Deal!
Part of Reunited Universe
tw: slightly matured scene, fluff, family, NSFW
“Kak?” Panggil Wonwoo kepada pria yang masih bertelanjang dada di sampingnya. Wonwoo masih memeluknya erat, namun tetap memanggil pria itu untuk bangun, setelah menerima pesan dari Mama Kim, barusan.
“Hmm?” Jawab pria berlengan bulky itu semakin erat memeluk tubuh Wonwoo dengan suara serak bangun tidurnya dan mengelus punggung pria dalam pelukan yang juga tidak menggunakan sehelai kainpun, mengecupi puncuk kepalanya berulang kali. Setiap kali Mingyu mengecup ubun-ubun Wonwoo, Wonwoo akan membalas satu kecupan di dada kakaknya itu.
“Banguun.. kita harus pergi ke GI, harus di sana jam setengah dua lho!” Ucap Wonwoo.
“Hmm? Masih mau gini, 3 jam lagi deh.” Kata Mingyu asal.
“Ihs, abis dari GI kita lanjutin lagi deh, janji. Yulna lagi jalan sama Mama di GI, mau lunch bareng. Yuk!” Ajak Wonwoo.
Wonwoo melepaskan diri dari dekapan Mingyu, mencium sekilas bibir sang kakak, dan berjalan ke kamar mandi.
“Lima menit kamu ngga masuk kamar mandi, kamu puasa lagi lho, Kak!” Teriak Wonwoo dari kamar mandi dengan pintu yang sengaja dibiarkan terbuka.
“Ehem.. Berapa lama puasanya?” Tanya Mingyu, berteriak dengan suara baru bangun dengan tubuh yang masih tergeletak di atas tempat tidur nyamannya.
“Sebulan kali ya!” Jawab Wonwoo sembari tertawa kecil, Mingyu langsung duduk dan berjalan ke kamar mandi dengan malas-malasan.
“Jahat banget, sebulan.” Keluh Mingyu dengan mata setengah terbuka yang sudah sampai di kamar mandi dan benar-benar menemukan sang pujaan hatinya totally naked. Melihat tubuh indah Wonwoo-nya pagi hari adalah hal yang bahkan tidak pernah terjadi di dalam dua tahunnya.
Mingyu melangkahkan kakinya mendekati Wonwoo yang kini sudah berada di shower box kamar mandi itu, sedang memberi sabun pada kulitnya yang seputih susu itu, “Sini, aku bantuin gosok belakangnya.” Tawar Mingyu yang kemudian disetujui dengan Wonwoo yang memberinya puff yang dia pegang kepada sang kakak.
“Aku ngaceng lagi masa, Dek.” Kata Mingyu, sembari berbisik namun tetap menggosok bagian tubuh Wonwoo hingga ke buntalan sintal milik pria ramping di depannya, meremasnya. Wonwoo mati-matian menahan desahannya.
“Hmm.. Yes, I can feel how hard it is” acuh Wonwoo, menggoda sang kakak yang mulai semakin mendekatkan badannya.
“Kalau turunin dulu gimana?” Tanya Mingyu.
“Can't do it now, My Baby Pooh. Kita tuh harus berangkat, macet lho ke sana. Belum harus yang lain-lain.” Kata Wonwoo membalikkan badannya, mengambil shower dan menyirami air hangat ke tubuh sang kakak.
“Kamu ngga liat apa itu kamar kamu berantakan bgt? Belum rapihin ini itu.”
“Tega apa, Nu?” Tanya Mingyu.
“Ngga sih. Hmm.” Wonwoo berfikir. “Using soap with my hand ya? Is it okay?” tanya Wonwoo. Tanpa menunggu jawaban dari pria di hadapannya, Wonwoo langsung mengerjakan handjob-nya dan memandikan Mingyu setelahnya. Wonwoo menahan dirinya setengah mati untuk tidak ikut terbawa dalam suasana yang sungguh sangat intim ini.
'God, give me your protection so that I don't get carried away with this atmosphere. Amin.' ucap Wonwoo dalam diamnya saat mendengar desahan Mingyu.
“Nu, mama udah di Pancious ya ini.” kata wanita paruh baya diujung sana, ya Mama Kim yang tidak pernah berkata halo.
“Iya, Ma.” Jawab pria yang kini menggunakan sweater kebesaran milik pria yang kini sedang mengendarai mobilnya.
“Kenapa anak ini suka makanan bule? Apa karena lahir di Inggris, Nu?” tanya Mama dari Kim Mingyu itu, asal.
“Haha. Ngga, ma. Dia memang suka pancake aja.”
“Ho.. dia langsung manggil papa sih pas liat pancake, apa kamu mirip pancake sekarang?”
“Maaa, ngga usah ngasal deh. Ini kita masih di jalan. Dikit lagi sampe. Sudirman macet.” Kata Mingyu. Sedari tadi memang teleponnya di loudspeaker oleh Wonwoo.
“Ih, kamu tuh kalau ngomong sama mama kaya ngobrol sama Wonu dong!” rengek sang mama, manja.
“Astaga. Iya, mamaku sayaaaang. Ini kita udah di jalan yaaa.. sebentar lagi sampe. Pesenin aku lasagna yaaaa, Wonunya pesenin fettuccini carbonara.” Kata Mingyu dengan nada yang diharapkan sang mama.
“Hehe gitu dong, diketawain Yulna kamu. Udah, sana nyetir yang bener. Hati-hati kamu nyetirnya Kim Mingyu!” nada perintah, bukan sebuah permintaan.
“Iya, ma. Ini udah Nu matiin speakernya. Sampai ketemu ya, ma. Aku sama kakak langsung ke sana.”
“Iya. Mama pesenin makanannya, minumannya nanti pesen sendiri ya.”
“Oke, ma. Bye.” kata Wonwoo mengakhiri panggilan tersebut.
“Papapapapap... hehehe..” sapa Yulna ribut ketika menemui papanya.
“Kamu tuh sehari ngga ketemu papa ngga kangen apa?” Tanya Wonwoo mengangkat anak semata wayangnya dari kursi bayi yang disediakan oleh restaurant itu, setelah menyalami tangan Mama Kim.
“Macet?” Tanya Mamanya kepada Mingyu.
“Ngga banget. Akunya aja sama Nu yang bangun kesiangan. Mama juga baru ngasih tau tadi pagikan?” Kata Mingyu, sembari melihat menu yang ada ditangannya.
“Iya sih. Tadi Yulna nonton Princess Sophia ngga kedip, gemes banget.”
“By the way, udah ngobrol sama Nu tentang rencana kamu?” Tanya sang mama.
“Baru ngajak dia tinggal bareng, ma. Itu juga belum di jawab. Tapi, Senin yang dekor kamar Yulna udah dateng.” Kata Mingyu. “Ngajak nikahnya juga udah, semalem. Tapi belum ngasih tau detailnya, anaknya juga belum jawab mau atau gimananya.” Mingyu memilih minuman untuknya dan Wonwoo. Sedangkan, Wonwoo sedang menggendong Yulna entah kemana.
“Tanya dong, Gyu. Kan Andrea udah mau gerak. Dia belum liat venue, food testing sama decorationnya kaya gimana. Kalau dia ngga suka gimana?”
“Udah, Ma. Kemarin dia udah berangkat sama Jun. Semuanya udah dia pilih. Tinggal finalisasinya aja kata Andrea. Sama tanggal.” Kata Mingyu.
“Lah? Kok bisa? Owalah, Jun kan juga mau nikah ya?”
“Iya, alibi aja. Venue Hao kan di Hotel, bukan kaya tempat yang kita pilih.” Kata Mingyu santai.
“Orangnya dateng. Mais tu dois lui dire vite, okay?“
“Bien, ma.” Jawab Mingyu, persis ketika Wonwoo mendudukan Yulna di sebelah eyang putrinya.
“Darimana?” Tanya Mingyu.
“Mothercare over there. Banyak banget yang lucu.” Jawab Wonwoo.
“Yulna udah ke sana tadi, dia milih sepatu, baju, mainan, apalagi sayang?” Tanya sang eyang putri.
“Ma, jangan dimanjain. Bahkan Barbie dari kakak aku simpen supaya ngga rusak.” Kata Wonwoo.
“Mainan itu buat dimainin, Nu. Not for you keep in the closet, bawa aja mainannya ke rumah Mingyu.” Kata Mama Kim. “Nanti di simpen di kamar kosong yang memang buat Yulna.” Lanjutnya.
“Mingyu udah bahas masalah kalian untuk living together, kan?”
“Sudah, ma. Tapi bingung akunya, gimana apartmennya kalau aku tinggal?” Alasannya.
“Sewain dong, Nu. Nanti mama bantuin. Pindahan aja dulu, kapan kamu punya waktu? Biar anak buah mama nanti yang bantuin.” Kata Mama Kim.
“Yulna, mau tinggal sama ayah?” Tanya Wonwoo menunjuk Mingyu. Yang dijawab anggukan yakin oleh Yulna tanpa jeda setelah Wonwoo mengeluarkan pertanyaan tersebut.
“See?” kata wanita yang kini ada di seberang kursinya.
“Mingyu tuh banyak waktu luangnya, bisa anter jemput kamu kerja dan Yulna sekolah. Kalau ngga ada yang jaga, bisa dijagain Mingyu atau mama. Kalau, amit-amit Yulna ada apa-apa, banyak yang jagain. Kamu ngga stress sendiri. Percaya deh sama mama. Ngurus anak tuh harus gotong-royong, kalau ngga kamu kelimpungan sendiri.” Nasihat sang mama yang ngga salah sama sekali, karena belakangan ini memang Wonwoo merasa terbantu dengan kehadiran Mingyu, terlebih Kak Joshua yang sudah mulai bekerja dan pindah ke apartemen barunya. Mingyu membantu mengurus Yulna saat Wonwoo harus lembur atau waktu darurat lainnya.
“Pikirin lagi deh. Nanti malem ngobrol lagi sama Mingyu. Mama udah bilang kan? Yulna di Pondok Indah sampe Minggu? Jadi kamu obrolin deh sampe besok rencana kalian tuh apa? Hubungan kalian mau di bawa kemana? Inget, udah punya anak 1, umur Mingyu udah kepala 3, kamu juga bentar lagi kepala 3. Udah bukan individu kalian lagi yang diurusin, tapi tentang keluarga kecil. Kalian dan anak kalian ini.” Kata Kim Yeon Seo, menasihati 2 pria dewasa dihadapannya, sembari menyuapi makanan yang sudah terhidang kepada member paling kecil keluarga Kim.
“Ini aku anter kamu kemana?” Tanya Mingyu ketika mereka sudah sampai ke pelataran parkiran mall.
“Sebentar, kita ngobrol dulu di sini.” Kata Wonwoo.
Mingyu mengerutkan dahinya, “Dek? Ini parkiran mall.” Kata Mingyu mengingatkan.
“I know right? Karena aku ngga yakin bisa mikir kalau udah berdua sama kamu di rumah, you understand what I mean, right?” kata Wonwoo yang dijawab senyum jahil Mingyu.
“Don't put out your naughty smile, really. Aku mau ngomong serius.” Kata Wonwoo.
“Oke, maaf. Lanjutin.”
“Kamu beneran mau tinggal bareng sama aku dan Yulna?”
“Kenapa kalau beneran?” Kini mereka berdua sudah saling berhadapan. “Bukannya memang pasangan pengantin selalu tinggal berdua? Ini aku nanya, serius.”
“Ngerepotin ngga?” Tanya Wonwoo.
“Nu, semalem aku ngajak kamu nikah, pilihannya cuma Ya atau Mau. Ingetkan?” Wonwoo mengangguk.
“Itu aja belum aku jawab, kak.” Kata Wonwoo.
“Aku tunggu jawabannya juga kita tetep nikah. Jadi, aku tunggu. Dan untuk tinggal bareng, kita tinggal bareng aja dulu, nikah bisa diurus nanti kalau kamu udah jawab, kita urus sama-sama.” Mingyu menggenggam tangan Wonwoo, menciumi jarinya satu persatu. “Kamu tinggal sama aku, itu aku yang minta.”
“Coba aku tanya, kenapa kamu ragu tinggal sama aku? Ngga suka sama aku?” Tanya Mingyu, Wonwoo menggelengkan kepalanya ribut. “Oke, syukurlah kalau bukan. Terus apa? Kamu takut ngerepotin aku? Aku bilang sekali lagi ya, sayangku. Punya aku punya kamu juga, punya kamu punya kamu. Tapi KAMU punya AKU dan Yulna, punya KITA. Paham?” Tegas, nada suara Mingyu adalah mandatori, bukan hal yang bisa Wonwoo bantah. Anggukan yang Mingyu dapatkan sebagai jawabannya kali ini.
“Kapan mau dibantuin pindahan? Desainer interior buat kamar Yulna dan Asih dateng hari Senin. Nanti ada Hao sama Dika juga yang bantuin.”
“Aku perlu cuti ngga, Kak? Atau mau nunggu jadwal WFH ku?” Tanya Wonwoo.
“Jadwal kamu WFH kapan, sayang?” Mingyu mengelus lembut pipi Wonwoo dengan ibu jarinya.
“Minggu ini kayaknya Rabu. How?” Wonwoo mengambil tangan yang mengelus pipinya dan memainkannya manja.
“Boleh. Nanti aku bilang. Kamar kita mau di dekor ulang atau ngga?” Tanya Mingyu, Wonwoo terkejut dengan kalimat blak-blakan Mingyu.
“Kamar kita?”
“Kamar kita.”
“Ng-ngga usah kali ya, kak? Gitu aja. Tapi, terserah kamu.” Jawab Wonwoo.
“Sip. Nanti aku kasih tau desainer nya. Sekarang udah boleh pulang? Aku mau ndusel.” Jujur Mingyu yang diikuti oleh senyum Wonwoo. “Hotel aja gimana?” Tanya Mingyu, melihat kearah Wonwoo.
“Boleh. Toh, besok Minggu. Terserah kamu.” Jawab Wonwoo. “Mampir ke minimarket dulu, kak. Kita harus beli lube and condoms.” Mingyu menjalankan mobilnya, dengan tangan kirinya yang dituntun Wonwoo untuk mengelus paha dalam milik pria yang ada di bangku penumpang.
Jeon Wonwoo is already horny and wants to be touched.
“Nggh.. ah! Kak! It's too deep oh!” Desah Wonwoo ketika merasakan benda kenyal yang menegang itu menginvasi lubangnya yang berkerut.
“Sakit?” Tanya Mingyu yang masih melakukan kegiatannya.
“No, keep going! Enak ngghh! Bangeth—” kata Wonwoo yang tergantung karena Mingyu sudah menjajah belah bibirnya yang sudah swollen karena lumatan-lumatan menuntut yang sedari tadi mereka lakukan.
“Jadi, jawabannya.. ngh! Jeon Wonwoo, would you marry me?” Tanya Mingyu, masih memaju-mundurkan pinggulnya dengan kecepatan yang sedikit ditambahkan. “Shit, Jeon Wonwoo!” Mingyu groans down there.
“Angh! I do. Oh Gosh, there! Yes, di situ kak, please. Ahh!” Desah Wonwoo keenakan saat Mingyu menumbuk sweet spot-nya dan meremas seprai tempat tidur kamar hotel itu ketika dia merasakan kakinya melemah karena putihnya yang sudah mencapai puncaknya.
Sisanya, biarkan dinding kamar hotel bintang 5, Mingyu dan Wonwoo yang tau sampai mana mereka akan terpuaskan.