Abian untuk Nisaka


TW: Bian & Nisaka centric, slightly mature content

Saka dan Bian sudah berada di restaurant and bar yang berada di hotel bintang 5 tempat yang sudah Andrian booking untuk adik sepupunya itu, tempat itu terletak di rooftop. Mereka menempati meja ujung yang terdapat di restaurant dengan pemandangan langit yang Indah.

‘Kalau Arka di sini, dia pasti sangat menyukai pemandangan kota kaya gini.’ Ungkap Saka dalam hati.

“Kak, bengong terus sih?” tanya Bian, pria manis di hadapannya yang lebih muda 6 tahun itu.

“Ngga, kenapa? Tadi kamu ngomong apa?” tanya Saka lagi.

“Aku nginep di hotel ya sama kamu, besok aku ngga ada kelas kok.” Kata Bian.

Next time boleh ngga, Yan? I mean aku tuh masih jet lag kan, baru sampe. Nemenin kamu makan, terus ini kena angin malem juga, cuma pengen tidur akunya.” Alasan Saka, tentu saja.

Seandainya bisa, ingin rasanya Saka mengakhiri ini semua dan kembali terbang ke Indonesia. Entah kenapa, hari ini saat berbicara dengan personal asisten-nya di chat rasanya seperti ada yang aneh, entah apa, tapi perasaannya tidak begitu enak.

“Ih, aku janji deh ngga akan ganggu. Kamu boleh tidur sebebasnya kamu.” Bian insist.

Not today ya, Bian. Kan aku masih seminggu di sini, kita bisa puas-puasin jalan.” Kata Saka, masih memainkan ponsel-nya. Bian mengerucutkan bibirnya tanda tak suka karena penolakan halus dari Saka.

“Sekarang, let me ask you something and please be honest with me. Udah ada orang yang ngegantiin aku di hati kamu kan?” Tanya pria muda itu dengan menodong pria yang selama ini dia anggap sebagai kekasihnya itu.

Bahkan Saka tidak terkejut dengan pertanyaan yang terlontar, Saka menatap wajah Bian dalam, dan Bian kembali menatapnya. Tatapan mereka bertemu, namun tak ada sipu, hanya Saka yang ingin jujur kepada pria di hadapannya, berniat untuk tidak menipu.

“Tapi kamu taukan, Kak, kalau kamu ngga bisa lepas dari aku?” tanya Bian lagi. “Karena akunya ngga akan lepasin kamu.” jelas Bian, Saka tidak pernah terkejut dengan kelakuan Bian yang masih kekanak-kanakan dan egois, sama halnya dengannya yang merasa sudah menggenggam Arka, karena itu merupakan salah satu tindakan egoisnya.

“Suatu saat kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik dari aku dibandingkan dengan pertunangan bisnis, Bian. Sadarkan?” tanya Saka, dengan suara yang memelan, khawatir karena akan menyakiti pria di hadapannya, bagaimanapun dia pernah mencintai pria ini sepenuh hati — dulu — yang lama kelamaan dia sadari bahwa rasa yang Saka miliki adalah rasa sayang seorang kakak kepada adiknya.

“Ngga ada yang pantas buat Abian selain Nisaka, dan begitu sebaliknya, Kak, dan akan seperti itu.” kata Bian. “Jadi, kalau kamu ke sini untuk minta aku lepasin kamu, kayaknya sia-sia, because I won't.” lanjutnya.

“Dan memang kamu akan baik-baik saja kalau hati aku sudah bukan untuk kamu?” tanya Saka, menyesap kopi espresso double shot-nya, mencoba untuk terlihat lebih santai. Saka khawatir Bian akan mengadu kepada Sang Ratu sebenarnya.

Your heart will lead you home, true home.” jawab Bian. “Dan aku yang akan jadi rumah kamu, tempat kamu selalu pulang.” lanjutnya dengan percaya diri.

'Jelas bukan kamu, Bian. Bukan kamu lagi.' gumam Saka dalam hatinya.

So, I'm insist, aku akan menginap di hotel sama kamu, karena aku tuh kangen banget sama kamu, kak. Ngertikan?” Tanya Bian. “So, please to miss me more.” Lanjutnya.


Saka dan Bian sudah berada di Executive Suite Room di Palace Hotel Tokyo, Saka langsung membuka blazer-nya, meletakkannya sembarangan dan mengistirahatkan tubuhnya di tempat tidur yang berukuran king size karena tubuhnya terasa sangat lelah setelah perjalanan panjang. Bian mengukuti langkah Saka dan duduk di pinggir tempat tidur itu. Melihat tubuh atletis Saka, memujanya, ingin direngkuh olehnya. Bian merindukannya.

“Kak, mandi dulu.” Kata Bian menggoyangkan tubuh pria tinggi yang sudah tertelungkup.

“Hmm” mood Saka sudah turun drastis sejak pernyataan Bian di restaurant tadi, ditambah dengan Bian yang memaksa untuk tetap tinggal bersamanya, dia merindukan Arka, dia ingin menghubungi pria manis itu tanpa tatapan curiga dari Bian.

“Mau aku mandiin?” Tanya Bian berbisik dengan nadanya yang menggoda sembari mengelus punggung tegap Nisaka dan pria itu membalikkan tubuhnya, menatap Bian tajam.

Bian tersenyum manis, tatapan Saka terasa menggodanya saat ini, pria manis itu mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Nisaka, mengelus dada Saka dengan pola acak seakan mengajak pria yang lebih tua itu untuk bermain, Bian mendekatkan wajahnya dan berniat untuk menyatukan belah bibir mereka, namun wajah Saka menghindarinya. Pria berkulit sedikit lebih gelap itu terduduk, berjalan ke arah kamar mandi, dan meninggalkan Bian terdiam mematung di sana.

Tak membutuhkan waktu yang lama, Saka sudah keluar dari kamar mandi dengan menggunakan bathrobe-nya dan menemukan Bian yang sudah totally naked di atas tempat tidur, posisinya masih sama dari terakhir Saka meninggalkannya untuk mandi, namun kini Bian tidak menggunakan sehelai kainpun di sana.

“Bian, please can you understand? Aku capek banget, ngga mau ngeladenin kamu. Apapun.” kata Saka, membuka kopernya dan menatap bawaannya yang tertata rapih karena sentuhan tangan lentik Arka.

Please, I miss you. I want yours.” kata Bian menghampiri Saka dan memeluknya dari belakang.

“Ngga hari ini.” kata Saka. 'Dan ngga akan ada lagi sampai kapanpun. Arka, please give me your strenght to resist.' ucap Saka dalam hatinya.

Saka sudah merasakan tangan Bian yang perlahan namun pasti sudah mulai memasuki kimono handuk yang masih menggantung di tubuhnya dan menyentuh dada bidangnya yang bebas tanpa tertutup apapun.

I know you want me too, so today?” tanya Bian masih dengan nada menggodanya yang mulai menciumi tengkuk Saka, dia hafal letak kelemahan Saka, dimana Saka akan turn on oleh belaiannya karena memang ini bukan pertama kalinya mereka melihat masing-masing tanpa busana, dulu, sebelum Saka bertemu dengan Arka dan menyadari bahwa dia menyayngi Bian bukan sebagai seorang kekasih.

Satu tangan bebas Bian meraba sesuatu yang ada di antara selangkangan Saka, membuat Saka menutup matanya namun hanya dapat melihat Arka di sana, Saka segera sadar dan menepis tangan Bian, bukan, bukan tangan itu yang dia inginkan untuk memanjakannya. “Ngga lucu!” kata Saka, membalikkan tubuhnya, menggenggam erat bahu Bian, menggoyangkan tubuh mungil itu dan mendorongnya sedikit menjauh, dengan tangannya yang masih berada di kedua sisi lengan pria berambut blonde itu.

“Jangan kaya gini, tolong! Ada hati yang harus aku jaga.” jawab Saka dengan nada tegas, nada yang tak pernah Bian dengar selama mereka saling mengenal.

Who? Siapa hati yang seharusnya kamu jaga? Aku! Aku calon tunangan kamu!” Bian marah, nada suaranya meninggi.

“Maaf, tapi bukan kamu.” kata Saka jujur, meraih tubuh Bian dan berniat untuk merengkuhnya, pria itu mendorong Saka sekuat tenaganya.

“Aku ngga akan pernah lepasin kamu, untuk siapapun Nisaka Mingyu! Ngga akan!” kata Bian, menjauhi Saka dan menggunakan pakaiannya kembali, sembari menahan air matanya.

“Kita akan ngobrol lagi, waktu kamu sadar kalau cuma aku yang kamu butuhin! Bukan siapapun atau apapun bentuk orangnya!” kata Bian, meninggalkan tempat Saka stay selaman di Jepang dan membanting pintu itu cukup keras. Saka tidak menggubrisnya. Walaupun hatinya terasa was-was, disamping itu dia juga merasa lega karena sudah mengungkapkan apa yang ingin ia katakan. Mengesampingkan apa yang akan terjadi, nanti.

Saka melihat kearah koper yang ia bawa lekat-lekat setelah mengambil black t-shirt yang disiapkan Arka, ada kotak beludru hijau tosca kecil di sana. Saka segera mengambilnya dan membuka kotak tersebut, dia merasa tidak pernah membeli atau berniat membelikan apapun untuk Bian, karena sesungguhnya dia datang hanya sebagai kewajiban atau hal terburuknya adalah apa yang terjadi hari ini, mengatakan pada Bian untuk menyudahi hubungan mereka.

Pria dengan tinggi 187 sentimeter itu membuka kotak tersebut dan menemukan nackles Interlocking Circles Pendant dari salah satu merk accessories terkenal yang Saka sukai karena modelnya yang terkenal simple. Saka melihat pendant itu berkali-kali, membulak-balikkan 2 cincin yang dijadikan 1 itu dan menemukan inisial namanya NMP dan AWR dimasing-masing cincinnya.

“Arka?” Saka segera mengambil ponselnya dengan sangat excited dan men-dial nomor asisten pribadinya itu, namun tidak ada jawaban. 'Di Indonesia sudah pukul 11 malam, mungkin Arka sudah tertidur.' gumamnya, dan mengetik beberapa kalimat yang ingin dia tanyakan kepada anak bungsu keluarga Rahamardja itu di dalam chat room mereka, dengan senyum yang mengambang di wajahnya.