Discussion
Setelah terkejut melihat siapa yang menelepon asisten pribadinya tadi, kini telepon sesungguhnya yang ia tunggu akhirnya datang juga.
Saka: “Halo, Om”
Jeonny: “Halo, Tuan Muda. Bagaimana Inggris?” Tanya personal assistant ayahnya itu.
Saka: “Haha, anget, Om. Udaranya hangat.” jawab pria berumur 30 tahun itu.
Jeonny: “Syukurlah, jangan betah-betah, Tuan Muda, di sini sudah mempersiapkan Anda untuk mulai di HQ.” kata pria di seberang sana.
Saka: “Liburannya ngga bisa diperpanjang aja apa, Om? Capek banget 2 tahun kemaren ngga istirahat.” keluh pria itu.
Jeonny: “Nanti saya yang pensiunnya dipercepat kalau begitu. Haha.” tawanya renyah.
Saka: “Terus, ada apa, Om? Tumben?”
Jeonny: “Saya mau basa-basi dulu, Saka. kata pria itu.
Saka: “Boleh, Om. Bilang dong hahaaha.”
Jeonny: “Arka, sudah pulang dari kampus?”
Saka: “Belum, tapi aku udah minta dia cepetan pulang, soalnya aku ngga mau makan masakan Dyah, takut diracun.” jawab Saka santai, sedangkan wanita yang namanya di sebut hanya mendengus kesal.
Jeonny: “Hahaha, Adi-Bumi Corp sudah akan mempersiapkan pengacara untuk menuntut Dyah, Tuan Muda, tenang saja.” Saka hanya tersenyum mendengarnya.
Jeonny: “Kalau Ibu Bumi sudah menghubungi, Tuan Muda?” lanjutnya. Tiba-tiba atmosphere menjadi lebih serius.
Saka: “Aku baru tau tadi, dan Dyah juga baru ngasih tau, pas banget tadi beliau nelpon.”
Jeonny: “Saat ini memang semua serba salah, Tuan Muda.”
Jeonny: “Kita sedang mencari jalan tengahnya, tapi tampaknya agak tersendat sedikit, ditambah lagi setelah mengamuk di pengadilan kemarin, Ibu Bumi menghilang.” lanjutnya.
Saka: “Ilang? Kemana?” tanya Saka, kadang Saka bingung dengan tingkah laku mamanya. Dia hanya menggelengkan kepala.
Jeonny: “Mungkin dikediaman Soemarto, Tuan Muda. Kita belum bisa memastikan. Tapi, so far masih di Indonesia, tapi, saya tidak bisa menjanjikan bila besok.”
Saka: “Berani ya ke sana? Terus, sebenarnya, keputusan terakhir kapan, Om?” tanya Saka. Dia baru di Inggris seminggu, tapi rasanya dia sudah banyak tertinggal berita. Mungkin ini rasanya jadi Arka. gumamnya.
Jeonny: “Besok. Dan Pak Bumi meminta kamu dan Arka untuk segera pulang. Pilihannya hanya ke rumah saya atau ke Hotel Avays.”
Jeonny: “Sepetinya akan lebih safe seperti itu, sebelum Ibu Bumi menghampiri lokasi kamu.” lanjutnya dengan nada serius.
Saka: “Kalau di Jakarta kan sama aja, Om? Lebih akan mudah ketemu sama mama.”
Jeonny: “Headquarter sudah dijaga ketat. Pak Bumi hanya tidak ingin kamu bertemu dengan mama kamu dalam keadaan yang seperti saat ini ya, Saka.” Jelas pria di sana, takut Saka salah paham atas tindakan Bumi.
Saka: “Ngerti, Om. Saka juga belum mau ketemu mama.” tutur anak tunggal itu.
Jeonny: “Jadi, menurut saya dan Pak Bumi, lebih baik kamu dan Arka segera pulang. Seenggaknya banyak yang akan melindungi kamu dan Arka.” katanya.
Jeonny: “Khawatirnya, mama kamu akan blame on Arka, Saka. Karena tidak mungkin Ibu Bumi tidak mencari tahu tentang kamu dan siapa orang yang sekarang bersama kamu.”* pria lanjut usia itu menjelaskan dengan tenang.
Jeonny: “As a father, saya juga khawatir.” lanjutnya. Ya, Saka sempat lupa bahwa Arka juga harus dilindungi dari serangan mamanya dan mantan tunangannya, karena bagaimanapun Saka melakukan ini semua untuk bersama dengan pria manis berkacamata itu.
Pria yang sedari tadi namanya disebut membuka pintu apartemennya, melangkahkan kakinya masuk, menemukan kekasihnya yang merengek untuk dirinya segera pulang sedang duduk dengan air muka yang sedikit tegang, menatap ke arahnya, dan menepuk paha, tanda meminta Arka yang baru saja datang itu segera duduk di pangkuannya. Sedangkan, Dyah hanya mengendikkan bahu saat Arka bertanya 'ada apa?'.
“Kenapa?” bisik Arka.
“Nanti ya.” jawab Saka hanya dengan isyarat dari bibirnya, dan mengecup pipi gembil milik Arka, lalu kembali fokus pada sambungan telepon yang dijawab dengan anggukan oleh Arka, kemudian ia membenamkan wajahnya di ceruk leher Saka.
Jeonny: “Saya juga lebih tenang dia ada di sini.” lanjut ayah dari kekasihnya itu.
Saka: “Sebentar ya, Om.” Saka menjauhkan ponselnya dan memanggil Dyah yang seding sibuk menonton Youtube.
“Dyah.” panggil Saka, wanita yang dipanggil itu menengok ke arahnya. “Siapin pesawat malam ini ya?” lanjutnya.
“Serius?” tanya wanita itu membelalakkan matanya.
“Kamu di sini aja dulu, puas-puasin pacaran, udah resign kan?” tanya Saka.
“Justru, harusnya saya ngga pesenin pesawat lagi, Mas Arka harusnya.” dumelnya.
“Last day kamu pas saya di Jakarta, jadi mending cepet beresin urusan saya pulang biar kamu bisa cepet-cepet last day juga.” ancam Saka. Arka yang mendengarnya hanya tertawa di ceruk leher kekasihnya itu, sedangkan Saka masih memeluk pria yang dengan manjanya dilahunannya, mencium rambut Arka lalu melanjutkan obrolannya dengan ehem ayah mertua.
Saka: “Aku pulang malam ini aja, Om, sama Arka. Dyah nanti yang beresin urusan flight-nya.” kata Saka santai, padahal Dyah belum setuju untuk melakukannya.
Jeonny: “Baiklah, kalau sudah berangkat, kabari ya, nanti akan di jemput oleh orang di sini.”
Saka: “Biar lebih aman lagi, aku akan minta temen-temenku yang jemput. Takutnya, mama masih ada orang di HQ.f” kata Saka lagi dengan tenang.
Jeonny: “Untuk Bian bagaimana? Dyah bilang dia masih menghubungi kamu dengan nomor-nomor baru.”
Saka: “Kayaknya memang harus diselesaikan dengan ketemu sih, Om. Nanti coba aku cari waktu yang tepat. Mau fokus sama anaknya Om dulu.” jawab Saka iseng.
Jeonny: “Balikin tanpa lecet ya, Tuan Muda. Manusia kesayangan banyak orang dia.” tawa ayah dari kekasih Saka itu.
Arka: “Ayah tuh teleponnya Saka, aku ngga di telepon.” omel Arka kepada pria di ujung telepon.
Jeonny: “Udah pulang? Nanti sampai rumah, banyak yang mau ayah bicarakan. Sementara, ditemenin Pak Saka dulu ya, Dek.” kata Ayahnya. “Jangan nakal! Jangan aneh-aneh. Okay?”*
Arka: “Nakal sama aneh-aneh tuh yang kaya gimana sih?” tanyanya sembari mengerucutkan bibirnya, membuat Saka merasakan jantung yang berdebar kencang saking gemasnya dengan pria di hadapannya ini.
“Jangan gemes-gemes, nanti aku makan.” bisik Saka di telinga Arka. Arka hanya tersenyum dan memamerkan jejeran gigi putihnya.
Arka: “Udah ah, aku mau packing! Bye, Ayah! See you!” pamitnya.
Saka: “Sampai ketemu, Om.” kata Saka dengan suara wibawanya.
Jeonny: “Kabarin aja ya.” Lalu, mereka berbincang sedikit dan menyudahi teleponnya.
Arka masih dipangkuan Saka saat ini, dengan Dyah yang masih dengan tenang berada di samping mereka. “Pesawat udah siap, boarding at 10 pm.” kata Dyah.
“Masih ada yang mau nerbangin?” tanya Saka.
“Captain Sanders, aman. Dia malah lagi seneng jalan-jalan setelah tahu pramugari yang di gebet hamil sama penumpang. Ckckck.” kata Dyah menggelengkan kepala.
“Tau dari mana kamu?” tanya Saka.
“Gaul dong, Pak. Jangan Mas Arka aja yang digauli.” kata Dyah yang berakhir dengan ditimpuk bantal oleh Saka dan wajah kedua pria itu pun memerah.
“Diem! Atau kamu ngga boleh resign!” ancem Saka.
“Yah, jangan dong! Mau beli kebun anggur nih, pak.” jawabnya santai.
“Kalau kamu dan Arya menikah, saya dan Arka harus diundang ya. Best man.” kata Saka, tangannya masih mengelus punggung Arka dan pria manis itu hanya tertawa melihat kelakuan mereka yang seperti Tom & Jerry.
“Yaelah, saya duluan yang harusnya diundang.” dumel Dyah, dan meninggalkan Arka serta Saka di ruang tengah, menuju kamar Arya.
“Kok jadi kamu yang manja ini?” tanya Saka merapihkan surai hitam Arka, ketika sudah fokus pada kekasihnya.
“Hehe, maaf, tapikan aku peluk.” kata Arka sembari memberikan pelukan kepada kekasihnya.
“Iya, kaya gini yaaaaaaaaaaaaaaang lamaaaaaaaa banget.” kata Saka sembari membalas pelukan kekasihnya dan menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri.
“Maaf ya, kita pulangnya lebih cepet, padahal masih mau liburan.” kata Saka lagi.
“Ngga apa-apa, ngga tanpa alasan kan ayah sama papa kamu buat suruh cepet pulang.” kata Arka tersenyum manis.
“Mau sayang sama kamu terus.” kata Saka, mengecup sepintas bibir Arka.
“Sama.” jawab Arka, mencium bibir Saka pelan, pria yang berada di hadapannya kemudian membalas kecupan itu dengan lumatan-lumatan kecil, kemudian melepaskan ciuman itu dan menggendong Arka menuju ke kamarnya.
“Aku mau makan siang.” katanya berbisik ketika mereka sudah berada di tangga.
“Yaudah aku ganti baju dulu ya.” kata Arka.
“Makan kamu dulu boleh ya?” izin Saka, pipi Arka memerah.
Mereka sudah hampir seminggu bersama, dengan Saka yang selalu mengeluarkan kalimat-kalimat seductive-nya, sedangkan Arka masih merasakan debaran jantung yang selalu terpacu dengan setiap kalimat godaan dan afeksi-afeksi yang diberikan oleh Saka. Sebenarnya tidak berbeda dengan Arka, Sakapun sering lemes melihat kegemasan kekasihnya itu, bahkan, saking gemasnya ingin sekali rasanya Saka mengantongi Arka dan membawanya kemana-mana. Jantungnya pun seakan meledak ketika Arka berada dipelukannya setiap malam. Saka bahagia, sangat bahagia karena sumber kebahagiannya ada di sampingnya.
“Mas, ih! Maluuuu.” kata Arka menutup wajahnya.
“Hahahahaha.” tawa Saka memenuhi ruang kamar Arka siang itu.