AKHIRNYA, KAMU!


tw: slightly explicit mature content (no minor 🔞), kissing, hugging, foreplay, cuddling, fluff, touching, handsjob

Setelah perjalanan yang memakan waktu cukup lama, sekitar 18 jam 30 menit, pria tinggi yang menggunakan cardigan cokelat, jeans hitam, sneakers, dan topi biru dongker dengan logo Nike sudah sampai di salah satu negara tujuannya, Inggris.

“Cambridge?” tanya Saka ketika melihat ke samping kanan dan kirinya saat berada di sebuah mobil yang sudah membawa ia dan asisten pribadinya ke sebuah alamat yang sama seperti yang diberikan oleh sang ayah kemarin malam saat menyuruhnya ke negara ini, entah rumah siapa, dia sendiri tidak tahu, hanya mempercayai asisten pribadinya yang duduk di kursi depan, sebelah pengemudi mobil yang tadi menjemputnya.

“Kita kemana?” tanya Saka dengan suaranya yang parau karena masih jetlag kepada Dyah, asistennya.

“Sabar, Pak. Nanti sampai di sana bapak bisa benar-benar istirahat.” jawab Dyah. “Deket kok ini, kalau bapak mau tidur dulu juga oke, ngga akan saya tinggalin.” lanjutnya dengan nada santai, seperti biasa.

Hanya membutuhkan waktu 25 menit dan mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di salah satu apartemen 3 tingkat yang lebih cocok bila dibilang sebagai homestay. Kaki Dyah melangkah enteng menuju pintu yang terkunci, bermain dengan ponsel-nya, sesekali menekan bell, sedangkan Saka yang masih bingung dan terdiam berdiri di belakang wanita dengan rambut sepunggung berwarna ash grey itu.

Tak lama pintu kayu jati berwarna cokelat di hadapan mereka terbuka, menampakkan sesosok pria kurus dengan tinggi sekitar 180 centimeter, berwajah oriental yang menggunakan sleeveless shirts hitam dan boxer pants motif totol-totol harimau. Pria tersebut melempar senyuman sumringahnya ke arah Dyah dan segera memeluk wanita itu, pelukan rindu.

“Akhirnya, sampe. Kangen kangeeenn.” kata Arya, sesekali mengecup pucuk kepala Dyah dan Wanita itupun terasa sangat menikmatinya. Tidak ingin menjadi nyamuk, Saka berdeham hingga kegiatan mereka terhenti sejenak.

“Oh iya, lupa.” kata Dyah dengan santai. “Bapak, kenalin ini Arya, pacar saya.” lanjut Dyah mengenalkan pria yang ternyata kekasihnya itu.

“Saka.” kata Saka mengulurkan tangan kanannya.

“Arya.” jawab Arya membalas uluran tangan Saka dan menjabatnya. “Kita pernah ketemu di nikahan Mas Dhika, Pak. Cuma emang kita ngga kenalan aja.” lanjutnya.

“Saya ingat sih.” kata Saka mengangguk. “Tapi, kamu ngapain di sini?” tanya Saka.

“Mmmm, saya tinggal di sini?” jawab Arya sedikit meragu, dia bingung dengan pria yang masih tidak punya ide apa yang akan dia lakukan di depan pintu apartemen itu. Kemudian langsung menatap Dyah dan kembali memeluknya, menghabiskan rasa rindu yang sudah menggunung. Sedangkan, Saka masih terpaku, diam dan membisu. Entah untuk apa dia ada di sini sebenarnya.

“Lho? Bapak ngapain di sini?” tanya Dyah.

“Ya, mau kemana?” tanya Saka santai sembari celingak-celinguk, entah dia harus melihat dan menunggu Dyah untuk pacaran. 'Bentar, ini ngga gue nganterin PA gue pacarankan?' gumamnya dalam hati.

“Yang lo harus temuin tuh ada di lantai 2, kamar 206, nanti naik tangga yang ada di dalem, orangnya ada di sana.” jawab Arya santai.

“Yang harus saya temui?” tanya Saka, mengulangi kalimat Arya.

“Iya, ke sini mau jemput orang kan?” tanya Arya balik.

“Ngapain saya ke sini, Dyah? Bukannya ada meeting dengan investor ya?” tanya Saka kepada personal assistant yang masih sibuk berada dipelukan kekasihnya itu.

“Ngga kok, kata siapa?” tanya Dyah. “Bapak emang ketemu orang tapi bukan investor. Masa ketemu investor pake baju santai gitu, Pak, apa ngga dilemparin air cucian piring?” tanya Dyah lagi.

“Serius, Dyah.” kata Saka, nadanya sudah serius karena dia sedang jetlag, kepalanya juga sudah sakit ingin sekali bertemu dengan kasur dan tidur tenang.

“Saya serius, kalau bapak ngga percaya, boleh tanya ke Pak Jeonny atau Pak Bumi.” jawab Dyah dengan yakin.

“Naik aja, atau lo mau berdiri di situ liatin kita pacaran? Ngga apa-apa sih.” kata Arya santai.

“Ada tempat tidur di atas?” tanya Saka.

“Ada, temen tidur juga ada. Hahahaha.” tawa Arya, dadanya langsung dipukul pelan oleh Dyah.

“Bercanda. Gue saranin aja sebagai orang yang masih baik, mending lo naik ke 206, password-nya 177064.” kata Arya pelan dan melihat ke sekitarnya, takut ada orang lain yang mendengarkan.

“Saya masuk?” tanya Saka.

Go ahead!” kata Arya mengizinkannya.

Saka segera melangkahkan kakinya masuk, menaiki tangga ke lantai 2, dan mencari kamar dengan nomor yang dimaksud oleh pria yang baru saja dia temui. Saka tahu siapa pria itu, pria yang selalu bersama dengan Arka, namun dia masih tidak punya ide siapa orang yang Dyah maksud.

‘Apa Arka? Orang yang dimaksud adalah Arka?’ gumam Saka dalam hati.

Pria tinggi itu tetap menekan 6 digit nomor yang Arya sebutkan. Kakinya melangkah memasuki kamar yang rapih, terdengar suara pria bersenandung di sana. Saka segera menghampiri suara itu, suara yang terdengar tidak asing di telinganya. Saka menaiki tangga yang ada di dalam kamar.

Sesampainya Saka pada tempat yang dimaksud, langkahnya terhenti, di sana ada pria dengan punggung bidang yang sangat ia kenali, sedang duduk di kursi sembari bersenandung pelan mengikuti nada yang keluar dari headphone-nya, fokus pada layar leptopnya, jari-jemari lentiknya yang menggunakan mouse dengan lincahnya sedang mempercantik hasil foto yang sempat dia ambil saat liburan kemarin di Paris, tanpa sadar ada seseorang yang memperhatikannya.

Pelan namun pasti, walaupun ada sedikit keraguan di sana, Saka melangkahkan kakinya ke arah pria itu dan mengelus pelan surai hitam pria yang masih sibuk dengan dunianya. Pria itu menepis tangan yang ada di kepalanya tanpa mengubah posisinya, Saka kembali mengelus surai itu. “Diem, Arya! Ganggu!” kata pria itu dengan tampang cemberut dan masih belum bergeming dari posisinya.

Sembari tersenyum Saka memeluk dari belakang tubuh pria yang sedari tadi duduk di bar stool dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping, serta meletakkan dagunya di bahu pria itu. “Apaan sih, Anj—” kalimat pria itu menggantung ketika melihat ke bahu kanannya, pria itu refleks segera berdiri dan terpukau dengan tatapan tak percaya, mengedipkan matanya cepat, bahkan mengusapnya. Saka memberi pria di hadapan itu senyuman terbaik yang ia miliki dengan memamerkan kedua gigi taring di jajaran gigi atasnya.

“Pak Saka?” tanya Arka.

“Ya?” jawab Saka lembut, senyumnya semakin melebar ketika melihat pria yang ada di hadapannya gelagapan dan bingung.

“Ngapain di sini, Pak?” tanya pria itu bingung, ini adalah hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bagaimana mungkin seorang Nisaka Mingyu ada di hadapannya saat ini? Bagaimana pria di hadapannya ini tahu kalau dia ada di sini?

“Aku juga ngga tau ngapain ke sini, tapi kata papa aku harus dateng ke sini.” jawab Saka, melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah untuk menghampiri Arka, pria yang sedari tadi ada di ruangan itu dan segera memeluk erat tubuhnya seakan tidak ingin ia lepaskan lagi. Arka terdiam karena merasakan jantungnya yang kini sedang berdegup kencang, degupan yang sudah lama tidak dia rasakan. Degupan yang semakin berisik karena adanya pria tinggi di hadapannya.

“Pak Saka?” panggil Arka.

“Saka, bukan Pak Saka.” jawab Saka masih diposisinya.

“Saka?” Arka menuruti pria yang kini sedang memeluknya erat.

“Ya?” tanya Saka.

Are you okay?” tanya Arka membalas pelukan pria itu.

More than okay, aku bahagia.” jawab Saka, melepas pelukannya, menatap dalam manik rubah pria yang menggunakan kacamata kotak dengan frame hitam itu.

“Apa kabar?” tanya Saka, kalimat pertama yang seharusnya ia ucapkan saat pertama kali bertemu dengan Arka. SEHARUSNYA.

“Sehat, kamu?” tanya Arka sembari menatap manik elang pria tinggi di hadapannya. Saka membuka topinya, dan tersenyum simpul.

“Kangen.” satu kata yang membuat darah Arka berdesir, karena sama halnya dengan pria tampan tersebut, diapun merasakan perasaan yang sama. Arka membalas kalimat itu dengan senyuman.

'Sama, aku juga kangen sama kamu. Kangen banget!' teriak Arka di dalam hatinya.

Saka kembali memeluknya, mengecup pucuk kepala dan mengelus surai hitam Arka dengan penuh kasih sayang, lalu mencium kening pria itu, mengelus rahang pria yang lebih muda, mendongakkan wajah manis Arka untuk menatapnya.

“Aku pulang.” 2 kata yang menggelitik perut Arka, menimbulkan rasa bahagia dan lega yang bersamaan. Pria yang 2 tahun ini tak pernah ia lihat wujudnya, pria yang selama ini dia kira tidak akan pernah datang kembali dan selamanya akan tersimpan di dalam relung hatinya yang terdalam, pria yang dia sangka akan menikah dengan orang lain karena sudah dijodohkan oleh keluarganya. Tapi, pria ini kini nyata tepat berada di hadapannya.

Saka tenggelam di dalam tatapan pria cantik yang selalu mengacak-acak perasannya 3 tahun belakangan ini. Pria tinggi itu mengikis jarak yang ada, menempelkan keningnya dengan kening pria di hadapannya, menggesekkan hidung mancungnya dengan hidung bangir Arka. Tersenyum lega, perasaan khawatir, takut menguap di sana.

Welcome home, Saka.” ucap Arka.

3 kata, hanya cukup 3 kata yang keluar dari mulut Arka yang meyakinkan bahwa ia telah dinanti. Arka memejamkan matanya, menikmati deruan hangat nafas pria tinggi di hadapannya. Saka semakin mendekatkan tubuh Arka dengannya, memeluk pinggang pria itu dengan posesif dan menyatukan kedua ranum bibir mereka, mencium bibir tipis itu perlahan, melepas rasa rindu.

Arka meletakkan kedua tangannya di punggung Saka dengan lembut dan membalas ciuman pria tinggi di hadapannya, tersenyum diantara ciumannya, satu tangan Saka sudah menangkup pipi Arka seakan tidak ingin melepaskan ciuman yang semakin dalam. Tak terasa air mata jatuh dari manik cantik milik Arka, berbeda dengan ciuman mereka di Bali 2 tahun lalu, air mata ini bukan air mata kesedihan ataupun perpisahan, ini adalah air mata lega dan bahagia karena Saka, pria yang selama ini hanya dapat dia tahu setengah-setengah kabarnya melalui Arya, kini ada di pelukannya.

Saka melepaskan tautan bibir mereka, mengelap air mata yang membasahi pipi pria manis itu dan kembali memeluk Arka, “Ngga mau lepasin kamu lagi. Jangan berani-beraninya lari lagi.” kata pria itu, mengusak wajahnya diperpotongan leher Arka. Mengangguk, itu yang Arka lakukan, sembari mengusap punggung Saka dengan lembut.

Thank you for sticking around, Saka.” kata Arka. “Thank you for being here.” lanjutnya.

Everything for you.” kata Saka, lalu mengecup bibir Arka. “Because, I love you.” lanjutnya, melepas kacamata yang Arka gunakan, meletakkan kacamata kotak itu di meja dan mengecup hidung bangir Arka.

I love you too?” kata Arka dengan nada yang tidak yakin.

“Kok ngga yakin?” tanya Saka, Arka segera memeluk pria dengan perawakan athletic itu dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang itu.

“Kok ngumpet?” tanya Saka. Arka hanya tersenyum dan mengeratkan pelukannya.

“Malu.” jawab Arka dengan cicitannya. Saka segera melepaskan pelukan Arka untuk melihat wajahnya yang kini sudah memerah karena malu. CEO Avays Hotel itu mendongakkan wajah Arka yang sudah memerah.

“Kamu tau ngga sekarang kamu lucu banget?” gurau Saka. Arka segera berlari menjauhi pria tinggi itu untuk mencari kaca yang ada di ruangannya. Saka tersenyum geli melihat sisi Arka yang seperti ini.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.” teriak Arka ketika melihat wajahnya sendiri. “Kenapa kaya udang rebus?” ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menenggelamkan suara caciannya yang teredam. Saka menghampiri pria yang hari ini menggunakan white t-shirt oversized dengan boxer short yang tertutup oleh t-shirt dan memeluknya dari belakang, menenggelamkan kepalanya di punggung pria yang lebih pendek 5 sentimeter darinya.

Arka menghentikan kegiatannya, dan mengelus kedua tangan yang mendekap pingganya. “Mau tidur dulu ngga? Kamu jetlag kan ini?” tanyanya.

“Boleh?” tanya Saka.

“Boleh, kamu tidur aja di tempat tidur aku, aku siapin yang lain dulu buat kamu.” kata Arka, anak tunggal Putradinata itu menurut dan melepaskan dekapannya, menelentangkan body besarnya di atas tempat tidur berukuran queen size yang ada di kamar Arka.

“Mas Arka?” panggil suara wanita itu, Dyah sudah berada diujung tangga, memanggil nama Arka ketika melihat pria itu yang sedang sibuk mencari baju untuk pria-nya.

“Eh, kamu ke sini juga?” tanya Arka kaget ketika menemukan sosok wanita yang selalu ia lihat di layar ponsel Arya.

“Iya, bareng Pak Saka. Tidur ya human-nya?” tanya Dyah melihat tubuh yang sudah menyatu dengan tempat tidur Arka.

“Iya, kasian capek bgt. Nanti kalau bangun aku siapin buat mandinya.” kata Arka. Dyah seketika memberikan tas gym dengan logo Gucci yang sudah wanita itu bawa.

“Ini baju Pak Saka. Kalau butuh apa-apa aku sama Arya di bawah ya, Mas?” kata Dyah.

“Saka biar aku aja yang urus selama di sini, kamu pacaran aja.” kata Arka sembari tersenyum jahil kepada Dyah, wanita itu tersenyum malu-malu lalu mengacungkan kedua jempolnya tanda setuju dan berlari kecil untuk kembali ke lantai bawah. Sedangkan, Arka sudah membawa tas berwarna cokelat itu dan membukanya untuk mencari baju Saka untuk pria itu gunakan setelah mandi, nanti.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 8.30 time in London, Saka dan Arka sudah mengahabiskan makan malam mereka, pria manis itu juga sudah membersihkan tubuhnya, bergantian dengan Saka yang masih berada di kamar mandi. Kini Arka sudah menyelonjorkan tubuhnya di tempat tidur dengan TV yang menyala tanpa ia pandangi dan sibuk pada majalah National Geographic yang sedang ia kagumi semua hasil fotonya.

“Lagi baca apa?” tanya Saka yang sudah keluar dari kamar mandi, menyusul Arka untuk membaringkan tubuhnya di samping pria itu dan tidur miring ke arah Arka yang sedang sibuk membulak-balikan lembaran majalah tersebut dengan tangan yang sudah menopang kepalanya.

“Majalah.” jawab Arka singkat sembari menunjukkan halaman depan majalah yang ia maksud. Arka menutup majalahnya, dan meletakkan kepalanya di bicep Saka.

“Wangi ih, sama kaya aku wanginya.” kata Arka tersenyum ketika menghirup ceruk leher Saka.

“Ya sama, kan aku pake sabun kamu.” jawabnya.

Saka menggendong pria yang sedang disampingnya itu ke atas tubuhnya yang kini sudah terlentang, Arka menatap mata Saka dalam.

“Kamu ngapain aja selama 2 tahun ini, Saka?” tanya Arka. “Kok agak kurusan?” tanyanya lagi sembari mengelus pipi Saka dengan ibu jarinya lembut, pria yang ditanya hanya mengambil tangan lentik itu dan menciumi punggung tangan itu berkal-kali.

“Kerja biar bisa kaya gini sama kamu terus.” jawab Saka, meletakkan tangan yang sedari tadi ia kecupi ke bahunya dan mengelus surai Arka yang menghalangi matanya. “Kalau kamu?” tanya Saka.

“Belajar supaya lupa sama kamu.” jujur Arka.

“Berhasil?” tanya Saka.

“Ngga, sama sekali gagal.” jawab Arka, Saka menyunggingkan senyum miringnya, lalu mengecup kening pria yang ada di atasnya. “Padahal, ngga ada yang ceritain tentang kamu, sekalinya dapet kabar pasti tentang Maura.” keluh Arka.

“Aku bahkan ngga boleh tahu kabar kamu.” lanjutnya mengerucutkan bibirnya, dengan gemas Saka mencubit bibir itu. “Ih, sakit Saka!” omelnya.

“Maaf, maaf. Gemes akunya.” kata Saka, menekan tengkuk Arka pelan dan mengecup bibir itu.

“Mungkin, maksud mereka biar kamu tau sendiri dari aku?” tanya Saka. “Mau aku ceritain?” lanjutnya, Arka bangun dari posisinya dan duduk di sebelah Saka, sudah siap mendengarkan cerita panjang pria itu. Saka ikut terduduk dan menyenderkan tubuhnya di headboard, mencari tempat nyaman karena cerita ini akan memakan waktu yang cukup lama.

Saka menggendong tubuh Arka yang lebih ramping darinya itu ke pangkuannya, kini Saka sudah duduk bersila dengan Arka yang sudah duduk dilahunannya dengan kaki yang melingkari pinggang pria yang ada di bawahnya dan memeluk bagian luar punggung Saka.

I'm ready.” kata Arka dengan senyum manis yang tersungging dari bibir tipisnya setelah menyamankan posisi.

Saka memulai dongeng-nya dengan Arka yang berkali-kali membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang dia dengar, dari berita Saka yang akhirnya bertunangan dengan Bian, bagaimana pria tampan ini selalu menunda pernikahan ia dan tunangannya itu, hingga ibunya yang cheating di belakang Pak Bumi, kemudian berita terbaru ayah Saka sudah menggugat cerai istrinya dan pengadilan pertama adalah hari ini, mungkin semuanya sudah selesai tapi dia sibuk dengan dunianya bersama Arka hingga tidak memperdulikan handphone-nya yang entah ada dimana. Lalu, Arka dibuat lebih terkejut dengan berita terakhir bahwa pria yang menjadi tunangan Saka yang hampir selama 3 tahun ini bermain di belakangnya.

Arka mengelus seluruh wajah Saka dengan kasih sayang yang rasanya ingin ia berikan melalui afeksi sederhana, kemudian mengelus surai pria di hadapannya, menyisirnya dengan jari, lalu mengecupi seluruh wajah pria yang ada di bawahnya. Kening, kemudian ke kedua pelipis Saka bergantian, kelopak mata, lalu kedua pipi pria tinggi itu, mole gemas dihidungnya, lalu terakhir dengan mencium bibir ranum pria yang kini ada dipelukannya.

Thank you for being strong to face this all, Saka.” kata Arka setelahnya. “Kamu hebat banget, aku bangga.” lanjutnya, tersenyum sembari menyisir pelan bulu mata Saka yang lentik.

I can be strong if the reward is you.” jawab Saka.

Ruang tidur Arka hening, pemilik kamar itu masih menatap wajah pria yang ada didekapannya. Mengaguminya, mengelus sayang punggung bulky itu. Sama halnya dengan Saka yang masih mengagumi kecantikan pria yang ada dipangkuannya, tak ingin melepas.

So, would you be mine?” tanya Saka memecah keheningan antara mereka, kalimat yang ragu untuk dia ucapkan, kata yang selalu tertahan tak terucap, akhirnya kalimat ajakan itu keluar dengan lantang dari mulutnya.

Definitely, yes.” jawab Arka tanpa ragu.

Kini kedua mata mereka sudah bertemu dan saling menyelami, kemudian Saka mengalihkan pandangannya ke bibir Arka lalu kembali memandangi mata indah pria di hadapannya, Arka membalas tatapan itu dengan memberikan senyuman lembutnya. Saka menyapu lembut bibit Arka secara perlahan dengan ibu jarinya, menangkupkan pipi pria itu, memiringkan sedikit kepalanya, mendekatkan wajahnya pada Arka dan menyatukan bilah bibir mereka. Arka mulai menyapukan lidahnya dengan pelan dan ringan pada bibir bawah Saka, meminta akses pria itu untuk membuka bibirnya dengan sangat lembut agar lidah mereka bertemu dan saling dapat bertaut.

Dimulai dengan ciuman hangat dan lembut yang kemudian berubah dengan menuntut, tangan Arka yang sudah melingkari leher Saka, menelusupkan telapak tangannya ke dalam t-shirt yang ia gunakan dan mengelus lembut di sana. Darah ditubuh Saka berdesir, merasakan sentuhan yang dulu hanya sampai pada khayalannya saja. Tanpa ragu tangan Saka sudah mengelus pinggang pria ramping yang sedari tadi berada di pangkuannya, memasukkan tangannya ke dalam t-shirt oversized yang digunakan Saka dan mengelus punggung halus itu dengan lembut, lalu meraba perut sixpack Arka. Pria tampan itu menggigit bibir bahwa Arka hingga lenguhan kecil lolos dari bibir manisnya.

Saka mulai menjelajahi leher jenjang Arka dengan bibirnya, menciumi rahang pria di atasnya, lalu turun ke bawah hingga ke curuk leher pria itu, dan memberikan tanda merah muda di sana, tanda bahwa tubuh itu adalah territorial-nya. Tangannya yang sebelumnya berada di perut Arka naik ke atas hingga menemukan sesuatu yang mulai mengeras di dada pria yang kini sudah merasakan hal aneh pada tubuhnya.

Sentuhan-sentuhan yang ia terima saat ini adalah sesuatu yang baru baginya, darahnya berdesir, degupan jantungnya berpacu cepat, bulu halusnya meremang, anehnya lagi lubang pada yang berada pada benda sintal dibelakangnya terasa menggelitik.

“Saka, ngghh— wait.” kata Arka sesaat setelah tangan Saka yang tadi di dadanya sudah berpindah ke selangkangan dalamnya.

“Kenapa?” tanya Saka dengan suaranya yang parau.

“Jangan aneh-aneh, aku ngga pernah— Hhhng—” kata Arka menggantung saat tangan Saka mulai meremat bokongnya.

“Maaf, I can handle it.” kata Saka kembali mengecup bibir Arka sekilas yang sudah lebih merah dan swollen karena ciuman mereka tadi, menjauhkan tangannya ke punggung Arka dan menahan dirinya untuk tidak melakukan apapun yang lebih dari itu.

“Sebentar ya.” kata Arka, berdiri dari lahunan Saka, menutup miliknya yang tampaknya sudah terbangun dengan t-shirt kebesaran yang sedang ia gunakan, mengambil ponselnya dan turun ke bawah.

15 menit ia meninggalkan Saka yang kini sudah sibuk dengan telepon genggamnya, Arka sudah kembali dari bawah. “Dari mana?” tanya Saka ketika melihat pria kesayangannya berjalan ke arahnya.

“Nanya Arya, katanya dia sama Dyah ngga pulang. Jadi, aku cek-cek untuk kunciin pintu, jendela, sama matiin lampu bawah.” jawab Arka.

“Jadi tinggal kita berdua?” tanya Saka yang dibalas anggukan oleh Arka. Pria dengan tubuh ramping dan badan yang terbentuk indah akibat berangkat gym saat galau itu kembali ke pangkuan Saka.

Saka yang sudah memperbaiki duduknya, dan kaki Arka yang kembali melingkari pinggang pria berkulit tan itu kemudian mengelus paha pria yang sudah berada si atasnya, paha polos tanpa terhalang boxer short. Arka mendekatkan tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Saka, ia malu.

Boxer kamu di mana, sayang?” tanya Saka jahil, masih mengelus salah satu paha putih mulus milik Arka dengan satu tangan mengelus surai belakang Arka, dia hanya menggelengkan kepalanya di ceruk leher Saka, pria yang lebih tua itu tertawa, menertawakan si Arka yang terlihat masih malu-malu.

Arka mendongakkan kepalanya, “Boleh?” tanya Saka, Arka mengangguk malu. Saka melumat bibir Arka pelan dengan sedikit menuntut, satu tangannya mengelus pipinya, sedangkan tangan bebas lainnya dituntun Arka untuk menyentuh gundukan yang masih terlapisi kain katun tipis di antara selangkangannya.

“Suka?” tanya Saka yang dibalas desahan erotis dari mulut Arka. “Siapa yang ngajarin?” tanyanya lagi.

Desahan-desahan keluar dari bibir Arka saat tangan Saka masuk ke dalam kain katun itu dan mengelus benda yang sudah mulai mengeluarkan pre-cum-nya.

“Nghh—” jawab Arka dengan desahannya. Saka tertawa pelan.

Pria tinggi itu menanggalkan satu-satunya kain yang menghalangi kejantanan Arka, melempar tubuh pria manis itu ke sisi tempat tidur yang kosong dan kembali mengelus serta memijat kejantanan pria yang kini ada di bawahnya itu.

“Nghh— Sakahh nghh—” desah pria itu semakin menggila ketika merasakan benda kenyal dan hangat menginvasi tonjolan di dadanya.

“Hmm?”

“Aneh hnnnghh—” kata Arka.

“Enaaak?” tanya Saka menggoda.

Strangely, yes ngghh.” jawab pria yang kejantanannya kini sedang dikocok Saka lebih cepat.

Lantunan melodi desahan dari suara Arka memenuhi kamar loteng yang 2 tahun sudah menjadi tempat tinggalnya itu.

“Aanggghhhh, Sakhhh— I wanna cum nghh” kata pria manis itu, kakinya bergetar ketika cairan kental berwarna putih itu lepas memenuhi tangan Saka yang masih menggenggam benda itu. Pria berkulit tan itu segera mengelap kening Arka yang sedikit basah, mengecupnya dan berdiri berjalan ke arah kamar mandi, mencuci tangannya dan mengambil handuk kecil bersih, lalu membasahinya untuk membersihkan kejantanan Arka.

We haven’t finished yet, Saka” tanya Arka, kini pria itu sudah menanggalkan seluruh pakaiannya, duduk dipinggir kasur, menanti Saka.

“Tadi aku cuci tangan, sayang.” kata Saka, menghampiri prianya sembari menanggalkan satu persatu bahan yang ia gunakan, bahkan membuang handuk kecil basah yang ia bawa.

Shall we?” tanya pria dengan tinggi 187 sentimeter itu kepada pria yang kini sudah berada di hadapannya.

“Pelan-pelan ya, takut.” pinta Arka yang sudah memeluk pinggang Saka yang sudah tidak berbusana. “Tapi, Ka, aku ngga punya lube.” jujurnya.

I will lick that spot, anyway. Just enjoy it.” kata Saka, dan pria itu tidak berbohong ketika mengatakannya.

Setelah kalimat tersebut ruangan tersebut menjadi saksi bisu tautan mereka berdua, dengan desahan-desahan saling memanggil nama satu dan lainnya, serta bunyi nyaring antara kulit basah menjadi backsound mereka malam itu. Hingga mereka lelah dan terlelap dengan saling mendekap.

Be with someone who gives you butterflies, makes you smile and makes you feel horny. Every single day. — Unknown.