KATINGTENG [Kaka Tingkat Ganteng] [Narasi 5 – FINAL] – Thinking Out Loud
Di satu atap berdua dengan Mingyu — Anak Hukum yang awalnya hanya DM di twitter ngga jelas — tidak pernah sama sekali terpikirkan oleh seorang Wonwoo Jannata. Pria yang perawakannya tidak pernah perduli dengan keadaan sekitar, kini ada di rumah orang lain untuk menjaga si empunya rumah karena kecelakaan yang ngga pernah terbayangkan oleh Wonwoo. Bisa-bisanya jatoh di tangga. itu kalimat yang selalu dia lontarkan ketika melihat kaki kanan pria yang kini berada di atas sofa dengan meluruskan kaki panjangnya, menghabiskan semua tempat.
“Kaki lo panjang banget, Mingyu! Gue duduk di mana?” rajuk pria yang tidak pernah absen menggunakan kacamata bulatnya itu.
“Di bawah sini aja, mau ga? Kaki gue pegel kak kalau dilipet.” jawab Mingyu dengan santainya, menunjuk ke lantai berkarpet tebal di depan badannya, meminta Wonwoo untuk duduk di situ.
“Ihs! Yaudah, gue mau nge-play dulu.” kata Wonwoo, masih mengerucutkan bibirnya lucu. Mingyu hampir pingsan karena gemas melihat pemandangan di depannya itu.
“Mekdi-nya udah dipesen?” tanya Wonwoo lagi ketika ingin mengambil posisi duduk di tempat yang Mingyu inginkan.
“Hmm.. udah sih harusnya, tadi gue udah kasih jempol pas chat abangnya.” kata Mingyu santai.
Wonwoo sudah duduk di atas karpet memegang susu coklat hangat yang dia buat tadi, dan menemukan tangan berkulit sawo matang yang panjang menggantung di bahunya. Astaghfirullah, Mingyu Pratama! Pengen gue patahin juga apa gimana ini tangannya? Kaget, Bunda! Deg-deg-an! rutuk Wonwoo dalam hati.
“Mas, maap nih, tangannya bisa ngga yang normal aja posisinya?” tanya Wonwoo menyindir si empunya tangan yang ada di bahunya.
“Boleh sinian dikit ngga, kak? Biar tangan gue bisa ngelingker di leher lu, kalau kaya gini posisinya, besok lo temenin gue ke tukang pijit, pegel.” pinta Mingyu dengan seenaknya. Badan dan pikiran Wonwoo memang tampaknya sedang tidak sejalan, kini Wonwoo sudah mengikuti perintah Mingyu. Sedangkan pikirannya sedang berkecamuk sendiri.
Ngelingker di leher? Eh, bentar. ITU MAH GUE DIPELUK DONG! KOK GUE DIEM AJA? PLEASE SYARAF GUE JANGAN MATI DULU! kata Wonwoo dalam hatinya, panik! Karena benar saja, kini tangan Mingyu sudah memenuhi leher Wonwoo, memeluknya. Wonwoo membeku.
Nonton WandaVision katanya, tapi seorang pria ramping dengan rambut cokelat gelap bernama Wonwoo sedang tidak dapat fokus ke layar TV karena yang dia rasa sekarang adalah nafas teratur pria yang ada di sofa dengan tangannya yang melingkar posesif di sekitar bahunya.
“Lo ngga nyaman ya, Ka?” tanya Mingyu. Mungkin pria itu sedikit menyadari nafas Wonwoo yang sedikit tidak beraturan karena deruan jantungnya yang menggebu dan aliran darahnya yang sepertinya berhenti sepersekian detik karena mendapatkan afeksi yang serba mendadak itu.
“Ngga sih, cuma kaget aja. Ini namanya peluk kan ya?” tanya Wonwoo. “Lo lagi meluk gue, MINGYU!!!!” kata Wonwoo, mendadak ngomel dengan rona merah dipipinya. Wonwoo sedang merutuki dirinya sendiri sebenarnya, kenapa afeksi yang diberikan Mingyu selalu terasa nyaman dan tidak pernah mengganggunya.
Wonwoo kini berdiri, ingin memarahi pria tinggi itu lebih panjang lagi, namun, diurungkan karena ponsel Mingyu berdering dan cemilan yang mereka pesan sudah berada di depan rumah minimalis sederhana dengan 2 lantai itu.
“Kak, abang go-food-nya udah di depan. Hehe” kata Mingyu sambil nyengir dan memamerkan kedua taring dibagian deretan gigi atasnya, sesekali melihat Wonwoo dan sesekali melihat kakinya. Ngeselin tapi gue ga bisa marah geram Wonwoo dalam hati.
“Yaudah, gue ke depan dulu!” katanya dengan nada yang masih sedikit kesal.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Wonwoo-pun sudah kembali dengan beberapa plastik jajanan yang mereka pesan, merapihkannya di meja sehingga mereka bisa menonton sambil makan dengan tenang. Harapnya.
“Makan nih!” ucapnya, nadanya masih berlum berubah dengan sedikit kesal dan di balas oleh cengiran Mingyu yang diacuhkan oleh Wonwoo.
“Lo kenapa marah-marah gitu sih, kak?” tanya Mingyu yang sedang mengunyah kentang yang diberikan oleh kakak tingkat gantengnya itu.
“Kesel! Lo meluk gue, kenapa coba?” tanya Wonwoo balik.
“Ya, pengen aja. Lo juga ngga nolak.” jawab Mingyu, ya ngga salah sih, memang dia juga tidak menolaknya.
“Tapikan, gue kaget, Mingyu!” kata Wonwoo, mengunyah kentangnya. Tanpa Wonwoo sadari, sedari tadi, dia menyuapi kentang ke mulutnya, lalu menyuapi kentang pada Mingyu, dan begitu berulang kali.
“Refleks aja lu udah kaya cowok gue, Kak!” tiba-tiba Mingyu membuka suaranya ketika tangan Wonwoo menyuapi kentang untuk yang kesekian kalinya.
“Hah? Kok bisa?” tanya Wonwoo yang masih berusaha memfokuskan pandangannya pada layar smartTV di depannya.
“Ini lo nyuapin gue kentang dari tadi, terus, megangin lemon tea gue pas gue minta minum. Refleks-kan itu?” kata Mingyu. “Fokus lo lagi ga ke WandaVision-kan?” tanya Mingyu dengan penuh percaya diri.
“Sok tau, dari tadi gue nonton!” kata Wonwoo sewot, karena pertanyaan Mingyu benar adanya. Hanya matanya yang fokus ke TV, pikirannya sudah berjalan kemana-mana. Kupu-kupu menggelitik di perutnya sedari tadi. Detak jantungnya juga sudah semakin tak beraturan. Apa sih yang lo pikirin, Won? tanya Wonwoo pada dirinya sendiri.
“Tapi, fokus gue ke elo, kak. Ngga bisa fokus nonton, gimana dong?” tanya Mingyu.
“Yeee.. urusan lo, bukan gue.” kata Wonwoo acuh. Padahal, sama dia juga ngga fokus.
“Coba fokus ke gue deh, Kak. Gue mau ngobrol sebentar. WandaVision-nya bisa di rewind ih, langganan Disney plus gue sampe tahun depan.” kata Mingyu, dengan nada sedikit meminta, sehingga membuat Wonwoo mengalihkan pandangannya dari TV ke wajah tampan pria yang sedang bersandar pada pinggiran sofa.
“Kenapa?” tanya Wonwoo, nada suaranya sudah kembali normal. Kini sedang mengabsen wajah pria di hadapannya, dari tatapan elangnya, alisnya yang tebal, mole lucu di pipinya, rahangnya yang tegas, bibirnya yang sedikit tebal. APA WONWOO!! APA!!! WHAT ARE YOU LOOKING AT??? rutuk Wonwoo yang kini melihat mulut Mingyu yang berminyak dan berantakan karena kentang.
Dengan refleks yang kesekian kalinya, Wonwoo membersihkan bibir Mingyu dengan jempolnya dan tersentak sendiri. “Eh, sorry. Mulut lo berantakan banget.” kata Wonwoo.
“Hehe. Kan tadi elo yang nyuapin, Kak.” kata Mingyu, dari wajahnya tampak terlihat dia juga sedang mengalami shock yang sama. Ini afeksi pertama yang diberikan Kak Wonwoo untuknya. Jantungnya yang tadinya dapat dia kontrol, kini sudah di luar kendali.
“Bantar, Kak. Gue deg-degan. Ngga bisa ngomong.” kata Mingyu memegangi dada kirinya.
“Itu ngomong?” tanya Wonwoo, mengerucutkan bibirnya lagi. Ya Allah, ini makhluk gemes banget, pengen dikantongin rutuk Mingyu dalam hati.
“Haha. Bentar, selain deg-deg-an gue bisa pingsan. Lo tuh lucu dari sananya apa gimana sih?” tanya Mingyu. Kini jantungnya sudah mulai dapat dikontrol.
“Serius deh, Mingyu! Mau ngobrol apa? Itu Wanda kasian dicuekin.” kata Wonwoo sambil menunjuk TVnya.
“Bentar, ini gue bisa selonjoran di karpet aja ngga sih?” tanya Mingyu.
“Bisa sih, tapi lo sakit ngga kakinya?” tanya Wonwoo. Kini Wonwoo sudah berdiri ketika melihat Mingyu duduk di kursi, pria ramping itu langsung membantu Mingyu untuk duduk di atas karpet di sebelahnya sembari meluruskan kakinya.
“Nah, ginikan enak ngobrolnya. Duduk, Kak!” pinta Mingyu menepuk karpet di sebelahnya, meminta Wonwoo untuk duduk di sana. Wonwoo duduk dengan ogah-ogahan, tidak ogah-ogahan seperti yang terlihat, karena sebenarnya dia memang sedang penasaran dengan apa yang akan Mingyu sampaikan.
“Kenapa, Mingyu?” tanya Wonwoo setelah duduk, menatap pria di sampingnya.
“Tadi sore, gue nanya, denger ngga?” tanya Mingyu.
“Yang mana?” tanya Wonwoo.
“Makanya, orang belum selesai ngomong tuh jangan kabur!” kata Mingyu menyentil hidung bangir Wonwoo.
“Mingyu! Gue ini lebih tua dari lo!” omelnya, sambil mengelus hidungnya. Masya Allah, lucu amat sik! kata Mingyu gemas.
“Ahaha. iya deh yang Kak Wonu.” tawa Mingyu, ganteng anjir ucap Wonwoo dalam hati.
“Mau ngga jadi pacar gue?” tanya Mingyu, tiba-tiba itu, setiba-tiba itu hingga Wonwoo hampir menumpahkan kentang ke atas karpet.
“Eh! Ati-ati bisa dikebiri gue sama emak gue kalau ini karpet kotor.” kata Mingyu, kaget juga dia.
“Sorry! Sorry! Lo sih hobbynya ngagetin!” dumel Wonwoo. “Kalau ngga ngagetin ya ngegas.” kata Wonwoo lagi, kali ini suaranya mencicit tapi tetap terdengar oleh Mingyu.
“Hahaha.. Maap maap.” ucap Mingyu. “Jadi gimana?” tanya Mingyu.
“Mingyu, gue tuh boleh jujur?” tanya Wonwoo, berusaha untuk serius. Masalah hati, ngga boleh untuk main-main. Mingyu menganggukkan kepalanya. Mempersilahkan pria manis di sampingnya untuk berbicara.
“Gue tuh bingung, sebenernya. Kalau sama lo tuh bawaannya seneng, seneng ada yang merhatiin, seneng ada yang memperlakukan gue seperti gue tuh satu-satunya yang patut dijaga. Pokoknya, seneng. Semua afeksi lo, semua kelakuan random lo. Intinya suka. Suka diperlakukan kaya gini.” kata Wonwoo, memainkan jari jemarinya sendiri.
“Tapi di satu sisi, jujur gue takut. Ga tau bakal kaya apa kalau akhirnya kita ganti status dari temen yang kaya gini jadi in a relationship—” kalimat Wonwoo terputus. Minum lemon tea yang ada di meja, dan mulai membuka suara lagi, Mingyu masih mendengarkan dengan setia. “Pacaran tuh kaya ada expired-nya ngga sih? Lo one day bisa bosen sama Wonwoo Jannata yang ternyata ngga sesempurna yang ada dibayangan lo.”
“Gue tuh banyak kurangnya, Mingyu. Ga tau bisa jadi pacar yang baik atau ngga buat lo. Pacaran selama kuliah cuma 2x, itu juga diselingkuhin semua, ngga tau alesannya apa. Hehe.” kata Wonwoo, menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal. Wonwoo terdiam.
“Udah kak, ngomongnya?” tanya Mingyu. Wonwoo menganggukkan kepalanya. “Gue ga butuh cowo sempurna, gue nyatain perasaan ke elo, berarti gue udah siap dengan segala kekurangan lo yang akan gue temui nantinya.” kata Mingyu lagi. “Relationship itu bisa langgeng kok, Kak kalau lo mau pakein borax. Gue siap beli borax berdirjen-dirjen buat awetin kita. Artinya—” kata Mingyu terpotong, memegang tangan Wonu yang kini ada di paha pria ramping itu, mendekapnya.
“Gue siap jalanin dan kenalan sama lo.” kata Mingyu. “Jadi?” tanya Mingyu.
“Tapi mimpi kita masih jauh, Mingyu. Gue mau jadi Spesialis Jantung, lo mau jadi Jaksa?” tanya Wonwoo.
“Gue emang niat nikahin lo sih kalau lo gemes banget kaya gini terus, gue ga tau kuat apa ngga kalau pisah sama lo kaya dari sini ke dapur. Cuma ya, gue ga nikahin lo besok juga sih, Kak.” kata Mingyu yang dibalas dengan pukulan kecil dari Wonwoo ke bahunya.
“Jalanin dulu aja ya, Mingyu?” Tanya Wonwoo yang dibalas anggukan yakin oleh seorang Mingyu Pratama. “Udah bisa panggil sayang kan tapi?” Tanya Mingyu, Wonwoo menarik hidung bangir Mingyu.
“Iya, terserah.” jawab Wonwoo gemas.
“Kalau lo manggil gue apa? Mas?” tanya Mingyu.
“Enak aja, tuaan gue!” kata Wonwoo.
“Yaudah, sayang juga berarti ya? Atau Babe? Daddy?” tanya Mingyu. Wonwoo mencubit paha pria di sampingnya itu. “Soalnya, nanti aku yang manggil kamu Baby, aku Daddy-nya.” kata Mingyu dan pria tinggi itu mendapatkan geplakan yang cukup kencang di lengannya.
“Awww... Baby kasar.” kata Mingyu iseng sambil mengelus lengannya.