REDEMPTION


tw: harsh words.

‘Aneh banget lo Putra, kenapa juga lo harus cemberut pas liat Celo lagi sama Winter?’ Itu aja yang dipikirin sama Putra, bahkan sampai dia sudah sampai pada mejanya.

‘Cemburu lo? Dih! Ada gila-gilanya kalau gue perhatiin.’ lagi-lagi dia ngedumel di dalam hatinya sembari menarik kursi kerjanya, lalu terduduk, membuka laptop dan menyalakannya.

‘Wkwkwk, fix sih lo gila!’ Putra menertawakan dirinya sendiri, sembari memegang keningnya ketika melihat laptop-nya sudah menampilkan data-data report di depan matanya.

“Hahaha, this is so weird!” dumalnya sembari membuka kacamatanya dan melemparkan punggungnya untuk menyender, mendongakkan kepala ke langit-langit ruangan tempatnya bekerja dan memejamkan matanya.

Tak perlu waktu yang lama untuk Putra terlelap, namun tiba-tina ia terperanjat dan “Anjing!!” kata-katanya tercekat ketika ia merasakan sesuatu yang cukup dingin menyentuh pipinya.

Tawa pria yang ia kenali itu memenuhi gendang telinganya, pria dengan man bun pada rambutnya yang mulai gondrong itu meletakkan satu gelas penuh es-batu yang bertuliskan Lawson di pinggirannya. Putra mengikuti gerak-gerik pria tersebut.

“Kaget gue.” katanya sembari memegang dada, ada sedikit — sedikit sekali — rasa bersalah karena sudah berkata kasar pada pria yang sudah duduk di sebelahnya itu.

“Minum air putih pake es batu biar kepala lo dingin.” kata pria itu sembari mengambil to-do-list Putra hari ini, kemudian mengambil pulpen yang ada di depan matanya dan menulis sesuatu di buku kecil milik Putra.

“Buat apa coba?” tanya Putra yang melihat gerak-gerik manager-nya yang belakangan ini sangat aneh itu — menurutnya.

“Biar otak lo dingin, bisa beresin deadline ngga pake lembur—” kalimatnya menggantung, pria tinggi itu menutup buku pria manis yang berada di sampingnya, lalu berdiri, dan melanjutkan kalimatnya, “Plus ngga judes, muka lo kaya mau makan anak orang.” lanjutnya sembari mengacak rambut Putra dengan cepat.

DEG! Badump... Badump... jangan tanya itu degupan jantungnya siapa.

Putra langsung mengambil cup berisi air dan es batu pemberian Marcelio tadi yang masih tersegel dan meminum air dingin itu untuk meredakan degupannya jantungnya yang aneh — menurutnya. Sejujurnya, Putra ngga pernah tahu kalau detak jantungnya bisa berdetak secepat itu.


*Reporting-meeting-briefing-brainstorming-e-mailing, and repeat one”, itu yang Putra lakukan sampai-sampai ngga sadar kalau waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Pulang *on-time”? Apa itu? Putra tidak pernah mengenal kata pulang tepat waktu ketika sudah menjajakkan career path-nya menjadi seorang media planner, ngga hanya dia saja, yang lainnya pun merasakan hal yang sama.

“AAAAAHHHHH 24jam ngga cukup buat gueeeee!” teriak seorang pria dengan gemas dari ujung, suara siapa lagi yang berani ngedumel kalau kantor sudah sepi — Lionel.

“Gue ngga mau tau ah, gue balik!” lanjutnya. “Lo balik kapan, Ta?” tanya Lionel pada pria kesayangannya itu.

“Nanti ajalah, naik TeJe masih macet.” jawab Putra yang lebih memilih memaki pekerjaannya dalam hati dan kembali ke mejanya, membuka leptop hitamnya dan mulai kembali mengerjakan pekerjaan yang tertunda karena meeting-briefing yang tak berkesudahan.

“Gue balik! GUE BALIK!!!!!! BYE!” Lionel menghilang dari pintu kaca, disusul oleh Yuqi, lalu, Theo yang diikuti oleh Selgiana.

“Kak Uta, ga balik?” tanya Winter yang sudah bersiap menjadi manusia lainnya yang akan menghilang melalui pintu kaca yang tidak terlalu jauh dari meja Putra.

Putra menggeleng.

“Mas Celo ngga pulang?” tanya Winter dengan nada suaranya yang sedikit berbeda, Putra hanya dapat merutuki perempuan itu dalam hatinya, dan mengalihkan pikirannya untuk mengacuhkan apapun yang akan menjadi jawaban Celo.

“Mas~” panggil wanita di sampingnya lagi dengan nada suara yang semakin menyebalkan untuk Putra.

‘Anjinglah, harus banget nadanya dimanja-manjain gitu? Najis najis najis! Celo jawab kek!’ rutuknya. Entah sejak kapan kehadiran Winter agak mengganggu kehidupan Putra selama ia di kantor.

Sejak kapan?

“Maasss~” lagi, nadanya semakin naik-turun manja.

“Mas Celo!” akhirnya Putra mengetuk pembatas meja yang ada di antara mereka untuk mengalihkan perhatian Celo agar pria tampan itu menjawab pertanyaan Winter. “Dipanggil Winter tuh!” ucap Putra ketus ketika Celo mendongakkan kepalanya pada Putra.

“Mas Celo ngga pulang? Aku mau nebeng hehe.” kata Winter sembari memberikan senyum termanisnya ketika Celo sudah menatapnya.

Celo tentu tidak lupa dengan nasihat Deon tadi siang — jangan sampai Putra salah paham tentang hubungannya dengan Winter.

No more misunderstandings!’ kata Celo dalam hatinya.

“Lo mau pulang jam berapa?” Celo malah balik bertanya, tapi bukan ke Winter melainkan pria manis berkacamata yang sedang duduk di hadapannya, tepat berada di sebelah wanita yang berdiri dan sibuk sendiri menanyakan kapan si dia pulang.

“Hah?” kaget, tentu saja Putra terkejut, yang ditanya siapa yang ditanya balik siapa. “Gue?” tanya Putra kepada managernya itu.

“Iya, emang siapa lagi?” tanya Celo.

Ya siapa lagi? Kan di sebelah gue ada Winter! Jelas-jelas dia yang nanya kapan lo pulang, kenapa malah nanya ke gue deh?’ Putra dan bathinnya sekarang sedang berbincang sendiri.

“Kan ada Winter?” tanya Putra dengan polosnya.

“Ya iya sih, tapi kan gue maunya nanya ke lo—” rasanya Putra sangat ingin sekali menggeplak Celo saat ini.

“Emang lo belum baca notes dari gue?” lanjutnya sembari melirik ke buku yang sedari sore tak terjamah oleh Putra karena terdistrak oleh pekerjaan yang lebih penting lainnya.

Notes?’ tak menunggu lama Putra membuka halaman to-do-list-nya hari ini dan menemukan tulisan Celo yang sedikit tak terbaca karena tulisannya yang seperti ceker ayam.

With one condition lo adalah makan malem terus gue anterin balik selama sebulan (bisa nambah atau kurang, there’s still under consideration according to your attitude). Sadly, gue ngga menerima penolakan, it's your fault for getting angry anyway! Wkwkwk

Putra membelalakkan matanya, Winter memasang wajah bingungnya. Ia menatap wajah kaget Putra, sedangkan Celo tersenyum hingga kedua gigi taring di jajaran gigi atasnya terlihat. Winter jarang melihat senyum itu — hmmm, Winter mulai mengingat-ingat sesuatu.

Mmmkey! Untuk sekarang mari acuhkan dulu, dan pulang ke rumah.’ gumam wanita cantik itu.

“Yaudah deh, aku pulang duluan! Happy overtime!” ejek Winter sambil melambaikan tangan pada kedua orang sisa yang berada di ruangan itu, dan menghilang setelah melewati pintu kaca.

Celo menatap ke pintu kaca yang berada beberapa meter di belakangnya, memastikan bahwa sudah tidak ada siapa-siapa lagi selain mereka berdua.

No option for me, jadi sebulan ini gue harus nungguin lo pulang.” kata Celo dengan nada yang menyebalkan sembari menggelengkan kepalanya.

Putra mau marah sebenarnya, karena kan siapa yang minta dia nungguin coba? There was no consent between the two of them juga kan? Tapi emosinya ia urungkan ketika kalimat, “And it will add a day every time you’re angry with me.” Celo melanjutkan kalimatnya lagi sambil tersenyum ketika melihat Putra memanyunkan bibirnya tanda protes dan menahan kekesalannya.

“Pinter!” kata Celo masih tersenyum.

“Yuk, pulang! Gue mau makan nasi krawu deket kossan lo.” lanjutnya sembari berdiri dan sibuk merapihkan mejanya.

Sumber Asli?” tanya Putra.

“Seratus!” jawab Celo. “Udah pernah makan di sana?” tanyanya dengan tangan yang masih sibuk, sama halnya dengan Putra. “Yah! Ga asik!” lanjutnya.

“Eh, hahaha belum pernah. Enak?” tanya Putra balik.

“Enak, lo harus cobain nasi krawu atau garang asemnya sih. Favorite di sana.” kata Celo sembari menggendong tas punggungnya, diikuti oleh Putra.

Mereka berjalan beriringan.

“Emang kenapa kalau gue udah pernah makan di sana?” tanya Putra dengan nada santai sembari menekan panah ke bawah pada tombol lift yang ada di lantai itu.

“Ngga tau, sebel aja.” jawab Celo cuek. “I want to be the first person to make you experience something.” lanjutnya dengan suara yang memelan, hingga Putra tidak dapat mendengar kalimatnya dengan lengkap.

Pintu elevator terbuka, Celo langsung berjalan masuk ke dalam, namun Putra masih terdiam, menerka-nerka kalimat lanjutan dari I want to be the person to make you—

MAKE WHAT?’ tanya Wonwoo pada dirinya sendiri. ‘Kenapa tiba-tiba suaranya ilang? Gue ngga denger! Ngga bisa direwind????’ dumelnya.

“Put?” panggil Celo sembari menekan tombol pembuka pintu lift. “Masuk ngga?” tanyanya ketika melihat Putra sudah menatapnya.

“Gue mau makan garang asem nih!” kata Celo lagi.

Putra berjalan masuk ke dalam ruang sempit bergerak naik dan turun itu sambil menatap Celo penuh dengan tanda tanya di kepalanya, begitupun dengan Celo.

Sepanjang perjalanan ke parkiran, pria tinggi dan tampan itu memecahkan keheningan antara mereka dengan menceritakan tentang suasana di Sumber Asli: Kuliner Tempo Dulu — restoran tempat mereka makan malam nanti, sembari menceritakan definisi dari menu-menu yang sudah pria itu coba. Sedangkan Putra, berusaha mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Celo — agar tidak kehilangan kalimat dari pria itu dengan tiba-tiba seperti tadi.

Sepanjang mencari mobil Celo, mereka berbincang sembari melempar senyum kepada satu sama lain. Ah, apa itu anjing dan kucing? Apa itu langit dan bumi? Tampaknya Celo dan Putra lupa kalau mereka pernah seperti air dan api beberapa minggu yang lalu.