In the Palace


tw: implisit content 18+, not-so NSFW, forbidden love, secret romance.

ting tong akhirnya setelah menatap pagar tinggi berwana hitam cukup lama, Wonwoo yang sudah basah kuyup menekan bel rumah bergaya mediteran dengan 3 lantai di hadapannya.

“Kak Nuuu, Kak Nuuu, tunggu sebentaaaar!” iya, suara Woozi menggema di intercomm saat melihat wajah Wonwoo dilayar kecil dari dalam rumah. Wonwoo hanya tersenyum mendengar suara itu, suara peri kecil yang dimiliki rumah kokoh bercat putih yang terlihat sangat mewah. Mewah sekali. Hingga terasa tidak mungkin ia masuk ke dalamnya dan menggantikan ratu dari istana ini.

Seorang wanita paruh baya sedikit berlari kecil dengan membawa payung dan menghampiri tempat Wonwoo berdiri, “Duh, Kak Nu nanti sakit kalau hujan-hujanan seperti ini.” kata wanita itu membawa tubuh Wonwoo yang sudah sangat basah berjalan ke arah dalam rumah.

Sang Raja yang tampan dari rumah ini sudah menantinya, ia membukakan pintu utama saat Wonwoo dan wanita paruh baya itu ingin masuk melewati pintu samping saja. “Lewat sini saja Kak Wonwoo, Bibik tolong di pel ya, biar saya yang antarkan Kak Wonwoo ke kamar tamu untuk bebersih.” kata pria itu membalikkan tubuhnya sesekali untuk melihat bahwa pria manis kesayangannya masih ada di belakangnya.

Mingyu berhenti sejenak, membuat Wonwoo menabrak punggungnya yang berjalan dengan terfokus ke lantai basah karena ulahnya. “Astaga!” kata Wonwoo terkejut, Mingyu langsung berbalik, memamerkan kedua gigi taringnya saat tersenyum, dan berbisik, “Jangan bengong, sayang. Fokus.” Kepala Wonwoo menatap kanan kirinya ribut, takut seseorang mendengar kalimat dari bibir Mingyu.

“Ngga ada siapa-siapa di sini, selain—” kalimatnya terpotong.

“KAAAAKKK WONUUUU!!” anak umur 12 tahun itu berhamburan ingin memeluk pria manis yang sudah ia panggil sedari tadi, namun terhenti saat melihat kakak tutor-nya basah kuyup. “Oemji, kakak basah sekali. Woozi tidak jadi minta peluk.” katanya, Wonwoo hanya tersenyum gemas mendengarkan kalimat anak kecil itu.

“Papa akan antarkan Kak Wonwoo ke kamar tamu untuk bebersih dulu ya, anak manis.” kata Mingyu kepada anak semata wayangnya itu dan mengelus pucuk kepalanya. Anak manis itu mengangguk yakin dan kembali menatap kakak tutornya.

“Woozi akan meminta bibik buatkan cokelat hangat untuk Woozi dan Kak Nu, Kak Nu harus mandi dulu! Papa said that you can get sick if you wet like this.” kata Woozi sembari berlari ke arah dapur, “Papa, do you want it too?” tanya anak kecil itu membalikkan badannya untuk melihat jawaban ayahnya yang sedang mengangguk, lalu Woozi kecil memberikan jempol yang berarti oke, lalu menghilang di pintu dapur.

***

Kini Mingyu dan Wonwoo sudah berada di kamar tamu yang Mingyu maksud, pintu sudah terkunci rapat, dan pria bermanik rubah itu sudah terhimpit oleh tubuh sang pemilik rumah dengan tembok berwarna abu-abu tua di belakangnya. Seolah tak ingin membuang waktu, mereka sudah menyatukan bibir mereka dan saling memagut mesra di sana. Dengan tangan lincahnya, Mingyu sudah melucuti pakaian basah kuyup Wonwoo yang terkena air hujan saat ia menerobosnya tadi.

“Ahh—” desahan pertama Wonwoo keluar saat bibir Mingyu mulai mengabsen rahang tegasnya, lalu ke leher jenjang miliknya, hingga ketulang selangkanya. Dengan tangan yang bermain-main di dada dan bagian bawah miliknya. Mingyu juga tak segan untuk menanggalkan pakaiannya, dan menggendong Wonwoo ke kamar mandi yang tersedia di dalam kamar itu.

Daddy, Woozi di luar.” kata Wonwoo sembari berbisik.

I know, baby. But we have to continue what was delayed this morning, sayang.” kata Mingyu seolah tak peduli bahwa mereka kini bukan di aprtemen Wonwoo, bukan di ruang kantornya, bukan juga di salah satu kamar dari hotel-hotel miliknya, atau tempat mereka berlibur, tapi ini di rumahnya — istananya yang sudah memiliki ratu dan tidak membutuhkan selir.

Desahan serta erangan menguap di ruangan hampa udara itu berserta dengan suara kucuran air, serta kulit basah mereka yang saling beradu. Ciuman, lumatan hingga saling bersilat lidah, bertukar saliva dengan desahan pelan yang lolos, maupuh erangan nikmat keduanya. Pelepasan demi pelepasan Wonwoo yang mengotori bagian tembok di hadapannya, hingga isi perutnya yang dipenuhi cairan putih milik pria yang ia panggil daddy.

Satu jam lebih waktu yang Mingyu dan Wonwoo habiskan di kamar mandi yang terdapat di kamar tamu itu hingga mereka benar-benar membersihkan diri dari kegiatan panas mereka yang sempat tertunda pagi tadi.

Daddy, sumpah pinggangku sakit banget sekarang.” omel Wonwoo saat sedang menggunakan pakaian yang Mingyu ambilkan dari lemari di dalam kamar itu — piyama ungu yang sangat pas dengan tubuh rampingnya, berbahan satin.

“Saya sengaja siapin itu buat kamu, berjaga-jaga kalau hari ini akan datang.” senyum Mingyu sembari mengecup leher jenjang milik Wonwoo dan collarbones-nya yang terekspos karena piyama kerah V yang pria manis itu gunakan. “Mana pinggangnya yang sakit?” tanya Mingyu setelah puas menjelajahi leher jenjang milik Wonwoo.

Pria manis itu menunjuk ke pinggangnya yang terasa sakit karena permainan mereka siang ini, lalu mengecupnya. “Semoga pinggang kamu cepat sembuh ya, baby foxy, karena sudah saya berikan obat yang paling ampuh.” Kata Mingyu, membuat Wonwoo tersipu malu karena diperlakukan selayaknya putri kecil.

Mingyu mengecup bibir Wonwoo dan meninggalkan pria manis itu di kamar tamu hanya dengan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya, berjalan ke arah kamar utama di istana ini dengan santai, seolah tidak terjadi apa-apa. Sedangkan Wonwoo, berjalan pelan menuju ruang belajar tempat ia biasanya gunakan saat mengajari Woozi.

Ia mendapati Woozi sedang tertidur di atas karpet bulu berwarna abu-abu sembari memeluk boneka Pororo yang sempat Wonwoo belikan sebagai oleh-oleh saat berlibur di Korea Selatan (dengan Mingyu).

Wonwoo duduk di samping pria remaja itu, menopangkan tangannya di pipi, sedangkan tangan bebasnya yang lain mengelus surai Woozi.

Anak manis berhati lembut ini bukanlah anak yang pantas mendapatkan perlakuan jahat seperti yang barusan aja gue lakukan, bukan? Woozi anak baik, maafin kakak ya. Very very sorry.’ hati lembut Wonwoo sedikit sakit memikirkannya.

Is he sleep?” tanya pria tampan dengan suara baritone-nya memecah suasana hening di ruang belajar Woozi, Wonwoo sedikit mendongak, lalu mengangguk.

Mingyu masuk perlahan ke dalam ruangan itu, seolah tidak ingin mengganggu anak semata wayangnya yang sedang tertidur, menghampiri Wonwoo yang terduduk di sebelahnya, mengambil dagu pria manis itu pelan agar mata mereka bisa saling bertatap, “Bangunin aja 15 menit lagi, dia harus belajar karena besok try out, oke, baby?” tanya Mingyu dengan suaranya yang lirih, Wonwoo menjawabnya dengan anggukan. “Have fun belajarnya, sayang.” lanjutnya, lalu mengecup bibir Wonwoo sebentar, membuat pria manis itu cukup terkejut dan meninggalkan kekasih gelapnya dengan anak semata wayang yang ia miliki di ruangan penuh buku serta mainan pengasah otak lainnya.

***

“Kak Wonwoo dan Den Muda, sekarang sudah jam 6, bapak sudah mengajak untuk makan malam.” kata wanita paruh baya yang menjemputnya di gerbang tadi siang setelah mengetuk pintu ruang belajar.

Please hang on, bibi, and tell papa that I’m taking my try out very seriously and can't be bothered.” jawab anak umur 12 tahun itu, sembari menggaruk kepalanya dengan ujung tumpul pinsil mekaniknya, tanpa melihat sekeliling, hanya terfokus pada soal di kertas yang terdapat di hadapannya.

“Waduh, den, saya cuma tahu sampai hang on saja, sisanya tidak hafal bibik.” kata wanita paruh baya itu, sembari menggaruk kepalanya yang Wonwoo tahu itu hanya gestur seseorang yang sedang kebingungan.

“Kakak ke depan sebentar, boleh?” izin Wonwoo kepada Den Muda yang sedang serius mengerjakan soal-soal itu.

Yes, please, Kak. I'm sure bibik doesn't know what I'm saying.” jawab Woozi mengizinkan Wonwoo untuk menemui ayahnya.

Absolutely, sweety.” jawab Wonwoo segera berdiri dari duduknya, mengelus acak surai anak kecil itu dan meninggalkan kamar belajar young prince, lalu berbicara kepada sang bibi.

“Di mana bapaknya, Bik?” tanya Wonwoo pelan.

“Masih di ruang kerja, Kak Wonwoo.” tunjuk jempol bibik pada salah satu pintu yang tepat berada di samping ruang belajar Woozi.

“Oke, saya coba ke sana ya? Kalau Tante Karina, sudah pulang?” tanya Wonwoo dengan sedikit ragu.

Sembari menunggu jawaban si Bibi, suara klakson mobil terdengar dari luar. Ratu dari rumah ini sudah kembali ke kerajaannya.

“Nah, itu suara mobilnya Ibu, saya turun dulu ya, Kak Wonwoo.” kata sang bibik meninggalkan Wonwoo di depan pintu ruang kerja Mingyu. Entah harus mengacuhkan saja pesan Woozi untuk sang papa, atau tetap masuk ke dalam ruang kerja prianya itu.

“Masuk!” pinta pria dari dalam kepada Wonwoo yang ternyata sudah mengetuk pintu kayu jati yang dicat rapih dengan warna putih, sangat bersih.

Wonwoo membuka pintu putih itu, dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam, hanya sedikit hingga ia bisa kabur saat Mingyu mendekatinya. Pria tampan itu langsung mengalihkan pandangannya dari layar leptop ke Wonwoo yang berdiri mematung, namun justru menurut Mingyu, Wonwoo dengan apapun merupakan pemandangan terindah sepanjang hidupnya.

Come, baby.” pinta Mingyu. Wonwoo menggeleng, ia mendengar suara langkah kaki yang berjalan elegan naik menuju arahnya.

“Ada tante.” jawab Wonwoo singkat. Mingyu berdiri dari kursi singgasananya, berjalan menghampiri Wonwoo yang masih membeku berdiri di tempatnya. “Don’t come closer.” pinta Wonwoo yang tentu saja tidak akan diindahkan Mingyu.

Mingyu segera menutup rapat ruang kerjanya, dan memeluk Wonwoo erat. “Stress banget saya, I can't even concentrate knowing you're in the next room. Bawaannya pengen pangku kamu, and caress your subtle body.” bisiknya.

Please behave, Daddy. Tante Karina di kamar sebelah.” kata Wonwoo dengan berbisik juga.

Mingyu memang sudah tidak bisa memikirkan hal lainnya, ia hanya ingin merengkuh Wonwoo selama mungkin, terutama saat ia bisa, walaupun dikeadaan seperti saat ini. Pria tampan berbadan kekar itu dengan impulsive-nya mengecup bibir Wonwoo berkali-kali, ia tak akan berhenti hingga pria manis berkacamata itu membalas kecupannya.

Terdengar samar suara wanita berkata, “Oh, Kak Wonwoo nya keluar, apa ke ruang kerja Papa?” tanyanya (mungkin) pada Woozi kecil. “Tapi mama ngga liat Kak Wonwoo deh di sini.” suara itu jelas semakin terdengar.

“Mama ke ruang kerja Papa dulu ya, sayang.” suara yang sudah sangat jelas terdengar. Suara yang jelas datang dari belakang daun pintu jati berwarna putih.

Mingyu masih memeluk erat tubuh si manis, seolah tak ingin melepaskannya dan tak perduli dengan apa yang ada di belakang daun pintu ruang kerjanya, ia masih mengecupi leher jenjang Wonwoo yang bagaikan candu baginya. Meanwhile, Wonwoo sudah hampir menggila karena pria di hadapannya yang masih sempat mengukungnya, debaran jantungnya yang tak karuan, keringat gugup mejadi sebesar biji jagung dipelipisnya ketika mendengar suara yang tak asing untuk mereka berdua semakin mendekat. Knop pintu yang sudah terdengar seolah ada orang yang akan membukanya, bahkan Mingyu masih tidak memperdulikannya.

Apakah ini waktunya?