LET'S TALK


tw: sugar coating, kissing, family deep talk.

Arka yang sedang menyiapkan kebutuhan untuk weekly meeting hanya tersenyum ketika melihat bubble chat terakhir yang dikirimkan oleh atasannya itu. Pria berkacamata itu pun segera membersihkan mejanya yang berantakan, mematikan komputer kantornya, dan merapihkan barang bawaannya ke dalam tas gendong hitam berlogo GG yang selalu ia bawa.

Kegiatannya seketika terhenti, ia kembali terduduk dan membuka group chat iMessage-nya dengan sahabat-sahabatnya, setelah sedikit bertukar pesan. Lalu, saat ia ingin membuat status sambatan, tak lama ia melihat teman-temannya membuat status di akun sosial media burung biru itu. Arka tersenyum kecil, “Oh, ini efek bahas pernikahan sama dominant? Kalau bahas ke Mas Saka, pasti gini juga kali ya.” Monolognya, karena yang tak bergeming hanya Kenan, Kenzie dan Tara, pria-pria submissive seperti dirinya.

Setelah itu, Arka menyampirkan tas hitam kulitnya dan berjalan menuju ruangan paling ujung milik atasannya sembari memeluk beberapa berkas yang akan diperiksa Senin nanti.

“Hai!” Kata pria manis itu mengintip ketika sudah membuka sedikit pintu kantor CEO di Adi-Bumi Corporation, mengalihkan pandangan Pria tampan dengan rambut gelap yang masih menatap kertas-kertas di hadapannya.

“Hai!” Jawabnya. “Sekarang pasang mode apa?” Tanyanya sembari menatap ke arah si dia dan memperhatikan langkah demi langkah pria berpostur dada lebar, serta kaki jenjang yang sedang menuju ke arahnya.

Arka membuang sembarang tas hitamnya ke sofa sesaat memasuki ruangan itu, segera menghampiri pria yang masih berada di belakang meja bertuliskan 'Direktur Utama Nisaka Mingyu Putradinata', meletakkan berkas yang ia bawa dan memutar kursi singgasana milik kekasihnya itu agar mendapat perhatiannya.

Boyfriend mode, tadi katanya kamu mau pacaran?” Tanya Arka, Saka tersenyum, lalu segera menarik pinggang ramping personal assistant-nya dan menenggelamkan wajahnya diperut sixpack sang kekasih.

“Capek.” Keluhnya diperut Arka yang masih berbalutkan long-sleeved hitam yang ia gunakan sedari tadi pagi. Arka mengelus lembut surai pria yang memeluknya posesif dengan jari jemari lentik miliknya dan tersenyum hangat, Saka mendongakkan wajah dan memanyunkan bibirnya tanda minta untuk dicium dengan eyes puppy yang tidak mungkin Arka tolak.

Arka memegang kedua pipi prianya dengan kedua tangan, mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir pria di hadapannya, namun dengan jahilnya, Saka menahan tengkuk Arka untuk menyatukan bilah bibir mereka agar lebih lama terpaut. Kedua bibir itu saling berpagut sampai Arka tidak tahu bagaimana kini ia sudah berada dilahunan kekasihnya dengan tangan yang melingkar di leher Saka. Ciuman itu berlangsung cukup lama, dari lidah Saka yang mulai mengabsen rongga mulut Arka, begitupun dengan Arka, hingga kini lidah mereka sudah saling bertaut.

“Nghh—” Lenguh Arka sembari memukul bahu kekasihnya, meminta waktu untuk menarik nafas karena kekurangan oksigen akibat ciuman yang mereka lakukan.

Sorry, sorry aku keceplosan.” Kata Saka mengecup pipi Arka, kemdudian mengelap bibir si dia yang basah karena kelakuannya. Arka hanya tersenyum, menjitak pelan jidat pria yang kini sudah memangkunya, lalu memeluk tubuh bidang milik kekasihnya itu dan meletakkan wajahnya dibahu Saka.

I thought yang mau pacaran aku, tapi kok yang clingy malah kamu?” Tanya Saka, sembari mengusap punggung Arka dan mengelus surai gelapnya.

“Ngga boleh?” Tanya pria itu melepas pelukannya.

“Ya boleh dong. Sering-sering kaya gini, kamu kalau lagi boyfie mode tuh nagging terus, galak, untung aja aku sayang banget sama kamu.” Kata Saka jahil sembari mencubit hidung bangir Arka. “Terus, ini sekarang kenapa? Lagi mikirin apa?” Lanjut Saka, Arka hanya menggeleng dan kembali memeluk tubuh besar kekasihnya.

“Pasti lagi mikirin aneh-aneh, tweet temen-temen kamu juga aneh-aneh.” Lanjutnya.

“Kok kamu sempet-sempetnya buka Twitter sih, kan kerja?” Kata Arka masih diposisinya.

“Hiburan aku liat cuwitan temen-temen kamu, Andrian juga lagi nyambat, David juga lagi galau di first account, aku nontonin aja.” Kata Saka tersenyum lebar, kedua gigi taringnya mengintip dari bibir plum-nya. “Kenapa?” Arka masih terdiam.

“Cerita ya nanti kalau udah mau, jangan dipendem sendiri. Aku ngga mau kamu sakit gara-gara mikir yang aneh-aneh.” Saka membalas pelukan dan mengecup pucuk kepala kekasihnya itu, Arka hanya mengangguk menanggapinya.

“Lanjutin kerjanya Senin aja, Mas. Kerjaan kamu hari ini itu udah selesai, summary juga udah aku kirim ke e-mail kamu. Pulang yuk! Aku kangen Maura.” Kata Arka, mengecup pipi kekasihnya dan berdiri dari pangkuan Saka.

“Saya siapkan mobil untuk pulang ya.” Kata Arka, mengambil tasnya di atas sofa. “Saya tunggu di bawah ya, Pak Saka.” Lanjutnya ketika sudah sampai di depan pintu, dan meninggalkan Saka yang masih bingung dengan tingkah laku kekasihnya.

Masih terdiam di singgasananya, Saka meraih telepon genggamnya dan mengetik satu nama karyawan yang hampir 8 jam lebih bersama atau bahkan seruangan dengan Arka saat bekerja. Dia merasa mungkin orang itu tahu apa yang sedang difikirkan kekasihnya.

“Halo?” jawab suara wanita di seberang sana.

“Dyah.” panggil Saka.

“Ya, Pak?” tanya Dyah. “Bentar, Pak, saya matiin air dulu, nanti gosong.” lanjutnya, Saka tadinya ingin protes saat wanita itu berkata air gosong, namun tidak jadi karena sudah lelah, apalagi harus menanggapi kelakuan secretary-nya itu, sehingga ia hanya bergumam tanda setuju dan menunggu wanita di ujung saluran telepon itu kembali.

“Oke, let's go! Kenapa, Pak?” tanya wanita yang hampir 4 tahun menjadi asisten pribadinya menggantikan Arka, dulu.

“Arka, hari ini kenapa?” Tanya Saka.

“Lah, kenapa nanya saya? Coba tanya Mas Arkanya, dia kenapa?” Jawab Dyah cuek.

“Udah, tapi ngga dijawab. Ada omongannya yang ngelantur ngga hari ini, di luar kerjaan?” Tanya Saka menginterogasi Dyah, sembari memijat batang hidungnya.

“Hmmm, apa ya? Coba saya inget-inget dulu.” Kata Dyah, memegang dagunya tanda ia juga sedang mengingat-ingat pembicaraannya dengan pria yang selalu ia panggil Mas Arka itu. “Tapi masa gara-gara itu sih?” Monolognya yang tentu saja dapat didengar oleh Saka.

“Apa? Inget? Kamukan short-term memory.” Ejek Saka.

“Wah, ngga saya inget-ingetlah kalau gitu. Udah di luar jam kerja juga. Matiin aja ya ini teleponnya.” Jawab Dyah dengan cuek.

“Dih, pundung! Jangan dong, saya bingung ini anaknya tiba-tiba ngga bersemangat.” Jawab Saka. “Apa capek?” Lanjutnya.

“Saya ngga tau tapi ya, karena ini atau bukan, tapi setelah bahas ini emang raut mukanya agak berubah sih.” jelas Dyah.

“Iya udah, spill jangan banyak kata pengantar.” Kata Saka tak sabaran.

“Jadi gini —” Dyah memulai menceritakan apa yang ia dan kekasih direktur utama itu bicarakan seharian ini, Saka hanya mendengarkannya dengan serius, lalu mengangguk beberapa kali, tanda bahwa ia tampaknya sudah mengetahui apa yang kekasihnya pikirkan.

“Kalau salah, kamu saya potong gaji ya.” Kata Saka jahil.

“Kalau bener gaji bulan depan 1 koma 5 lipet ya?” tantang Dyah.

“Matre nih!” Kata Saka menjawab tantangan Dyah.

“Buat tabungan nikah, Pak. Masa nikah aja minta uang orang tua, mentang-mentang gaji saya buat cicilan yacht.” jawabnya.

“Cicilannya udah beres?” Tanya Saka.

“Maret tahun depan. Yacht saya aja udah mau lunas, Pak. Kapan ini undangannya?” ejek Dyah.

“Ngga nyambung undangan saya sama cicilan kamu. Kerja yang bener, biar bisa nanem anggur naik yacht.” Kata Saka.

“Dih, nyebelin! Ini saya ngga jadi manen anggur! Hadeuh.” dumel Dyah.

“Hahaha, maaf. Kita lagi ngejer new branch kan, Yah.” Jawab Saka.

“Deals the deal lagi Pak sama Big Boss?” tanya Dyah.

“Ngga, distraksi saya karena Om Jeonny belum bales chat sudah 2 bulan.” Kata Saka.

“Hahaha, jangan-jangan ngga dapet restu, Pak?” kata Dyah, kalimat yang sangat Saka khawatirkan 'tidak direstui'. “Cuma ngga mungkin sih ngga direstuin tapi anaknya boleh tinggal sama bapak every weekdays.” Kata Dyah dengan sembrononya.

“Oh, bapak ngga usah takut ngga direstuin, baru inget saya. Pak Jeonny emang lagi sibuk, soalnya Pak Bumi sekarang lagi sering ambil liburan.” lanjut Dyah.

“Kamu tau dari mana?” Tanya Saka.

“Bapak lupa, pacar saya tukang gossip? Akurat lagi. Hahaha.” kata wanita di ujung telepon sana, Saka ingat kelakuan Arya dan ikut tertawa bersama Dyah.

“Mas?” Saka terkejut mendengar suara itu tiba-tiba muncul dari daun pintu ruangan kantornya, suara Arka yang terdengar lelah dan tak sabar. “Aku chat dari tadi ngga di bales. Nungguin lho!” Lanjutnya dengan nada pelan setelah melihat kekasihnya sedang berada di sambungan telepon.

“Yaudah kalau gitu, thanks, bye!” Kata Saka datar yang seketika mematikan teleponnya dan segera berdiri, mengambil jasnya yang tergantung dan menghampiri kesayangannya.

“Seneng banget, teleponan sama siapa?” Tanya Arka yang berjalan duluan di depan Saka.

“Si Dyah lagi ceritain Arya.” Alasannya, tapi tidak berbohong juga.

“Aku baru tahu kalau kamu deket sama Dyah?” Tanya Arka, menatap curiga ke arah Saka yang santai.

“Hah? Kan udah kerja bareng hampir 4 tahun sama dia. Dulu, dia yang bantuin aku sampe ketemu kamu.” Jawab Saka, mengikuti Arka yang sudah memasuki lift utama ke lobby.

“Tapikan dia udah bukan asisten kamu lagi.” Kata Arka. “Kalau bahas kerjaan atau Arya kan bisa sama aku.” Lanjut Arka, cemburu.

“Ya Tuhan, pacar aku lagi cemburu. Gemes banget mau aku makan.” Kata Saka memojokkan tubuh Arka di pojokan ruangan tabung yang sedang bergerak turun itu, memeluk pinggang kekasihnya dan mengecup rahang Arka dan bibir merah muda-nya. Arka memebelalakkan matanya, masih terdiam.

“Cuma ngobrol sama Dyah, nanya kamu ada kesulitan kerja apa? Soalnya, kamu aneh.” Kata Saka, mengecup bibir pria itu lagi. “Aku sekhawatir itu sama kamu.” Lanjutnya, mengelus surai hitam Arka yang menutup keningnya dan mengecupnya sayang di sana, Arka masih membeku.

“Tapi, jawaban Dyah juga ngga membantu. So, I wish you can tell me, nanti aja kalau memang kamu cerita kalau udah siap, aku tungguin, mau denger dari kamu.” Jawab Saka, mengambil kunci mobil di saku belakang Arka. “Aku yang nyetir, pulang ke rumah kamu kan?” Tanya Saka, yang dijawab anggukan bingung. Arka masih membeku.

Saka menggenggam tangan Arka sembari berjalan dari lobby ke parkiran mobil tempat mereka memarkirkan mobil tadi pagi, lalu membukakan pintu untuk asisten pribadi kesayangannya, berlari kecil ke kursi pengemudi dan membantu Arka menggunakan seatbelt-nya, mengecup pipi kanan kekasihnya sembari tersenyum, menyalakan engine machine roda empat itu dan membelah kota Jakarta dengan tangan yang saling bertautan, Saka seakan tak ingin melepasnya.


“Wooooaaahh! Uncle Handsome halooo!!” Sapa Maura ketika melihat Saka berjalan di belakang Arka. “Daddy daddy, papi bought me new book! Nanti kita baca bersama ya!” Celoteh Maura yang kini sudah ada di gendongan Arka.

“Iyaa iyaa.” Jawab Arka santai sembari masuk ke dalam rumah.

Ayah, Dhika dan Jisoo yang sedang berbincang seketika berdiri ketika melihat Arka dan Saka berjalan ke arah mereka.

“Lho, sama Tuan Muda Saka toh.” Kata sang Ayah.

“Panggil Saka aja, Om Jeon, kan Saka udah bilang.” Kata Saka.

“Oh iya, maaf kebiasaan dari kamu kecil manggilnya itu.” Dalih Jeonny, Saka hanya tersenyum karena itu memang benar adanya.

“Mandi gih udah jam 10 malem.” Kata Jisoo kepada kedua pria yang baru datang itu.

Uncle Handsome” mau tidur sama Maura katanya. Bolehkan, Princess?” Tanya Arka kepada Maura yang dijawab anggukan antusias oleh anak 8 tahun itu. “Kalau gitu, daddy and uncle handsome take a bath first ya.” Kata Arka.

“Anterin gih Daddy ke kamar Maura untuk mandi. Biar uncle handsome jalan sendiri ke kamar Daddy.” Kata Dhika. Maura segera menggandeng Arka dan meninggalkan Saka untuk ke kamar atas, ruang tidur Arka.

Happy shower, uncle handsome!” kata anak 8 tahun itu.

Saka dan Arkapun berpisah untuk saling membersihkan diri masing-masing.

***

Benar kata Dhika, setelah jam 11 malam, rumah kediaman Rahamardja menjadi sangat sepi. Tidak terdengar suara tawa Maura, atau dumelan Arka kepada Dhika, maupun Jisoo dan Jeonny yang akan melerai keduanya.

Saka sudah mandi ketika ia turun ke bawah untuk mengambil air putih di dapur, namun ia hanya mendapati asisten pribadi milik papanya yang sekaligus adalah ayah dari kekasihnya. Pria berumur yang wajahnya masih terlihat tampan dengan tahi lalat di atas bibir itu menatap Saka yang berjalan ke arahnya, dan menepuk sofa kosong di sebelahnya, meminta pria tampan dan anak tunggal dari atasannya itu duduk di sampingnya.

“Maaf ya, Nak Saka. Om belum sempat balas pesan kamu, karena masih belum menemukan jadwal yang kosong, untuk kamu dan om.” Katanya membuka suara.

“Ngga apa-apa, Om. Saka ngerti kok. Dyah juga sudah cerita.” Kata Saka yang kali ini duduk sangat sopan. Ingin memberikan impresi yang bagus di hadapan calon mertua, mungkin.

“Mau bicara sekarang saja?” Tanya pria paruh baya itu. “Kalau takut terdengar Arka, anaknya sudah tidur di kamar Maura. Habis membaca buku dongen baru.” Lanjut Jeonny.

“Ngobrol hal itu sekarang? Di sini? Tapi, saya pakai baju tidur, Om.” Kata Saka sedikit terkejut.

“Ngga apa-apa, saya juga pakai piyama. Haha.” Kata Jeonny menatap ke arah pakaiannya, meyakinkan Saka kalau dia tidak sendirian.

'True sih, tapi masa iya?' kata Saka di dalam hati.

“Bagaimana?” Tanya Jeonny.

‘Now or never’ gumam Arka.

“Boleh, Om, kalau memang kata orang lebih cepat lebih baik.” Kata Saka, Jeonny menyunggingkan senyumnya seakan bangga pada pria di dahapannya ini. Jeonny meminta Saka untuk memulai dengan gerakan tangannya.

“Ehem.” Saka membersihkan kerongkongannya, tidak, sebenarnya ia sedang sangat gugup. Ia terdiam sebentar, “Saya mau minta Arka, Om.” Katanya, jujur telapak tangannya sedikit berkeringat saat ini.

“Meminta Arka untuk mendampingi saya seumur hidup.” Lanjut Saka, semakin yakin dengan kalimatnya.

“Kamu yakin?”

“Sangat yakin.” Jawab Saka tanpa berfikir saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Jeonny.

“Arka tau?” Tanya Jeonny.

“Belum, om. Saya izin ke om dulu, jadi ke Arkanya juga enak.” Jawab Saka.

“Mempertimbangkan dia yang sayang banget sama kamu, dia ngga akan nolak sih.” Kata Jeonny, memegang dagunya.

“Pak Bumi?” Tanya Jeonny lagi.

“Papa sudah tahu, om. Dari sebelum saya keluar dari rumah sakitpun, papa sudah tahu.” Jelas Saka.

“Oh, pantas saja.” Kata Jeonny.

“Pantas apa, om?” Tanya Saka.

“Sudah membuat list para kolega diluar cocktail party dan sering menanyakan apakah saya sering bertemu dengan kamu.” Jelasnya, Saka hanya tertawa. Papanya memang sudah tahu, seharusnya papanya menemaninya saat ini, walaupun dengan menggunakan baju tidur juga.

“Kalau kalian sudah settle dengan perasaan kalian, silahkan untuk di proses ke jenjang lebih lanjut, Saka. Saya tidak akan melarang, tapi tolong anak saya dijaga. Walaupun, dia galak, aslinya sangat lemah dan sangat manja, persis seperti almarhum ibunya.” Lanjut Jeonny.

“Saya ngga akan melarang siapapun untuk pilihan anak-anak saya, asalkan mereka bahagia.” Kata Jeonny lagi.

“Kita harus ngobrol lagi, Om tentang ini di tempat yang lebih proper, dengan baju yang seharusnya saya berpakaian lebih sopan, sambil makan malam.” Kata Saka.

“Atur saja, kita akan atur waktunya lagi ya, Nak Saka.” Jawab Jeonny. “Sekarang, setidaknya kamu sudah lebih tenang kan?” Tanya Jeonny yang dijawab anggukan serta senyuman lega dari Saka.

“Arka mungkin sudah tidur di kamar Maura, kamu hampiri saja pelan-pelan.” Kata Jeonny. “Dan kamu bisa tidur di kamar Arka ya, Nak Saka.” Lanjutnya, berdiri dari sofa yang ada di ruang tengah dan menepuk bahu Saka. Saka mengangguk.

Saka menghampiri kamar yang dimaksud oleh Jeonny, saat dibuka bila dapat dideskripsikan, kamar Maura sudah seperti kamar Princess di Disney dengan segala atribut dan hiasan kamar yang sangat cocok untuk gadis 8 tahun itu. Ia melangkahkan kakinya ke tempat tidur berukuran queen size yang tertutupi kelambu dengan satu anak gadis dan satu pria dewasa yang berumur 28 tahun sedang tertidur pulas di sana.

Saka mengelus surai hitam pria itu yang menutup matanya dan mengecup seluruh bagian mukanya. “Good night, love.” katanya, ketika Saka berbalik ingin kembali ke kamar Arka, tangannya digenggam.

Good night.” kata pria itu dengan suara serak bangun tidurnya, memeluk tubuh Saka dari belakang.

“Aku bangunin ya? Maaf ya, tidur lagi gih!” Pinta Saka yang dibalas anggukan. Saka menangkup kedua pipi gemas itu, dan mencium bibir prianya.

Have a nice dream.” kata Saka. “Love you.” bisiknya.

Love you, too.” balas Arka yang kemudian kembali tertidur di samping Maura. Sedangkan Saka kembali ke kamar kekasihnya untuk menuju ke alam mimpi juga.