MORNING STROLL
Putra hanya tersenyum saat melihat chat terakhir dari Marcelio yang memanggilnya ‘Putra Mahkota’, not even once or twice, mungkin pria manis itu sudah hampir terbiasa dengan panggilan-panggilan spontan yang senior managernya lontarkan, apabila mereka sedang berdua.
Putra yang siang ini menggunakan white t-shirt dan
sudah berjalan menghampiri Marcelio yang sudah memarkirkan motor vespanya di depan pagar koss-kossan pria m menggunakan helm kesayangannya, dan menggendong tas kulit berwarna hitam kesayangannya berada di atas motor Vespa kesayangan Marcelio yang tadi sudah menjemputnya di depan koss-kossan. Pria manis yang berada di kursi penumpang itu sedang celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri menatap jalanan, sama seperti yang selalu ia lakukan. Motor Marcelio sudah berada di gedung tempat kedua pria itu bekerja, namun, bukannya masuk ke dalam parkiran gedung, Marcelio lebih memilih untuk melewatkannya. Pria manis berkacamata yang berada di jok belakang itu diam, lalu perlahan mengernyitkan keningnya, sedikit bingung.
“Mas, kelewat itu pintu masuk motornya.” tegur Putra, ia hanya takut kalau pengemudi motor bebek itu sedang bengong atau tidak fokus, makanya mereka jadi kelewat.
Pria yang pagi ini menggunakan kaos hijau botol oversized itu bertanya-tanya di dalam hatinya, ‘mau kemana ini?’ ketika melihat jalanan yang sudah melewati gedung perkantoran tempat mereka berdua bekerja.
“Hah?” tanya Marcelio yang masih fokus ke jalan.
“Kita mau kemana?” tanya Putra dengan suaranya yang agak kencang agar pria yang dipanggil ‘Mas’ itu mendengar kalimatnya.
“Siapa Pramana?” tanya Marcelio, jidatnya mengernyit, sedikit cemburu mendengar Putra memanggil nama lain karena ia tidak dapat menderngar dengan jelas kalimat yang Putra keluarkan.
“Hah? Bonamana?” tanya Putra, pembicaraan ini memang semakin aneh karena si dia juga tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh pria yang berada di depannya.
Marcelio dan Putra mengendikkan bahu masing-masing, mereka tahu pembicaraan mereka tidak akan nyambung karena helm yang mengganggu dan bisingnya jalanan. Mereka tampaknya sudah lelah untuk melanjutkan perbincangan yang semakin lama semakin tidak nyambung. Putra hanya berpasrah kepada Marcelio yang entah akan membawanya kemana pagi ini.
Sudah dua bulan belakangan ini Marcelio dan Putra selalu berangkat kerja dan pulang bersama. Walaupun setelah sampai gedung perkantoran mereka akan naik ke lantai kantor sendiri-sendiri, serta terlihat sibuk dengan pekerjaan dan teman masing-masing, tapi saat pulang Marcelio akan menunggu Putra untuk pulang bersama, begitupun sebaliknya.
Kalau Putra ada meeting di luar dan tidak kembali ke kantor, Marcelio akan menjemputnya dimanapun pria manis itu berada, sedangkan bila Marcelio yang meeting keluar kantor, Putra akan menunggu pria tampan itu hingga si dia kembali ke kantor.
Pagi ini, Marcelio sedang tidak ingin pergi ke kantor dan hanya ingin berduaan bersama Putra, karena alasan itu lah kini Marcelio sedang mengingat-ingat serta mencari-cari tempat yang cocok. Di kepalanya ada beberapa nama cafe, dan berakhir dengan Marcelio yang memberhentikan motor di depan gedung berkaca
“Sampe!”