya dan membuangnya sembarang. Hal yang terakhir Mingyu lakukan adalah mencium bibir luar vagina kekasihnya dengan sayang dan memeluk tubuh ramping Wonu. Membawa tubuhnya terbaring di samping sang kekasih yang kelelahan.
“I Love you, Wonu.” kata Mingyu mencium belah bibir Wonu yang semakin merah ranum karena apa yang mereka lakukan hari ini.
“I Love you too, Mas Mingyu.” balas Wonu dengan mata yang semakin sayu. Mingyu kemudian memeluk tubuh lunglai itu dan menghisap pelan payudara di sana.
“Ngilu, mas.” Kata Wonu, mengusap lembut surai pria yang lebih tua, namun tidak melarangnya.
“Hmmph.. sorry, enak banget. Aku ngga bisa lepashh.” Kata Mingyu. Padahal ngga ada apa-apa di sana. Wonu memeluk kekasihnya yang masih seperti bayi dengan bibir yang masih bermain di payudaranya dan meninggalkan Bayi besarnya kemudian tertidur.