IS IT A BAD SIGN?

Mingyu tersenyum sumringah melihat hasil karyanya sudah tertata cantik di atas meja makan milik keluarga Jeon. Wonwoo yang baru keluar dari kamarnya dan menuruni tangga dengan sigap mengambil ponsel yang ada di saku jaket bomber hitamnya itu dan langsung mengabadikan makanan yang dibuat oleh kekasihnya.

“Wiiih, kalau gini sih aku lebih milih diem di rumah daripada pergi-pergi.” godanya sembari mengambil angle foto dari seluruh sudut.

“Kamu ngga boleh buncit ih, kalau buncit aku tinggalin.” kata pria yang pagi ini sudah mengenakan furr sweater merah jambu dan boxer pants — milik Wonwoo yang ia gunakan dari semalam — dari samping Wonwoo sembari memperhatikan kekasihnya yang masih sibuk berkeliling meja makan untuk mengambil foto.

“Bang, kamu mah, duduk, sarapan dulu, nanti terlambat lho ke kantornya.” ujar wanita paruh baya yang keluar dari dapur, sembari membawa nampan dengan milk jar dan beberapa gelas, Mingyu dengan sigap mengambil alih bawaan sang wanita, dan berjalan ke arah meja makan.

“Makasih, sayang.” kata sang wanita sembari mengusap rambut Mingyu dan mengikuti kekasih anak sulungnya itu ke meja makan.

Mingyu, Wonwoo, Mommy, Chan dan Papski sudah berkumpul di meja makan sembari berbincang serta bercanda dengan menyantap sarapan mereka masing-masing hingga suara bel pintu rumah mereka ditekan oleh seseorang.

“Kwan ya, Dek?” tanya Wonwoo kepada si bontot, Chan yang dipanggil menggelengkan kepalanya.

“Ngga, Kwan ngga mungkin ngasih surprise sih, iseng banget.” jawab Chan, sembari mengambil ponselnya dan membuka room chat gebetannya itu, mengetikkan sesuatu di sana.

“Bang muda, ada temennya datang.” kata Bi Minem, salah satu asisten rumah tangga di kediaman Jeon dengan nada lembut.

“Siapa? Hao?” tanya Wonwoo. Pria tampan itu sedikit penasaran karena pagi ini dia tidak sedang menunggu siapapun, kecuali bila Hao sedang iseng, bisa saja pria kurus itu menjahilinya.

Good morning! Halo tante, om, eh ada si bontot— Haii!” sapa pria yang mengaku sebagai temannya bang muda itu muncul dari belakang tubuh Bi Minem. Bi Minem hanya tersenyum seadanya dan meninggalkan ruangan makan itu untuk kembali ke belakang.

“Ngapain Han ke sini pagi-pagi? Kaya gitu lagi gayanya.” omel Mommy sembari berbisik menatap ke arah Wonwoo yang masih duduk di sebelah Mingyu, sedangkan pria yang diajak bicara oleh Mommy juga tidak mengetahui apa maksud dan tujuan Jeonghan datang ke rumahnya di pagi hari seperti saat ini, apalagi di sana sedang ada Mingyu.

Pria manis dengan rambut yang sedikit ikal bersurai gelap bermanik elang itu hanya menatap kedua pria yang lebih tua darinya secara bergantian. Banyak sekali tanda tanya yang muncul di kepalanya, tapi, tak ada satu kalimatpun yang ingin ia ungkapkan. Mingyu masih terdiam, mencoba menenangkan dirinya dalam hati.

Tenang, Gu, everything will be okay. Everything will be okay. Ada Mommy, Papski dan Chan yang sayang sama kamu, ada Wonwoo yang akan meluk kamu.” ucapnya dalam hati berulangkali bagai merapal sebuah mantra.

Wonwoo menghampiri pria berambut pirang itu, sedangkan pria itu melewatinya dan segera duduk di samping Mingyu — tempat duduk si sulung.

“Han boleh ikut sarapan ya, Om dan Tante? Sarapannya looks so delicious.” kata Han yang segera mengambil sisa makanan yang berada dipiring Wonwoo dengan elegan. Mingyu semakin gugup.

“Gue ambilin yang—” kalimat Wonwoo dipotong langsung oleh Jeonghan.

“Ngga usah, Won, gue makan dari piring lo aja, kan lo ngga suka yang manis-manis.” kata Han sembari tersenyum, memberikan senyuman termanisnya kepada orang yang berada di meja makan, sedangkan yang diberikan senyuman hanya menatapnya, sedang mencerna yang diinginkan tamu tak diundang itu. “Sini, lo duduk.” lanjut Han sembari menepuk kursi kosong di sebelahnya. Wonwoo menurutinya.

“Ada apa, Nak Jeonghan? Kok pagi-pagi sudah datang? Tumben sekali, tante sampai kaget.” kata Mommy menahan rasa sebalnya.

“Hehe iya, tante, aku kebetulan lagi lewat daerah sini, terus, keingetan tante, jadi langsung ke sini deh! Sekalian aku ikut sarapan ya, tante?” tanya Jeonghan sembari menatap wajah Mingyu. Seolah sedang mencari tahu apa yang lebih dari pria itu daripada dirinya.

Wonwoo menatap ke arah Mingyu, si dia melihat betapa tidak nyaman kekasihnya itu berada di samping Jeonghan, pria manis itu bahkan mengepalkan tangannya, meremat gagang garpu dan serbet yang berada di genggamannya, semakin erat setiap kali pria pirang itu bicara.

“Sini, Han!” Wonwoo langsung menarik tangan Jeonghan untuk menjauh dari meja makan, kemudian berjalan cepat menju ke kamarnya di lantai dua.

“Kamu ngga kenapa-napa toh, nak?” tanya Mommy langsung menghampiri Mingyu dan melihat keadaan anak sahabatnya itu. Sang pria manis hanya menggeleng dan memberikan senyuman manisnya, mencoba memikirkan bahwa tak akan ada hal aneh yang akan terjadi, antara dia dan Wonwoo — tentu saja.

“Apa sih maksudnya? Ganggu orang sarapan aja!” dumel Chan, Mingyu dan si bontot saling bertukar pandangan, lalu Mingyu memberikan senyum pahitnya, Chan yang memang sangat sensitif itu dapat merasakan apa yang membuat Mingyu seperti itu.

“Lo mau gue anter balik sekarang?” tanya Chan pada Mingyu. Sangat ingin rasanya Mingyu untuk menganggukkan kepalanya, rasanya ia sangat ingin kabur saja saat ini. Segala pertanyaan berkecambuk dalam pikirannya, kenapa? Ada apa? Tapi, badannya terasa membeku. Mingyu menggelengkan kepalanya pelan ketika menjawab pertanyaan Chan.

Di Kamar Wonwoo

Wonwoo mendorong Jeonghan untuk masuk ke kamarnya, menutup pintu itu tidak terlalu rapat, sengaja.

“Kok lo kasar banget sih, Won?” tanya Jeonghan sembari mengelus pergelangan tangannya yang sedari tadi diremat oleh Wonwoo.

“Lo ngapain ke sini pagi-pagi gini?” tanya Wonwoo pada temannya itu tanpa berbasa-basi.

“Tadikan gue bilang, kalau gue kebetulan lewat sini.” Jawab Jeonghan dengan percaya diri sembari memandang kamar pria yang ia sukai itu.

“Gue tau lo dari rumah Joshua, Han, gue juga tau mau gimana juga lo ngga akan ngelewatin rumah gue. Siapa yang mau lo boongin sih?” tanya Wonwoo.

“Haha, since when, I can't come to your house?” Wonwoo terdiam mendengar pertanyaan itu. “Gue ngga boleh dateng ke rumah lo, terus ngapain lo bawa gue ke kamar lo? Lo mau ngajak gue tidur sama lo? Ada cowok lo lho Won di bawah.” lanjut Jeonghan sembari membuka cardigan biru langit yang sedari tadi ia pakai ke lantai kamar Wonwoo.

“Ya, nggak lah, lo udah gila? You’re still tipsy, aren't you?” kata Wonwoo masih dengan nada suara yang ia usahakan terdengar setenang mungkin saat melihat Jeonghan melepaskan satu persatu kancing kemeja yang pria seumurannya itu kenakan.

I'm not, gue 100% sober.” jawab Jeonghan tanpa rasa malunya. “Tapi, gue ngga akan nolak kalau lo beneran ngajak gue tidur kok.” lanjut Jeonghan menantang Wonwoo, kini hanya tersisa 2 kancing terakhir yang belum terbuka, Wonwoo menghentikan tangan pria cantik tersebut.

Your joking isn't funny, Han! Udah deh, kancing lagi kemeja lo!” kata Wonwoo dengan nada yang sedikit mengomel, tapi pria pirang itu tidak memperdulikan ucapan Wonwoo, menangkis tangan Wonwoo, melepaskan sisa kancing, kemudian melangkah semakin mendekat ke arah Wonwoo, pria tampan itu berjalan mundur.

“Han, ngga lucu!” Wonwoo sedikit mendorong tubuh Jeonghan, pria itu terdiam, bahkan suara bass pria tampan itu terdengar samar hingga ke lantai bawah. Mingyu, Chan, Mommy dan Papski terdiam, menghentikan kegiatan mereka. Mingyu tampak khawatir.

'What's going on upstairs?' Mingyu penasaran, ia berdiri dari tempat duduknya.

“Lo kok teriakin gue?” tanya Jeonghan.

“Becandaan lo ngga lucu, kancingin lagi kemeja lo!” omel Wonwoo sembari membantu Jeonghan mengancingi kemejanya.

“Gue ngga bercanda, Won.” kata Jeonghan menatap ke arah Wonwoo, pria berambut pirang itu menghentikan tangan Wonwoo dengan menggenggam kedua tangannya.

“Gue tau lo sekarang udah punya cowok, tapi gue ngga bisa, Won. Gue mau lo cuma liat gue.” pria cantik itu berkata sembari memegang kedua pipi pria yang lebih tinggi darinya itu. Tidak bisa dipungkiri, kalimat Jeonghan membuat Wonwoo cukup terkejut, walaupun ia tahu Jeonghan menyimpan rasa padanya sejak ia melihat wajahnya di desktop komputer kantor Jeonghan, tapi, bukan itu kalimat yang ingin Wonwoo dengar saat ini, dan ia juga sangat yakin bahwa Jeonghan masih di bawah pengaruh alkohol yang ia tenggak tadi malem bersama Joshua.

“Gue mau lo!” lanjut pria cantik yang berada di hadapan Wonwoo, kini dengan mimik wajah yang serius.

“Han? Udah becandanya, ini ngga lucu. Oke?” kata Wonwoo kembali berusaha tenang, tidak terbuai oleh kalimat mantan crush-nya itu sembari menepiskan tangan Jeonghan dari pipinya.

“Lo yakin, ngga ngejadiin dedek manis lo pelarian karena lo ngga bisa ngungkapin perasaan lo ke gue?” Han kali ini mengambil tangan Wonwoo dan menyatukan jari jemarinya dengan sela jari Wonwoo, siapapun dapat mengira bahwa mereka sedang berpegangan tangan, sama halnya seperti yang pria di depan daun pintu kamar Wonwoo pikirkan, ditambah lagi dengan pertanyaan Jeonghan yang tidak langsung dibantah oleh kekasihnya di dalam sana — ia hanya membalikkan tubuhnya dan berlalu. Berpura-pura tidak pernah mendengar pertanyaan itu.

“Mending lo sekarang berangkat ke kantor sama gue, udah hampir jam 11.” Wonwoo menepis tangan Jeonghan dan meninggalkan pria berambut pirang itu, menuruni tangga rumahnya, kembali ke ruang makan yang tersisa hanya Chan dan ayahnya saja, wajahnya melirik ke sana ke mari mencari kekasihnya.

“Dapur!” kata Chan ketika melihat tingkah laku abangnya. Wonwoo pun berjalan ke arah tempat yang sudah bontot sebutkan.

Mingyu kini berada di dapur ketika Wonwoo mencarinya, pria manis itu sedang membantu Mommy membersihkan piring-piring yang kotor, bekas sarapan tadi.

“Mommy ke depan dulu ya, sayang.” kata wanita separuh baya itu dan meninggalkan Mingyu, ketika melihat keberadaan anak sulungnya di samping counter table.

Wonwoo segera menghampiri Mingyu ketika Mommynya, menepuk bahunya dan meninggalkan mereka berdua.

“Aku berangkat ke kantor dulu ya?” izin pria yang lebih tua 7 tahun itu sembari memeluk tubuh kekasihnya dari belakang dan mengecup bahu bidang pria bongsor yang sedang membelakanginya.

Mingyu hanya menganggukkan kepalanya, tanpa mengubah arah pandangnya, si dia masih menyibukkan diri dengan mencuci piring, sedangkan Wonwoo hanya mengelus bahu kekasihnya yang masih membelakanginya. “Nanti kalau aku pulangnya kesorean, kamu minta anter Chan ya? Setelah pulang kantor, aku ke rumah kamu.” Lanjut Wonwoo, mematikan air keran di hadapan kekasihnya, dan membalikkan tubuh bongsor itu.

“Hmm?” yang ia ajak bicara hanya mengangguk.

Wonwoo mengambil dagu Mingyu agar manik rubah itu dapat melihat langsung mata indah elang kekasihnya, “Love you.” kata Wonwoo mengecup kening kekasihnya. Mingyu masih tak berkutik, hanya memejamkan matanya secara refleks.

Love you.” katanya lagi sembari mengecup kedua pipi Mingyu, pria itu masih terdiam.

Love you.” kata Wonwoo lagi saat memberi kecupan pada mole on the tip of the nose kekasihnya, Mingyu masih belum menjawab apapun.

Love you damn much.” kata pria tampan itu sebelum ia menyatukan kedua ranum miliknya dengan Mingyu, walaupun awalnya pria manis itu tidak membalasnya, Wonwoo seolah tidak ingin mengalah pagi ini, ia menggigit pelan bibir kekasihnya, membuat Mingyu terbuai, hingga meremat jaket bomber yang sedari tadi Wonwoo gunakan dan akhirnya membalas ciuman pria tampan di hadapannya.

Love you too-nya mana?” tanya Wonwoo saat ia mengakhiri ciumannya, mengelap bibir Mingyu yang basah dengan ibu jarinya dan merapihkan surai gelap ikal kekasihnya.

Love you too.” lirih pria yang lebih muda, Wonwoo langsung memeluk pria, mengelus surainya lembut dan berlalu.

Pria yang lebih tua itu tak lupa izin kepada kedua orang tuanya, menitipkan kekasihnya kepada adiknya, dan berjalan meninggalkan ruang makan menuju garasi rumahnya yang diikuti oleh Jeonghan di belakangnya tanpa bersuara. Suara mesin mobilnya terderngar jelas, kemudian berlalu.

Di sana, di dapur yang cukup luas itu, hanya ada Mingyu yang masih terdiam, dengan banyak pertanyaan dan merasa dirinya kembali sebagai pecundang. Pecundang yang terlalu terbuai dengan gurauan semesta yang seolah membawa angin sejuk diawal, dan berakhir dengan angin tornado yang tak kalah kencang, pagi ini.