I JUST WANT YOU
tw: drama, kissing
Ballroom hotel berbintang 5 di Bali milik Adi-Bumi Corporation adalah salah satu tempat yang akan menjadi saksi bisu untuk janji suci yang diucapkan Jisoo Michael dan Dhika Seokmin Rahamardja, sebentar lagi. Sementara pengantinnya masih mempersiapkan diri mereka.
Arka menjadi salah satu best man yang dipilih oleh Jisoo, selain karena mereka berteman sejak bersekolah di SMA yang sama dengan Jisoo sebagai teman organisasinya, Arka juga adalah adik kandung satu-satunya pria yang akan dia nikahi itu, Dhika.
“Deg-degan, Kak?” tanya calon adik iparnya itu.
“Sedikit, nanti lo di belakang gue kan?” tanya Jisoo. Dia sejujurnya tidak tahu mengapa dan sejak kapan, namun memiliki Arka di sampingnya seakan dapat menenangkannya didalam kegugupan, apalagi di saat seperti ini.
“Iya, tenang aja.” jawab pria yang lebih muda dua tahun darinya yang sedang asik berkirim pesan pada housemate-nya.
“Apa kata Arya?” tanya Jisoo seakan tahu siapa yang membuat adik kecilnya itu tertawa.
“Dia bilang si Mas keringetan terus dimarahin sama periasnya, soalnya make-up-nya luntur.” jawab Arka tertawa membayangkan saat ini kakaknya gugup hingga mengeluarkan bulir keringat di dahinya, sang kakak ipar pun hanya tertawa mendengarnya karena mereka tahu Dhika terkadang memang sangat konyol.
“Mas Jisoo, 10 menit lagi Pak Rahamardja akan menjemput ya.” kata salah satu staff wedding orginazer hotel, Jisoo mengangguk tanda paham.
“Yuk, Mas Arka ikut saya!” ajak staff tersebut. Arka sebentar lagi akan berjalan di altar terlebih dahulu sebelum kakak ipar dan ayahnya menginjakkan jalan panjang itu untuk menebarkan bunga, sehingga pria tinggi ramping, manis, dan bermanik rubah itu kini membawa keranjang berisi kelopak bunga serta dengan serius mengikuti arahan staff WO sebelum akhirnya pintu ballroom yang kini di hadapannya itu terbuka.
“Oke, sekarang ya Mas Arka.” Arka menganggukkan kepalanya tanda siap, dan pintu putih besar milik ballroom hotel tersebut terbuka lebar, pria cantik yang menggunakan black suit dengan kemeja putih itu berjalan menebarkan bunga dengan perasaan haru serta bahagia, melihat kakak satu-satunya di ujung sana berbalik menghadapnya sembari tersenyum, dan diikuti oleh suara langkah dari Jeonny dan Jisoo. Tak ingin kalah, sepasang mata pria menatapnya terus menerus seakan Arka bisa hilang bila dia mengalihkan pandangannya.
Kini Arka sudah berdiri di belakang Jisoo, sedangkan pria yang sangat ia rindukan kini sedang berdiri di belakang kakaknya sebagai best man-nya, tidak dapat dipungkiri untuk mereka tidak bertemu hari ini.
Pria tinggi berkulit sawo matang yang berdiri di seberang sana sedang menatap Arka dengan manik elangnya yang sendu, dan tatapan yang sangat merindu, membayangkan seandainya suatu hari nanti mereka — dia dan Arka — yang berdiri berhadapan saling mengucapkan janji di sana.
Sama halnya dengan manik sendu yang itu, manik rubah milik Arka pun sedang menatapnya, mereka saling bertukar pandang cukup lama. Seperti perasaan pria di seberang sana, Arka pun sangat merindukannya, ingin memeluknya erat untuk melepaskan segala rindu yang menggunung selama berbulan-bulan, membayangkan mungkin mereka tidak akan pernah ada di sana untuk bertukar janji, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, dan segera ia hapus perlahan.
Acara pemberkatan sudah selesai dan dilanjutkan dengan acara resepsi, para tamu sedang bertukar sapa sembari menyicipi hidangan yang disediakan, sedangkan beberapa lainnya sedang memberikan selamat kepada kedua pengantin. Sedangkan pria manis itu sedang mengedarkan pandangannya, mencari pria tinggi berbadan tegap yang tak melepaskan pandangannya dan terus-menerus menatapnya saat di altar tadi.
Arka melangkahkan kakinya menuju kolam renang besar outdoor yang letaknya tak jauh dari tempat resepsi acara penikahan Dhika, untuk mencari udara segar awalnya, namun saat ia membuka pintu kaca besar itu, Arka langsung menemukan pria yang ia cari, Saka.
Ia langkahkan kakinya masuk ke area kolam renang yang sepi, dengan segan serta perlahan Arka mendekati pria itu, dan duduk di sebelah bench yang sudah sedari tadi diduduki oleh pria itu.
“Hai.” sapa Arka.
Manik elang dengan tatapan kosong yang sedang menatap lurus ke air tenang di hadapannya buyar karena mendengar suara pria yang sudah lama sangat ia rindukan. Nisaka atau pria yang biasa dipanggil Saka itu segera menolehkan wajahnya, memastikan bahwa suara yang ia dengar bukanlah suara halusinasi yang beberapa bulan ini selalu memenuhi pikirannya.
’Arka, ini Arka dan bukan halusinasi.’ gumamnya dalam hati.
“Kamu ngapain di sini?” tanya Arka dengan senyumnya. “Ditungguin di dalem, Pak. Sebentar lagi Wedding Toast.” kata Arka, berdiri dari tempat duduknya.
“Dan saya belum mengucapkan ini, sebelum pergi kemarin.” kata Arka, Saka mendongakkan kepalanya untuk dapat melihat pria yang sedang berada di sampingnya “Good luck untuk pertunangannya, Pak Saka. Semoga kamu selalu bahagia.” lanjutnya, air mata Arka sudah tak mampu terbendung lagi, rasa sakit, rasa sesak berkumpul di sana. Dengan sisa kekuatan yang ada Arka berjalan perlahan untuk meninggalkan tempat itu, namun, langkahnya terhenti ketika tangan Saka menahan pergelangan tangannya. Saka tak menghiraukan apapun kali ini, dia memberanikan diri untuk menarik tangan lentik itu ke salah satu sudut kolam renang dengan taman yang remang cahaya.
Saka tanpa ragu segera memeluk tubuh pria yang sangat ia rindukan, Arka masih menahan isakannya dengan air mata yang terus mengalir dari manik cantiknya dan dengan ragu membalas pelukan pria itu, mengeratkan pelukan mereka.
“Ngga bisa kalau bukan kamu, Arka.” bisik Saka. “Aku ngga mau kalau itu bukan kamu.” lanjutnya. Dada Arka semakin sesak, pria manis itu semakin mengeratkan pelukannya.
“Jangan lepasin aku, Arka. Tolong, aku ngga sanggup tanpa kamu.” kata Saka, air mata mulai membasahi pipinya.
Saka merenggangkan pelukannya, menatap wajah Arka dalam di antara cahaya yang seadanya, menghapus air mata yang jatuh dipipi mulus pria kesayangannya, mencium dalam kening pria itu, lalu kedua kelopak mata Arka, kemudian kedua pipinya, mengecup hidungnya. Arka sedari tadi memejamkan matanya, merasakan hangat nafas dan sentuhan lembut bibir Saka diseluruh wajahnya. Saka mengelus rahang Arka dengan tangannya dan menarik dagu pria itu, dengan tanpa ragu menyatukan bilah bibir mereka, bibir ranum pria di hadapannya yang sangat ia rindukan, melumatnya lembut dengan Arka yang tanpa ragu mulai membalas ciuman tersebut dan memeluk pinggang Saka.
’Dear God, Let me be selfish just this once. I want him, I want him.’ gumam Arka dalam hatinya, sembari menikmati bibir Saka yang mulai menjelajahi rahangnya, dan mengecupi lehernya.
“I love you.” kata Saka tepat dikuping Arka.
“Tungguin aku ya? Jangan kemana-mana, jangan sama Arya.” kata Saka secara tiba-tiba menatap tajam mata Arka dengan manik elangnya. Arka tersenyum.
“Kalau aku minta kamu lepasin Bian?” tanya Arka berbisik.
“Aku pasti lepasin Bian, Arka. Aku cuma mau kamu.” kata Saka.
“Tapi, kita tahu ini salah, Pak Saka.” bantah Arka. “Kita ngga akan bisa. Aku ngga akan tega, tolong jaga hati Bian ya, cuma dia yang pantes di samping kamu.” lanjutnya.
“I will fix this. Tunggu aku, tolong, jangan lari lagi. Aku ngga tau aku harus gimana kalau kamu hilang lagi.” kata Saka memohon.
“Pak Saka, we can’t.” kata Arka, air matanya kembali jatuh. Saka segera mengelap air mata dan mengelus kembali pipi mulus pria di hadapannya, menciumi pipi itu.
“Aku akan buat semua jadi mungkin, Arka. Please, aku butuh kamu.” kata Saka membawa kembali tubuh Arka kedalam pelukannya. Memeluknya erat. “Aku akan beresin semuanya Arka, tolong jangan pergi lagi.” lanjutnya.
“Pak Saka—“ panggil Arka. “Bila suatu hari kita dipertemukan lagi, aku harap perasaan kita masih sama.” lanjutnya.
“Aku harap, aku yang akan datang ke kamu dan disambut oleh tangan bapak yang suatu saat bisa aku raih.” kata Arka yang sedang berusaha untuk tegar. “Untuk saat ini, kita harus saling melepas ya, Pak Saka. Semuanya untuk kita.” kata Arka sembari mengelus surai Saka dengan tangan lentiknya.
“Aku sayang kamu, Saka. Selalu.” jawab Arka, melepaskan pelukannya, dan meninggalkan Saka sendirian di taman itu.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan mereka.