KATINGTENG [Kaka Tingkat Ganteng] [Narasi 4] – Just The Two Of Us

Berdua bersama dengan Kak Wonwoo — Kaka Tingkat Ganteng — di satu atap yang sama lebih dari 24jam ngga pernah terlintas di dalam pikiran seorang Mingyu Pratama. Seperti saat ini.

Sekarang mereka sudah kembali ke rumah Mingyu setelah ke tukang urut untuk dipijit karena kejadian bodoh pagi-pagi buta yang dilakukannya. Setelah pria tinggi berkulit sawo matang itu tadi jerit-jeritan hingga menitikkan air mata karena sakit, kini dia sudah berada di tempat tidurnya dan ditemani Wonwoo yang memang sudah berniat menjaganya.

“Gimana? Mau buka puasa aja ngga sih, Gyu?” tanya Wonwoo yang masih di balas dengan gelengan kepala. “Kan udah batal tadi, nangis. Ketelenkan air matanya?” tanya Wonwoo lagi, sambil tersenyum jahil.

“Ngga ya, gue ga nangis, Kak!” dumelnya, memang ngga sepenuhnya nangis sih, hanya menitikkan air mata dan meremat tangan Wonwoo karena menahan rasa sakitnya. “Tangan lo gimana, Ka? Patah ngga?” tanya pria itu lagi, melirik ke arah tangan pria di depannya.

“Kayaknya gantian deh, gue yang harus diurut pas lo sembuh, tangan gue abis gara-gara lo remukin.” jawab Wonwoo sembari melihat ke arah tangannya yang putih dan lentik itu, mengelusnya, seolah-olah masih sakit, padahal acting aja.

“Haha. Kalau yang ini, biar gue aja yang urut. Ngga ada yang boleh pegang selain gue soalnya.” kata Mingyu, mengambil tangan si Kakak Tingkat dengan tiba-tiba, yang membuat si kakak malah membelalakkan matanya karena kaget. I'm sorry banget nih, Mingyu. ucapnya dalam hati. Tapi masih membiarkan tangannya dielus dan sesekali dikaitkan oleh Mingyu.

Kalau ada orang yang mati otak, mungkin itu yang sedang Wonwoo rasakan kali ini, karena dia sama sekali tidak bisa mengelak atau apapun, lebih tepatnya sih pasrah.

“Kenapa, Kak?” tanya Migyu, tanpa rasa bersalah, masih memegang jemari Wonwoo, malah kini sudah mengaitkannya. Katakan Mingyu gila, tapi dia juga gila karena Wonwoo. Rasa sayang dan ingin memiliki kakak tingkat itu sudah menggebu saat ini, seperti ngga ada hari besok. Biarin balutan coklat yang melingkari kaki kanannya menjadi saksi hari ini.

“Kaget, Gyu! Jangan pegang-pegang ih, gue bisa jantungan!” kata Wonwoo menarik tangannya dari tangan Mingyu.

“Haha. Sama kok, Kak. Gue juga lagi deg-deg-an sekarang berdua sama lo kaya gini.” kata Mingyu, nadanya sudah mulai serius. “Pengen meledak jantung gue saking senengnya lo ada di sini nemenin gue yang lagi jelek-jeleknya kaya gini.” kata Mingyu lagi, menyibakkan surai nya yang tebal ke belakang.

Wait, SIAPA YANG BILANG LO JELEK ANJIR! Ganteng banget gue sampe pusing, pulang aja apa gue? Takut gue yang pingsan. gerutu Wonwoo dalam hatiya.

“Ya, kalau gue ga nemenin lo, lo mau ditemenin sama siapa? Cewe yang ada di twitter? Atau gebetan-gebetan lo yang lain?” tanya Wonwoo. Kelepasan. Iya, kalimat itu terucap begitu saja seakan sudah lama berada diujung ternggorokannya.

“Haha. Nggak lah, cewe yang di twitter gue berani sumpah deh, lagi puasa ini gue. Ga boleh boong, kalau ngga batal—” kalimatnya terpotong oleh Wonwoo.

“Lo udah batal tadi nelen ingus sama air mata!” kata Wonwoo mengingatkan hal yang sebenarnya ngga benar-benar terjadi.

“Masya Allah, gue bilang gue ga nangis! Cuma menitikkan air mata.” kata Mingyu. “Serius dulu dong, gue mau ngomong ini.” kata Mingyu melanjutkan, merengek untuk didengarkan.

“Lo lagi sakit manja gini, sengaja atau emang begini?” tanya Wonwoo sedikit judes, sedikit penasaran. Lucu banget ya Allah ini kelakuan beruang madu rintih Wonwoo dalam hati.

“Ya Allah, Kak. Suudzon mulu bawaan lu sama gue. Serius, gue emang kaya gini kalau sakit. Jadi, bear with me, mungkin lo akan selamanya liat gue yang kaya gini kalau kita jodoh.” kata Mingyu lagi. Wajah Wonwoo merona merah. Malu. Kata-kata jodoh seakan menjadi kata tabu untuk seorang Wonwoo yang nasibnya selalu diselingkuhin sama mantan-mantannya.

“Gue mau jelasin dulu sama elu nih, ka. Biar gue ga disangka-sangka main-main atau cuma iseng sama lo. Pertama, cewe yang di manfes, jelas bukan cewe gue, dia tuh beneran cuma sekedar temen sekelas, kita ngerjain tugas bareng karena sekelompok, gue ngga pernah ce-es-ce-es-in temen gue, jadi lo boleh tanya ke mereka.” jelas Mingyu, mengambil tangan pria di hadapannya.

“Lo kemaren baca kan chat si Hao Cepu? Gue yakin lo baca sih, walaupun dikit, biar gue yang jabarin aja.” kata Mingyu, yang dibalas anggukan oleh Wonwoo. Entah apa yang kini Wonwoo pikirkan, tapi dia ingin mendengar semuanya saat ini.

“Gue tuh pernah ke perpustakaan kampus hari Kamis, awal tahun lalu kali ya? Pokoknya sebelum pandemi lah, gue liat ada cowo lagi duduk, pake jas lab putih, kacemata bulet, manyun-manyun baca novel, padahal banyak banget buku tebel di depan dia, tapi pagi-pagi yang dia baca malah novel. Gemes banget kan?” tanya Mingyu, Wonwoo masih terdiam.

“Kalau love at the first sight tuh beneran ada, mungkin itu yang gue rasain kali, Kak. Kaya pengen langsung ngajak kenalan, tapi gue ragu. Waktu itu gue cuma pake kaos item, flannel kotak-kotak dan celana robek. Typical anak hukum yang bentar lagi mau di drop out lah. Gue malu sendiri, akhirnya mengurungkan niat. Gue tunggu lain waktu lah.” kata Mingyu.

“Ini pegang-pegang batal ngga sih?” tanya Wonwoo, berusaha mengalihkan topik, dia bingung, siap ngga ya denger kelanjutan ceritanya Mingyu.

“Ngga batal, Kak. Kita muhrim. Cuma belum halal aja di KUA.” kata Mingyu, tersenyum tampan. Bunda aku tergoda jerit Wonwoo. “Gue mau lanjutin lagi dongeng gue, kalau ngantuk nih, boboan di bahu atau dada gue. Atau di samping gue nih kosong.” tunjuk Mingyu mengantisipasi. “Terus, karena gue ke sana hari Kamis, dan beberapa Kamis setelahnya gue ketemu lagi sama cowo yang sama, di tempat yang sama, di jam yang sama. Jadi, gue pikir cowo itu pasti hantu penghuni perpustakaan. Tapi, kalau memang hantu, gue rela jadi pacarnya.” kata Mingyu yang dijawab pukulan di dadanya oleh Wonwoo.

“Kok gue dipukul?” tanya Mingyu.

“Di perpustakaan ngga ada hantu!” kata Wonwoo, mengerucutkan bibirnya, lucu. Masya Allah, gua sosor batal beneran gue. kata Mingyu dlam hati.

“Iya iyaa.. maap.. ngga ada hantu, adanya cowo manis, ganteng, cantik, gue ga tau harus manggil dia yang mana.” kata Mingyu, menuruti sang kakak kelas. “Lanjutin lagi ngga?” tanya Mingyu yang kini dijawab anggukan yakin oleh Wonwoo.

“Abis itu, gue pernah fotoin dia sekali, blur, gue kira hantu beneran, taunya gue deg-degan, takut ketauan terus diomelin. Susah nanti ga bisa kenalan. Gue share tuh fotonya ke Gang Goyang. Gue nanya, ada yang kenal ngga, yang laen biasalah, nanggepinnya ngga ada yang bener. Bahkan Wowo pun ngga jawab apa-apa. Jadi gue diem aja, jadi secret admirer setahunan, sampe ada acara Katingteng kemaren.” Kata Mingyu.

“Wowo juga baru bilang kalau itu kakaknya pas gue bilang nama belakang kalian sama. Ternyata emang cowo itu kakaknya. Asu!” kata Mingyu seakan lupa kalau dia sedang mengatai adik kandung dari cowo yang ada dihadapannya.

“Asu gitu adek gue.” tegur Wonwoo.

“Oh iya juga.” kata Mingyu manggut-manggut. Kini dia melepaskan tangan Wonwoo karena tangan dia mulai berkeringat, semakin gugup dia walaupun dari tadi dia berusaha se-cool mungkin di hadapan pria idamannya ini.

“Terus?” tanya Wonwoo, kemudian.

“Terus apa?” tanya Mingyu balik.

“Itu abis ternyata cowo itu kakaknya Wowo?”

“Oh iya. Abis itu, eh bentar handphone gue geter.” Mingyu melihat layar ponsel yang kini sudah ada ditangannya, nomor yang tak dia kenal, tapi sangat Wonwoo hafal.

“Mending ngga usah diangkat!” kata Wonwoo, menjadi lebih gugup.

“Halo, Assalammualaikum.” sapa Mingyu sopan, tidak menghiraukan ucapan Wonwoo dan tetap mengangkat telefon itu.

“Waalaikumsalam. Apa benar ini dengan nomornya Nak Jono?” tanya suara wanita di ujung sana.

“Jono?” tanya Mingyu bingung, Wonwoo mengulum bibirnya sendiri, antara gugup dan ingin tertawa. “Salah nomer, Bu. Saya Mingyu bukan Jono.” jawab Mingyu dengan sopannya.

“Tapi kamu bener temennya Kakak kan?” tanya wanita di seberang sana bingung, tapi tidak mau menyerah.

“Kakak?” tanya Mingyu lagi, dia semakin bingung sekarang. Ibu-ibu ini ngomong apa sih? Apa lagi mabuk ya? pikirnya dalam hati.

“Oh ya ampun, maksud bunda tuh Wonwoo. Ini benar Jono teman Wonwoo kan?” tanya wanita di seberang sana lagi.

“Saya kenal Wonwoo sih, tante, tapi saya bukan Jono.” kata Mingyu, masih berusaha sopan. Wonwoo rasanya sudah tidak tahan lagi untuk menahan tawanya, tapi masih dia coba tahan, hanya cicitan yang keluar dari mulutnya, Mingyu semakin bingung.

“Nak Jono yang kakinya keseleo. Ih, ini si Kakak resek deh, pasti ngejailin bunda salah kasih nama.” keluh wanita berumur di ujung sana.

“Kaki saya keseleo memang tante, tapi saya Mingyu, bukan Jono.” jawab Mingyu, masih kekeuh kalau memang dia bukan Jono.

“Bener-bener deh si Kakak, Bunda sedot juga ubun-ubunnya! Bisa-bisanya ngasih tau nama orang salah. Bunda malu. Maaf ya, Nak Mingyu.” kata wanita yang selalu memanggil dirinya dengan sebutan Bunda itu.

“Iya, tante. Ngga pa-pa.” Jawab Mingyu, sekarang dia sudah mengerti kenapa wanita di sana memanggil dia Jono, kenapa kak Wonwoonya menahan tawa namun tetap tampan dan siapa ibu-ibu yang dia sangka mabuk itu.

“Gimana kakinya, Nak Mingyu? Tadi sudah diurut? Bunda nelefon tuh cuma memastikan aja kalau Nak Mingyu masih hidup. Soalnya, ngga pernah si Kakak ngurusin orang. Takut kamunya malah makin keseleo!” dumel Bunda.

“Haha. Alhamdulillah saya masih hidup, tante. Kaki saya juga sudah diurut tadi dianter Wonwoo. Sekarang Wonwoo nya masih di sini tante.” kata Mingyu dengan sopan, Calon mertua, soub!

“Alhamdulillah kalau gitu ya.” suara di sana menjadi lega.

“Tante nelefon saya mau minta Wonwoonya pulang ya, tan?” tanya Mingyu sedikit getir.

“Oh, ngga! Biarin aja dia di sana. Ngurusin kamu, biar ngga usah manja di kamar terus main game atau baca buku romantis kalau weekend. Tapi, kakak ngga bisa masak lho! Nanti kalian buka pake apa? Mau bunda kirimin makanan?” kata Bunda Wonwoo nyeleneh dan bertanya.

“Ngga usah, tante. Di sini ada makanan kok. Saya juga bisa sedikit-sedikit masak.” kata Mingyu.

“Masa orang sakit yang masak, bener-bener deh si Kakak. Nanti biar bunda ajarin masak ya, jadi kalau mau kamu lamar at least dia ngga malu-maluin.” kata Bunda Wonwoo santai, sedangkan pria yang sedang berbicara dengannya memasang tampang kaget dan pipi yang berubah merona. Kalau mau gue lamar katanya. tawanya dalam hati.

“Ngga bisa juga tetep saya lamar tante, kalau Kakaknya mau.” kata Mingyu membalas. Mendengar kalimat itu, jantung Wonwoo berdetak ribut, pipinya memerah dan tangannya berkeringat.

“Kalau bukan kamu siapa yang mau sama dia coba. Haduh! Yaudah ini, Bunda mau siap-siap belanja buat bukaan dulu ya. Cuma mastiin aja. Nak Mingyu, cepat sembuh yaaa.. Jangan sakit-sakit.” pinta Bunda.

“Iya, tante. Terima kasih banyak perhatiannya. Tante juga sehat-sehat ya.” balas Mingyu yang dijawab dengan ucapan salam, dan Bunda Wonwoo mematikan telefonnya di seberang sana.

“Apa kata Bunda? Pasti ngawur.” kata Wonwoo, tidak bisa menutupi kegugupannya.

“Katanya kalau bukan gue siapa lagi yang mau sama elu, kak.” kata Mingyu jujur, kini Wonwoo sudah menyerupai udang rebus.

“Padahal banyak, bunda aja ngga tau.” kata Wonwoo, memalingkan wajahnya untuk tidak melihat Mingyu. Malu — sangat Malu.

“Iya, ngga tau aja kalau anaknya Kakak Tingkat Ganteng.” jawab Mingyu. “Tapi kak, ada yang bikin gue penasaran.” kata Mingyu yang dibalas dengan kedua alis Wonwoo yang naik seakan bertanya 'Apa?'

“Maksudnya gue dipanggil Jono tuh apa ya?” tanya Mingyu, iseng.

“Ngga tau, pas ditanya keingetnya itu.” jawab Wonwoo santai, menutupi kegugupannya sebisa munngkin — sedari tadi.

“Tukang bubur depan kampus banget?” tanya Mingyu.

“Namanya juga refleks ih, bisa nama siapa ajakan?” kata Wonwoo mengerucutkan bibirnya.

“Haha. Iyaaaa. Jono juga ngga pa-pa asal panggilan sayang dari lo buat gue.” kata Mingyu, memberikan senyuman termanisnya.

“Mau lanjutin lagi ceritanya ngga? Kita belum sholat Ashar.” tanya Wonwoo melihat jamnya yang sekarang sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore.

“Bentar lagi deh sholatnya, tanggung. Tinggal 2 kalimat lagi, Insya Allah itu juga.” jawab Mingyu asal.

“Yaudah, lanjutin deh.” kata Wonwoo membiarkan Mingyu melanjutkan ceritanya.

“Terus, taunya cowo itu kakak Wowo, gue heboh di twitter, ternyata Bang Cheol mention elu kan, Kak waktu itu? Yaudah, abis itu gue beraniin DM elu, nah di sinilah kita berada.” kata Mingyu menarik nafasnya panjang.

“Gue pengennya tuh kita ngga cuma temen chat, ngga cuma temen main, pokoknya ngga cuma temen. Pengen yang lebih dari itu. Mungkin lo udah tau sih arah tujuan gue kemana. Gue ga romantis, Kak.” kata Mingyu.

“Guemah cemen. Deketin lo aja, kalau ga diminta Wowo buat jemput lo waktu itu, mungkin gue stuck. Bingung gue. Banyak ga percaya dirinya, takut ngga pantes kalau bersanding elo mah, Kak.” kata Mingyu menjelaskan.

“Kenapa gitu?” tanya Wonwoo.

“Ngga tau, mungkin karena lo yang dokter, gue yang anak hukum doang. Terus, lo yang famous dan ganteng, gue yang cuma Mingyu anak hukum doang. Lo yang punya keluarga sempurna, gue cuma punya nyokap doang. Lo yang banyak lebihnya dan gue yang banyak kurangnya.” kata Mingyu, mulai serius.

“Hush! Ngga boleh ngomong gitu sih! Siapa yang bilang Mingyu anak hukum doang? Jadi anak hukum emang ga lebih keren dari jadi dokter apa? Kata siapa?” tanya Wonwoo, kesal mendengar jawaban Mingyu.

“Hukum sama Kedokteran kan punya tingkat kesulitan yang sama dengan definisi berbeda. Ga usah dipikirin. Toh nanti katanya mau jadi Jaksa? Kan Jaksa juga keren. Gue mau kok dinikahin sama Jaksa.” jawab Wonwoo, tanpa sadar, namun itu semua memang yang sedang dia pikirkan, tapi kalimat itu bukan kalimat yang ingin ia lontarkan sebenarnya.

“Eh gimana, Kak?” tanya Mingyu.

“Gue mau sholat Ashar dulu. Lo mau gue tuntun wudhu apa gimana?” tanya Wonwoo gugup, dia langsung berdiri dari pinggir tempat tidur yang sedari tadi dia duduki.

“Tapi gue belum selesai euy!” kata Mingyu.

“Kalimat lo udah lebih dari dua, itu udah gue kasih bonus.” kata Wonwoo, melangkah keluar kamar Mingyu.

“Kak Won!!! Kak Won!!! Ini intinya belum! GUE BELOM NANYA WOY!!!” teriak Mingyu dari tempat tidurnya tak berdaya.

“TANYA AJA!” jawab Wonwoo tidak kalah teriaknya dari luar kamar ke arah kamar mandi.

“MAU GA LO JADI PACAR GUE? JADI PACAR GUE YA!!” teriak Mingyu. Wonwoo tanpa sadar menggebrak pintu kamar mandi setelah mendengar pertanyaan tersebut. Mingyu tersenyum jahil namun lega, akhirnya dia ungkapkan juga perasaannya. Jawaban Kak Wonwoo adalah urusannya nanti.

Yang Mingyu tidak tahu, kini degupan jantung Wonwoo sudah tidak karuan. Deg-degan, bingung karena pertanyaan dadakan yang dilontarkan oleh Mingyu. Pipinya memerah hingga ke kupingnya ketika dia berkaca.