Why don't we?
Kini sudah ada 4 orang teman Wonwoo yang masih asyik duduk di ruang tengah apartemennya, masih mengunyah pizza yang mereka beli tadi, tidak terlalu banyak yang tersentuh karena sibuk pada film horror yang sudah selesai mereka tonton. Mereka sedang mencari film horror lainnya sembari menunggu Wonwoo yang masih di minimarket.
Bunyi seseorang menekan password kamar Wonwoo, tentu saja teman-temannya acuh, mereka berfikir kalau yang datang memang pemilik dari apartemen yang sedang mereka kacaukan itu.
“Potabee gu—” Ryujin terlihat membeku ketika menyambut siapa yang datang, ditambah dengan Iyan yang ada di belakangnya lalu disusul oleh Doy dan Vernon. Mereka berempat tampak membisu, begitupun dengan sang tamu. Pria tinggi gagah dengan wajah tampan itu tidak menyangka akan menemui ke empat teman-teman yang sering diceritakan Wonwoo, termasuk adik sepupu dari asistennya, dan juga sahabat Wonwoo sedari SMP, Vernon. Yang lebih mengagetkan lagi, ia kembali dipertemukan dengan teman Wonwoo yang memiliki rambut ash grey dan seorang wanita yang berambut kecoklatan, mereka pernah bertemu di Singapura beberapa bulan yang lalu saat Mingyu mengajak kekasihnya untuk sweet escape sebentar ke negeri patung marlion itu sebelum musim ujian nasional.
“Sorry, saya langsung masuk karena saya pikir tidak ada teman-temannya Wonwoo.” kata pria itu memecahkan suasana hening di apartmen Wonwoo ketika mengabsen teman-teman kekasihnya satu persatu.
“Ngga apa-apa, Om, santai. Wewe lagi ke bawah, silahkan duduk aja, Om. Anggep kaya rumah sendiri.” Vernon segera menjawab perkataan Mingyu, dengan santai dan suaranya yang nyaring, seperti Vernon biasanya. Menyambut kedatangan pria dewasa yang tak diundang itu.
Vernon, Doy, dan Iya langsung sibuk memainkan ponsel mereka, memberi tahu bahwa ada pria yang datang dengan cara mereka masing-masing. Setelah meng-click tanda panah pada imessage-nya, Iyan mengambil sekaleng coca-cola di lemari es Wonwoo dan memberikannya kepada Om yang sering ia lihat di Instagram Story close friend temannya itu.
“Ketemu lagi kita, om.” kata pria berambut ash grey itu sok asik dan duduk di sebelah Mingyu,
“Iya, Iyan ya? Saya baru tahu kalau kamu ternyata dekat ya dengan Wonwoo?” tanya Mingyu kepada Iyan sembari membuka kaleng coca cola itu perlahan.
“Deket, Om, tapi kami tidak sedekat nadi.” jawab Iyan santai.
“Kalau begitu perkenalkan, saya Mingyu, wali orang tua dari Wonwoo.” kata Mingyu memberikan tangannya pada Iyan, memperkenalkan dirinya dengan proper kepada pria remaja itu. Walaupun dengan embel-embel berbohong yang Iyan rasa percuma.
“Iyan.” pria muda itu menyambut tangan Mingyu. “Di sini kita santai aja, Om, kalau Om pacarnya Wonwoo juga ngga apa-apa.” kata Iyan santai sambil mengambil garlic bread di tangan Doy dan menggigitnya. “Om mau?” tanya Iyan kepada Mingyu, menawarkan makanan yang baru saja ia rampas dari temannya. Mingyu menggelengkan kepalanya dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Tanpa Iyan sadari, Vernon dan Doy sudah saling bertatap, ingin memasukkan wajah Iyan ke dalam toilet, lalu mem-flush-nya.
Tak lama Wonwoo sampai di apartemennya, ia membuka pintunya dengan cepat dan meletakkan semua eco goodie bag besar yang ia bawa ke atas counter top kitchen yang ada di daerah dapurnya, tidak terlalu jauh dari posisi teman-temannya berada. Ketika menerima chat dari Doy, si dia yang manis itu segera berjalan cepat sembari membawa kantong belanjaannya karena khawatir Iyan mengatakan sesuatu yang aneh-aneh. Aneh-aneh dalam segala aspek yang mungkin saja bisa terjadi, dilihat dari semua kelakuan-kelakuan teman prianya yang ajaib itu.
Keempat temannya langsung mengerubungi eco goodie bag yang Wonwoo bawa sembari mengambil pesanan mereka masing-masing, sedangkan Mingyu hanya menatap kekasihnya yang sudah melewatinya sembari membuka jaket navy berhoodie yang ia gunakan dan melenggok berjalan ke kamarnya. Pria berbadan tinggi gagah itu segera berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti kemana Wonwoo melangkah.
“Wonwoo sama pacarnya lagi berantem?” tanya Ryujin ketika sudah memeluk pesanannya.
“Yang pasti complicated deh, kita yang ngurus beasiswa jalur prestasi sambil nangis ngga akan sampe ke sana!” jawab Vernon sembari mengambil sekotak ice crem Cornetto mini rasa tiramisu & dark chocolate yang Wonwoo beli asal tadi.
“Kalau denger cerita Mas Joshua sih, lebih dari sinetron Cinta Fitri.” sahut Doy sembari mengambil es krim yang berada didekapan Vernon.
“Gue kalau jadi Wonwoo akan berusaha merebut om-om kaya gitu sekuat tenaga sampai darah penghabisan.” kata Iyan dengan santai, dan melengos pergi.
“Alesannya?” tanya Ryujin, mengikuti langkah kaki Iyan.
“Simple, gantengnya ga bosenin dan tajir. CEO nya SVTStar kan?” tanya Iyan. “Gue pernah liat mukanya di Indonesia’s 25 Richest.” lanjut pria manis itu sembari duduk di atas sofa dan mulai mem-play film pilihan Ryujin dengan sok berani.
***
Wonwoo sudah berada di dalam kamarnya, tepat di depan lemari pakaiannya untuk menyimpan kembali jaket hoodie navy yang ia pakai barusan, tak jauh dari sana Mingyu sudah menutup pintu kaca kamar satu-satunya apartemen itu. Mereka berdua masih terdiam, dapat dilihat oleh teman-temannya bahwa kedua pria di dalam ruangan kaca tersebut masih saling membisu.
Sedangkan di dalam ruangan itu, Wonwoo memperlakukan pria yang lebih tua 20 tahun darinya seolah tak ada di sana. Kemudian, si manis itu masuk ke dalam kamar mandi, Mingyu mengikutinya.
Ke tiga pria dan satu wanita remaja yang sedari tadi menjadi penonton kedua sejoli itu langsung membuang wajah mereka dari satu ruangan dengan pintu kaca dan kembali terfokus pada smart televisi yang berada di seberang mereka. Kembali menonton film horror yang membuat Iyan berteriak tak karuan di jam 10 malam ini.
Sedangkan di kamar mandi utama, Wonwoo membuka kacamatanya dan segera mencuci wajah, lalu menyikat giginya, Mingyu masih menatapnya sembari bersandar ke pintu.
“Gimana rasanya bikin adek buat Woozi? Enak?” tanya Wonwoo sinis saat sedang bersikat gigi, Mingyu sedikit terkejut, ia tidak tahu bila kekasih manisnya itu bisa tahu apa yang ia dan istrinya lakukan sore tadi. Mingyu terdiam, Wonwoo pun tak mengucapkan sepatah kata lainnya. Sesekali Wonwoo menatap sinis ke arah wajah kekasihnya, namun ia tetap mengacuhkannya.
Mingyu memberikan beberapa lembar tissue wajah kepada Wonwoo, seperti kebiasaan pria manis itu yang selalu mengelap wajahnya dengan tissue yang sangat lembut. Wonwoo menerimanya dan mengelap perlahan wajahnya, namun ketika pria manis itu berbalik, Mingyu mendekatkan badannya yang besar, mengapit tubuh ramping kekasihnya di antara dirinya dan meja kering di samping westafel dengan kaca besar di sana dengan beberapa rak yang berisi perlengkapan mandi, hingga skin care mereka berdua.
Pria tampan yang lebih tua itu memegang pinggang ramping pria manis yang berada di hadapannya, mata mereka bertemu, manik elang yang hangat penuh dengan rasa bersalah dengan manik rubah yang penuh kemarahan. Mingyu semakin mendekatkan tubuh remajanya, dan ingin mengecup bibir mengilat di hadapannya, namun di tahan oleh jari jemari lentik putih milik Wonwoo.
“Don’t kiss me.” kata Wonwoo menahan bibir Mingyu. “I don't want you to kiss me.” lanjutnya.
“Baby~” kata Mingyu.
“Ngga mau, aku marah sama kamu, and you know more than anyone else.” kata Wonwoo. “First, I already said that if you're being a good husband with a thousand affection to your wife, jangan di depan aku, aku cemburu!” lanjut Wonwoo dengan emosi yang tertahan, menatap tajam manik Mingyu dalam, seolah ia bisa mencabik-cabik wajah tampan kekasihnya. “Dan jangan dateng ke aku setelah kamu make love sama istri kamu.” lanjut pria manis, mendorong pelan tubuh Mingyu yang sangat besar.
“Baby, ini ngga seperti yang kamu bayangin, coba dengerin saya dulu.” kata Mingyu menggenggam pergelangan tangan kekasihnya itu. Mingyu merapatkan tubuh Wonwoo semakin dekat dan bahkan mengunci pria yang lebih muda.
“Ngga mau! Kamu pergi aja dari aku, fokus sama kel—” Mingyu membungkam suara kesal kesal pria yang masih emosi itu dengan bibirnya. Pria yang lebih tua itu melumat sedikit kasar bibir tipis milik Wonwoo, memaksa bibir tipis kenyal itu membalas ciumannya, kemudian Mingyu membawa tangan pria manis yang ia genggam pergelangan tangannya ke samping perutnya yang six pack, memerintahkan pria manis yang sedang ia cumbu untuk memeluknya.
Wonwoo tak sanggup lagi untuk menolak ciuman Mingyu yang semakin lama semakin memabukkannya. Rasa marah Wonwoo seolah meluruh, kini indra perasa mereka sudah saling beradu intens di sana, dengan bertukar saliva, dan tak terhindar lagi bunyi kecapan basah, serta desahan tertahan yang tercipta di antara mereka di dalam ruangan hampa udara milik Wonwoo.
“Saya stress mikirin kamu.” kata Mingyu ketika sudah melepaskan tautan mereka, mengelap saliva yang sempat lolos dari bibir Wonwoo didagu tegasnya, kemudian mencium kening pria manis yang biasanya berkacamata itu.
“Even when I make love with her, I still thinking about you.” kata Mingyu sembari mengecup pipi Wonwoo, lalu, bibir itu turun mencium rahang jenjang Wonwoo, “What I imagine is your hole, I even call your name, Baby Foxy.” lanjut Mingyu.
“You're the person I want and the one I wish to moan to call my name.” kata pria tampan yang lebih tua itu sembari sesekali mengecup leher Wonwoo dan memberinya bekas berwarna merah jambu kecil di sana. Pria manis itu menahan mati-matian desahannya, ia harus fokus memberitahukan apa yang ia inginkan dari Mingyu.
“Daddy, please stop!” Wonwoo menggenggam bahu Mingyu sebisanya untuk melepaskan kecupannya. “We have to talk, right? The real talk! kata Wonwoo, memegang kedua pipi Mingyu. Mingyu menatap anak remaja itu sayu.
Wonwoo menarik tangan Mingyu untuk keluar dari kamar mandi yang pengap itu dan mendudukkan daddy-nya pada pinggir tempat tidur king size yang selalu menjadi tempat mereka melepaskan rasa rindu setiap mereka bisa.
Wonwoo memegang tangan Mingyu, menggenggamnya seolah tak ingin melepaskannya, “Aku mau kita break, Daddy.” kata Wonwoo tanpa berbasa-basi. “Aku ngga mau minta kamu menceraikan istri kamu, it's not the right thing to do and you can't grant it either.” lanjut Wonwoo.
“Jujur, Daddy aku ngga tahu hidup aku akan seperti apa tanpa kamu, I don't know how crazy I would be without your touch, hugs, and kisses atau perhatian kamu, walaupun kadang lewat Kak Joshua.” mata Wonwoo mulai berkaca-kaca, menahan sesak didadanya. “Tapi—” suaranya tertahan. Kening Mingyu mengerut kencang. Pria yang lebih tua ini tidak pernah berfikir sebelumnya bahwa Wonwoo bisa mengatakan hal yang tidak pernah ia pikirkan dan bahkan terlintas dalam benaknya.
“Don't say anything more, no break, baby. Tolong jangan buat saya semakin gila.” kata Mingyu, menolak mentah-mentah permintaan Wonwoo.
“Aku sedang ngga minta persetujuan kamu, daddy, aku yang memutuskan kali ini.” kata Wonwoo, matanya mulai berkaca-kaca, kata siapa dia tidak sedih mengatakan ini semua? Kata siapa dia tidak memikirkannya matang-mata tentang keputusan ini? Dia memikirkan ini sepanjang hari, dari ia berdiam diri di Lawsons ketika menunggu Iyan dan yang lain menjemput, sampai ia belanja ke Lawsons yang berada di gedung apartemennya. Ia berfikir, seperti semua kelelahannya akan hubungan terlarang ini menumpuk menjadi satu.
Si dia memang merasakan bahwa mungkin saat ini ia membutuhkan waktu sendiri untuk merenungi nasibnya, nasib dari perasaannya yang sudah terlalu dalam terhadap pria yang kini sedang berlutut di hadapannya mencium punggung tangannya, memeluk lututnya.
“Wonwoo—” kata Mingyu dengan wajah yang memelas, matanya mulai berkaca-kaca kali ini.
“Sebentar aja, daddy, kasih aku waktu 3 bulan untuk memikirkan tentang kita dari sudut pandang aku yang kekanakan ini.” kata Wonwoo. “Dan aku akan kasih Daddy waktu yang sama untuk memikirkan apakah kamu benar-benar membutuhkan aku or our relationship is just a lust, setelah itu, let's think about us, should our relationship continue, or should we end it?!” kata Wonwoo.
“Stay by my side, Wonwoo.” pinta Mingyu, memeluk perut Wonwoo dengan posisi yang masih sama.
“I will if we know that we really love each other, Daddy.” Wonwoo mendekap pria yang masih memeluk erat perut rampingnya.