KATINGTENG [Kaka Tingkat Ganteng] [Narasi 3] – He Feels Like Home

Mingyu memarkirkan mobilnya ke salah satu rumah dengan gaya minimalis 2 lantai sederhana, mungkin luas tanahnya hanya 100 meter persegi, dengan taman kecil di depan rumah yang terdapat pohon bonsai beringin di ujung halamannya, tumbuh dengan indah. Tempat parkirnya juga memang hanya cukup untuk 1 mobil dan 1 motor vespa hitam model GTS Super yang bertengger di sana.

“Sorry, kak. Rumah gue kecil.” kata Mingyu memecah keheningan ketika Mingyu sudah mematikan mesin mobilnya.

“Apaan sih, rumah kaya gini kok kecil!” tegur Wonwoo. Ya, bila dibandingkan dengan rumah Wonwoo, rumah Mingyu memang terlihat lebih kecil. “Halaman depannya asri banget, ada pohon bonsai juga. Nyokap lo suka nanem juga ya?” tanya Wonwoo menghadap ke Mingyu yang masih memperhatikan kakak tingkatnya itu.

“Haha. Iya, hobby dia. Kalau pesenan cattering lagi ngga banyak, suka minta temenin ke depan buat beli taneman.” jawab Mingyu, terjawab sudah kenapa halaman rumah Mingyu yang kecil terlihat lebih rapih dan cantik.

“Yuk, masuk. Bentar, gue bukain pintu dulu buat Baginda.” kata Mingyu yang langsung keluar dan membukakan pintunya untuk Wonwoo.

Kini Wonwoo melangkahkan kakinya masuk ke rumah yang sangat asing untuknya. Pertama kali masuk rumah, dia disambut dengan ruang tamu, sofa putih dengan hiasan bantal, lampu gantung dengan bahan polikarbonat cantik, dengan beberapa foto keluarga Mingyu terpampang di sana, seorang pria dan wanita yang sudah pasti orang tua Mingyu dan Mingyu sendiri. Masih kecil.

Mingyu menuntun Wonwoo untuk berjalan memasuki rumahnya semakin dalam, dan bertemua dengan seorang wanita paruh baya yang cantik, postur tubuhnya yang tinggi untuk ukuran wanita baru saja menuruni tangga, dengan baju daster, rambut diikat sedikit berantakan dan tersenyum ke arah Wonwoo.

“Udah pulang, Dek?” tanya wanita itu, berjalan menuju arah 2 pria yang baru saja memasuki rumah.

“Eh, ini toh calon mantunya Mama? si Kakak Dokter?” tanya wanita itu yang menyebutkan 'Mama' tentu saja, itu adalah Mamanya Mingyu. Dijawab cengiran oleh Mingyu, sedangkan pria yang dipanggil menundukkan kepalanya melihat ke lantai yang bersih, memegang ujung kemejanya dan mengulum senyumnya. Malu dia itu. Astaga Mingyu Pratama emang bener-bener.

“Siapa namanya?” tanya wanita itu menghampiri Wonwoo yang masih tersipu malu. Menaikkan kepalanya pelan-pelan.

“Wonwoo Jannata, tante.” jawab Wonwoo dengan cicitan, yang terdengar oleh wanita itu. Wonwoo menyalimi tangan wanita itu dan mengelus bahunya.

“Ma, udah, nanti Kak Wonu nya takut. Aku mau sholat dulu lho ini belum Asharan.” tegur Mingyu.

“Yaudah gih, ajak ke kamar kamu aja. Mama mau masak.” pinta Mama Mingyu. “Wonwoo buka puasa di sini jugakan?” tanya wanita itu.

“Iya, tante.” jawab Wonwoo singkat dengan nada canggung.

“Sip, Mingyu udah bilang kok kemaren, tante cuma make sure aja.” ucap Mama Mingyu ramah sambil menyunggingkan senyumnya. “Kamu ga usah sungkan, anggep aja rumah sendiri. Berantakin aja kamar si Mingyu, nanti juga dia yang beresin.” kata Mamanya jahil.

Wonwoo mengikuti Mingyu naik ke lantai 2 rumah itu, hanya ada 1 kamar mandi dan 2 pintu kamar, yang diyakini pasti 1 kamar adalah milik Mingyu dan 1 kamar lagi adalah milik orang tuanya.

“Rumah sepi ya, Gyu?” tanya Wonwoo, dibandingkan dengan rumah Wonwoo yang ramai itu. Ada Wowo, Bunda, Papa, 2 pembantu dan 1 supir. Apalagi Wowo sangat berisik, Bunda yang suka misuh-misuh saat menonton drama atau sinetron dan Papa yang suka ikutan Bunda nonton juga.

“Hehe.. iya, kak. Gue emang cuma tinggal sama nyokap aja, berdua.” ucap Mingyu sembari meletakkan tasnya di kursi meja belajarnya. “Boleh ngadep mana gitu ga, Kak? Gue mau ganti baju, takut lo batal.” ucap Mingyu jahil.

Wonwoo dengan salah tingkahnya membalikkan badannya dan menjelajahi tembok di sekitar kamar Mingyu yang terlihat oleh matanya. Ada beberapa apple music glass plaque di sana, ada beberapa judul lagu The Beatles dan Queen. Gemes banget deh, kepikiran bikin kaya gitu. Pajangan poster yang tertempel dan ada juga beberapa frame di samping kasurnya dan etalase gundam.

“Dari kamar lo, keliatan banget ya lo anaknya random?” tanya Wonwoo membuka suara, kini Mingyu sudah selesai mengganti bajunya.

“Maksudnya?” tanya Mingyu.

“Haha. Dari glass plaque apple music yang aesthetic tiba-tiba gue liat Gundam.” jelas Wonwoo. Lalu, Mingyu tertawa. “Haha.. iya juga ya? Gue baru sadar. Tapi, itu Gundam berarti banget buat gue, jadi ga mungkin ga gue pajang.” jawab Mingyu.

“Ga masalah kok, random aja. Di kamar gue juga, udah bagus-bagus semua nadanya abu-abu putih, masih aja ada warna oren atau kuning, dengan ga sengaja. Haha.” Jawab Wonwoo.


“Gue sholat di mana?” tanya Wonwoo yang sudah mengambil wudhunya ke pada pria tinggi yang sudah memakai sarung gajah duduk itu.

“Gue imamin, Kak. Ini sarungnya, itu sajadahnya.” Kata Mingyu menyerahkan sarung kotak-kotak itu kepada Wonwoo.

“Beneran di imamin dong gue, seneng banget.” Kata Wonwoo.

“Iya lah, kan gue janji. Janji bakal ngimamin sholat 5 waktu malah.” Kata Mingyu tenang. Mingyu tuh kadang ngga tau dengan perkataannya yang seperti itu ada darah seorang Wonwoo Jannata yang berdesir, hati yang sedikit berharap dan jantung yang berdegup kencang.

Setelah Sholat Ashar, Mingyu pamit ke bawah dan diiyakan oleh Wonwoo. Tapi kok udah setengah jam ngga naik-naik, lalu Wonwoo mengiriminya pesan. Setelah mendapat jawabannya, Wonwoo langsung melangkahkan kakinya keluar dan menuju ke dapur.

“Eh, mantu mama ngapain ikut ke dapur juga?” tanya Mama Mingyu.

“Mau bantuin katanya, Ma. Ngga enak kalau cuma makan doang.” jawab Mingyu santai, Mingyu sedang menggodok santan untuk membuat kolak pisang.

“Wonu, suka kolak pisang ngga? Kolak pisang buatan Mingyu enak lho.” kata Mama Mingyu.

“Suka kok, tan.” jawabnya tersenyum. “Ini apa yang bisa aku bantu ya?” tanya Wonwoo dengan segan.

“Bantuin beresin meja makan aja ya? Abis itu duduk di ruang tengah idupin TV, supaya bisa tau udah adzan atau belum. Boleh?” tanya Mamanya Mingyu. Tentu boleh, sudah merepotkan untuk buka puasa di sini masa hanya membereskan meja makan dan menghidupkan televisi Wonwoo keberatan.


Waktu sudah menunjukkan pukul 5.58 sore, adzan juga sudah berkumandang, ta'jil dan makanan berat sudah tersedia di atas sana. Ada kolak pisang buatan Mingyu, ada sop ayam buatan mamanya Mingyu, teh manis hangat, gorengan dan ikan bandeng presto resep untuk cattering mamanya Mingyu.

“Yuk, buka yuk! Di makan.” ajak Mamanya Mingyu. Wonwoo mengambil kolak pisangnya terlebih dahulu dan meneguk teh manis hangat.

“Wonu biasanya buka puasa di rumah gimana? Ta'jilan dulu terus sholat baru makan berat atau gimana?” tanya Mama Mingyu menanyakan kebiasaan pria gebetan anaknya itu. Mingyu masih tenang membiarkan mamanya yang bawel ngobrol panjang lebar ke kak Wonwoonya.

“Biasanya? Aku makan ta'jil dulu sih, tante. Kadang makan beratnya sehabis tarawih.” jawab Wonwoo.

“Oh gitu. Sama dong, Mingyu sama tante juga gitu. Berarti kamu ikut terawih di sini ya? Sejak pandemi nih, Mingyu posesif banget ngga ngebolehin ke Mesjid, jadi dia yang ngimamin.” ucap wanita itu.

“Iya, sama kok, tan. Wonu juga di rumah sholat tarawihnya. Kalau di rumah yang parno Bunda, jadi pada nurut.” jawab Wonwoo, dengan tenangnya menceritakan tentang rumahnya.

“Kata Mingyu, Wonu kakaknya Wowo ya? Wowo tuh sering main ke sini kalau ngga ada kelas, atau lagi nunggu kelas.” kata mamanya Mingyu.

“Emang Wowo sama lo sedeket itu, Gyu?” tanya Wonwoo ke Mingyu, yang dibalas anggukan santai oleh pria yang bernama lengkap Mingyu Pratama itu.

“Ya temen nongkrong. Anak Gank Goyang, sering kok ke sini.” jawab Mingyu. Mungkin alasannya karena rumah Mingyu cukup lumayan dekat dengan kampusnya, jadi tidak salah bila menumpang. Sama halnya dengan Wonwoo yang sering numpang di kossan Jun juga.


Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, iya, Wonwoo terlihat sangat betah berbincang-bincang dengan Mama Mingyu, dari mulai mereka makan, membereskan meja makan, mencuci piring bersama, duduk di ruang keluarga, menonton sinetron, ternyata mamanya Mingyu suka menonton sinetron seperti bunda dan papa.

“Kak Won, mau nginep aja? Udah jam 9 malem.” tanya Mingyu ketika Wonwoo sedang membantu mama Mingyu di dapur, menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk cattering besok.

“Hah? Ngga, mau pulang aja.” kata Wonwoo, tapi masih belum beranjak dari tempatnya, dan semakin asik membantu mamanya Mingyu.

“Mau pulang jam berapa, Baginda? Ayo, gue anter.” kata Mingyu. “Ma, itu Mba Darmi ngga dateng? Kok ngelap-ngelap sendiri?” tanya Mingyu kepada mamanya.

“Iya, Mba Darmi dateng habis sahur buat beresin ini, tapi mama gatel, takut ada yang kelupaan. Kan ini acara bukbernya Ashanti. Harus perfect.” kata sang Mama.

“Sini deh, Gyu bantuin.” kata Mingyu yang ditolak mentah-mentah bantuannya oleh Mamanya dan Wonwoo.

“Ngga usah, mama sama Wonu aja. Kamu ngapain kek.” pinta mamanya.

“Iya, ngga usah. Ini biar gue aja yang bantuin nyokap lo.” kata Wonwoo melarang Mingyu untuk mendekat. “Lo tidur aja kalau ngantuk, Gyu. Gue bisa pulang sendiri nanti naik ojol.” kata Wonwoo. “Besok ada kelas ngga?” tanya Wonwoo lagi.

“Ada, pagi jam 9. Lo?” tanya Mingyu. Wonwoo menggelengkan kepalanya.

“Naik gih sana! Tidur! Kalau ada lo rusuh, nanti ga beres-beres.” ucap Wonwoo mengusir Mingyu dari dapur miliknya.

“Nanti gue naik kalau mau balik ya! Gih! Hush hush!” usir Wonwoo. Ini rumah siapa sih sebenernya?