Efek Rindu — 65% Kangen, 35% Sakit


“Mom, udah ah makannya, ngga enak.” kata Wonwoo kembali menolak makanannya.

“Iya, mana ada makanan rumah sakit enak sih, Bang. Makanya jangan sakit.” omel mommy dengan suara lembutnya ketika mendengar anaknya berkali-kali menolak makanan yang disediakan oleh rumah sakit.

“Makan sesuap lagi, abis itu abang minum obat, tidur ya.” pinta sang mama, menyodorkan sesendok nasi lembek dengan lauk yang akhirnya masuk ke dalam mulut anak sulungnya yang terkujur lemah di atas tempat tidur salah satu rumah sakit di daerah Jakarta Selatan itu.

Sesaat ketika Wonwoo sudah memakan obat, seorang wanita paruh baya yang seumuran dengan ibunya masuk ke dalam kamar dengan senyuman, menghentikan kegiatan yang mereka lakukan. Ibunda Wonwoo segera berdiri dengan wajah sumringah dan menghampiri tamunya.

“Ya ampun, udah dateng, terima kasih lho, bunda dan Inggu sudah sempetin jenguk abang.” kata Mommy memeluk wanita seumurannya dan pria manis yang masih berdiri sembari menunduk.

“Selalu dong, buat abang pasti aku sempet-sempetin.” Mommy mengajak wanita yang dipanggil Bunda itu untuk menghampiri Wonwoo, diikuti oleh pria yang malam ini menggunakan vest rajut kuning yang melapisi kemeja panjang putih dengan topi baret berwarna khaki.

“Inggu kok diem aja? Sini tadi katanya kangen abang?” celetuk sang Bunda. Inggu membelalakkan matanya, tak tahu bila bundanya akan membongkar rahasianya secepat ini, wajahnya yang sudah dipoles dengan blush on pink tipis itu semakin memerah karena malu.

“Owalah, sini, nak Inggu. Abangnya juga kangen kok, dari tadi manggilin Inggu terus.” kata mommy sembari menarik pelan tangan Inggu untuk mendekat sembari tersenyum.

Wonwoo masih menatap lurus ke arah Inggu, tatapan yang lemah hingga Inggu tak tega melihatnya seperti itu. Inggu tersenyum hangat membalas tatapan pria yang sedang diinfus itu.

“Aku cuma bawa angkak sama buah lho, mom. Ngga bawa apa-apa lagi, soalnya Inggu abis mandi langsung ngerengek minta ketemu abang.” bocor bundanya, yang membuat telinga Inggu memanas.

“Ngga apa-apa, padahal dateng aja. Kan aku bilang, bawa Inggu biar abang sembuh, udah cukup.” gurau sang mommy. “Tinggalin aja kali ya merekanya, biar bisa ngobrol. Chan lagi di Starbucks bawah, kita ngobrol di sana aja gimana?” ajak mommy.

“Oh, Chan ada di bawah? Boleh, biar Inggu yang ngurusin abang ya? Ngga apa-apakan, anak bunda?” tanya Bunda kepada anak bungsunya itu sembari menepuk punggungnya pelan dan memberi kode untuk menghampiri tempat tidur pasien.

Kedua wanita itu beranjak pergi meninggalkan anak-anaknya, sedangkan Inggu masih berdiri di tempatnya, membeku.

“Aku pusing kalau ngedongak terus.” 1 kalimat yang memecahkan keheningan di ruangan itu. “Mau liat muka kamu.” pinta si pasien.

Wonwoo menepuk tempat kosong di sebelahnya dengan lemah, meminta Inggu untuk duduk di sana. Inggu berjalan perlahan, menduduki tempat kosong yang disediakan pria yang lebih tua.

Si dia duduk, memposisikan tubuh Inggu agar menghadapnya, dan Wonwoo langsung merebahkan kepalanya yang masih berat dan sedikit berputar itu ke bahu bidang pria yang berada di hadapannya. Inggu terkejut, jantungnya berdetak cepat tak karuan. Ini semua terlalu cepat, bahkan ia tak sempat mengeluarkan sepatah katapun.

Pria yang selalu dipanggil abang itu mengambil tangan kanan Inggu dengan lembut dan meletakkannya di atas surai gelapnya, meminta Inggu untuk mengelusnya.

“Aku pusing, Nggu.” keluhnya, Inggu masih terdiam, mengelus pelan surai Wonwoo seperti yang pasien itu inginkan.

“Udah diminum belum obatnya?” akhirnya, pria di hadapannya membuka suaranya, suara yang sangat Wonwoo rindukan. Inggu merasakan pergerakan sang pria tampan yang belakangan ini mengisi harinya sedang menganggukkan kepalanya.

“Bagus, kalau gitu sekarang istirahat ya? Biar cepet sembuh.” kata Inggu lembut, pria itu menggelengkan kepalanya.

“Ngga mau merem, nanti aku tidur.” jawab pria itu lemah.

“Kan bagus, biar kamu istirahat.” kata Inggu.

“Nanti waktu bangun kamu ngga ada, ngga mau.” kata pria itu dengan nada manja, mengangkat kepalanya dan menatap Inggu dengan matanya yang lemah.

‘Bang Wonuu.. Inggu harus apa coba? Kenapa gemes banget, pengen aku urus kaya kucing.’ Inggu bertanya dalam hatinya.

“Inggu,” katanya, mengelus pipi mulus milik pria di hadapannya dengan tangannya yang menggunakan jarum infus. Inggu membalas tatapan pucat itu. “Maafin aku ya karena ngga nepatin janji ke kamu, aku ngga maksud ghosting. Temen aku nyasar, ngga ada yang bisa bantuin, aku mau ngabarin kamu—” kalimatnya terpotong.

“Tapi, aku lupa.” lanjutnya. “Aku ngga mau kamu nganggep aku making excuses, aku tahu kamu marah, aku tahu kamu kecewa sama aku, aku minta maaf.” kalimatnya melemah. Inggu masih terdiam, mencoba mengerti, mencoba mencerna alasan itu. Ia sangat tahu si dia sedang meminta maaf dengan tulus, walaupun dikeadaannya yang seperti ini.

“Namanya Yoon Jeonghan, temen sekantor aku, kita udah kerja bareng 4 tahun.” Inggu memegang lengan Wonwoo untuk merebahkannya. “Ngga bohong kalau aku pernah suka sama dia, 2 tahunan mungkin, sampai aku nyerah sendiri karena aku pengecut.” lanjutnya, kini si pasien sudah berbaring, lalu, memegang tangan Inggu.

“Tapi waktu aku bilang ke kamu, aku mau jagain kamu dan ngajak kamu jalan pelan-pelan, aku serius.” lanjut Wonwoo. “Aku bahkan ngga butuh closure ke Han, hidup aku udah ada kamu.” Wonwoo memainkan jari jemari Inggu yang masih duduk di sisinya, mendengarkannya.

“Aku beberapa minggu ini tau kalau dia suka sama aku, aku hanya bisa pura-pura bego, dan ngga mau bahas ini lagi ke Han untuk jagain hati kamu yang ingin aku minta, Inggu.” suaranya semakin melemah, matanya semakin sayu. Mengantuk.

“Aku sayang sama Inggu. Tolong udahan nyiksa akunya, aku kangen Inggu—” kalimatnya terputus, Wonwoo tertidur dengan memegang tangan Inggu.

“Bang Wonu, Inggu juga kangen sama abang. Inggu mau abang cepet sembuh, karena abang— Inggu juga sayang sama kamu.” Inggu mengelus punggung tangan pria yang tertidur itu, menyisir surainya agar tidak menusuk matanya dan mencium keningnya, lalu tersenyum.

mis·un·der·stand·ing : a failure to understand something correctly.