Can We? We Can't..


↳ Part of Faling, Fallen


Entah apa yang merasuki pikiran Arkadia Wonwoo, kini pria manis tinggi itu sudah memasuki perkarangan rumah keluarga Putradinata. Sesuai dengan pesan dari Tante Yuna yang secara pribadi memintanya untuk membantu Saka packing karena seminggu ke depan anaknya itu akan berada di negeri Sakura untuk menemui calon tunangannya nanti.

Sama seperti 3 hari belakangan ini, Saka memintanya untuk pulang duluan, bahkan mereka sama sekali tidak berbicara seperti 3 bulan belakangan, mereka hanya berkomunikasi lewat pesan text dan e-mail, membuat Arka merasa tidak dibutuhkan dan sangat marah. Jadi di sinilah dia, di kamar pribadi atasannya.

Kini suitcase yang cukup besar sudah ada di hadapannya. Di Jepang sedang musim panas, sehingga dia mengambil pakaian yang nyaman, dan adem untuk digunakan saat summer. Sudah ada beberapa potong t-shirt dan boxer yang dia masukkan, tak lupa beberapa potong piyama untuk Saka gunakan saat tidur. Arka dibuat terperanjat ketika keluar dari closet Saka dan menemukan pemiliknya sudah berada di depan pintu geser yang memisahkan antara kamar utama dan closet.

“Ngapain kamu di sini?” Tanya Saka dingin.

Packing.” Kata Arka tak kalah dingin, menggeser tubuh besar Saka yang menghalangi jalannya yang sedang membawa beberapa potong baju untuk Saka gunakan dia sana, dan Arka melengos pergi.

Saka mengikuti langkah kaki Arka seperti anak puppy yang tersesat meminta untuk di adopsi.

“Siapa yang suruh?” Tanya Saka, nadanya belum berubah, masih dingin walau tak sedingin tadi.

“Mama kamu.” Kata Arka, keceplosan. Saka terdiam, baru kali ini dia mendengar asisten pribadinya berbahasa informal di hadapannya selama mereka bekerja bersama.

“Kok nurut?” Tanya Saka. Arka masih sibuk dengan koper yang ada di hadapannya.

“Di sana menggunakan sneakers ya? Saya bawakan 2 pasang, cukup?” Kata Arka, tidak mengindahkan pertanyaan Saka, dan kembali berjalan ke tempat outfit Saka berada.

“Arka, what are you doing?” Tanya Saka lagi, Arka masih tidak menghiraukan pria tinggi dan tampan itu.

“Arka, listen!!” Nada Saka meninggi, pria berambut gelap itu meraih lengan Arka hingga dia menghadapnya, kini tubuh mereka sudah sangat dekat, bahkan kini Arka dapat merasakan nafas Saka yang lebih tinggi 5 sentimeter darinya itu berada di atas kepalanya yang sedang menunduk.

“Ngomong, jangan diem aja.” Kata Saka, suaranya memelan. Arka yang sedang meletakkan sneakers putih milik Saka di dada semakin mengeratkan genggamannya, debaran di dada Saka tak kalah kencang.

“Ngomong.” Katanya lagi, kini suaranya lebih lembut, jari telunjuk dan ibu jarinya mengapit dagu Arka, mengangkat wajah putih pucat itu ke hadapannya. Baru kali ini Arka tahu mengapa jantungnya selalu berdegup kencang.

“Ngapain di sini?” Tanyanya. “Ngga harus bantuin kaya gini, Arka.” Kata Saka, Arka menatap manik elang itu dengan berani, mata yang beberapa hari ini selalu mengganggunya, tatapan pria yang mengacuhkannya.

Tatapan mereka bertemu, saling mengabsen wajah masing-masing seakan enggan untuk melepaskannya. Saka tau, hati dia sudah dicuri oleh pria di hadapannya sejak hari pertama mereka bertemu, andai tidak ada nama Bian yang selalu menghantuinya, andai dia bukan Putradinata, andai dia hanya seorang Nisaka Mingyu, dia sangat ingin memiliki pria di hadapannya ini. Arka pun tau diri bahwa dia tidak akan bisa memiliki pria tegap di hadapannya, dia tahu bahwa perasaannya hanya akan dihempas oleh kenyataan dan diinjak oleh sebagian orang, nantinya.

“Arka, jangan gini.” Kata Saka, mengelus rahang pria yang masih terlihat cantik malam ini di bawah lampu ruang bajunya. “Aku takut ngga bisa ngelepasin kamu.” Lanjutnya.

Then, don't.” Kata Arka pelan.

I can't.” Kata Saka, merapihkan surai Arka dengan jemarinya. “Kalau bisa aku akan lari ke kamu saat ini juga. Aku ngga mau kamu kemana-mana, aku ngga mau kenapa-napa dengan keluarga kamu.” Lanjutnya.

“Aku sayang Om Jeon, aku sayang Dhika, aku ngga mau kehilangan kamu.” Lanjutnya. “I want to keep looking at these beautiful eyes.” Saka mengecup kedua kelopak mata Arka dengan penuh sayang.

“Tapi, bapak cuekin saya 4 hari ini, saya harus apa?” Tanya Arka. “Kaget, sedih, sakit.” Katanya lagi, suaranya mencicit, dan matanya mulai berembun. Saka merengkuh pria di hadapannya, memeluknya.

“Maaf, maafin aku.” Katanya. “Aku takut. Maafin aku, harusnya aku ngga se-impulsive itu kemarin.” Katanya, mengecup surai Arka.

“Maaf.” Ucapan maaf yang berkali-kali ia lontarkan. Arka terdiam, menikmati bahu bidang milik pria yang sedang mendekapnya.

“Jangan gitu lagi ya, Pak.” Gumam Arka masih di dalam pelukan Saka. “Saya bingung, saya ngerasa ngga dibutuhin.” Lanjutnya.

“Iya, maaf.” Jawab Saka, melepaskan pelukannya, menatap kembali wajah Arka. “I'm addicted to you, aku pasti selalu butuh kamu.” lanjutnya. Arka tersenyum, menatap lekat wajah itu, lagi. Wajah yang akan dia simpan di dalam ingatannya. Saka mengecup bibir Arka saat ranum itu mengembang indah di sana, mata pria manis itu sedikit membola dan Saka mengecup kening Arka, dalam.

'Aku mau egois kali ini. Aku mau kamu, Arka. Maafin aku.' Gumam Saka dalam hatinya.

'Is it okay to be selfish just this once?' gumam Arka dalam hatinya.

“Terus sekarang kamu mau ngapain?” Tanya Saka.

“Lanjut packing-in baju bapak.” Jawab Arka dengan senyumnya, dan meninggalkan Saka di closet.

Saka kembali mengikutinya, menatap pria yang hilir mudik di hadapannya, merapihkan barang-barang yang akan di bawa olehnya selama 2 minggu ke depan. Hingga menutup koper itu.

“Besok, jangan lupa di gembok ya. Gemboknya sudah di atas koper, nomernya ulang tahun Pak Saka.” Kata Arka, mendirikan kopernya, meletakkan gembok di atasnya dan berbalik, menemukan tubuh tinggi Saka sudah ada di hadapannya.

“Udah puas sekarang?” Tanya Saka sembari tersenyum hingga kedua taringnya mengintip dari balik bibir plum itu, Arka mengangguk puas.

“Semoga ngga ada yang ketinggalan, have a safe flight, Pak.” Kata Arka.

thank you, Arka.” Jawab Saka, pria berkulit sedikit lebih gelap itu semakin mendekatkan dirinya pada Arka, ingin menarik tubuh Arka sampai —

“Nunuuuu—” Yuna membuka pintu kamar, Arka segera mendorong tubuh Saka.

“Eh, Migu? Kamu kapan pulang?” Tanya wanita paruh baya itu ketika menemukan anak semata wayangnya sudah pulang tanpa sepengetahuannya.

“Dari tadi sih, bantuin Arka packing.” Jawabnya.

“Udah beres?” Tanya mamanya ketika melihat koper besar yang ada di belakang Arka.

“Sudah, tante.” Jawab Arka, sedikit canggung.

“Makan malem di sini? Ayah kamu di sini lho!” Arka hanya tersenyum.

“Maaf, tante, mungkin lain kali, saya sudah ada janji makan malam dengan teman.” Bohongnya. 'Jam 9 malam, makan sama siapa?' gumamnya dalam hati.

“Yah, ya sudah.” Kata Yuna tampak kecewa. “Kamu bersih-bersih, turun ke bawah, terus, Makan! Belakangan ini semua makan disisain!” Dumel sang mama.

Saka melihat Arka, menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal karena salah tingkah melihat tatapan tajam dari Arka.

“Mama turun ya.” Kata Yuna pamit, ketika Saka ingin mendekatkan tubuhnya ke Arka lagi, tak lama Yuna kembali masuk. “Arka pulang sendiri?” Tanya Yuna membuka pintu.

“Iya, tante.” Jawab Arka.

Okay, ketemu di bawah ya, Nu.” Kata mama Saka, meninggalkan kamar dan menutup kembali pintunya. Menyisakan Arka dan Saka lagi.

Saka menarik Arka ke daun pintu kamarnya, agar dapat menahan siapapun yang masuk lagi, dan memeluk pria itu erat. “Buat 1 minggu ke depan.” Kata Saka, Arka tersenyum dan mengangguk.

Okay, have fun in Japan.” kata Arka. “Mandi sana, Pak. Jangan lupa makan ya? Saya pulang dulu.” Pamit Saka. “Besok ngga perlu dianter kan sama saya?” Lanjutnya.

“Jangan, nanti aku ngga mau berangkat.” Kata Saka, semakin mengeratkan pelukannya, mencium hidung bangir pria di hadapannya, lagi-lagi Arka hanya tersenyum, entah apa yang ada difikirannya kini.

Okay.” Arka melepaskan pelukan Saka, mencium mole Saka yang ada di pipi kirinya dan berjalan menjauh, mengambil jas yang ia letakkan di tempat tidur dan meninggalkan kamar Saka.