Abang Sayang Inggu
tw: konten pacaran, kissing, hugging, cuddles, and a little panic attack.
“Assalammualaikum,” sapa pria dari daun pintu kamar itu dengn suara beratnya, perlahan masuk dan berjalan ke arah pria lain yang sedang tidur-tiduran di tempat tidur sedikit terkejut. Pria yang malam ini menggunakan kemeja panjang dengan lengan yang dilipat hingga siku itu langsung memasang wajah bahagianya ketika menatap kekasihnya yang mendudukkan tubuhnya dan menjawab salam pria yang baru saja pulang. Pria tampan itu langsung memeluk pinggang pria yang sedari tadi menunggunya dan menenggelamkan wajahnya di pinggul kekasihnya.
“Mandi gih! Kamu dari mana-mana tuh, seprainya kotor, abang.” pinta pria yang lebih muda itu sembari mengelus surai gelap kekasihnya yang masih memeluk pinggangnya posesif.
“Capek, Nggu.” rengeknya.
“Mandi dulu biar aku bisa peluk, banyak yang mau aku ceritain.” kata Inggu, mengambil wajah sang kekasih, menangkupnya dan mengecup sepintas bibir pria itu. “Tapi mau cerita sambil peluk, kalau ngga mandi dulu Inggu ngga mau peluk.” katanya lagi, kembali mengecup bibir pria yang lebih tua.
“Plus, aku laper banget, ayo, abis kamu mandi kita makan.” ajaknya. Wonwoo yang sesungguhnya sudah lelah, menuruti permintaan Inggu untuk membersihkan tubuhnya dan makan malam bersama.
“Inggu, jadi nginep kan?” tanya mommy disela-sela Inggu sedang menyantap makan malamnya bersama sang abang yang berada di hadapannya.
“Iya, mom, kalau boleh sama abang.” jawab Inggu santai.
“Kalau ngga boleh sama abang ya nginep aja, ada kamar tamu kok.” kata mommy. “Mommy udah izin sama bunda, katanya boleh.” lanjutnya.
“Boleh kok, nanti tidur aja di kamarku.” kata Wonwoo, menatap wajah Inggu yang sudah tersipu malu, perutnya tergelitik dengan jantung yang berdebar tak karuan. Inggu salah tingkah.
“Hore, besok pagi kita bikin apa ya, Nggu? Inggu lagi mau apa?” tanya Mommy dengan ramah. Wanita separuh baya ini memang sangat menyayangi kekasih anak sulungnya.
“Mommy udah lama ngga bikin pancake, atau waffle?” tanya Mommy.
“Mommy, Inggu bisa bikin croffle.” jawab pria itu.
“Boleh boleh, nanti kita ngadon bahannya bareng ya?” kata sang Mommy, Inggu mengangguk semangat.
“Yasudah kalau gitu, lanjutin makan malamnya, mommy mau cari-cari temen croffle buat besok sarapan. Yang kenyang ya, sayang.” kata sang mommy mengecup pucuk kepala Inggu dan anak sulungnya bergantian, lalu menghilang di balik pintu kamar utama dari rumah itu.
***
Kedua pria itu kini sudah berada di dalam kamar Wonwoo yang berukuran 4x6 meter itu. Inggu juga sudah berganti pakaiannya dengan t-shirt dan boxer kebesaran milik Wonwoo.
“Gede banget.” kata Inggu berdiri di hadapan Wonwoo sembari merentangkan tangan, menunjukkan baju Wonwoo yang kebesaran di tubuhnya, serta boxer dengan karet yang melingkar diperut dan tali yang ia ikat kencang agar celana rumah itu tidak merosot.
“Ngga apa-apa, sayang. Kamu tetep lucu.” jawab Wonwoo. “Sini!” tarik pria yang lebih tua itu. Merebahkan tubuh Inggu di sampingnya, menyelimutinya dengan bedcover dan merengkuh tubuh pria kesayangannya.
Kini pria tampan bermanik rubah itu sudah bersandar pada headboard sedangkan Inggu sudah meletakkan kepalanya di dada sang kekasih, melingkarkan tangan kirinya ke perut Wonwoo. Pada saat yang sama, tangan kekasih Inggu yang bebas sudah menyisir surainya dengan sayang, sesekali mengecup ujung kepala, dan mengusap bahunya.
“Jadi, apa yang mau diceritain sama aku?” tanya Wonwoo dengan suara beratnya, mengelus lengan kekasihnya.
Inggu segera merubah posisinya, meletakkan kepalanya di lengan kiri kekar milik Wonwoo, pria yang lebih tua itu masih memainkan surai kekasihnya, serta mengusap lengan yang melingkar di perutnya, milik Inggu.
“One good news, and two questions.” jawab Inggu. “Which one do you want to hear first?” tanya Inggu dengan suara lembutnya.
“Good one.” tanya Wonwoo, lalu mengecup puncak kepala Inggu, merapihkan surai pria itu.
“Bulan depan aku sidang. Hehe.” cengirnya puas, Wonwoo yang mendengarnya ikut berbahagia dan memeluk tubuh pria manis di sampingnya semakin erat, bahkan melingkarkan kakinya pada kaki Inggu.
“Wah akhirnya, setelah nangis-nangis ngga mau skripsi, bisa juga sidang akhir. Selamat ya sayangnya abang.” kata Wonwoo, melepas pelukannya, lalu mengecup seluruh wajah Inggu, mengabsenya, dan memeluknya lagi dengan erat.
“Abang, aku ngga bisa napas.” kata Inggu memukul lengan kekar Wonwoo pelan, pria yang dipanggil abang itu hanya tersenyum. “Dateng ya ke sidang aku, aku mau liat kamu pas lagi pusing-pusing keluar ruang sidang.” lanjutnya.
“Okay, aku ajuin cuti dari sekarang.” kata Wonwoo lagi, yang dijawab dengan senyuman manis dari Inggu. “Terus, 2 questions-nya apa?” tanya Wonwoo.
“Oh iya,” kata Inggu langsung terbangun dari tidurnya, melepas pelukan Wonwoo yang membuat pria dominan itu terkejut.
“Kak Hao, dia ngga suka sama kamu kan? I mean, suka sama kamu wajar sih, maksudnya—” kalimat Inggu terputus, Wonwoo langsung menutup mulut Inggu dengan sebuah pelukan.
“Hao dan Joshua itu temen aku dari kuliah, dia emang suka komen-komen gitu kok. Ngga maksud jahat, orangnya emang iseng.” jawab Wonwoo, melepaskan pelukannya dan mengelus pipi Inggu dengan ibu jarinya. “Cuekin aja ya, ngga usah dipikirin.” pinta Wonwoo, Inggu mengangguk, menuruti. Wonwoo membawa wajahnya mendekat dan mengecup kening pria muda di hadapannya.
“Last question,” kata Inggu, memegang jemari Wonwoo dengan tangan kanannya dan membuka laci nakas dengan tangan kirinya. “Ini apa?” Inggu langsung menunjukkan satu polaroid dari seorang pria cantik. Wonwoo tidak mengantisipasi hal ini akan terjadi.
‘Halah, kenapa lagi ada itu di sini?’ kata Wonwoo dalam hati.
Anak sulung dari keluarga Jeon itu langsung mengambil foto yang ada di tangan Inggu dan segera merobeknya. Lalu, berjalan dengan santai ke tempat sampah yang ada di kamar untuk membuang kertas tersebut dan kembali lagi ke tempat tidur, menghampiri pria yang terduduk sedari tadi masih mengedipkan matanya cepat sembari melihat langkah sang kekasih, terkejut dengan tingkah laku Wonwoo.
Wonwoo lalu mendekap wajah Inggu dan mengecup keningnya. “Abang cuma sayang, Inggu.” katanya, kemudian kembali mengecup pipi Inggu. “Jangan mikir yang aneh-aneh ya, sayang.” lanjutnya.
Inggu memeluk tubuh Wonwoo, “Aku ngga sempet rapihin kamar, sayang. Maaf.” kata Wonwoo.
Inggu mengangguk lucu, “Mulai hari ini, kamu boleh jadiin kamar aku jadi yang kamu suka.” pria manis itu mendongakkan wajahnya, menatap tajam manik rubah itu. “Biar aku ngerasa kamu selalu di sini.” lanjutnya.
“Serius?” tanya Inggu.
“Serius, sayang.” jawab Wonwoo yakin.
Inggu tersenyum, kembali memeluk Wonwoo dan menempelkan wajahnya di dada sang pria dominan. Merasakan detak jantung pria itu lebih cepat, sama dengannya. Pria manis dengan taring di kedua deretan gigi atas itu sedang menikmati debaran jantung karena pria yang berada dipelukan dan kupu-kupu yang sedari tadi menggelitiki perutnya.
Wonwoo mengambil lengan Inggu, menatap tajam manik elang cantik pria di hadapannya, masuk ke dalam tatapan lembut itu, lampu kamar yang sedari tadi remang, film yang hanya terputar dengan volume kecil, tanpa niat ditonton oleh pemiliknya, membuat suasana di kamar itu menjadi sangat hening.
Inggu berdiri dengan lututnya, mendekat ke arah Wonwoo yang masih menatapnya, melingkarkan kedua tangannya ke leher pria di hadapannya. “Inggu juga cuma sayang abang.” tersenyum, dengan kilat Wonwoo segera menarik tubuh pria di hadapannya, menidurkannya, dan mengukungnya.
Tangan Inggu yang masih melingkar di leher Wonwoo itu menarik tengkuk pria yang berada di atasnya dan menyatukan kedua bilah bibir mereka, mengelus tengkuk sang dominan. Wonwoo sudah mulai mendominasi permainan dengan memagut mesra, menggigit pelan bibir bawah Inggu hingga pria manis itu membuka dan memberikannya akses masuk ke dalam rongga mulutnya, mengaitkan lidah mereka, hingga kecapan terdengar, serta lenguhan pelan terlepas dari bibir Inggu. Wonwoo tersenyum menyeringai dan kembali tenggelam dalam ciuman dalam yang mereka ciptakan malam ini. Cukup lama hingga, bibir Wonwoo pindah ke perpotongan leher Inggu, menyesapnya, dan menggigitnya pelan — meninggalkan jejaknya.
“Bang—” kata Inggu dengan suara lemahnya, menggelengkan kepalanya saat tangan Wonwoo sudah mulai masuk ke boxer-nya, berjalan pelan meremat salah satu benda sintal di bawah sana. Inggu menepisnya dengan memegang pergelangan tangan Wonwoo pelan. Pria yang lebih tua itu mengerti, ia harus berhenti.
“Lo juga mau kan? Ngaku deh!” suara itu kembali menggema. “Ngga usah sok suci, Gyu! Lo tuh jalang!” suara jahanam itu lagi.
“Maaf,” kata Wonwoo ketika melihat reaksi pria muda di hadapannya. Inggu menggeleng cepat, menutup mata dan telinganya rapat. Wonwoo terkejut melihat kekasihnya seperti saat ini.
“Sayang, ini aku. Maaf, maaf.” kata Wonwoo mengangkat tubuh Inggu dan merengkuh tubuh itu, memeluknya erat. “Buka matanya, cantik, ini abang.” kata Wonwoo, mengelus punggung Inggu penuh sayang.
Inggu membuka matanya perlahan saat Wonwoo memberikan kalimat-kalimat sederhana yang membuat pria yang lebih muda itu tersadar, bayang-bayang pahit beberapa tahun lalu masih mengganggunya, ia masih belum bisa menepis bayangan buruk itu.
“It’s okay, sayang. Ngga ada apa-apa, ini aku.” kata Wonwoo, mengecup kening Inggu berkali-kali. Inggu mengangguk.
“Abang~” panggilnya, memeluk erat tubuh Wonwoo.
“Iya, ini aku, sayang. Maaf, maaf.” kata Wonwoo, mengecup pundak kekasihnya. Inggu masih menggeleng kuat.
“Maafin Inggu, Inggu belum bisa—” katanya, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, telinganya memerah.
“Ngga apa-apa, sayang. Pelan-pelan ya, maafin aku.” kata Wonwoo dengan nada yang khawatir, menepis telapak tangan itu perlahan, menunjukkan wajah Inggu yang memerah, ingin menangis.
“Cupcup, jangan nangis. Sekarang bobok aja ya? Besok katanya mau bikin sarapan?” kata Wonwoo, memeluk pria manis itu, pelukannya semakin erat. Kalimat maaf pelan terdengar di sana, Inggu meminta maaf.
“Jangan tinggalin Inggu ya?” tanya pria itu dengan suara lemahnya.
“Ngga, Inggu, ngga ada yang ninggalin Inggu, abang yang salah sayang, abang yang minta maaf, yaa.” jawab Wonwoo yakin.
“Udah ya, sayang, kita bobok yuk! Abang peluk boboknya biar ngga ada yang gangguin Inggu.” kata pria tampan itu. Inggu mengangguk lemah.
Malam ini berlalu dengan Inggu yang tertidur di dalam pelukan kekasihnya. Sedangkan, Wonwoo masih terjaga, merutuki kebodohannya. Ia hampir membuat Inggu mengingat masa lalunya.
‘Dasar hormon bodoh!’ rutuknya.