Setelah membalas pesan terakhir dari asisten pribadinya, Mingyu meletakkan ponsel-nya di atas meja makan yang terletak di dalam kamar presidential suite hotel bintang lima itu. Pria berusia 37 tahun tersebut kemudian berdiri, lalu mengambil segelas air mineral dari meja bar yang tersedia, dan melangkah menuju ruangan tempat tidur, tempat di mana ia meletakkan Wonwoo sebelumnya.
Sesampainya di sana, pandangan Mingyu langsung tertuju pada sosok pria muda yang terbaring di atas ranjang. Tubuh pria manis itu tampak gelisah, menggeliat pelan. Keringat terlihat masih membasahi kening dan lehernya, membuat kulit pucatnya tampak bersinar lembap di bawah cahaya temaram kamar. Jemarinya mencengkeram seprai dengan erat, napasnya belum juga stabil, dan rona merah merekah di wajah hingga ke leher jenjang yang terbuka karena tak tertutup oleh baju V-neck tinggi yang masih ia kenakan malam itu.
Mingyu sudah duduk di pinggir ranjang saat Wonwoo memanggil namanya.
“Emhh...” desah Wonwoo lemah dengan matanya yang setengah terbuka menatap kabur ke arah sosok yang ia kenali dalam keadaan setengah sadar saat telapak tangan Mingyu yang dingin perlahan menyentuh pipinya dengan lembut, mencoba menenangkan tubuhnya yang terlihat gelisah. Wonwoo menggenggam tangan Mingyu yang masih berada dipipinya, membuat pria itu sempat terkejut. Wonwoo menggenggam jemari Mingyu lembut, mencari ketenangan dalam sentuhan yang sudah sangat ia kenali.
“Ahh, panas...” gumamnya manja.
“Panas?” tanya Mingyu, matanya mencari pengatur temperatur yang tertempel di dinding kamar itu, ingin menaikkan suhunya agar Wonwoo tidak merasa kepanasan lagi, tapi Wonwoo seolah tidak memperbolehkannya pergi kemana-mana.
“Haa… ini benar-benar panas…” gumam Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti rintihan kecil, serak dan terengah. Ia mencoba bangkit dari posisinya yang sejak tadi terbaring di atas tempat tidur king size di ruangan itu, tangannya berusaha melepaskan wrap-style shirt yang masih melekat di tubuhnya, tapi gerakannya tampak lemah dan tak berdaya. Melihat hal itu, Mingyu sigap, dengan satu tangan yang besar dan kokoh, ia menopang tubuh Wonwoo, dan membantunya perlahan bersandar ke headboard. Gerakannya sangat hati-hati, seolah takut menyakiti pria muda cantik di hadapannya.
'Ah, kenapa ini susah banget bukanya? Ngga bisa!!' rutuk Wonwoo dalam hati, frustrasi dengan bajunya sendiri yang terasa seperti perangkap di tubuhnya.
Wonwoo mengangkat pandangannya, matanya yang setengah terbuka menatap Mingyu dengan ekspresi meminta, sedikit kebingungan bercampur keputusasaan. Mingyu yang duduk di pinggir ranjang hanya memandangnya, bertanya-tanya dalam hati, apa yang hendak dilakukan oleh pria manis di hadapannya itu.
“Mas, tolong...” bisik Wonwoo lirih, lalu dengan gerakan lemah ia menggenggam tangan Mingyu, membawanya ke dada bidang yang tersembunyi di balik kain hitam wrap-style shirt itu. “Tolong... bukain... susah,” lanjutnya dengan nada manja yang membuat jantung Mingyu berdetak keras tanpa bisa dikendalikan.
Mingyu masih berusaha untuk tetap tenang, menahan diri agar tidak terbawa suasana. Namun saat Wonwoo tidak mendapat respons darinya, pria bermanik rubah itu justru bergerak, walaupunya perlahan dan tampak kesulitan. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah pria matang yang duduk di depannya. Napasnya masih berat, tapi kini ia sudah berada begitu dekat hingga bisa merasakan tubuh Mingyu yang menyatu dengan aroma maskulin yang membuatnya semakin kehilangan kendali.
“Hmm… you smell so good today,” bisik Wonwoo dengan manja, wajahnya menunduk sedikit saat ia mengendus pelan leher dan bahu pria yang kini ada dalam jangkauannya.
Mingyu menarik napas dalam-dalam. “Wonwoo…” gumamnya, namun tak ada kelanjutan.
Pria manis itu masih membungkuk mendekat, dan kali ini lengannya terulur, berusaha mencari sandaran. Hanya saja yang ia temukan adalah dada bidang yang membuatnya enggan menjauh.
“Wonwoo, sebaiknya kamu tidur saja sekarang,” ucap Mingyu akhirnya dengan suara berat, mencoba terdengar tegas meski suaranya sedikit bergetar. Ia tahu, pria di hadapannya tak sepenuhnya sadar dengan apa yang sedang ia lakukan.
“Ngghh— atau lepasin yang ini, Mas… sesek banget,” rintih Wonwoo pelan, suaranya terdengar memohon, nyaris seperti desahan lirih sambil menyentuh kancing celananya yang entah mengapa tak bisa ia buka sendiri.
Sangat jelas Wonwoo tak menggubris ucapan pria yang lebih tua itu sebelumnya. Kepalanya menunduk, tubuhnya bersandar erat, dan wajahnya ia tanamkan dalam bahu bidang Mingyu, seolah mencari perlindungan dari panas yang membakar tubuhnya sedari tadi yang tak kunjung mereda.
“Please, Mas… celananya sesek banget…” lanjutnya dengan suara parau, napasnya semakin berat, terdengar lelah. Jari-jarinya menggenggam erat sisi kemeja Mingyu, sementara tubuhnya menggeliat kecil di pelukan yang ia cari sendiri.
Mingyu menahan napasnya ketika bisa merasakan hangat napas Wonwoo menyapu kulitnya, jarak mereka terlalu dekat. Tubuh pria muda itu menempel erat padanya, begitu lemah namun terasa begitu menginginkannya. “Kamu pasti bakal ngamuk kalau sadar besok pagi, Nu,” bisik Mingyu pelan, suaranya nyaris seperti gumaman, penuh pertimbangan dan perasaan yang tertahan. “Sekarang kamu sedang di bawah pengaruh obat. Besok, kamu akan menyesal kalau mengingat ini.”
Manik rubah cantik milik Wonwoo yang setengah kabur itu menatap Mingyu dengan sayu, Mingyu tahu, apa pun yang dia ucapkan mungkin takkan bisa Wonwoo cerna malam ini.
Wonwoo tiba-tiba memeluknya lebih erat, seolah tak ingin berpikir apa yang akan terjadi besok pada dirinya.
“Nggak, aku ngga akan akan lupa… aku pasti inget,” jawab Wonwoo pelan, tapi penuh keyakinan. “Aku ngga akan ngamuk, jadi, please, Mas,” rengeknya.
Tak perlu berfikir lagi, Mingyu langsung membawa tubuh Wonwoo untuk kembali berbaring, “Then, do whatever you want,” kata Mingyu pasrah dan dengan kedua tangannya Mingyu menyampirkan sisi-sisi baju Wonwoo ke samping. Gerakannya lembut, tidak terburu.
Belahan tinggi V-neck-nya pada model baju Wonwoo terbuka lebih lebar. Kain hitam yang tadinya terjatuh rapi di dada pria manis itu kini tersibak, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, bahu mulus yang terbentuk sempurna, dan dada bidang yang semakin jelas. Kulitnya tampak mulus, sedikit memerah dan berkilau karena lembabnya keringat.
Mingyu belum selesai. Dengan gerakan perlahan, tangannya kembali menyusuri sisi tubuh Wonwoo yang hangat, seakan menghafal setiap lekuknya. Wonwoo menggeliat pelan di bawah sentuhan itu, tubuhnya merespons seolah aliran listrik menjalari kulitnya saat jemari Mingyu menyentuh kulitnya.
Sampai akhirnya, tangan Mingyu berhenti di pinggang ramping pria manis itu. Jemarinya yang kokoh menyentuh ikat pinggang celana panjang yang masih dikenakan Wonwoo. Sekilas, ia melirik wajah pria yang lebih muda itu, mata Wonwoo setengah terbuka, memandangnya dengan tatapan lemah seolah menunggu, mempercayakan seluruh dirinya pada Mingyu malam ini.
Dengan hati-hati, Mingyu membuka ikat pinggang yang melilit di pinggang ramping Wonwoo. Jemari gendutnya perlahan membuka kancing celana Wonwoo, sebelum akhirnya menurunkan resleting pria manis yang sedang terbaring dengan gerakan yang ia buat setenang mungkin.
Kain yang sebelumnya menutupi bagian bawah tubuh Wonwoo pun sudah merosot turun, memperlihatkan underwear thong hitam yang ia gunakan, dengan gundukan kejantanan yang sudah mengeras di dalam sana, tak lagi mampu menaham hasratnya entah sejak kapan.
Sorot mata Mingyu sedikit membelalak, saat Wonwoo tiba-tiba meraih tangannya. Sentuhan itu lembut, penuh keyakinan. Dengan gerakan pelan, pria yang lebih muda itu menuntun tangan Mingyu menuju bagian selatan miliknya.
“Mmhh… Mas, tangan kamu…” desah Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti bisikan pelan di antara helaan napasnya yang belum teratur. Matanya semakin sayu menatap Mingyu dengan ekspresi memohon. “Bantuin— dengan tangan kamu, Mas,” lanjutnya, nada suaranya terdengar seperti lembut, dan begitu menggoda iman Mingyu.
Mingyu melepaskan tangan Wonwoo perlahan, seolah masih mencoba menahan dirinya untuk tidak melewati batasnya. CEO tampan itu berdiri dari sisi ranjang, sedangkan di hadapannya, Wonwoo masih terbaring dengan tubuh terkulai, kulit pucatnya tampak berkilat karena peluh. Nafasnya kembali terengah, bibirnya basah, dan jemari lentiknya sedang menggenggam miliknya sendiri, dengan mata indahnya yang bergetar menatap lurus ke arah Mingyu. Pria tampan itu tak tahu harus membaca mimik wajah Wonwoo seperti apa, entah itu godaan atau permohonan.
Ia tidak pernah berniat menyentuh model yang ia sponsori, apalagi dalam keadaan seperti ini. Tapi Mingyu juga sangat sadar, ia bukan pria suci. Ia memiliki sisi lemah, dan sisi itu bernama Jeon Wonwoo.
“Ha—aa, it’s so frustrating, Mas… nghh—” suara Wonwoo terdengar parau, nyaris putus asa. “I can’t cum— mhh—” keluhnya, jemarinya menggenggam kejantanannya makin erat, ia gigit bibir bawahnya dengan frustrasi.
Kata-kata itu menghantam Mingyu, seolah ia adalah satu-satunya orang yang bisa membantu model pria cantik itu malam ini keluar dari siksaannya. Dengan kesadaran penuh, Mingyu menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya pelan. Matanya kembali menatap ke arah Wonwoo yang kini terlihat lebih bernafsu dari sebelumnya dengan tatapan yang kini lebih dalam.
Dan entah dorongan apa yang menguasainya, Mingyu mulai membuka kancing vest-nya satu per satu dengan perlahan, nyaris pasrah. Ia menarik dasinya yang masih melilit di leher jenjangnya, membuangnya sembarang, dan kemeja putih yang sejak tadi masih rapi di tubuhnya, kini kancingnya sudah ia buka sebagian, memperlihatkan kulit tan-nya yang bersih dengan dadanya yang bidang, serta tak lupa, ia menggulung lengan bajunya hingga ke siku, memperlihatkan urat-urat di lengannya.
Mingyu
Telapak tangan Mingyu kini berada di atas dada Wonwoo, merasakan hangatnya kulit pria muda itu yang bahkan terasa bergetar halus di bawah sentuhannya.
“Nu, minum dulu ya,” kata Mingyu lembut. Pria itu menyodorkan gelas kristal yang berisi air mineral dingin yang ia bawa ke bibir Wonwoo, tapi yang lebih muda itu hanya menggelengkan kepalanya.
Mingyu tak punya banyak pilihan, ia tidak mungkin membiarkan Wonwoo dehidrasi dalam keadaan selemah itu. Dengan gerakan tenang, ia mengangkat gelas ke bibirnya, menyesap sedikit air tanpa menelannya. Tanpa sepatah kata pun, Mingyu mendekat. Bibirnya menyentuh bibir pria muda itu dalam satu gerakan yang lembut, hangat, dan basah. Air dingin berpindah melalui ciuman yang sedikit membuat Wonwoo kaget, namun dengan cepat penyatuan bibir itu disambut oleh pria manis yang lebih muda itu.
Mingyu bisa merasakan tenggorokan Wonwoo yang bergerak pelan, menelan air yang ia berikan lewat ciuman lembut mereka. Di saat yang bersamaan jemari lentik Wonwoo menarik dasi Mingyu, seolah menahannya agar lebih mendekat. Sementara tangan lainnya mencengkeram bahu Mingyu dengan lemah, memohon lirih memohon agar tautan bibir mereka tak segera berakhir.
Tak ada kata yang terucap, hanya desahan lembut Wonwoo yang terdengar dari sela cumbuan mereka, “Nghh…” menggema samar di antara nafas yang saling bertaut.
Saat Mingyu akhirnya menarik diri perlahan, menyudahi ciuman mereka, ia masih bisa merasakan hangat napas Wonwoo yang tersisa di bibirnya. Tangannya menyeka sisa air yang menetes di sudut bibir bawah pria itu dengan ibu jarinya. Sambil menatap mata sayu yang setengah terbuka itu, Mingyu berbisik pelan, suaranya rendah, “Kamu kelihatan haus, masih nggak mau minum, hmm?” nada suaranya terdengar seperti godaan, tapi juga dibalut perhatian yang tulus disaat bersamaan.
Wonwoo membawa telapak tangan Mingyu ke pipinya, mengusapnya manja. “Mas, aku mau lagi,” kata Wonwoo lirih, “Kiss me, aku mau... dicium lagi,” lanjut pria manis bermanik rubah itu dengan sorot mata sayunya mememohon dengan suaranya yang masih lemah namun kini terdengar lebih jelas. Dan bagi Mingyu, permintaan itu tentu saja terlalu manis untuk ia tolak.
Mingyu kembali menautkan bibirnya ke bibir tipis merah jambu yang ranum, lembut dan menggoda milik pria di hadapannya, ia memagutnya perlahan dan penuh hasrat. Sama halnya dengan Wonwoo, ia pun langsung membalas ciuman itu. Cumbuan mereka segera berubah lebih dalam dan semakin mesra. Lidah mereka saling bertautan, menyatu dengan seirama. Tak ada kata yang terucap di antara kedua pria dewasa itu. Hanya napas mereka yang saling menderu, detak jantung yang berpacu, dan desahan lembut yang tertahan di antara bibir yang seolah enggan berpisah.
Sedangkan di luar, langit malam pecah oleh dentuman kembang api sebagai musik latarnya. Cahaya warna-warni menari di balik jendela besar kamar itu. Tahun telah berganti. Namun di salah satu kamar suite hotel berbintang 5 itu, waktu seolah berhenti.
Jemari Mingyu mengusap sisi wajah Wonwoo, menyentuh rahangnya yang halus, turun perlahan ke tengkuk untuk menarik tubuh pria manis itu lebih dekat. Mereka masih bercumbu dalam diam, seakan tak perduli apa yang terjadi di luar, seolah semua tak ada yang lebih berarti dari ini.
Mingyu perlahan menghentikan ciumannya, menatap ke arah pria manis yang berada di hadapannya. Nafas Wonwoo terdengar berat, tersengal di antara jarak yang ia ciptakan. Dengan suara rendah, Mingyu berbisik, “Anything else you’re craving for, Kitty?”
disini harusnya mingyu bantuin wonwoo keluar pertama kali, mainin sweet hole & titiwnya wonwoo sampe cum
Sudah lama rasanya Wonwoo tidak mendengar panggilan itu keluar dari bibir Mingyu, “Kitty.” Pet name yang dulu begitu sering terdengar saat mereka masih dekat, kini terasa asing tapi kembali hangat di telinganya. Ada sesuatu yang menggelitik di dadanya saat nama itu terucap, seolah membangunkan memori yang selama ini ia tinggalkan. Sama seperti Wonwoo sendiri, yang tanpa sadar terus memanggil pria di hadapannya itu dengan “Mas Mingyu.” Panggilan yang mengalir begitu aja malam ini, panggilan yang dulu selalu penuh rasa sayang.
Entah karena memang rindu yang pelan-pelan menggerus kewarasan Wonwoo atau memang pengaruh obat yang tak kunjung mereda, pria manis bermanik rubah itu mulai bergerak. Dengan tatapan matanya yang sayu, Wonwoo tak menjawab pertanyaan Mingyu secara langsung. Sebagai gantinya, kedua tangannya bergerak perlahan, menyampirkan sisi-sisi bajunya ke samping. Gerakannya lembut, namun menggoda. Belahan tinggi V-neck-nya pada model bajunya terbuka lebih lebar, seperti memberikan waktu untuk Mingyu nikmati. Kain hitam yang tadinya terjatuh rapi di dada pria manis itu kini tersibak, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, bahu mulus yang terbentuk sempurna, dan dada bidang yang semakin jelas terbentuk di balik sorotan lampu temaram kamar. Kulitnya tampak mulus, sedikit memerah dan berkilau karena lembabnya keringat, seakan memanggil Mingyu untuk menyentuhnya.
“Touch me... here…” ucapnya menggoda, napasnya masih belum beraturan. Suaranya terdengar seperti permohonan manja dan samar. Mingyu menahan napas dalam, ia tahu Wonwoo tidak sepenuhnya sadar dengan apa yang ia ucapkan, pria manis itu masih di bawah pengaruh obat yang tak sengaja ia telan di acara pesta tadi. Tapi godaan dan sorot mata pria yang lebih muda itu terbuka, membuat segalanya terasa nyata.
“Di sini?” gumam Mingyu pelan, sebelum bibirnya mulai mencium perlahan garis leher jenjang Wonwoo, tepat di bawah telinganya. Kulit pria manis itu masih panas, beraroma samar dari parfum Lazy Sunday Morning dari Maison Martin Margiela favoritnya yang sudah bercampur dengan keringatnya, halus membius, dan membuat kepala Mingyu terasa ringan.
Bulu kuduk Wonwoo meremang saat bibir Mingyu perlahan turun ke perpotongan lehernya, hingga tulang selangkanya yang menonjol indah. Setiap helaan napas Mingyu yang hangat menyentuh kulitnya seperti menyetrumnya perlahan. Wonwoo mengerang lirih, napasnya makin berat dan tak teratur. Matanya setengah tertutup, menampilkan ekspresi menyerah yang begitu cantik, seolah membiarkan dirinya hanyut oleh setiap sentuhan-sentuhan dari bibir kenyal Mingyu.
Sambil terus menikmati collarbones Wonwoo yang menonjol indah, dengan jemari gendutnya yang tak tinggal diam, tangannya perlahan turun, mulai memainkan tonjolan kecil yang mulai mengeras di dada pria manis itu dengan gerakan menggoda, memutar, memilin dan menekan lembut hingga membuat tubuh Wonwoo sedikit melengkung.
Desahan lembut tertahan dari bibir Wonwoo, hampir terdengar keluar oleh sensasi yang menggulung di dadanya. Setiap sentuhan, setiap ciuman, terasa seperti himne yang menggetarkan tubuh-tubuhnya yang semakin sensitif.
“Want me to suck on it?” gumam Mingyu dengan suaranya yang rendah di sela permainan mereka. Wonwoo hanya mengangguk pelan, memberikannya izin.
Dengan tanpa banyak berkata pria yang lebih tua itu perlahan menjilati nipples Wonwoo yang lainnya. “Hnghh... haa...” desahan nikmat keluar dari bibir Wonwoo hingga satu tangannya menekan kepala Mingyu agar menghisap tonjolan cokelat kemerah jambuan itu lebih dalam lagi. Pria yang lebih muda 10 tahun itu sudah sangat terangsang.
“Ahhh!” Wonwoo tersentak dan sedikit berteriak saat ia merasakan gigi Mingyu mengigit gemas putingnya. “Sakit, mas. Kenapa digigit?” suara manjanya yang keluar begitu spontan dan alami, menambah intensitas dari suasana yang semakin memanas.
Mingyu hanya tersenyum nakal, lalu perlahan membaringkan tubuh Wonwoo kembali ke ranjang. Punggung Wonwoo yang setengah terbuka menyentuh dada Mingyu yang masih berkemeja lengkap. Dengan lembut, Mingyu memeluk tubuh Wonwoo dari belakang, menikmati kehangatan kulit pria itu, dan sesekali mencium punggung putih bersih yang terbuka di hadapannya.
“I thought you'd like that,” bisik Mingyu tepat di depan telinga Wonwoo, sementara wajah Wonwoo merona merah, seluruh tubuhnya bergidik geli. Ada kehangatan dan gairah yang tak bisa Wonwoo sembunyikan. “What did you eat that’s making you so sensitive like this, Kitty?” tanya Mingyu dengan suara rendah dan menggoda. Dengan lembut, tangannya mulai bergerak, membuka tali pinggang yang menghiasi celana Wonwoo, dan menariknya turun hingga ke lutut, menyisakan underwear thong tipis berwarna hitam, masih menutupi kejantanan Wonwoo yang sudah mengeras, sementara jemari Mingyu mulai mengelusnya, membelai perlahan dengan penuh rangsangan.
Wonwoo tak mampu menjawab, ia hanya bisa mengeluarkan napas berat, tubuhnya menggeliat sedikit menikmati sentuhan lembut Mingyu yang semakin membuatnya kehilangan kendali. Mata Wonwoo terpejam rapat, menghayati setiap gerakan tangan Mingyu yang semakin lama semakin intim.
“Stop teasing me,” Wonwoo mengeluh dengan suaranya yang erotis, ada senyum puas yang mengembang di wajah Mingyu, menikmati setiap detik menggoda prianya yang sudah sangat bergairah dipelukannya. “Cepetan, Mas! You're driving me crazy!” lanjut Wonwoo sambil menggoyangkan pinggulnya, menggesekkan bongkahan pantatnya dengan kejantanan Mingyu yang mulai sesak di belakang sana.
“I’m hard too, Kitty,” gumam Mingyu dengan suara rendah yang tak kalah bergairah, sambil dengan lembut membawa satu tangan Wonwoo untuk lebih dekat, merasakan kejantanannya yang menegang di balik celana bahan yang masih pria tinggi dan tampan itu gunakan.
Wonwoo membalikkan tubuhnya, merangkak pelan ke arah selatan tubuh Mingyu yang berbaring di sampingnya. Pria manis bermata rubah itu masih di bawah pengaruh obat yang membuat tubuhnya semakin panas dan sensitif. Setiap gerakannya dipenuhi gairah, namun tetap terlihat lembut, menggoda tanpa terburu-buru. Mata Mingyu mengikutinya, tak berkedip, seakan ingin merekam setiap inci dari apa yang akan dilakukan Wonwoo.
Tangannya yang lentik menyentuh dada bidang Mingyu, lalu naik ke leher, membuka dasi yang masih menggantung longgar di sana. Satu per satu, kancing kemeja Mingyu dilepas perlahan. Setelah dada dan perutnya terbuka, Wonwoo menunduk, mengecup kulit hangat itu dengan sentuhan centil dan genit. Tatapan matanya mengunci pada wajah Mingyu, seolah menggoda dan meminta izin dalam diam. Poni yang basah oleh keringat jatuh menutupi sebagian wajahnya, menambah siluet menggoda di bawah cahaya kamar yang remang.
Dengan perlahan, Wonwoo menanggalkan bagian bawah pakaian Mingyu, membebaskan kejantanan Mingyu yang hampir meledak. Pria manis itu menyentuh bagian paling sensitif dari tubuh Mingyu, lalu mengelusnya dengan gerakan lembut. “Hmm...” desah Wonwoo pelan, bergumam penuh kenikmatan ketika tangan lentiknya mulai memijat sembari menjilati puncak benda berurat panjang dan tebal yang menegang sempurna di hadapannya.
Wonwoo menunduk, ia membawa kehangatan dari mulutnya menyentuh bagian paling sensitif dari tubuh Mingyu. Rongga mulutnya menyambut dengan lembut kejantanan Mingyu yang panjang dan tebal, sementara lidahnya menari-nari memanjakan batang hingga ujung benda tak bertulang itu. Sedangjan di atas sana, Mingyu menggigit bibir bawahnya, napasnya memburu keenakan menikmati mulut kecil Wonwoo di antara selangkangannya. 'Jeon Wonwoo, this man… isn’t he a little too good at doing it?' pikirnya yang hampir tak percaya dengan kenikmatan dari lidah basah serta hangat saat Wonwoo memanjakan kejantanannya.
“Ngghhh...” Erangan Mingyu meluncur begitu saja dari tenggorokannya. Ia nyaris tak sanggup menahan gemuruh sensasi yang meledak di seluruh saraf tubuhnya. Setiap gerakan Wonwoo semakin terampil, semakin menggoda, jemari lentiknya ikut memanjakan testicles yang menggantung di antara pangkal paha Mingyu, memberikan tekanan halus yang membuat tubuh pria itu menegang, matanya terpejam, rahangnya mengeras, seolah ia berada di ambang batas kesadarannya sendiri.
“Kitty,” erang Mingyu berbisik dengan suara terengah, tangannya bergerak menyentuh surai Wonwoo semakin basah oleh keringat. Ia membelai lembut surai gelap itu, lalu menekan kepala pria yang lebih muda itu agar hisapannya lebih dalam lagi, walaupun tidak dengan kasar, namun, hampir tersedak dibuatnya. Pinggul Mingyu ikut terdorong ke depan secara refelks, seolah ingin lebih dalam lagi, lebih lama, dan lagi.
“Kitty... ngghh... aahh... lidah kamu... fuck!!” keluh Mingyu di sela desahannya. Tak butuh waktu lama hingga tubuhnya menegang sempurna, puncak dari kenikmatannya semakin mendekat.
“I'm gonna— shit— nngghhh yeeess...” kata-katanya terpotong oleh erangan nikmat, hingga tubuh bagian bawah Mingyu menegang dan bergetar.
Wonwoo, seolah tahu Mingyu siap mengeluarkan putihnya, ia menghentikan aksinya di detik yang tepat. Ia mengangkat wajahnya perlahan, tersenyum manis dengan pipi memerah, dan membiarkan tangannya menyelesaikan sisanya dengan sentuhan lembut. Cairan hangat dan kental itu mengalir keluar, membasahi tangan Wonwoo dan bagian perut Mingyu, menyisakan napas berat dan dada yang naik turun cepat.
Tak menunggu lama, Mingyu menarik tubuh Wonwoo naik, memeluk erat pinggangnya dan melumat bibir pria itu dengan penuh rasa. Ciuman itu panas, namun juga penuh penghargaan, seolah ingin mengucapkan terima kasih lewat gesekan bibir dan tarikan napas.
Dengan tangan besar yang lembut, Mingyu merapikan surai Wonwoo yang acak-acakan karena keringat dan gairah, lalu bertanya dengan suara rendah yang masih berat karena sisa desah, “Siapa yang ngajarin kamu bisa nakal kayak gitu, hmm?”
Wonwoo hanya tersenyum, manis dan penuh percaya diri, lalu merebahkan diri santai di atas dada pria yang masih terengah. Tak ada jawaban, hanya senyuman yang cukup menjadi jawaban.
Mingyu mengelus punggung bawah Wonwoo dan bermain dengan benda sintal di bawah sana, mengelusnya, dan sesekali mengelus belahan bokong itu. “Hmmm—” lenguh Wonwoo pelan. Mendengar lenguhan itu, Mingyu segera membuka kedua bongkahan itu hingga merasakan lubang berkerut yang masih belum tersentuh olehnya hari ini. Wonwoo mengambil tangan kiri Mingyu, mengulum ketiga jari gemuk itu, seakan memberi Mingyu lampu hijau untuk menjamah lubangnya, bahkan kini Wonwoo sudah menunggingkan tubuhnya sedikit, memberikan akses kepada jari-jari Mingyu untuk menjamah tempat tersebut. Si dia mulai memasukkan satu jari tengahnya, mulai mengacak isinya perlahan dengan gestur masuk-keluar, tak lama 2 jari sudah berada di sana, Wonwoo mendesah berisik di atas dada Mingyu, sesuai dengan gerakan kedua jemari yang masih bersarang di dalam sana.
Wonwoo mendudukkan tubuhnya di atas tubuh besar pria di bawahnya, Mingyu mengikutinya tanpa melepas tautan mereka, kini Wonwoo sudah ada di lahunannya. Tanpa ragu Mingyu memasukkan jarinya yang ketiga, melakukan gestur memutar di dalam sana, memberikan kenikmatan untuk si dia yang kini ada di atasnya. Wonwoo melempar kepalanya ke belakang, memamerkan leher jenjangnya dengan dada yang membusung cantik, pemandangan yang paling Mingyu sukai, kulit putih yang sudah dihias dengan tanda kepemilikan punyanya yang kini sedang berada di atasnya menikmati jari yang mengacak lubang sempit di bawah sana.
“You know? You're so beautiful right now.” kata Mingyu, menjilati salah satu pucuk di dada Wonwoo yang sudah menegang.
“Ehhmppphh—” desahnya sembari mengulum bibir bawahnya.
“Jangan ditahan, sayang, I love your moans.” Kata Mingyu berbisik, masih memainkan lubang yang kini sudah berkedut dengan kejantanan Wonwoo yang sudah kembali terbangun, Mingyu memijatnya pelan yang membuat tubuh Wonwoo semakin menggelinjang nikmat. Rasa nikmatnya, membuat Wonwoo terbang ke langit ke tujuh kali ini, Mingyu benar-benar mengantarnya ke sana. Desahan-desahan sexy kekasihnya saat memanggil nama Mingyu mengisi kamar hotel itu, Mingyu yang mendengarnya bagaikan alunan melodi lagu erotis yang membuat kejantanannya kembali mengeras di bawah sana, darahnya yang berdesir seakan ingin membuat pria di atasnya lebih berantakan lagi dari ini.
“Gyuuhhh — nggh —” panggil Wonwoo dengan suara parau dan mata sayu penuh nafsu.
“Hmm?” jawab Mingyu.
“I want — hhh! — you inside — me —” kata Wonwoo terengah merasakan jari-jari Mingyu yang semakin mengacak lubangnya. Mingyu membawa tubuh ramping berdada lebar dengan perut sixpack yang sudah jadi itu ke sampingnya, dan ia membuka lebar kedua kaki Wonwoo dengan tangannya, membalurkan precum-nya yang keluar ke seluruh batang kepunyannya.
“Tahan ya, Sayang.” kata Mingyu, mengingatkan yang dibalas dengan anggukan dari Wonwoo dengan keringat yang mengalir dan nafas yang terengah-engah, siap menerima benda besar itu ke dalam lubangnya. Mingyu menggoyangkan miliknya di bagian luar lubang itu.
“Fuck, Kim Mingyu don't tease me! I want that thiiii — aaaaaaaaaanghhh!!” teriak Wonwoo sedikit merintih karena Mingyu tanpa aba-aba memasukkan seluruh kejantanannya yang melebihi ukuran normal itu ke dalam lubang Wonwoo. Wonwoo memukul paha Mingyu yang kini ada di antara paha miliknya.
“Sakit.” rengeknya.
“Sorry, Baby. Everytime you ask for more, I can't handle my self.” kata Mingyu, posisinya masih terdiam. “Kalau udah mau aku gerakin bilang ya.” lanjutnya, sedikit khawatir karena malam ini mereka tidak menggunakan lube.
“I want to kiss you.” rengek Wonwoo menjulurkan lidahnya, libidonya kini sudah kembali memuncak.
“Aku gerak tapi pelan-pelan ya?” tanya Mingyu yang dibalas anggukan lesu oleh Wonwoo yang masih merasakan sedikit perih di belakang bawah tubuhnya. Mingyu menggoyangkan pinggul perlahan dan memajukan tubuhnya untuk mendekat kepada sang pujaan hati. Wonwoo segera melumat bibir Mingyu dengan berantakan dengan lenguhan yang tenggelam di sana dan goyangan pinggang Mingyu yang samakin lama semakin berirama, tidak terlalu cepat, tapi tidak terlalu pelan. Namun, cukup.
Pria di bawah itu kini sudah ikut menggoyangkan pinggulnya, seakan membantu Mingyu memasukkan milikinya lebih dalam lagi.
“Damn! Yes, Hmmmph — Yaang — there — mppphhh — deeper!” pintanya. Mingyu menahan pinggul Wonwoo dan menghentakkan kepunyaannya sesuai dengan keinginan pria manis itu, hingga Wonwoo dan Mingyu kini sudah sama-sama terbang ke surga dunia, dengan mata sayu penuh nafsu, kulit mereka yang berkeringat saling bertemu hingga menciptakan bunyi-bunyi khas yang semakin membuat mereka menggila, racauan-racauan dan desahan-desahan nikmat yang keluar dari mulut mereka memenuhi ruangan itu.
Pria yang lebih muda itu mulai menyentuh salah satu pucuk dadanya yang menganggur — bermain di sana, sedangkan yang satu lagi sudah diinvasi Mingyu dan memainkannya dengan lihai, membuat Wonwoo semakin berantakan. Satu tangan Wonwoo lain sudah memijat kejantanannya yang kian penuh dan mulai berkedut lagi, ditambah lagi dengan hentakan Mingyu yang berkali-kali di titik prostatnya. Wonwoo sudah tidak bisa menahannya. Kaki Wonwoo bergetar hebat, seakan arwahnya akan keluar dari tubuhnya karena nikmat yang dia terima malam ini.
“I wanna — aaaah — nghhhh —” desahannya semakin kacau, belum selesai dia berkata putihnya sudah mencapai puncak dan mengenai perut sixpack miliknya dan sedikit mengenai Mingyu. “So — nghhh — ry.” katanya masih sulit berkata karena MIngyu masih bekerja di bawah sana.
“It's okay, Beautiful.” bisik Mingyu semakin menusukkan kejantanannya lebih dalam lagi dan semakin cepat, Wonwoo merasakan kejantanan di dalam lubangnya sudah terasa berkedut, semakin besar, memenuhi prostatnya. Mingyu menumbuknya semakin tak sabar, berantakan dan membuat kejantanan Wonwoo terasa ngilu.
“Kamu — ahhhh — shit sempit! — nggghh — cantik banget, cantik.” kata Mingyu ketika mendekati pelepasannya.
Tak lama erangan panjang yang keluar dari mulut Mingyu menandakan putihnya sudah keluar, mengisi penuh lubang Wonwoo dan menjatuhkan tubunnya tepat di sebelah kiri Wonwoo. Mingyu masih mengecupi seluruh wajah pria yang berada di kanannya dengan sayang, Wonwoo melingkarkan tangannya di bahu Mingyu agar dokter tampan itu menjadikan lengannya sebagai bantal, Mingyu mengecupi nipples Wonwoo yang kini masih menegang, berwarna kemerahan di sekitarnya
“I’m really enjoying it, yess, nghhh—” lenguhnya, tubuhnya melengkung ketia merasakan satu tangan Mingyu yang bebas perlahan menyusuri sisi bagian bawah belakang tubuhnya. Satu jarinya bermain-main di sekitar bukaan mungil yang masih sempit itu, hanya menggoda, seolah menanyakan izin tanpa kata. Jemarinya bergerak pelan, tak terburu.
Seolah tau apa yang akan Mingyu lakukan, tubuh ramping Wonwoo tidak menolak, ia malah semakin merapatkan tubuhnya pada pria yang berada di belakangnya itu. Pria manis itu mengambil tangan Mingyu yang bermain di lubangnya, mengulum satu persatu jari gemuk itu hingga basah, dan membawa jemari itu kembali ke bawah sana, seakan meminta Mingyu untuk segera menjamah lubangnya.
Mata Wonwoo terbelalak dengan tubuhnya yang sedikit tersentak saat merasakan sentuhan baru yang asing namun familiar itu. Bibirnya terbuka, menahan napas ketika satu jari Mingyu sudah masuk menelusup ke lubang manisnya, perlahan bergerak dengan gestur memutar, lalu keluar-masuk di bawah sana. Wonwoo menggenggam sprei dengan erat, tubuhnya melengkung menyesuaikan sentuhan itu.
“Look at you, Kitty, your cock’s hard, and your hole’s clenching so tight,” kata Mingyu menggoda. Tak ada jawaban, Wonwoo hanya melempar kepalanya ke belakang, memamerkan leher jenjangnya dengan dada yang membusung cantik, bahu putih lembab karena keringat, berada di pelukan Mingyu, sedang menikmati jari yang mengocok penis dan mengacak lubang sempitnya di bawah sana.
“Haa— Maass.. nghh— ” lenguh Wonwoo ketika pria yang lebih tua sudah menambahkan jarinya di bawah sana, dan memijat kejantanan Wonwoo lebih intense lagi, membuat pria yang sudah hanyut oleh nafsunya itu merasakan tubuhnya seperti sedang diserang rasa nikmat bertubi-tubi.