HE Found Me


tw: slight drama

Matahari sudah tersenyum dari ufuk barat, aku yakin banget kalau sekarang sudah siang, dan ternyata benar saja, saat menatap ke arah jam dinding kini waktu sudah tepat jam 11 siang di Cambridge, aku masih di tempat tidurku. Hal ini tentu saja jarang terjadi, karena biasanya aku sudah direpotkan oleh Arya yang sudah sangat berisik meminta makan.

Namun, tidak untuk hari ini, karena sekarang apartemen yang sudah hampir 3 tahun aku tinggali terasa sangat tenang dengan pria berperawakan tinggi tanpa busana di sampingku, kami sedang berbagi bedcover berdua dan saling berpelukan berbagi kehangatan. Pria di sampingku sedikit terbangun dengan gerakan yang aku lakukan dan kembali menarik badanku untuk tetap di pelukannya. Pria itu adalah Saka, pria yang 3 tahun ini memporak-porandakan perasaanku, pria yang mencuri ciuman dan yang pertama lainnya padaku. Hehe.

Aku menggerakkan tubuhku perlahan, mencari di mana handphone-ku saat Saka masih dengan *possessive”-nya memeluk pinggangku, seakan tidak ada celah aku untuk pergi kemana-mana tanpanya. Ya, siapa juga yang mau pergi lagi? Lelah berlari dan sudah menemukan tempat peristirahatan yang nyaman adalah aku saat ini, dengan pria tampan ini sebagai pelabuhannya.

“Kamu nyari apa?” tanyanya dengan suara parau kepadaku yang sedang celingak-celinguk mencari keberadaan benda pipih milikku dengan mata terpejam, yang aku cari bukan remot TV.

“Nyari handphone-ku, kamu liat ngga?” tanyaku dengan suara sedikit berbisik.

“Ada di belakangku.” jawabnya sembari menangkup pipiku dan mengecup bibirku. Ah iya, pacarku! Dan tanpa ragu aku pun menangkup pipinya dan membalas kecupannya. Morning kiss to start the day, I guess. Hehe.

Aku mencari tempat yang dia tunjuk dan benar saja ponsel-ku ada di sana, di sebelah ponselnya. Aku segera membuka dan menjawab beberapa pesan yang masuk ke dalam benda persegi panjang itu.

“Siapa yang chat?” tanyanya, matanya masih terpejam dengan tangannya yang masih melingkar dipinggangku.

“Arya bilang mau ke Oxford sama Dyah, dan Ayah.” kataku. “Katanya aku harus ikut kamu pulang.” kataku lagi.

“Iya, nanti aja. Bobok lagi, sini.” ajaknya mengambil paksa smartphone milikku dan meletakkannya kembali ke tempat semula lalu kembali merengkuh tubuhku di dalam dekapannya, meletakkan kepalanya diperpotongan leherku, mengecupnya dan tampaknya akan meninggalkan bekas kemerahan di sana, karena aku merasakan sensasi yang — aneh? Aku hanya mengelus surainya dengan jariku perlahan.

Tak lama setelah itu, Saka sudah kembali tertidur entah lelah karena jetlag atau kegiatan ‘pillow talk’ kami semalaman. Saat ini dengan jelas kudengar deruan nafas dan detak jantungnya yang teratur. Aku suka ada dipelukan ini. Aku suka Saka. NO, I LOVE HIM! VALID!

Aku akan membiarkan kekasihku ini untuk kembali tertidur lebih lama dengan memeluk tubuhku. Aku tidak bisa tertidur lagi, hanya ingin menghabiskan waktuku untuk menatap wajah damai pria di hadapanku, tersenyum melihat raut wajahnya yang terkadang menyunggingkan senyum, kadang mengerucutkan bibirnya, apa yang sedang ada di mimpinya? Kenapa hal itu sangat lucu di mataku. Saka tau ngga ya kalau dia tidur selucu ini? He's so cute, I can't handle myself, rasanya ingin mengecupi seluruh wajahnya, tapi mungkin nanti, dia sedang tertidur seperti bayi saat ini.

Suara bell yang berbunyi dari lantai bawah membuyarkan lamunanku. Siapa orang yang datang siang ini? Tidak mungkin Arya dan Dyah karena tadi pagi mereka izin sedang date di daerah Oxford dan tentu saja tidak perlu menggunakan bell untuk masuk. Bell pintu berbunyi beberapa kali, hingga tampaknya aku benar-benar harus turun dan melihat siapa yang mengganggu siang tenangku.

“Bentar ya, mas.” izinku melepaskan pelukannya. Iya, aku sudah memanggilnya 'Mas' sejak tadi malam. Aku malu sendiri sebenarnya saat mengingat apa yang aku dan ia lakukan tadi malam, merinding mengingat tubuh kekarnya mengukung tubuhku yang tampak kecil di dalam kukungannya, darahku berdesir seakan masih mendengar deruan nafasnya di telingaku ketika meminta izin untuk menyentuh bagian tubuhku lainnya. Oh, jangan! Jangan mikir yang aneh-aneh, ada tamu di bawah. Aku sangat yakin pipiku sedang memerah karena memikirkan kejadian semalam.

Aku bangun perlahan dari tempat tidur karena benar kata Arya, pinggulku terasa sakit dan masih merasakan sedikit perih di belakang sana. Suara door bell itu tidak mau berhenti, aku segera mengambil baju yang berserakan di lantai dengan acak dan berakhir menggunakan baju Saka, dan merapihkan sisa pakaian yang tergeletak.

Aku melangkahkan kakiku ke arah pintu, dan menatap kaget LCD Intercom Doorbell yang berada di dekat pintu, di sana ada seorang pria dengan rambut ash grey lurus, berkulit putih yang tak pernah aku undang untuk di apartemenku, kini dia ada di daun pintu, dia adalah Bian. Iya, Bian yang itu, mantan tunangan Mas Saka. Pria yang membuatku terobsesi melanjutkan pendidikanku untuk melupakan Nisaka.

Sebelum membuka pintu, aku rapihkan rambutku, memastikan aku sudah menggunakan baju dan celana rumahku, lalu membuka pintu di hadapanku dan segera keluar dengan tumit yang menahan pintu agar tidak tertutup rapat. Semoga Saka masih terlelap, karena aku tidak tahu apa yang akan priaku lakukan bila dia melihat Bian sudah ada di hadapanku, menemukanku.

Oh, Gosh! Akhirnya dibukain juga. Arka? Arkadia Wonwoonya ada?” tanya pria manis di hadapanku, serius pria ini sangat manis. “Oh, lo kan yang namanya Arka?” tanyanya lagi saat aku masih memandanginya. Aku masih bertanya kenapa Saka menolak pria cantik yang hampir menyeimbangi kesempurnaan malaikat, bila dilihat dari parasnya.

“Iya, dengan saya sendiri.” jawabku, tetap sopan.

“Ada waktu? I want to talk with you.” katanya, tanpa berbasa-basi. Suaranya tidak begitu ramah, tapi mungkin memang seperti ini perawakannya, jadi, baiklah. Oh, dan iya, aku banyak sekali waktu, jadi ku anggukkan kepalaku.

Yes, kita ngobrol di cafe depan aja ya. Wait, saya ganti baju sebentar.” jawabku, segera masuk kembali ke dalam apartemen, dan langsung menutup pintu lagi. Mengendap-endap ke atas hanya sekedar mengambil ponsel, kembali ke bawah, berjalan ke kamar Arya agar Saka tidak terbangun, meminjam jaket serta sweatpants-nya, berjalan cepat ke pintu dan menutupnya perlahan dari luar.

Bertanya-tanya sepanjang jalan apa yang ingin pria itu bicarakan, tentu saja. Aku tidak pernah berbicara dengannya sebelumnya dan ini adalah pengalaman pertamaku. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untukku dan dia berjalan hingga sampai ke cafe yang aku maksud. Aku tawarkan apa yang pria itu inginkan dan memesankannya untuk kami.

Just go straight and clear this thing up.” katanya memecahkan kesunyian yang terjadi setelah kita berdua hanya terdiam beberapa lama dengan memandangi gelas hangat yang ada di hadapan kami masing-masing.

Please.” kataku membalas kalimatnya, aku penasaran.

“Jauhin Kak Saka!” pintanya.

WOW satu kata yang aku fikirkan ketika mendengarkan kalimatnya, namun, masih belum terlontar karena aku masih menghargai pria di hadapan ini yang mungkin masih banyak yang ingin dia sampaikan.

Go ahead.” kataku menjawab pertanyaannya.

“Maksud lo?” tanya pria itu bingung.

“Masih ada yang mau disampaikan lagi ngga?” tanyaku masih dengan nada santai sembari memegang gagang cangkir.

“Masih.” jawabnya.

Yes? So, go ahead. Lanjutin.” jawabku.

“Jauhin Nisaka karena gue adalah tunangannya.” katanya memamerkan cincin yang masih melekat cantik di jari manis kirinya. Aku hanya mengangguk-angguk.

“Hmmm” jawabku, masih menganggukkan kepala dan menopang dagu dengan kedua tangankku setelahnya.

“Aku dengar pertunangannya dibatalin?” tanyaku seperti orang yang tidak tahu apa-apa tentang berita tersebut, sedangkan sangat jelas Saka sudah menceritakan semuanya padaku kemarin. “Seharusnya aku masih ada kesempatan untuk memiliki Saka sih.” kataku sembari mengelus daguku.

“Ngga boleh karena dia cuma punya gue!” nada suaranya meninggi dan iya, aku kaget. Ternyata wajah manisnya sama sekali berbalik dengan kalimatnya yang sangat agresif.

“Bian, kamu Biankan ya?” tanyaku, pria di hadapanku itu mengangguk dengan alisnya yang terangkat satu. “Ngga semua isi dunia ini punya kamu, dan Saka bukan benda yang bisa kamu claim kepemilikannya.” lanjutku.

“Dan—” kalimatku menggantung. “Hati dia ngga pernah di kamu kan?” tanyaku.

“Kata siapa? And you never know what the two of us have done dan tentu dia ngga pernah kaya gitu ke lo.” katanya. Oke, kali ini suaranya sudah naik setengah oktaf dan ada penekanan di kata two of us dan lo di sana. Fortunately, Saka cerita juga sih apa yang pernah mereka lakukan, sejauh mana hubungan mereka, dan semuanya jelas untukku. Aku tidak cemburu, aku juga tidak iri karena itu Bian dan Saka, bukan Saka dan Arka, tentu saja..

“Hmmm” kataku, menutup mulutku rapat dengan mata yang melirik kesana kemari seperti sedang berfikir, dan memang aku sedang berfikir kali ini.

“Contohnya? Making love? Kissing? Vacation together? Take a good picture together?” tanyaku, dia mengangguk sangat yakin.

“Dan kamu juga melakukan itu dengan pria lain kan? Ngga cuma sama Saka?” tanyaku. “Just for your information, saya menjaga tubuh dan diri saya, and take more care for that selama 3 tahun belakangan hanya untuk Saka. So, kalau kamu jadi Saka, kira-kira siapa yang akan dia pilih? Choose!” kataku dengan penekanan di akhir kalimat. Pria itu terdiam.

“Walaupun, saya tampak seperti orang yang terbuang oleh keluarga Putradinata, tapi kita bisa liat siapa yang sebenarnya dibuang, kan?” tanyaku lagi dengan nada pelan. It's too harsh if I used the word discarded, tapi ngga ada kata yang lebih halus dari itu, Sorry, Abian.

You and your step mother to be kalau ngga salah saya dengar.” lanjutku.

Congratulations karena kamu punya ibu baru dan Saka jadi ngga punya ibu.” kataku lagi. “I will take care of him, I promise! Jadi, sekarang saya yang gantian meminta kamu untuk pergi dari hidup Saka, ya?” pintaku. Sedari tadi pria itu hanya terdiam, entah apa yang ingin dia ucapkan atau aku terlalu terburu-buru mengeluarkan AS Card?

Kami berdua terdiam, tapi pria di hadapan aku ini memecahkan keheningannya, “Kalau gue ngga bisa punya Saka, lo juga ngga bisa, ARKA!” katanya, kali ini suaranya lebih tinggi, dan meneriakkan namaku di akhir kalimatnya. Too aggressive.

Obsess, itu hanya obsesi kamu aja, Bian.” kataku. “Sedangkan, di meja itu ada cowo yang sedari tadi ngawasin kamu, let's just say I didn't know that you were here with him.” lanjutku pelan. “Aku pernah liat dia dari handphone Saka, by the way.”

“Cari bahagia kamu, Bian. Saka bukan tempatnya, siapa tau cowo yang selama ini nemenin kamu yang ternyata adalah rumah kamu untuk pulang. Dunia ini ngga cuma mengelilingi kamu, jangan sampai tempat kamu pulang mencari tempat lainnya untuk berteduh.” kataku. “Kamu cheating di belakang Saka, aku maafin kali ini, tapi jangan gitu lagi ke orang lain ya? That's not a good thing to do.” kataku, berdiri berjalan ke samping pria muda itu, dari caranya memandang, dia mungkin sekarang sedang berfikir dan terkejut karena bukannya ikutan kesal, aku malah menasihatinya. Maaf, umur memang tidak bisa berdusta ya.

Aku mendekati pria putih seputih susu itu dan berbisik padanya, “Good luck to find your happiness, I will cheer you melalui doa.” kataku. Kemudian, aku meninggalkan meja tempat kami tadi duduk untuk bicara, kulangkahkan kaki menuju pintu keluar, membuka pintu cafe dan meninggalkannya.

Semoga, Bian bisa menemukan kebahagiaannya, seperti aku menemukan Nisaka. One day.