Libur Lebaran & Family Gathering
Part of Shall We? Universe
Sudah beberapa hari Keluarga kecil Kim dan Jeon — Mingyu, Wonwoo, Yuvin dan Ichan berada di Kota Bandung. Belum ada bosannya mereka di sana, sesekali Ichan dan Yuvin mengendarai sepeda yang sengaja mereka bawa dari Jakarta di sore hari untuk sekedar ngabuburit dan keliling komplek di daerah Dago Pakar atau hingga berjalan-jalan ke jalan raya untuk sekedar menikmati Kota Bandung di kala sore hari dan jajan pinggiran jalan untuk ngabuburit.
Hari ini adalah kali pertama Wonwoo merasakan lebaran dengan orang yang bukan kelurganya, ada Yuvin dan Mingyu di sana. Lebaran pertama, sama seperti lebaran pada umumnya, setelah sholat Ied, keluarga Jeon berkumpul di ruang tamu, di sana sudah ada Oma dan Opa yang sudah siap menyambut anak-anak dan cucunya untuk sungkeman ditambah dengan calon personil baru.
Tahun ini, Mingyu yang pertama kali sungkeman dengan Oma dan Opa dilanjutkan dengan Wonwoo sampai Ichan pada urutan terakhir. Tahun ini pula pertama kali dalam hidupnya, seorang Jeon Wonwoo sungkeman dengan pria yang baru dia kenal 2 tahun lebih ini.
“I don't know how to say, ini pertama kalinya aku sungkeman sama pria selain Opa. Mas, maafin aku ya kalau aku selama ini banyak salah sama kamu.” kata Wonwoo sambil mencium punggung tangan kanan kekasihnya. Tangan kiri Mingyu mengelus surai Wonwoo.
“Sama-sama ya, Dek. Maafin mas juga kalau ada salah sama kamu.” jawab Mingyu seraya tersenyum dan mencium puncak kepala Wonwoo dengan sayang dan memeluknya.
Beralih Wonwoo yang duduk di samping Mingyu, Yuvin yang sungkem. “Papa Nu, Upin minta maaf kalau resek ya, itu keturunan Pak Kim.” katanya sembari menyalami punggung kanan Wonwoo sambil tersenyum, dan memicingkan tatapan jahilnya ke arah sang Ayah.
Sementara Ichan, “Ayah Ming, maafin Ichan ya kalau Ichan lebih suka masakan Papa Nu daripada telor gosong Ayah. Maafin juga kalau Ichan judes, diajarin Papa Nu.” kata Ichan yang kemudian mendapat jitakan halus dari Mingyu.
“Iya, dimaafin. Tapi, lain kali jangan tumpahin sirup di karpet ya, Ichan.” ledek Mingyu yang dibalas cemberutan dari bibir Ichan yang sepersekian detik berubah menjadi senyuman.
Seperti itulah tingkah laku dari 3 pria favorite Wonwoo, saling meledek satu dengan yang lainnya, kemudian akan mengadu ke Wonwoo memohon untuk dibela.
***
Lebaran kali ini satu persatu sanak saudara Wonwoo datang untuk bersilahturahmi, dari keluarga Oma dan Opa, teman-teman SMA Wonwoo, hingga Jihoon dan Suaminya yang kebetulan juga memang teman sekelas Wonwoo di SMP — Soonyoung, Dikey juga datang — Sahabat Mingyu yang baru kembali dari dubai sekitar Tahun lalu.
“Open House banget nih? Rame banget!” kata Dikey menyenggol lengan Ichan dan Yuvin.
“Ngga tau nih, kaya lagi lamaran ya?” kata Yuvin asal yang dibalas anggukan Icha, karena sedang asyik menonton youtube rekomendasi Bonon —Video kucing.
“Dikey, kenalin ini Soonyoung, suaminya Jihoon. Kenalan dong, ngobrol sama temen-temen gue.” kata Wonwoo dengan senyum penuh bersahabat menarik Dikey yang sedari tadi lengket dengan Yuvin dan Ichan yang sedang asik dengan dunia mereka.
Mingyu menghampiri Wonwoo dan memeluk pinggang kekasihnya, membuat Wonwoo sedikit terperanjat. “Kaget aku, Masyang. Aku kira siapa!” kata Wonwoo.
“Ya aku, siapa lagi.” kata Mingyu santai.
“Kamu dari mana?” tanya Wonwoo.
“Dari dapur, ambil minum. Nih, minum dulu. Ngga kering apa tenggorokannya dari tadi ngobrol sama tamu?” tanya Mingyu, menyodorkan gelas kaca yang berisi air mineral itu dan nimbrung pembicaraan Dikey, Wonwoo, Soonyoung dan Jihoon.
“Thank you, sayang.” kata Wonwoo mengambil gelas yang ada ditangan Mingyu dan mengecup pipi kekasihnya sebelum menenggak habis air mineral yang diberikan.
***
“Pin, kamar aja kali ngga? Adem!” ajak Ichan.
“Chan, Vin, kalian liat Oma sama Opa ngga? Di mana deh?” tanya adik Wonwoo satu-satunya itu, mencegat Ichan dan Yuvin ketika mereka hendak menginjakkan kaki di anak tangga pertama.
“Di belakang Om, lagi liat ikan Koil.” jawab Yuvin dan disetujui oleh anggukan dari Ichan, adik Wonwoo yang bernama Jeon Eunwoo itu langsung berjalan menuju tempat yang disebut oleh Yuvin.
“Rame banget buset.” kata Ichan mengeluh ketika sudah merebahkan badannya di tempat tidur mereka. “Kayaknya tahun ini ngga gini deh, apa karena ada Ayah Ming sama elu ya?” tanya Ichan mengguling-gulingkan badannya di kasur.
“Ngga tau! Tapi, ini baru keluarga lo, temen bokap kita, belum keluarga gue.” kata Yuvin.
“Bukannya Ayah Ming anak tunggal ya?” tanya Ichan.
“Iya, tapikan sepupu gue seabrek! Liat aja entar kalau dateng.” kata Yuvin santai.
“Gran Turismo 7 sabi kali, Chan!” ajak Yuvin yang sudah berlari ke depan televisi 46 inch itu dan menyalakan play station yang mereka bawa.
“Kuy lah!” kata Ichan yang langsung mengikuti langkah remaja pria yang lebih tua 3 bulan dari dia itu.
Lebaran ke dua
“Huwaaa... enak banget bangun siang!” kata Yuvin yang sudah turun dan menghampiri Wonwoo yang sudah berada di ruang tengah, menyenderkan kepala kepada sang calon Papa.
“Masih ngantuk ya tidur aja, kenapa turun?” tanya Wonwoo mengelus surai Yuvin lembut.
“Pengen bangun aja, nanti bablas. Kata Ayah Ming eyang mau dateng.” kata Yuvin sembari mengucek matanya dengan jemarinya.
“Iya, tapi masih jam 2 siang kok. Inikan baru jam berapa? Jam 10.” kata Wonwoo.
“Ichan masih tidur pasti?” tanya Wonwoo yang dibalas gelengan.
“Aku bangun ngga ada di kamar.” kata Yuvin. Karena diapun mendapati dirinya bangun sendiri tadi pagi dan mencari Mingyu disekitar rumah, namun tidak ada. Ponsel kekasihnya itupun tergeletak rapih di atas nakas.
“Loh? Ayah kamu juga ilang.” Kata Wonwoo sedikit terkejut.
“Paling sepedaan pagi, Pap.” jawab Yuvin yang merebahkan kepalanya di paha Wonwoo dan kembali tertidur, semakin dalam karena belaian lembut Wonwoo.
Ngga anak ngga Ayah, emang gini ya kelakuannya? Disuruh tidur di kamar malah milih paha. gumam Wonwoo seraya tersenyum.
Selang 45 menit, Wonwoo dan Yuvin masih pada posisinya, Wonwoo memindahkan channel TV-nya sembarang.
“Lho, Papa Ichan, kok itu Yuvin ngga dibangunin disuruh tidur di kamar?” kata pria yang sudah lanjut usia itu, mendudukan badannya di sofa single sebelah Wonwoo.
“Udah tadi, Opa. Tapi katanya ngga mau, malah rebahan di sini.” kata Wonwoo santai.
“Kalau diliat-liat dari tingkah lakunya, Yuvin tuh manjanya sama kaya Ichan ya, Nu?” tanya Oma yang menyusul duduk di sebelah Opa.
“Iya, Mingyu juga gini.” jawab Wonwoo.
“Sayang banget kayaknya mereka sama kamu ya?” tanya Oma lagi. Tanpa Wonwoo sadari, kini pipinya sudah merona.
“Iya kayaknya, Ma.” jawab Wonwoo.
“Ya kamu liat aja kelakuannya Mingyu, Yuvin sama Ichan ke Wonu kaya gimana pas di sini. Semua Papa Nu.” jawab Opa Ichan, membuat pipi Wonwoo semakin merona.
“Di Jakarta juga gitu?” tanya Opa, yang dijawab anggukan malu-malu oleh Wonwoo.
“Nanti, kalau orang tuanya Mingyu dateng ngga ngelamar, kita aja lah yang ngelamar Mingyu, Pa.” kata Oma menyenggol lengan Opa.
“Tapi kita belum siapin apa-apa.” Jawab Opa tenang. Mereka tidak tahu kalau di sana, di sofa panjang yang sedang ada kepala anak pria berusia 15 tahun di pahanya itu sedang menarik nafasnya perlahan untuk mengontrol debaran jantungnya yang tidak karuan.
Bila membahas tentang pernikahan, entah kenapa dada Wonwoo terasa ingin meledak, jantungnya berdegup dengan kencang. Perasaan Exciting sekaligus nervous menjadi satu, membuncah di sana.
“Gak apa, nanti nyusul aja pas akad. Ya?” jawab wanita paruh baya yang biasa dipanggil Oma Ichan itu.
“Papa emang ngga liat itu mereka udah kaya keluarga bahagia? Ichan sama Yuvin juga udah kaya kembar, kemana-mana bareng. Baru nih Oma liat dia sendirian sejak sampai Bandung.” kata Oma Ichan lagi.
“Oh iya, ngomong-ngomong Ichan, anak itu kemana ya? Oma liat? Mingyu juga ngilang?” tanya Wonwoo kepada kedua orang tuanya.
“Sama Wowo lagi jalan-jalan naik sepeda.” jawab Opa.
“Kok tumben Yuvin ngga diangkut?” tanya Wonwoo.
“Yuvin tadi udah dibangunin sama Oma berkali-kali ngga mau ikut katanya. Lagian, bentar lagi juga mereka pulang. Udah dari jam 7 pagi kok.” jelas Oma. Kini Oma sudah beranjak.
“Mending kamu bangunin Yuvin, terus bantuin Oma di dapur yuk, buat nyambut orang tuanya Mingyu.” ajak Oma yang dijawab anggukan oleh Wonwoo.
“Oma duluan aja ke dapur, aku bangunin Yuvin dulu.” kata Wonwoo.
Wonwoo mengelus surai Yuvin perlahan, membangunkan si anak yang sedang pada masa pubernya itu untuk membuka matanya.
“Yuvin, bangun yuk! Papa mau ke dapur. Papa Nu ngga bisa gerak lho ini!” kata Wonwoo dengan suara lembutnya.
“ASSELAMAAATTT PAGEEEEE~” teriak remaja pria lainnya dari arah pintu yang kini sedang berlarian ingin segera memeluk leher Wonwoo.
“Dari mana kamu?” tanya Wonwoo mengelus lengan pria remaja yang selalu disapa dengan Ichan itu.
“Sepedahan sama Ayah dan Om Woo” kecupnya meluncur di pipi Wonwoo.
“Mandi gih! Bau matahari gitu.” Pinta Wonwoo.
“Iya, Pa. Masih keringetan ini. Eh itu si Upin ngapain?” katanya, langsung melepas pelukannya dan duduk di atas perut Yuvin.
“ANJ! Akkkkkkhhh!” erang Yuvin.
“Bangun! Udah jam 11!” sapa Ichan sembari berdiri dari duduknya ketika mendengar erangan sahabatnya.
“Ichan, kok Yuvinnya didudukin?” Tanya Opa.
“Biarin! Dia pernah nyiram aer segayung ke Ichan pas mau ngaji.” kata Ichan penuh dendam dengan tawa nakalnya.
“Sakit, bangsss...” kata Yuvin yang langsung terduduk dan menutup mulutnya ketika dia menyadari di sana sudah ada Opa.
“Hayo! Mulutnya!” tegur Wonwoo.
“Maaf, Pap. Ini lagi apaan sih dudukin gue. Sakit!” keluhnya.
“Ya lagian~”
“Lagian apa lagian?”
Dan seperti itulah kedua remaja itu. Selalu. Sesekali sang Opa terlihat tertawa, menertawakan kelakuan cucu-cucunya.
Ditinggal 10 menit juga udah baikan lagi. kata Wonwoo.
Wonwoo melangkahkan kakinya ke dapur dan melihat 2 pria dewasa yang sedang duduk sambil menikmati kopi susunya siang ini — Mingyu dan Eunwoo. Wonwoo menghampiri sang kekasih, melingkarkan tangannya ke bahu Mingyu yang dibalas tangan Mingyu yang melingkar di pingganganya dan Eunwoo yang sedang asyik memperbincangkan entah apa.
“Udah makan emang? Kok udah minum kopi?” tegur Wonwoo kepada sang kekasih.
“Udah, tadi kita beli nasi kucing.” jawab Mingyu, “Kamu udah sarapan?” tanya Mingyu.
“Udah tadi sama Opa sama Oma.” jawab Wonwoo.
“Lho? Anakku?” tanya Mingyu.
“Bangun-bangun ke ruang tengah, terus tidur lagi di pahaku. Tuh, lagi adu mulut sama Ichan di depan Opa.” jawabku.
“Susah ya, punya dua remaja, ini masih beda rumah lho! Gimana kalau udah satu rumah.” kata Eunwoo sembari mengedipkan matanya pada sang kaka. Pipi Wonwoo kembali merona.
Iya juga ya? Kalau udah nikah pasti satu rumah ngga sih? Ngebayanginnya deg-deg-an juga ya. gumam Wonwoo.
“Belajarlah, kan udah pendekatannya 2 tahun ya, buat kenalan sama anak-anak.” kata Wonwoo yakin, mengelus pundak sang kekasih. Mingyu menganggukan kepalanya sembari menutup mukanya dengan satu tangannya. Malu.
Ketemu Wonwoo setiap hari ya? Deg-deg-an juga ternyata ngebayanginnya. gumam Mingyu.
“Nak! Yuk! Bantuin Oma.” kata Oma memanggila Wonwoo.
“Be right there!” jawab Wonwoo.
“Aku ke dapur dulu! Kamu jangan lupa mandi, jam 2 mama papa kamu dateng.” kata Wonwoo mengingatkan Mingyu dan mendaratkan ciuman dipipi ayah Yuvin itu.
“Lo juga! Mandi!” pinta Wonwoo kepada adiknya.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, orang tua Wonwoo, Wonwoo, Eunwoo, Mingyu, Yuvin dan Ichan sudah wangi dan rapih. Entah ada apa, tapi Mingyu memandatkan kekasihnya menggunakan baju yang rapih dengan dalih dia juga menggunakan pakaian yang rapih, sehingga mau tak mau anak-anak merekapun menggunakan baju yang rapih pula.
Seorang wanita paruh baya yang terlihat sudah berkerut namun masih terlihat cantik keluar dari mobil Toyota Camry berwarna hitam, kemudian pria paruh baya yang tak kalah gagah, diikuti dengan 2 pria tinggi yang keluar dari pintu penumpang depan dan kemudi, yang tak kalah tampannya dari Mingyu. Diikuti dengan 3 mobil Toyota Camry hitam lainnya yang menyusul. Mingyu dan orang tuanya total membawa 4 mobil. Banyak.
“Bantuin Om Dikey, Vin.” pinta Mingyu berbisik dibalas anggukan. Wonwoo langsung menghampiri pria dan wanita paruh baya itu bersama dengan Mingyu. Mengucapkan Minal Aidin Walfaidzin dan mengajak mereka masuk ke dalam rumah yang cukup luas itu. Diikuti dengan 2 pria tinggi putih yang tadi semobil dengan orang tua Mingyu.
“Yuk, duduk.” tawar Oma yang disambut hangat oleh sang tamu.
“Kenalkan terlebih dahulu sebelumnya, saya Mama dari Kim Mingyu dan eyang putri Yuvin, Kim Sohee dan ini papanya, Kim Hyun Bin. Dan yang kedua ini sepupu kembarnya Mingyu yang sudah seperti kakaknya, Yoon Jeonghan dan Yoon Jisoo.” kata Ibunda dari kekasih Wonwoo itu. Dibalas oleh Oma yang memperkenalkan keluarga Jeon.
Wonwoo datang dengan nampan yang berisi cukup banyak gelas, mengingat tamunya ada sekitar 10 orang siang ini, dibantu oleh Ichan. Sedangkan Ichan membelalakkan matanya ketika melihat barang-barang yang terbungkus rapih yang dibawa oleh sepupu Mingyu dan Om Dikey. Wonwoo tak kalah terkejut.
Kini barang-barang itu sudah tertata rapih di depan meja ruang tamu, keluarga Jeon dan keluarga Kim sudah lengkap, Wonwoo berada di tengah sofa panjang bersebelahan dengan anaknya, begitupun dengan Mingyu yang sudah ada di seberangnya dan Yuvin di sampingnya.
“Niat kita sebenarnya ke sini ingin bersilaturahmi tentunya dengan Keluarga Pak Jeon.” kata ayahanda Mingyu membuka suara.
“Sekaligus, tanpa berbasa-basi ingin melamar resmi anak sulung dari keluarga Jeon yang ada di hadapan kami, Nak Wonwoo.” lanjutnya. Pipi Wonwoo merona, jantungnya berpacu dan fikirannya mendadak kosong. Lamaran ini cukup tiba-tiba untuknya.
Wonwoo terkejut, begitupun dengan Ichan. Namun, Eunwoo, Oma dan Opa tampak biasa saja, seperti sudah mengantisipasi hari ini memang akan terjadi.
“Terima kasih atas kehadirannya dari keluarga besar Kim. Senang sekali kami mendapatkan tamu seperti Anda.” kata Opa dengan sangat tenang.
“Namun, bila membicarakan perihal lamaran. Saya akan serahkan semuanya kepada Wonwoo. Apakah dia ingin menerimanya, memikirkannya atau menolaknya.” kata Opa lagi.
“Bagiamana, Papa Ichan?” tanya Oma sembari mengelus lembut tangan Wonwoo yang berada di sampingnya. Membuat Wonwoo kembali tersadar, sedangkan Ichan deg-deg-an, karena kalau difikir-fikir cara pikir Papanya memang cukup unik. Takut ditolak. Gagal dong Ichan punya ayah?
Wonwoo menundukkan kepalanya dan mengangguk tanda setuju untuk menerima lamaran ini ketika sempat terdiam beberapa saat. Kedua keluarga pun saling mengelus dada tanda lega.
Kini waktunya Oma memakaikan secara resmi cincin lamaran untuk Mingyu. Cincin yang Mingyu beli khusus untuk Wonwoo dan sudah pernah diberikan sebelumnya saat melamar Wonwoo bulan lalu. Cincin yang sempat di minta kembali oleh Mingyu saat mereka sampai di Bandung sampai membuat bibir Wonwoo mengerucut sempurna seharian. Begitupun sebaliknya, Mama Mingyu pun memasangkan cincin dari kotak beludru cantik yang sama dan memasangkannya di jari manis kanan Papa Ichan ini.
Setelah acara tukar cincin tersebut kedua belah keluargapun mulai menentukan tanggal pernikahan dan rencana pernikahan sesuai dengan keingin calon pengantin.
“Jadi kapan, Nak?” tanya Mama Mingyu ke arah Wonwoo.
“Aku belum ada tanggal sih, Ma.” Jawab Wonwoo sopan banget, sampe Eunwoo kaget mendengarnya.
“Sebenarnya, aku udah DP sih di 2 gedung, tanggal 19 Juni sama tanggal 17 Juli setelah pihak keluarga OK, nanti baru kita lunasin. Takut keisi aja.” Kata Mingyu.
“Tapi 1 bulan apa cukup, Ayah Yuvin?” tanya Oma.
“Lebih cepat lebih baik sebenarnya, Oma. Tapi, kita balikin lagi ke keputusan keluarga besar saja.” jawab Mingyu.
“Satu bulan bisa sih, saya sama Jisoo kebetulan emang disuruh tante bantu-bantu untuk nikahan ini, kita juga tetap sewa Wedding Orginazer aja. Jadi, saya, Jisoo dan Wonwoo bisa supervise. Tante sama Mama Wonwoo tinggal dateng aja nanti.” jawab sepupu Mingyu yang bernama Jeonghan itu dengan yakin.
“Pun ada Dikey, Tante. Aku bisa bantu walaupun jadi supir.” kata Dikey yang diikuti tawa para tetua.
“Kamu gimana, Papa Ichan?” tanya Opa.
“Boleh, kalau memang kedua pihak keluarga sudah setuju. Wonu ikut aja.”
“Kita ngobrol lagi nanti untuk konsep ya, Nu. Gue sama Jeonghan udah nyiapin banyak banget kamu tinggal pilih. No ribet-ribet club kita sih.” kata kembaran dari sepupu Mingyu itu membuka suara dengan keyakinan yang sama seperti kembarannya.
“Ya, bagus. Semakin cepat semakin bagus. Saya suka!” kata Papa dari Mingyu.
Acara kemudian diisi dengan bincang-bincang para orang tua, baik dari keluarga Jeon dan keluarga Kim.
Sedangkan di belakang sana, Yuvin dan Ichan kembali disibukan dengan ponselnya.