Our First Time


TW: intercourse, slow-burn NSFW, explicit sexual, mature content, foreplay, french kiss, kissing, handjob, blowjob, humping, a little dirty talk, first time sex, vanilla sex, unintentional drug use, UI, male squirting, rhimming, etc. —21+ story, please read with responsibly—

Setelah membalas pesan terakhir dari asisten pribadinya, Mingyu meletakkan ponsel-nya di atas meja makan yang terletak di dalam kamar presidential suite hotel bintang lima itu. Pria berusia 37 tahun tersebut kemudian berdiri, lalu mengambil segelas air mineral dari meja bar yang terdapat di sana, dan melangkah menuju ruangan tempat tidur, tempat di mana ia meletakkan Wonwoo sebelumnya.

Sesampainya di sana, pandangan Mingyu langsung tertuju pada sosok pria muda yang terbaring di atas ranjang. Tubuh pria manis itu tampak gelisah, ia menggeliat pelan. Keringat terlihat masih membasahi kening dan lehernya, membuat kulit pucatnya tampak bersinar lembap di bawah cahaya temaram kamar. Jemarinya mencengkeram seprai dengan erat, napasnya belum juga stabil, dan rona merah merekah di wajah hingga ke leher jenjang yang terbuka karena tak tertutup oleh baju V-neck tinggi yang masih ia kenakan malam itu.

Mingyu sudah meletakkan gelas di nakas sebelah tempat tidur, kemudian duduk di pinggir ranjang saat Wonwoo mengerang dengan resah.

“Emhh...” desah Wonwoo lemah dengan matanya yang setengah terbuka menatap kabur ke arah sosok yang ia kenali dalam keadaan setengah sadar saat telapak tangan Mingyu yang perlahan menyentuh pipinya dengan lembut, mencoba menenangkan tubuhnya yang terlihat gelisah. Wonwoo menggenggam tangan Mingyu yang masih berada dipipinya, membuat pria itu sempat terkejut. Pria cantik bermanik rubah itu menggenggam jemari Mingyu lembut, mencari ketenangan dalam sentuhan yang ia kenali.

“Ahh, panashh...” gumam pria muda itu manja.

“Panas?” tanya Mingyu bingung, matanya segera mencari pengatur temperatur yang tertempel di dinding kamar, ingin menurunkan suhunya agar Wonwoo tidak merasa kepanasan lagi, tapi Wonwoo seolah tidak memperbolehkannya pergi kemana-mana. Ia menarik lemah ujung vest Mingyu, membuat pria tampan berbadan atletis itu terdiam.

“Haa—hh... panas banget…” gumam Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti rintihan kecil, serak dan terengah. Ia mencoba bangkit dari posisinya yang sejak tadi terbaring di atas tempat tidur king size di ruangan itu, tangannya berusaha melepaskan wrap-style shirt yang masih melekat di tubuhnya, tapi gerakannya tampak lemah dan tak berdaya. Melihat hal itu, Mingyu sigap, dengan satu tangan yang besar dan kokoh, ia menopang tubuh Wonwoo, membantunya perlahan bersandar ke headboard dengan gerakan yang sangat hati-hati.

'Ah, kenapa ini susah banget bukanya? Ngga bisa!!' rutuk Wonwoo dalam hati, frustrasi dengan bajunya sendiri yang terasa seperti perangkap di tubuhnya.

Wonwoo mengangkat pandangannya, matanya yang setengah terbuka menatap Mingyu dengan ekspresi memohon, sedikit bingung bercampur putus asa. Mingyu yang masih duduk di pinggir ranjang hanya memandangnya, bertanya-tanya dalam hati, apa yang hendak dilakukan oleh pria manis di hadapannya itu.

“Mas, tolong...” bisik Wonwoo lirih, lalu dengan gerakan lemah ia menggenggam tangan Mingyu, membawanya ke dada bidang yang tersembunyi di balik kain hitam wrap-style shirt berbahan jersey itu. “Tolong bukain... susahh,” lanjutnya dengan nada manja yang membuat jantung Mingyu mendadak berdetak lebih cepat.

Mingyu masih berusaha untuk tetap tenang, menahan diri agar tidak terbawa suasana. Namun saat Wonwoo tidak mendapat respons darinya, pria bermanik rubah itu justru bergerak, walaupunya perlahan dan tampak kesulitan. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah pria tampan yang duduk di depannya. Walaupun dengan tubuh lemas dan napas yang masih berat, ia sudah berada begitu dekat hingga bisa merasakan wangi tubuh Mingyu yang menyatu dengan aroma parfum musk yang maskulin, membuat Wonwoo semakin ingin hilang kendali.

“Hmm… you smell so good today,” gumam Wonwoo dengan manja, wajahnya sudah sangat dekat saat ia mengendus pelan leher dan bahu pria yang kini berjarak sudah lebih dekat dengannya.

Mingyu menarik napas dalam-dalam, mencoba berpikir lebih jernih. “Wonwoo—” kalimatnya menggantung ketika ia merasakan tubuh pria manis itu malah semakin mendekat, dan sedang berusaha mencari sandaran. Hanya saja yang Wonwoo temukan adalah dada bidang Mingyu yang membuatnya enggan menjauh.

“Wonwoo, sebaiknya kamu tidur saja sekarang,” ucap Mingyu akhirnya dengan suara berat, mencoba terdengar tegas. Karena ia tahu, pria di hadapannya tak akan sepenuhnya sadar dengan apa yang saat ini sedang ia lakukan.

“Ngghh— atau lepasin yang ini deh, Mas… sesek banget,” rintih Wonwoo pelan, suaranya terdengar memohon, nyaris seperti desahan lirih sambil menyentuh kancing celananya yang entah mengapa tak bisa juga ia buka sendiri.

Sangat jelas Wonwoo tak menggubris ucapan pria yang lebih tua itu sebelumnya. Kepalanya menunduk, namun tubuhnya bersandar, dan wajahnya ia tanamkan dalam bahu bidang Mingyu, seolah mencari perlindungan dari panas yang membakar tubuhnya sedari tadi yang entah mengapa tak juga kunjung mereda.

Please, Mas… at least celananya... sesek banget…” lanjutnya dengan suara parau, napasnya semakin berat, terdengar lelah. Jari-jarinya menggenggam erat sisi kemeja Mingyu, sementara tubuhnya menggeliat kecil di pelukan pria tampan itu.

Mingyu menahan napasnya ketika bisa merasakan hangat napas Wonwoo menyapu kulitnya, jarak mereka terlalu dekat. Tubuh pria muda itu menempel erat padanya, begitu lemah namun terasa begitu menginginkannya. “Kamu pasti bakal ngamuk kalau sadar besok pagi, Nu,” bisik Mingyu pelan, suaranya nyaris seperti gumaman, penuh pertimbangan. “Sekarang kamu sedang mabuk. Besok, kamu pasti akan menyesal kalau mengingat ini.”

Manik rubah cantik milik Wonwoo yang setengah kabur itu menatap Mingyu dengan sayu, Mingyu tahu, apa pun yang dia ucapkan takkan bisa Wonwoo cerna dengan baik.

Wonwoo tiba-tiba memeluk pinggang tubuh kekar Mingyu lebih kencang, mendekap, seolah tak ingin berpikir apa yang akan terjadi besok pada dirinya.

“Nggak, aku ngga akan akan lupa… aku pasti inget,” jawab Wonwoo pelan dan penuh keyakinan. “Aku ngga akan ngamuk, jadi, please, Mas,” rengeknya.

Mingyu tahu, ia tak akan sanggup mengalahkan keras kepala pria cancer di hadapannya. Ia mengalah, pria tampan itu langsung meminta Wonwoo untuk kembali berbaring, “Saya hanya membantu kamu membukanya, Nu,” kata Mingyu pasrah. “The rest, do whatever you want. Saya ngga mau tiba-tiba marah setelah sadar,” lanjut CEO tampan itu, dengan penuh kesadaran kedua tangannya sudah menyampirkan sisi-sisi baju Wonwoo ke samping. Gerakannya lembut, tidak terburu.

Wonwoo merasa puas saat Mingyu menyerah dengan keinginannya. Pria manis bermanik rubah itu menikmati setiap sentuhan Mingyu yang terasa dingin di permukaan kulitnya.

Belahan tinggi V-neck pada model baju Wonwoo sudah terbuka lebih lebar. Kain hitam yang tadinya terjatuh rapi di dada pria manis itu kini tersibak, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, bahu mulus yang terbentuk sempurna, dan dada bidang yang semakin jelas. Kulitnya tampak mulus terawat, sedikit memerah dan berkilau karena lembabnya keringat.

Wonwoo menggenggam tangan Mingyu. “Yang ini juga… bukain, please,” pintanya manja sembari membimbing tangan Mingyu ke pinggangnya.

Jemari Mingyu yang kokoh menyentuh ikat pinggang di celana panjang bahan hitam yang masih Wonwoo pakai. Sekilas, ia melirik wajah pria yang lebih muda itu, seolah meminta izin. Sedangkan, mata Wonwoo yang setengah terbuka sayu hanya memandangnya dengan tatapan yang tak dapat Mingyu artikan, Wonwoo menggigit bibir bawahnya yang basah sambil mengangguk lemah, seolah memberikan izin dan menunggu apa yang akan pria tampan itu lakukan pada tubuh bagian bawah miliknya.

Dengan hati-hati, Mingyu membuka ikat pinggang yang melilit di pinggang ramping Wonwoo. Jemari gendutnya perlahan membuka kancing celana itu, sebelum akhirnya menurunkan resleting pria manis yang sedang terbaring di hadapannya, sedikit menggeliat.

Fabric yang sebelumnya menutupi bagian bawah tubuh Wonwoo pun sudah turun hingga lututnya, memperlihatkan underwear thong hitam yang pria manis itu gunakan, dengan gundukan kejantanan yang terlihat sudah mengeras di dalam lapisan kain tipis itu. Wonwoo tak tahu pasti kapan mulanya benda berurat itu mengeras, tapi ia sudah tidak nyaman dengan ereksinya.

Mingyu dapat melihatnya dengan sangat jelas penis imut yang lebih kecil dari miliknya itu mendesak minta dibebaskan.

Lamunan Mingyu buyar saat sorot mata Mingyu sedikit membelalak, tepat ketika Wonwoo tiba-tiba meraih tangannya. Sentuhan itu lembut, Mingyu membeku dibuatnya. Dengan gerakan pelan, pria yang lebih muda itu menuntun tangan Mingyu menuju bagian selatan miliknya.

“Mmhh… Mas, tangan kamu…” desah Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti bisikan pelan di antara helaan napasnya yang belum juga teratur. Matanya semakin sayu menatap Mingyu dengan ekspresi memohon. “Bantuin— pake tangan kamu, Mas,” lanjutnya, nada suaranya terdengar kembali memohon, dan diam-diam menggoda iman Mingyu.

Mingyu menarik tangannya dari sentuhan Wonwoo, seolah masih mencoba menahan dirinya untuk tidak melewati batas. CEO tampan itu berdiri dari sisi ranjang, sedangkan di hadapannya, Wonwoo masih terbaring dengan tubuh terkulai, kulit pucatnya tampak berkilat karena peluh. Napasnya masih terengah, bibirnya basah, dan jemari lentiknya sedang menggenggam miliknya sendiri, dengan mata indahnya yang bergetar menatap lurus ke arah Mingyu.

Mingyu membalas tatapan Wonwoo, namun lagi-lagi ia tak bisa membaca mimik wajah Wonwoo seperti apa, entah itu sedang menggoda imannya atau sebuah permohonan.

Pria yang sudah 5 tahun menjadi sponsor Wonwoo secara exclusive itu tidak pernah berniat menyentuh modelnya dalam keadaan seperti ini, apalagi saat pikiran pria cantik itu setengah sadar dan kabur efek minuman yang (mungkin saja) sudah tercampur entah dengan apa. Kim Mingyu tahu, seharusnya ia menjaga jarak. Seharusnya ia bisa menjadi yang lebih waras di antara mereka berdua. Seharusnya ia bisa mengendalikan dirinya, dan pergi dari ruangan itu.

Namun, Wonwoo adalah pengecualian dari semua hal yang pernah Mingyu pahami tentang pengendalian diri. Semua akan ia lakukan, semua akan ia berikan bila itu untuk pria cantik yang masih menatapnya dari tempat tidur dengan sorot mata yang setengah terbuka sayu, dan tubuh yang bergetar seolah memohon untuk diperhatikan.

Karena Jeon Wonwoo merupakan satu-satunya manusia yang tak bisa ditolak oleh akal sehat Mingyu.

Di hadapan Mingyu, kini pria manis yang beberapa tahun ini selalu menjaga jarak denganya dan selalu memperlakukannya dingin, kini terlihat sangat putus asa, ia seolah sangat membutuhkan bantuannya. Mingyu sangat sadar kalau ia bukan pria suci. Selama ini, yang bisa ia lakukan hanyalah menahan diri, menjaga agar keinginannya untuk menjamah Wonwoo tak menguasai akal sehatnya. Ia berusaha melindungi pria 27 tahun itu dari buasnya hawa nafsu yang selama ini hanya ia redam dalam diam dan tenang. Tapi mungkin, tidak untuk malam ini. Karena Mingyu tahu, jika Wonwoo terus menggoda dengan cara seperti ini terus-menerus, ia tak akan mampu menahan dirinya lagi.

“Ahh— Mas Mingyuuuhh…” desah Wonwoo sembari membayangkan Mingyu saat memijat kejantanannya dengan gestur lemah. Wonwoo tak memiliki tenaga, tubuhnya lemas tak berdaya.

Kata-kata itu tiba-tiba menghantam Mingyu, seolah Wonwoo sedang masturbasi memikirkannya. Seakan-akan dialah satu-satunya orang yang bisa membantu model pria cantik itu keluar dari siksaannya malam ini. Mingyu menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya pelan, ia masih berkontemplasi dengan pikirannya.

“Ha—aa, it’s so frustrating, Mas… nghh—” suara Wonwoo terdengar parau, nyaris putus asa. “I can’t cum— mhh—” keluhnya saat jemari lentik miliknya masih berusaha menggenggam kejantanannya dengan erat, mengocok benda itu tanpa tenaga sembari menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.

Mata mereka kini kembali saling bertemu, Wonwoo menatap ke arah Mingyu dengan tatapan yang lebih bernafsu dari sebelumnya, manik rubah cantik itu terlihat sangat bergairah.

Entah dorongan apa yang menguasainya, Mingyu mulai membuka kancing vest-nya satu per satu, menanggalkannya, dan membuangnya sembarang. Ia menarik dasinya yang masih melilit di leher jenjangnya, menjatuhkannya entah kemana, dan kemeja putih slim fit yang sejak tadi masih rapi di tubuhnya, kini kancingnya sudah ia buka sebagian, memperlihatkan kulit tan-nya yang bersih dengan dada bidang berotot, serta tak lupa, ia menggulung lengan bajunya hingga ke siku, memperlihatkan urat-urat halus di lengannya.

Mingyu melangkah naik ke atas ranjang untuk membantu Wonwoo kembali duduk, dan dalam satu gerakan yang terasa sangat natural serta hati-hati. Wonwoo kini sudah kembali duduk berada di antara paha Mingyu, membelakanginya. Posisi mereka begitu dekat, sampai Mingyu dapat merasakan napas Wonwoo yang masih cepat dan tak beraturan. Dadanya kekar itu menyentuh punggung Wonwoo yang sudah tak terlapisi kain, pria manis itu gemetar sedikit. Bukan karena takut, tapi karena jantungnya berdetak terlalu kencang. Ia merasa gugup, namun, ia tetap ingin berada di sana, di dalam rengkuhan Mingyu.

Mingyu diam sebentar, lalu mengecup pundak Wonwoo, seolah memberi kesempatan terakhir pria manis itu untuk mundur. Tapi Wonwoo tidak bergerak, ia malah mendesah dan menunggu apa yang akan Mingyu lakukan pada tubuhnya yang tidak dapat ia kendalikan itu.

Pria yang lebih tua mulai melepaskan kain yang Wonwoo gunakan satu persatu, membuat pria yang lebih muda itu tak berbusana. Gerakannya tenang, tidak terburu-buru, seperti ingin memastikan Wonwoo dapat merasakan setiap sentuhannya. Ia menunduk, mengecup daun telinga Wonwoo pelan, membuat pria yang lebih muda itu menarik napas tajam dan memejamkan mata, bulu kuduknya berdiri merasakan napas hangat milik Mingyu di permukaan kulitnya.

“Apa yang harus saya lakukan dengan kamu yang seperti ini, Nu?” tanya Mingyu bergumam sambil mengecup leher jenjangnya Wonwoo yang terpampang nyata di depannya. Pria yang ditanya hanya mendesah geli, menikmati setiap kecupan Mingyu pada tubuhnya. Ia menyukainya.

Dengan lembut, kedua tangan Mingyu membuka perlahan paha pria berkulit putih di dekapannya itu lebar-lebar, membimbing paha putih mulus terawat tanpa bulu halus itu untuk naik ke atas paha kekarnya yang masih terlapisi celana bahan yang ia gunakan. Hingga pria tampan dengan tahi lalat dipipi itu dapat melihat kejantanan Wonwoo yang sudah meraung-raung, meminta untuk disentuh. Tapi Mingyu tidak ingin terburu-buru, ia ingin merasakan dan mengingat setiap inci bagian tubuh Wonwoo yang selama ini hanya mampu ia bayangkan.

Perlahan, pria tampan itu mulai menyentuh bagian dalam paha Wonwoo, mengelus dengan telapak tangannya sambil meremas perlahan ujung pangkal selangkangan Wonwoo.

Pria yang lebih muda itu menggigit bibir bawahnya, matanya setengah terpejam, merasakan sentuhan Mingyu yang selama ini ia idam-idamkan. Desahannya keluar pelan—nada suaranya rendah, berat, erotis dan menggoda. Wonwoo menikmati setiap gesekan jemari Mingyu di atas kulitnya. Bahkan tubuhnya justru makin condong ke arah Mingyu, meminta lebih dalam diam dan suara desahan yang tak ingin ia tahan.

“Nu, if you wanna stop, we can stop right now,” kata Mingyu sambil berbisik setelah meninggalkan jejak kemerahan di salah satu bahu Wonwoo lalu mengecupnya lembut. “Karena saya ngga tahu apakah saya bisa mengendalikan diri saya atau tidak, kalau kamu seperti ini di depan saya, hmm,” lanjut pria yang lebih tua itu dengan napasnya yang mulai berat. Sampai saat ini pun, ia masih berusaha tetap tenang dan menjaga kendalinya, tapi sebenarnya Mingyu sudah tergoda habis-habisan.

No, I don’t want you to, Mas,” pinta Wonwoo sambil memiringkan tubuhnya sedikit ke samping, agar dapat menatap wajah tampan pria yang berada di belakangnya. Tangan kirinya menyentuh surai gelap Mingyu dengan ringan, sementara tangannya yang lain sedang mengelus lembut lengan Mingyu. Ia mendekat dan mengecup bibir Mingyu. “Don't stop… I need you,” pintanya sambil kembali memberikan kecupan di bibir pria yang lebih tua, sentuhan singkat yang segera dibalas oleh Mingyu dengan kecupan lainnya. Satu tangan Mingyu terangkat mengelus rahang Wonwoo dengan lembut, memperdalam cumbuan mereka, mengubahnya menjadi lumatan yang lebih dalam, hingga lidah mereka yang saling beradu.

Sedangkan di luar, langit malam pecah oleh dentuman kembang api sebagai backsound yang menemani desahan Wonwoo. Cahaya warna-warni menari di balik jendela besar kamar itu. Tahun telah berganti. Namun di ruangan itu, waktu seolah berhenti.

Tak ada kata yang terucap, hanya terdengar desahan menggoda Wonwoo yang terdengar dari sela cumbuan mereka, “Nghh…” menggema samar di antara napas yang saling bertaut saat Mingyu mulai memainkan penis milik Wonwoo yang sedari tadi memohon untuk ia sentuh.

“Ha— aa..” desah Wonwoo lembut saat ia melepaskan ciuman mereka yang bergairah itu perlahan.

Pria itu mengerang lembut saat menikmati sensasi dari sentuhan telapak tangan Mingyu yang bergerak perlahan mulai memijat, menggoda, menelusuri setiap lekuk kejantanannya dengan jemarinya yang gendut dan penuh kendali.

Mingyu dapat merasakan dengan jelas napas Wonwoo yang hangat dan semakin berat di lehernya. Pria cantik itu menggoda dengan desahan nakalnya, sesekali meninggalkan kiss mark di leher jenjang Mingyu, setiap kali jemari pria tampan itu mulai bermain-main dengan testicles-nya, sentuhan nakal yang membangkitkan gairah Wonwoo.

Wonwoo menyandarkan tubuhnya ke dada kekar Mingyu, kepalanya sudah mengadah ke atas, menatap langit-langit kamar hotel yang seolah berputar karena sensasi nikmat, tubuhnya menggeliat indah di dekapan Mingyu. Badannya semakin sensitif, dan sebuah desahan menggoda keluar dari bibirnya saat Mingyu memperlambat gerakan di bawah sana, namun ia tak berusaha untuk berhenti.

Pria manis yang napasnya tersengal-sengal itu menatap Mingyu yang sesekali mengecup bahu, pipi, daun telinga atau apapun yang dapat pria tampan itu nikmati dari tubuh indah Wonwoo yang sudah terkulai penuh nafsu di dekapannya.

Mata mereka kembali bertemu, Mingyu sedang memandang Wonwoo dengan tatapan yang tak kalah bergairah, seolah ingin melahap tubuh ramping Wonwoo. Sedangkan pria manis itu hanya tersenyum nakal menggoda sembari membawa satu tangan Mingyu yang bebas ke dadanya, “Yang ini, Mas— mhh...” rengeknya manja. “Play with this one too, ahh...” pinta Wonwoo disela desahannya, meminta Mingyu untuk memperhatikan nipples-nya yang sudah mulai mengeras di bawah sentuhannya.

“Gini?” goda Mingyu sambil memutar jari di puting satu bagian dadanya, lalu mengecup bibir Wonwoo yang basah merona.

“Nghhh— iyaahh,” jawab Wonwoo tersenyum diantara lenguhannya saat ia mulai merasakan jemari Mingyu yang dengan gemas memainkan putingnya, lalu memilin, mencubit, menekan, menarik lembut kedua puncak dadanya secara bergantian, ditambah lagi dengan tangan Mingyu yang lain masih memijat penisnya dengan penuh gairah.

“Haah— aahh...” Wonwoo tak bisa menahan lenguhan kenikmatannya karena rangsangan-rangsangan nakal bersamaan yang Mingyu berikan, baik di dada atau di selatannya.

Desahannya terdengar semakin menggoda, masuk dengan sopan ke gendang telinga Mingyu, membuat aliran darah pria tampan itu semakin berdesir. Jemari hangat Mingyu kini mulai bergerak dengan tempo sedikit lebih cepat, membuat tubuh Wonwoo menggelinjang, bergerak seolah menari mengikuti kenikmatan dari setiap sentuhan pria yang lebih tua itu berikan.

You’re loving this, aren’t you?” goda Mingyu dengan suara rendah yang nyaris berbisik, begitu dekat hingga hembusan napasnya menyapu lembut daun telinga Wonwoo. Suara itu bagaikan aliran arus listrik yang menjalar di tubuh Wonwoo, membuat bulu kuduknya meremang. Wonwoo semakin tak mampu menahan desahannya, saat ia merasakan sensasi di tubuhnya yang seperti tersetrum, menjalar cepat dari dada hingga perut bagian bawah, membangunkan syaraf-syarafnya yang paling peka. Sentuhan dan suara Mingyu seolah semakin memancing gairahnya yang sudah tak bisa ia bendung.

Sambil menikmati tangan Mingyu yang masih asyik menjelajahi bagian tubuh atas dan bawahnya, Wonwoo menolehkan wajahnya ke samping dengan desahan yang semakin erotis dari sela-sela bibir ranumnya yang terbuka, menatap wajah pria tampan yang sudah lama ia kagumi dalam diam dengan mata yang dipenuhi nafsu. Lalu, pria manis itu tersenyum nakal dan menyentuh pipi pria itu. “Anghh, this feels so good, Mas… mmhh—,” bisiknya pelan sebelum mendekat dan menjilat bibir bawah Mingyu, sengaja dengan gestur pelan dan menggoda. Mingyu sempat menarik napas pendek, tapi belum sempat bicara, Wonwoo sudah mencium bibirnya.

Tanpa memberi waktu untuk berpikir, Wonwoo menyatukan bibirnya dengan ranum Mingyu dalam ciuman yang penuh gairah. Mingyu pun membalas dengan segera, mendekap tubuh pria muda itu lebih dekat. Satu tangan Mingyu yang berada di dada Wonwoo naik ke leher jenjang pria manis di depannya, menyentuhnya posesif, membawa cumbuan itu semakin dalam, lidah mereka mulai menyapa satu sama lain dengan tempo terburu penuh gairah, seperti tarian yang saling mengeksplorasi rasa. Cumbuan itu semakin lama semakin dalam dan lebih dalam lagi.

Saat ini, lidah mereka sudah kembali saling bertemu dan bermain cepat, saling rebut kendali. Wonwoo sesekali menggigit lembut bibir Mingyu, lalu menyapunya lagi dengan indera pengecap tak bertulang itu. Mingyu merespons dengan geraman rendah, menarik pinggang Wonwoo lebih dekat ke tubuhnya, dan kembali memijat penis pria manis yang mulai terasa berkedut itu.

Cumbuan mereka berlangsung lama. Lidah mereka terus menari, saling menyesap dan bertaut, hingga napas mereka mulai tak teratur. Wonwoo merasakan kejantanannya mulai berkedut, sehingga ia menekan bagian pinggulnya yang mulai mengejang ke tubuh Mingyu, pahanya mulai bergetar. Desahan mereka teredam di antara cumbuan, napas saling beradu.

Wonwoo menggelinjang dipelukan Mingyu, ia melepaskan cumbuan mereka.

“Nghhh— I wanna cum— ahnghh... Mashhh...” lenguh pria manis itu sambil meremat lengan Mingyu saat merasakan miliknya semakin berkedut. Mingyu semakin mempercepat permainan tangannya, menginvasi benda tak bertulang itu yang sedari tadi sudah mengeluarkan pre-cum-nya, penis Wonwoo semakin menegang, siap mengeluarkan putihnya. Mingyu mencium punggung indah di hadapannya saat Wonwoo mengerang panjang ketika cairan putih kentalnya keluar bebas hingga mengotori seprai putih di hadapannya, dan tangan Mingyu.

Pria tampan itu memeluk tubuh Wonwoo erat, sedangkan pria manis itu terengah setelah pelepasannya yang pertama. Tubuh mereka masih saling melekat, napas keduanya belum sepenuhnya stabil, namun kejantanan Wonwoo perlahan kembali berdiri tegak saat merasakah sesuatu menabrak bongkahan sintalnya di belakang sana.

Are you hard?” tanya Wonwoo dengan nada jahil yang menggoda. Mingyu hanya diam, tak menjawab pertanyaannya.

Wonwoo melepas pelukan dari belakang pria tampan bertubuh atletis yang masih dilapisi kemeja putih dan celana bahan hitam itu. Lalu ia membalikkan tubuhnya dan duduk di lahunan Kim Mingyu. Kini tubuh mereka sudah saling berhadapan, kedua tangan pria muda itu melingkar di leher Mingyu, seolah sedang menyeimbangkan diri sekaligus mempererat jarak mereka, Mingyu pasrah, membiarkan Wonwoo melakukan apapun yang ia inginkan.

Tatapan mereka saling bertaut, intens. Dengan lembut, Mingyu menyentuh tengkuk Wonwoo, memperpendek jarak antara mereka hingga hampir tak ada ruang lagi. Sentuhan lembut itu seperti sengatan yang membuat tubuh Wonwoo yang masih sensitif itu bergetar, dan tanpa kata, bibir mereka bertemu lagi, kali ini lebih cepat, lebih berani.

Wonwoo membalas ciuman itu dengan gairah yang sama, tubuh mereka semakin menyatu. Lidah mereka saling menyapa, kembali saling bertaut, bersilat, dan menyatu. Tak ada kata yang terucap di antara kedua pria dewasa itu, hanya suara kecapan yang mengalun merdu dengan napas mereka yang saling menderu, detak jantung yang berpacu, dan desahan lembut yang tertahan di antara bibir yang seolah enggan berpisah.

“Aahh—” Mingyu mengerang setelah menyudahi ciuman mereka saat merasakan satu tangan Wonwoo mengelus perlahan kejantanannya yang sudah mengeras di dalam celana bahan yang masih ia gunakan. Pria manis itu memjitanya pelan dari luar, lalu, membuka kancing celana Mingyu.

Wonwoo tersenyum menggoda saat jemari lentiknya mengeluarkan benda yang sudah mengeras milik Mingyu dari cangkangnya. Mingyu mendesah, “I’ve been hard this whole time, Nu,” bisik Mingyu dengan suara rendah yang menderu. “Karena kamu… ehmm—” lanjut pria yang lebih tua itu saat merasakan Wonwoo mulai memainkan benda yang sudah mengeras tak bertulang di selatannya itu.

Wonwoo mencondongkan tubuhnya dan berbisik, “Mhh... it’s hard again too, Mas Mingyu…” bisik pria manis itu pelan sambil menggesek miliknya dengan kejantanan Mingyu, dan menggoda dengan desahan lembut. “And I still want more,” bisiknya lirih menggigit daun telinga Mingyu dengan gemas.

Tak perlu banyak basa-basi, Wonwoo membungkukkan tubuhnya, merangkak mundur turun dari tubuh Mingyu dengan tatapan mereka yang masih bertaut, tak satu pun ingin melepaskan pandangannya terlebih dahulu. Dalam keheningan itu, Wonwoo membiarkan jemarinya yang lentik menjangkau pinggang Mingyu, melepaskan satu per satu lapisan kain dengan hati-hati. Celana bahan yang menghalangi bagian bawah Mingyu kini sudah berada di atas karpet, sebelah tempat tidur. Hanya menyisakan penis Mingyu yang menegang sempurna di depan wajah Wonwoo yang sudah siap memanjakannya. Sedangkan Mingyu, menanggalkan kemejanya sendiri.

Mingyu sudah terbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai kain di tubuhnya ketika Wonwoo perlahan naik ke atas tubuhnya, duduk tepat di atas perut six pack itu. Pria manis dengan dorongan seksual yang besar dan sedang meledak-ledak itu menunggingkan badannya, memegang kejantanan Mingyu yang panjang dan tebal, sudah mengeluarkan pre-cum-nya. Pria muda cantik itu memjitanya lembut, menjilatnya perlahan, kemudian memasukkannya ke dalam rongga mulut kecilnya perlahan. Mulutnya menyambut kejantanan Mingyu dengan lidahnya yang mulai menari-nari memanjakan milik Mingyu, dan memberikan hands job secara bergantian, tak lupa ia juga menikmati tersticles pria itu. Napas Mingyu memburu keenakan. Setiap sentuhan Wonwoo membuatnya meleleh.

Mingyu menatap sosok pria di atas tubuhnya dengan mata yang sudah dipenuhi gairah yang tak ingin lagi ia tahan. Tangannya terangkat dengan refleks, mengelus lembut pinggul ramping pria di atasnya. Pandangannya langsung disuguhkan dengan dua benda sintal Wonwoo tepat di hadapannya. Tanpa banyak berpikir, sembari mendesah merasakan nikmatnya permainan Wonwoo pada kejantanannya di bawah sana, ia menarik pinggul ramping di depannya lebih dekat dan mulai membalas keintiman itu. Indera pengecap yang basah dan hangat miliknya perlahan bermain dengan menyentuh lembut kerutan di sekitar area lubang manis Wonwoo, menjelajah dengan menggebu, sambil sesekali meremat benda sintal yang sedang ia nikmati dengan gemas. Desahan halus yang keluar dari bibir Wonwoo saat merasakan permainannya, menjadi lantunan musik yang tak ingin Mingyu hentikan. Sangat ia nikmati.

“Mmhhh— mmhh...” desahan Wonwoo yang semakin erotis dengan mulut yang masih dipenuhi kejantanan Mingyu bergema di kamar hotel itu ketika sang pria yang lebih tua memainkan lagi testicles dan kejantanannya yang menggantung di hadapannya. Pria manis yang masih dipenuhi birahi itu semakin mendorong pinggulnya, menyuguhkan lubang manisnya agar dapat merasakan lidah Mingyu masuk lebih dalam dan bermain-main dengan dinding anus-nya yang sudah basah.

Wonwoo pun semakin dalam menenggelamkan kejantanan Mingyu, menggerakkan kepalanya dengan irama naik-turun ditemani suara kulit basah dari rongga mulut yang bergesekan hangat memeluk erat benda tak berurat itu, membuat Mingyu tak kuasa menahan desahan panjangnya. Napas mereka saling menderu, memenuhi ruangan dengan suara becek dan kenikmatan.

“Ahh!! Jeon Wonwoo—” erang Mingyu memanggil nama pria di atasnya, Wonwoo tersenyum senang saat merasakan tubuh bagian bawah pria yang lebih tua itu menegang, pinggulnya bergerak menekan kejantanannya semakin dalam di mulut Wonwoo hingga kepala pria itu mendongak ke atas, dan dari bibirnya keluar erangan yang semakin panjang. Mingyu sampai pada puncak pertamanya, cairan kental putih hangat itu mengalir di dalam mulut Wonwoo, sebagian menetes bersama saliva sang model cantik. Pria yang lebih muda itu menelannya sebagian sperma Mingyu, dan sisanya mengalir pelan dari sudut bibirnya.

Mingyu, dengan napas yang masih terengah, menarik lagi pinggang ramping Wonwoo yang berada di atas tubuhnya dengan posisi yang sama, membelakanginya. Sentuhan lembut namun penuh percaya diri itu membuat Wonwoo terkejut sejenak. Pria tampan itu membawa tubuh bagian bawah Wonwoo untuk lebih mendekat ke arah wajahnya, dengan gerakan yang tak ia sadari, pria cantik itu menumpukan kedua tangannya pada dada bidang Mingyu yang lembab karena berkeringat, dan menyuguhkan tubuh bagian bawahnya tepat di depan wajah pria dominan di bawahnya.

Mingyu tersenyum miring melihat reaksi spontan Wonwoo yang masih berada di atasnya, tak bergeming.

You’re so good at playing with it,” kata Mingyu sembari membuka lagi bagian belakang sintal Wonwoo yang sudah basah karenanya, membuat pria manis itu refleks mendesah kecil merasakan hangatnya napas Mingyu di depan lubang manisnya. “Siapa yang ngajarin kamu? Hmm?” tanya CEO muda itu di sela permainan lidahnya pada kerutan lubang Wonwoo, sambil sesekali kembali mengelus dan meremat pantat sintal yang sudah berada di atas wajahnya.

“Aahh... Maaas—” desah Wonwoo sembari tertawa kecil ketika merasakan hangatnya lidah Mingyu yang perlahan bermain-main lagi di pantat dan kerutan lubang anus-nya bersamaan dengan jemari gendut dominan yang asyik mengelus lembut paha putih mulus milik Wonwoo.

“Jawab saya, siapa yang ngajarin kamu seperti tadi?” tanya Mingyu sembari menampar lembut pantat sintal Wonwoo. Model pria internasional itu hanya melenguh manja, tak menjawab, seolah tak mendengar kalimat Mingyu. Telinganya mendadak tuli karena kenikmatan dan nafsu.

Tidak mendapat jawaban, Mingyu pun menggerakkan tangan dan lidahnya yang penuh kendali, kembali menjelajah tubuh bagian bawah Wonwoo, menyentuh titik-titik paling sensitif hingga membuat pria bermanik rubah itu tak kuasa menahan rintihan kenikmatan yang keluar dengan lantang.

Wonwoo mendorong pinggulnya, membiarkan lidah Mingyu masuk lebih dalam ke bagian rectum-nya, ia menggeliat di atas dada kekar pria yang lebih tua. Bergerak lebih aktif, Wonwoo menggesekkan kejantanannya di dada bidang pria di bawahnya, sementara otot-otot di sekitar lubang manis dan penis-nya berdenyut ritmis dengan intensitas yang tak bisa ia kendalikan.

Mingyu menikmati setiap desahan manja dan gerakan erotis Wonwoo, semakin nakal lenguhannya terdengar, semakin menggoda setiap goyangan pinggulnya yang menghantam tubuhnya, membuat hasrat dalam diri Mingyu semakin menggila. Tatapan matanya menggelap, penuh lapar, seakan tubuh yang ia rengkuh tak akan pernah cukup untuk dipuaskan. Ritme terarah yang penuh tekanan, seolah keinginan menelan habis tubuh Wonwoo lebih menggelora.

Pria manis itu merasakan putingnya yang juga kembali mengeras, dadanya naik turun dengan cepat, seolah paru-parunya berusaha mengejar nafas yang terus memburu. Mulut Wonwo terbuka. “Ngghh— ahh Mhhhh— haa...” ia mengeluarkan suara yang dalam dan basah, keluar dari tenggorokan dengan sendirinya.

Seluruh tubuhnya menjadi lebih sangat sensitif lagi dari sebelumnya, karena kini setiap sentuhan terasa seperti sengatan listrik di bawah kulitnya. Tangannya mencengkeram paha kekar Mingyu di tengah puncak kenikmatannya yang kedua, kepalanya mendongak sedikit ke atas dengan mulut terbuka setengah, kosong namun penuh gairah.

Wonwoo menjatuhkan tubuhnya yang lemas di samping Mingyu, napasnya masih tersengal, bibirnya basah, lubang manisnya becek, perutnya penuh sperma miliknya, kulitnya lembab karena peluh, seolah tubuh itu baru saja tenggelam lagi di dalam kenikmatan yang tak ada ujungnya. Matanya tertutup, tapi wajahnya masih memerah, memperlihatkan gairah yang belum juga padam.

Mingyu bangun dari posisinya, dan melihat pemandangan yang paling menggoda yang pernah ia lihat— Wonwoo yang sudah terkapar dengan tubuh ramping, putih mulus tanpa sehelai kain berhiaskan kiss mark darinya di bahu dan leher jenjang indah, sudah berantakan karena permainan mereka, sangat indah di matanya. Gairah pria 37 tahun yang tersulut itu belum mereda, bahkan semakin menyala lebih liar lagi. Ia perlahan merangkak ke atas tubuh Wonwoo, mengukung pria yang lebih mudah itu. Satu tangan menyusuri paha, naik ke pinggul, hingga akhirnya mencengkeram pinggang itu dengan mantap. Bibirnya hampir menyentuh telinga Wonwoo saat ia berbisik, “Right now, you’re fucking beautiful, berantakan karena saya,” dengan suara rendah dan menggoda. Tanpa ampun, ia menjilati daun telinga Wonwoo, membuat tubuh pria cantik itu tersentak, kembali gemetar dan menggeliat sangat manja.

“Kita ngga bisa berhenti, cantik, saya belum selesai,” kata Mingyu lagi.

“Nghhh...” Wonwoo kembali melenguh saat merasakan ujung hidung Mingyu yang mancung itu perlahan mulai menyusuri sisi leher yang basah oleh sisa keringat, gerakannya tak tergesa, tapi sangat menggoda. “Can we take a break for a bit? I’m tired, Mas... hmm—” rengeknya manja, suaranya masih penuh hasrat, sementara jemarinya mengelus surai gelap Mingyu yang kini tengah menyesap dan memainkan putingnya yang masih mengeras, bergantian. Satu kakinya sudah terangkat melingkari pinggang pria lebih dominan di atasnya, tanpa sadar menarik tubuh Mingyu untuk lebih mendekat, seolah meminta pria tampan itu untuk menyesap buah dadanya dan melakukan lebih dari apa yang sudah mereka lakukan sebelumnya.

You just stay still, karena saya ngga bisa berhenti sekarang,” ucap Mingyu yakin.

Pria tampan itu menunduk perlahan, mengecup leher jenjang Wonwoo dengan ciuman lembut hingga kembali ke dadanya, bibirnya menari lembut di sana, membuat tubuh Wonwoo lagi-lagi menggeliat. Namun, tak lama setelah itu, ia mengangkat wajahnya, tanpa memberi ruang untuk kata-kata, Mingyu meraih wajah Wonwoo, menariknya ke dalam ciuman panas yang penuh dominasi, bibir mereka bertemu dengan gesekan yang kasar, penuh gairah. Lidahnya masuk dengan cepat, menggoda dan menuntut, seolah ingin menandai setiap inci bibir pria cantik itu, sementara tubuhnya bergerak lebih dekat, menekan tubuh Wonwoo.

Wonwoo seolah-olah terperangkap dalam setiap sentuhan Mingyu yang memikat. Ia merasa seperti berada di bawah pengaruh Mingyu karena setiap cumbuan, sentuhan dan gesekan yang pria itu berikan, membuat pikirannya melayang. Ia tak memiliki kemampuan menolak saat Mingyu sudah membuka lebar pahanya, mengangkat salah satu kakinya yang putih mulus ke bahu kokoh pria itu, lalu mengecup setiap senti bagiannya.

Dengan tangan lihainya, pria dominan itu memeriksa kembali lubang manis Wonwoo di bawah sana, memastikan bahwa bagian itu masih berlumuran dengan saliva-nya, dan benar-benar siap untuk ia sambangi. Dengan penuh perhatian, ia mengoleskan cairan pre-cum miliknya sendiri ke penisnya, mencoba meminimalisir kemungkinan rasa sakit yang akan Wonwoo terima saat ia memasukkan penis tebal berurat miliknya yang sudah menegang itu.

Wonwoo hanya bisa menatap setiap gerakan Mingyu di depannya, matanya tak berkedip dengan napas sedikit tercekat. Ia menelan ludahnya dengan kasar, jantungnya berdegup kencang, seolah tubuhnya tengah bersiap untuk sesuatu yang sangat ia nantikan. Si cantik itu penuh antisipasi dan gairah yang terus bergelora.

Suara lenguhan manja Wonwoo kembali bergema, kali ini semakin manja saat ia kembali mengambil alih untuk mengelus dan memijat perlahan batang berurat yang sudah berada di antara kedua pahanya. Mendekatkan kepala kejantanan Mingyu yang sudah kembali mengeras tepat di depan lubang manisnya. Refleks pinggul Wonwoo perlahan bergerak maju, semakin mendekat, menyambut benda berurat itu dalam gerakan yang menggoda, dan dipenuhi gairah. Meski sebelumnya bibir Wonwoo sempat melontarkan rengekan lemah, “I'm tired,” pada kenyataannya, tubuh ramping itu dengan jelas mengatakan hal sebaliknya.

Mingyu membawa tubuhnya kembali mengukung tubuh Wonwoo, meletakkan satu tangannya di atas kepala model pria itu, dan mengelusnya. “Boleh Mas masukin sekarang, cantik?” bisiknya dengan suara rendah, meminta izin, sambil perlahan mengecup bibir Wonwoo, kemudian turun ke rahang pria manis di bawahnya. Napas pria tampan itu menghangatkan kulit leher Wonwoo, dan mengecup rahang si manis, merayu.

Perasaan Wonwoo yang sudah penuh dibaluti dengan gairah dan rasa ingin yang tinggi, pipinya memerah mendengar pertanyaan pria di atasnya, ia menggigit bibir bawahnya pelan. Tubuhnya menegang sesaat, lalu perlahan mengendur saat suara rendah Mingyu meresap sopan ke telinganya, membuat dadanya semakin bergetar hebat. Pria bermanik rubah itu tak menjawab dengan kata-kata, hanya mengangguk kecil tanda setuju. Lalu membuka kedua kakinya, memberi ruang bagi pria di depannya untuk bisa memasukkan kejantanannya.

Mingyu dapat melihat ada keraguan kecil di sorot mata Wonwoo, gugup yang nyaris tak tertutupi, sebab ini adalah kali pertama baginya— Mingyu pun mengetahui hal itu. Tak pernah sebelumnya Wonwoo menyerahkan dirinya sepenuhnya seperti ini, begitu vulgar, begitu telanjang, begitu terbuka, sangat bergairah. Tapi bersama Mingyu, pria yang selama ini ia cintai, rasa takut itu berubah menjadi rasa ingin dan percaya.

CEO muda tampan itu menatap Wonwoo lekat-lekat, seakan dapat membaca isi pikiran Wonwoo hanya dari hembusan napas dan tatapan matanya. Ia menunduk, mengecup pelipis pria di hadapannya, pelan namun penuh kasih sayang. “I’ll be gentle, cantik,” bisiknya, seolah berjanji. Wonwoo mengangguk.

Mingyu tersenyum, senyuman itu dalam sekejap meluluhkan rasa takut Wonwoo. Ia bangun dari posisinya, membawa kedua kaki pria di bawahnya ke bahu kekarnya, dan satu tangannya dengan lembut menggenggam pinggul Wonwoo, sedangkan tangannya yang lain membimbing kejantanannya sendiri untuk perlahan masuk ke dalam lubang manis Wonwoo yang masih virgin itu.

Pria manis itu meringis kecil di awal, jemarinya mencengkeram lengan pria di atasnya, napasnya terengah, bukan karena takut, tapi karena tubuhnya merasakan ada benda tumpul asing yang perlahan masuk di bawahnya. Mingyu tak langsung bergerak lebih dalam. Ia menatap wajah Wonwoo, membaca setiap perubahan ekspresi pria manis itu, memastikan semuanya masih terasa nyaman. Tangannya menyentuh paha pria cantik itu, mengusap perlahan seolah menenangkan. “Sakit?” tanya Mingyu, Wonwoo menggeleng lemah.

“Mas masukin semuanya ya, cantik?” izin Mingyu sembari mengecup mata kaki lembut Wonwoo yang berada di bahunya.

Wonwoo mengangguk pelan, masih menggigit bibir bawahnya, lalu meremat lengan Mingyu, mencari pegangan. Matanya sedikit berkaca. Degup jantungnya semakin terasa kencang, bukan hanya karena tegang, tapi juga karena akhirnya ia menyerahkan keperjakannya pada pria yang selalu mengganggu pikirannya.

Mingyu mengangkat kedua kaki Wonwoo dan membukanya lebar ke samping sisi-sisi tubuhnya, agar lubang pantat pria manis itu dapat terbuka lebar. Pria tampan itu kembali menggoyangkan pinggulnya perlahan, sebelum akhirnya ia mulai mendorong lebih dalam. Mingyu menggerakkan pinggulnya maju-mudur dengan tempo yang tetap pelan, sabar, seolah ingin kali pertama Wonwoo harus menjadi kenangan yang tak akan dan tak mungkin Wonwoo lupakan. Dan Wonwoo tak akan bisa mencari penis-penis lain di luar sana, nanti.

Wonwoo menarik tubuh Mingyu untuk mendekat, melingkarkan lengannya di leher sang sponsor-nya. Napasnya mulai tersendat, tapi matanya tak pernah lepas dari mata pria yang kini menyatu dengannya. Dan di tengah desah serta suara kulit yang bertabrakan pelan itu, terdengar suara kecil dari bibir Wonwoo, “Nghh... go a little bit faster, Mas, jangan berhenti.”

Mingyu seolah mendapat lampu hijau, ia menurutinya. Kejantanannya yang sedari tadi sudah masuk utuh ke dalam sana, kini bergerak sedikit lebih cepat, dan rintihan panjang dengan suara erotis Wonwoo terdengar kembali menggema. “Oh Gosh, your hole feels so good, sweety...” erang Mingyu merutuki kenikmatannya saat ia menekan masuk-keluar penis-nya hingga lubang kecil itu sudah mulai terbiasa dengan benda kenyal berurat Mingyu yang tebal dan panjang. Air mata keluar dari manik rubah cantik yang berada di bawah tubuhnya. Panas, tubuh mereka berdua semakin berkeringat, dan desahan Wonwoo serta erangannya, menjadi lagu latar yang menggema di seluruh ruangan.

Mingyu kembali menghisap nipples Wonwoo, hingga semakin lama pinggul kedua pria itu bergoyang semakin cepat dengan gerakan yang berlawanan hingga bunyi kulit yang saling bertabrakan terdengar semakin intens dan cepat, membuat sepasang sejoli itu mendesah keenakan.

Dorongan-dorongan penis Mingyu sudah memenuhi lubang Wonwoo, menumbuk sweet spot pria cantik itu berkali-kali, tanpa jeda.

Mingyu masih menggoyangkan pinggulnya tanpa ampun, lebih cepat sambil menikmati pemandangan di hadapannya, Wonwoo sudah sangat-sangat berantakan. “Damn!! You’re so sexy,” erang Mingyu saat ia memperdalam tumbukannya sembari memanjakan kejantanan Wonwoo yang sudah kembali berkedut. “Kamu enak banget, cantik. Unghhh— Jeon Wonwoo—” Mingyu sudah mumbling tak karuan.

Lenguhan demi lenguhan terdengar syahdu saat Mingyu akhirnya semakin kasar menggerakkan pinggulnya dan menabrak prostat Wonwoo berkali-kali hingga pria manis itu mendesah tak karuan, memanggil nama Mingyu dan Tuhannya secara bergantian saking nikmatnya kegiatan mereka. Walaupun demikian, Mingyu tidak ada keinginan untuk berhenti, namun ia memperlambat gerakannya saat dirasa pelepasannya hampir dekat.

Tapi Mingyu tak membiarkan Wonwoo untuk beristirahat malam ini. Ia membungkuk lebih dekat, dan jemari gendutnya menelusuri perut bawah Wonwoo, bergerak sabar, pelan, lalu berhenti tepat di antara perineum dan pangkalan penis Wonwoo. Dengan gerakan lembut, ia memberikan tekanan penuh irama, menstimulasi area sensitif pria manisnya itu. Wonwoo terlonjak pelan, pinggulnya terangkat tanpa sadar.

“Mingyu—itu… feels weird, aa—aaahh...”

“Pipiiss... aku mau aaaahhhhh—” kalimatnya belum usai, tubuh Wonwoo melengkung tegang bak busur panah cantik, kepalanya terlempar ke atas saat cairan bening mengucur keluar bebas dari kejantanannya seperti air mancur, tanpa ia sadari, bersamaan dengan lenguhan dan erangan panjangnya. Sensasi yang belum pernah ia rasakan dalam hidupnya.

Mingyu mempercepat gerakannya sambil mengerang ketika Wonwoo masih melepaskan male squirting-nya, membasahi tubuh mereka berdua. Mingyu tak perduli.

You're clenching too much, emhhh—” erang Mingyu saat merasakan lubang Wonwoo mengencang.

Kedua sejoli itu kini sudah semakin kacau, semakin berantakan. Keringat mengucur, bunyi kulit saling bertabrakan semakin keras, desahan dan erangan menyelimuti kamar presidential suit bintang 5 itu. Entah apa kalimat yang mereka lontarkan, semua terasa memabukkan.

Hentakkan pinggul terakhir Mingyu menciptakan erangan panjang bagu keduanya, hingga lubang Wonwoo merasakan hangat yang menjalar dari penis pria di hadapannya sedang berkedut mengeluarkan cairan kental putih, di dalam tubuhnya.

Tubuh Wonwoo masih bergetar hebat, sangat hebat. Pantatnya terasa sedikit nyeri menerima stimulasi demi stimulasi dari Mingyu, dadanya kembang kempis, merasakan kenikmatan duniawi yang membuatnya terbang ke surga.

Mingyu memeluk tubuh ramping pria di bawahnya, tanpa berniat melepaskan penyatuan mereka di bawah sana, benda berurat itu masih berada di dalam Wonwoo— hangat, penuh, dan tanpa bergeming, tubuh mereka masih menyatu.

Wonwoo menggeliat pelan, matanya sayu saat mendongak sedikit untuk menatap pria di atasnya. Tubuh mereka jauh dari kata higienis, penuh dengan cairan-cairan asing, tapi keduanya seolah tak perduli, Mingyu hanya memeluk badan Wonwoo lebih erat, lengannya melingkar di punggung sang submissive, dan tangan bebas lainnya membawa satu kaki pria cantik yang sudah penuh peluh itu melingkar di pinggangnya. Mereka tidur saling berhadapan dan berpelukan.

“Saya harap, kamu ngga pernah menyesali pilihan kamu ini, Nu,” bisik Mingyu, suaranya parau, nyaris seperti doa yang tak ingin didengar siapa pun kecuali tubuh yang sedang ia peluk erat.

Namun Wonwoo tak sempat untuk mendengarnya. Ia sudah tertidur pulas, matanya terpejam dengan tenang, membiarkan tubuh mereka tetap saling berpelukan meski kulit mereka masih lengket dan hangat sisa-sisa permainan mereka.

***

Mingyu, yang masih terjaga, bahkan ia sempat membersihkan tubuh Wonwoo dengan hati-hati sebelum akhirnya ia membawa tubuh ramping Wonwoo kembali berbaring di kamar lain yang masih tertata rapi.

Pria tampan itu sudah berbaring tepat di samping Wonwoo, menatap wajah pria cantik-nya cukup lama, jemarinya menyentuh pipi putih bersih dan lembut di hadapannya itu pelan, seperti sedang menghafal tiap garis dan lekuknya.

Ia membawa lembut tubuh Wonwoo kembali ke pelukannya, memeluk erat tubuh ramping itu seolah tidak ingin melepaskannya. Lalu satu demi satu dan perlahan, pria yang lebih tua itu memberikan kecupan di bibir, ke kening, lalu pipi, kemudian ke hidung, hingga ubun-ubun Wonwoo, seolah satu kecupan saja tak pernah cukup untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini.

I hope you’ll still be here tomorrow morning,” bisik Mingyu, suaranya lirih, nyaris terdengar seperti rapalan doa.

Dan malam pun terus berlalu perlahan menjadi pagi dan tenang, menyisakan kehangatan di antara pelukan kedua pria dewasa itu. Wonwoo terlelap, begitu pula Mingyu yang menyusul kemudian.