Mirrors
[Narasi 22]
Part of Reunited Universe
Pagi ini, suara anak kecil bongsor berumur hampir dua tahun sudah menggelegar di salah satu unit apartemen yang cukup luas milik pria yang biasa dipanggil Wonu oleh teman dekatnya.
Anak kecil yang berjenis kelamin perempuan itu terlihat hanya menggunakan popok, berlari ke sana ke mari tanpa menggunakan pakaian, mengitari sofa, meja makan, kembali lagi ke sofa, sedangkan seorang pria dengan kacamata bundar dan baju piyama ungu sedang membawa t-shirt berukuran kecil dan celana santai yang disampirkan di pundaknya sedang mengejar perempuan kecil itu.
“Yulnaaaa, pake baju duluu.. kamu kok malah lari-larian sih?” Kata pria itu masih mengejar gadis cantik yang sangat lincah itu.
“Eheehehe.. papapapapa...” katanya, masih berlari.
“Oh My God, Darling.. It's still early for you to sugar rush, Princess. Papa tired.” Kata pria yang dipanggil papa oleh gadis itu, menyerah dan terduduk di lantai. Sedangkan anaknya masih berlari, bahkan kini mengitari ayahnya, saat ingin ditangkap dia berlari ke sebuah pintu kamar.
“Papa lemah ya, Na? Ngejer kamu aja tired.” Ejek seorang pria manis yang keluar dari salah satu pintu kamar yang tadi dihampiri gadis bernama Yulna. Pria kurus berambut blonde itu menangkap gadis kecil dan menggendongnya.
“Kok lo gampang banget ngambil dia?” Tanya si papa.
“She wants to play with her father, that's why she's like that. Lo kan jarang di rumah.” Kata pria yang lebih tua itu.
“Come here.” Kata sang papa mengambil gadis cantik itu ke dalam pelukannya. “Papa, will hug you like tomorrow never comes.” katanya lagi sembari mengusak-usakkan kepalanya ke perut gadis yang masih bertelanjang dada dipelukannya. Tawa gelak kembali memenuhi ruangan itu, tawa yang membuat hari-hari Wonwoo terasa berwarna. Walaupun jarang bertemu, tapi Wonwoo selalu menyempatkan diri bermain dengan anaknya kala weekend.
“Hari ini lo sama Yulna mau ke mana, Nu?” Tanya pria yang lebih tua.
“Di rumah aja, mau main sama bayik.” Jawab pria ramping yang kini sudah duduk di sofa sedang sibuk memakaikan baju buah hatinya sambil mengecup acak muka anak satu-satunya itu.
“Ya? Main sama papa ya?” Tanya Wonwoo kepada wanita gembul di hadapannya yang dijawab dengan senyuman dan pelukan.
“Gue mau cek apart gue, katanya minggu depan udah bisa pindahan.” Kata pria blonde itu menghampiri Wonwoo dengan segelas air mineral untuk yang lebih muda, botol susu untuk si penghuni apartemen yang paling kecil dan teh manis hangat untuknya sendiri.
“Oh, udah siap?” Tanya Wonwoo yang dibalas anggukan.
“Nanti yang jagain Yulna siapa?” Tanya Wonwoo lagi.
“Gue bukan nanny Yulna, gue uncle Joshua.” Kata pria yang bernama Joshua itu sambil mencubit pelan pipi Yulna.
“Kel kellll..” gumam Yulna menjawab omongan Joshua.
“See that?” kata Joshua menaikkan satu alisanya, meminta pengakuan dari Wonwoo.
“Whatever.” Kata Wonwoo malas, menggendong anaknya yang sedang meminum minumannya dari botol berukuran sedang.
“Asih lo kasih libur sampe kapan, by the way?” Tanya Joshua. Asih adalah nanny full time yang dibawa Wonwoo untuk menjaga Yulna jika dia sedang bekerja, dan Joshua kadang ikut membantu untuk mengasuh malaikat kecil itu.
“Selasa, gue masuk kantor hari Rabu, Kak.” Jawab Wonwoo dengan suara yang agak tinggi agar pria yang dipanggil Kakak itu mendengar ucapannya.
Kini Wonwoo sedang berkutat menyiapkan sarapan untuknya, Kak Joshua dan buah hatinya.
“Chris kapan balik ke Indonesia, Kak?” Tanya Wonwoo ketika Joshua sudah bergabung dengan mereka di dapur. Chris adalah suami Joshua yang kini sedang bertugas ke Thailand.
“Minggu depan, sebelum pindahan sih kalau based on schedule ya. Kalau molor sih ya, bye deh. Gue masih harus nonton drakor sama Asih.” Yang dijawab tawa renyah Wonwoo.
Yulna sedang mengunyah bubur merah instannya saat papa dan uncle Joshua-nya sedang berbincang di meja makan.
“Mingyu belum ada kabar juga, Nu?” Tanya pria itu.
“Udah hampir sebelan, belum ada kabar dan mungkin ngga akan ada.” Jawab Wonwoo sembari menyuapi anaknya.
“Kok lo pasrah gitu sih?”
“Ya mau gimana lagi, Kak. Ngga tau malu banget gue dateng ke dia. Padahal gue nyuruh dia lupain gue dan nyari kebahagiaan dia. Dan dengan sombongnya gue bilang kalau hidup sama Yulna udah cukup. Angkuh banget gue, kalau difikir-fikir.” Kata Wonwoo, menjelaskan perasaannya.
“Siapa yang tau masa depan sih? Buktinya nih sekarang, lo iri kan ada anak-anak seumuran Yulna jalan sama orang tuanya, sedangkan lo cuma jalan berdua?” Tanya Joshua.
“Udah deh, Kak. Lo ngingetin gitu kan gue sedih.” Kata Wonwoo lagi. “Ini kan salah gue, ya gue harus tanggung jawab lah. Kaya sekarang, tanggung jawabnya.”
“Emang, tapi bukan salah Yulna, Wonu. Salah yang lo tanggung itu berakibat ke anak lo kan jadinya?” Kata Joshua menjelaskan.
“Ya iya sih, lo ngga salah. Guekan impulsive.” Aku Wonwoo.
“Parah! I still can't get it, if you love him! Go for it. Why you so damn stubborn? Kasian anak lo.” Kata Joshua.
“Lo udah—” kalimat Joshua terhenti ketika mendengar suara bell tanda ada tamu yang berkunjung pagi ini. Benar saja, Wonwoo melihat layar intercom-nya dan terdapat dua sosok pria tinggi yang sebentar lagi akan meresmikan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Sahabat karibnya saat berkuliah Jun dan calon suaminya Minghao.
“YULNAAAAAAAA...” teriak salah satu dari mereka berhamburan mencari Yulna ke arah ruang tengah, kamar dan menemukannya di meja makan, sedangkan yang satunya masuk dengan santai sembari membawakan sekaleng susu Yulna dan beberapa kotak cemilan untuk anak semata wayangnya di dalam shopping bag besar berwarna ungu.
“Buat Yulna? All of this? How 'bout me?” tanya Wonwoo ketika menintip isi shopping bag yang tamunya bawa.
“Itu ada Pringles deh seinget gue. Kalau kurang, lo bisa beli sendiri, kalau Yulna Uncle yang bawain jajanan.” Kata Jun berkata manis kepada anaknya, sembari menggendong Yulna dari meja makan ke ruang tengah.
“Eh, itu anak gue belum kelar makan!” Tegur Wonwoo.
“Sini, Uncle Jun suapin.” Kata Jun, mengembalikan Yulna ke kursi khususnya dan menyuapi anak sahabatnya sesuap demi sesuap.
“Thanks banget dateng pagi-pagi.” Kata Wonwoo ke arah Minghao.
“Ngga papa, laki gue kangen sama anak lo.” Jawab Minghao yang sering dipanggil Hao.
“Lo mau minum apa, Hao? Gue banyak jus-jusan mau? Kayaknya ada kopi literan deh. Coba gue cek.” Tanya Wonwoo berjalan meninggalkan Hao yang masih belum menjawab pertanyaannya.
Wonwoo nih, kebiasaan nanya sendiri jawab sendiri. Kata Hao dalam hatinya.
“Nu, gue pergi dulu. Kabarin kalau butuh apa-apa ya. Titip Yulna sama Wonu ya, Jun — Hao.” Kata Joshua meninggalkan apartemen itu.
“Tumben dateng pagi-pagi, It's not even 10 yet” kata Wonwoo, membiarkan anaknya bermain di karpet empuk di ruang tengah setelah usai sarapan, mengisi gelas temannya dan membawa kembali gelas berisi kopi susu dari botol satu liter merk café kekinian yang ada di kulkas.
“Iseng. Pengen main ke sini, sekalian bawain titipan.” Kata Jun tenang, Hao sedikit terkejut dengan perkataan tunangannya itu.
“Titipan?”
“Itu shopping bag titipan dari Dika buat Yulna, kan belum pernah ketemu.” Kata Hao menimpali.
“Oh, I see. Sampein makasih ke Dika ya.” Kata Wonwoo tersenyum.
“Nanti sampein sendiri aja. Mau dateng katanya ke sini.” Kata Hao yang sedang memerhatikan kekasihnya sedang bermain dengan Yulna di karpet.
“Wah, udah lama banget ngga ketemu Dika.” Kata Wonwoo, bahagia, yang dibalas anggukan oleh Hao.
“By the way, persiapan nikah gimana, Hao?” Tanya Wonwoo memecah keheningan.
“80% lah.” Jawab Hao.
“Kenapa nikah akhir tahun sih? Masih lama banget. Males ya lo berdua nyiapinnya?” Tanya Wonwoo asal.
“Haha enak aja. Tahun baru tuh banyak kenangannya.” Jawab Jun.
“Jadian tahun baru 2022 ya, Yang?” Tanya Hao yang dijawab anggukan oleh Jun.
“Lamaran sebulan sebelum tahun baru 2023.” Jawab Jun.
“Ngerusuhin gue tahun 2021 ngga sih?” Tanya Wonwoo sampai tertawa.
“Ini hasil tahun baru 2021 lo kan?” Tanya Jun iseng sembari merapihkan surai hitam yang menutupi kening Yulna. Wonwoo langsung terdiam dari tawa renyahnya. Jun langsung ikut terdiam, ketika menyadari perkataannya sedikit membuka luka. Jun bangun dari tempat duduknya dan berpindah ke samping Wonwoo, memeluk teman kesayangannya.
“Sorry, gue ngga maksud, Won.” Katanya mengelus punggung sang teman dekat.
“Ngga apa, hehe.” Kata Wonwoo, tersenyum hambar. “Kalaupun emang ini hasilnya, disuruh ngulang lagipun gue mau, tapi mungkin nextnya ngga pake kabur kali ya.” Kata Wonwoo tersenyum getir.
“Kak Mingyu—” kata Wonwoo terputus karena bel apartemen kembali berbunyi, tanda ada tamu.
“Gue bukain, lo ngobrol sama Hao aja.” Kata Jun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pintu. Jun sedikit terkejut. Tapi raut wajahnya kembali tenang.
“Kenapa, Won?” Tanya Hao, ingin Wonwoo melanjutkan pertanyaan tentang sahabatnya.
“Kak Mingyu, masih benci sama gue ya, Hao?” Tanya Wonwoo dengan nada yang sedikit bergetar.
“Mingyu ya? Masih butuh—” Omongan Hao terpotong ketika Yulna mendadak memeluk kaki Wonwoo.
“Kenapa, sayang?” Tanya Wonwoo, menggendong anak gadis itu ke dalam pelukannya. Mengambil mainan agar Yulna bermain di pangkuannya.
“Wonuuuu... Long time no see!” Kata Dika.
Wonwoo tersenyum mendongakkan kepalanya ingin membalas sapa ramah Dika sampai dia melihat sesosok pria tinggi, berbadan atletis, berkulit sawo matang, bermanik elang yang selalu dia rindukan — sangat dia rindukan kehadirannya — ada di belakang Dika. Kim Mingyu, dia datang hari ini. Kim Mingyu ada di sini, di depan wajah Wonwoo.
“Kak?” Wonwoo langsung berdiri sembari menggendong gadis cantik yang tadi ada dipangkuannya. Kaget. Dia belum mandi, belum memperelok penampilannya, hanya berbekal piyama ungu favoritnya dan Yulna digendongannya.
Pertemuan kedua setelah berpisah sekian lama, terasa mendebarkan. Kini jantung Wonwoo seperti ingin loncat dari tempatnya, otaknya membeku. Tak tahu apa yang harus dia ucapkan, lidahnya kelu.
“Dek.” Jawab pria itu dengan suara baritone-nya, suara yang sangat ingin Wonwoo dengar setelah pria itu mengabaikan message dan telefonnya beberapa minggu ini.
Jun mengambil Yulna dari Wonwoo yang masih bengong di tempatnya.
“Yulna sapa duluuu, ini uncle Dika. Yang ini uncle ayah. Haloo!! Say Hi!” Pinta Jun, mengambil tangan Yulna untuk dimainkan menyapa Om Dika dan Om Ayah(?)-nya.
“Kel kel Ka ka?” kata Yulna memanggil Dika.
“Haloo, anak cantiikkkk..” sapa Dika gemas — terlalu gemas. “Uncle Ayah juga di sapa dong, sayang!” Kata Dika, memposisikan tubuh Yulna di gendongan Jun tepat berada di depan badan Mingyu.
Yulna membuka lebar tangannya saat melihat Mingyu, meminta untuk digendong seraya berkata “Kel Yah?” Katanya.
Entah mengapa pagi itu mata Wonwoo terasa sangat panas melihat adegan di depannya, di satu sisi hatinya terasa lega karena Yulna akhirnya bertemu dengan Mingyu — ayahnya. Sedangkan di sisi lainnya dadanya sakit, merasa menyesal karena telah memisahkan mereka.
Yulna sudah ada di dekapan Mingyu, berbicara dengan cerewetnya. Mingyu sesekali menanggapi celotehan Yulna yang dia sendiri tidak tahu apa.
Mingyu mengambil langkah untuk mengajak Yulna mengitari apartemen yang sangat dia hafal bentuknya. Meninggalkan Dika, Hao, Jun dan Wonwoo ketika melihat interaksi anak dan ayah itu.
“Yulna ngga seakrab itu waktu gue pertama kali ketemu.” Kata Jun, tampak iri.
“Biarin aja, sayang. Itukan bapaknya. Detak jantungnya sama.” Kata Hao memeluk tunangannya.
“Nanti aku mau langsung punya debay ya, Hao?” Tanya Jun manja yang ditanggapi anggukan oleh Hao dan tatapan jijik oleh Dika.
“Iyuh! Najis!” Kata Dika.
“Dika! Bahasanya, awas kalau anak gue ngikutin!” Kata Wonwoo, menutup mulut Dika.
“Sorry sorry. Gue lupa!” Kata Dika menutup mulutnya sendiri.
“Kok lo bisa bawa Mingyu?” Tanya Hao.
“Gue jemput, gue geret! Gue bilang mau ke IGD. Haha.” Kata Dika tenang.
“Pas sampe sini, apa ngga kaget?” Tanya Hao lagi.
“Ya kaget, mau kabur malahan tadi. Cuma ya geret lagi lah. Tadi masuk aja ditarik Jun.” Kata Dika lagi.
“Padahal, kalau belum mau ketemu ngga usah, Dik. Ngga enak sama kakak.” Kata Wonwoo, wajahnya lesu, air matanya mulai menggenang di pelupuknya ketika mendengar perkataan Dhika.
“Ngga mau ketemu gimana? Lo liat!” Kata Jun, mendongakkan kepala Wonwoo dan membalikkan badannya.
Pemandangan yang selalu menjadi mimpi untuk Wonwoo, melihat Mingyu sedang memangku Yulna dan membacakan dongeng di balkon apartemennya. Memeragakan beberapa jenis hewan yang ada di dalam buku dongeng untuk dijelaskan pada Yulna dan kemudian ditiru oleh anaknya.
They're like a mirrors. gumam Wonwoo.
Wonwoo mengembalikan posisi duduknya saat bersitatap dengan Mingyu, jarak mereka jauh memang sekitar 10 meter, namun Mingyu dapat merasakan ada mata yang menatapnya dan memalingkan wajahnya dari buku dongeng ke arah seorang pria — Wonwoo yang sedang melihatnya. Jantung Wonwoo berdetak lebih kencang. Otaknya tidak mampu memproses apa yang sedang terjadi sekarang.
“Nggg.. Dika mau minum apa?” Tanya Wonwoo yang sedikit salah tingkah.
“Apa aja, samain.” Jawab Dika santai.
“Kalau Kak Mingyu, mau minum apa ya?” Tanya Wonwoo kepada teman-temannya.
“Tanya sendiri lah. Mana gue tau!” Kata Dika yang ceplas-ceplos, senang melihat keadaan ini.
“Jus aja kali ya. Jus mangga. Kak Mingyu masih suka jus mangga kan ya?” Tanya Wonwoo melihat Hao, berharap kali ini pertanyaannya akan dijawab.
“Ngga tau, menurut lo?” Tanya Hao balik.
Wonwoo bingung saat ini. Dia melangkahkan kakinya menuju dapur, menyiapkan minuman untuk Dika dan Kak Mingyu yang baru datang. Jus kemasan favorit mereka yang sangat dia ingat, sering Mingyu dan dia beli ketika berbelanja bulanan, baik untuk rumah Mingyu maupun apartemennya. Wonwoo menyimpan banyak rasa mangga untuk Yulna, Yulna sangat menyukainya, sama seperti Mingyu, Jus Mangga kemasan itu adalah rasa favoritnya.
Wonwoo melangkahkan kakinya, membawa dua gelas minuman, kopi yang langsung dia berikan ke Dika dan satu gelas jus yang dia letakkan di meja bundar di samping Mingyu yang sedang duduk. Tanpa berkata.
“Jus? Mawww.” Pinta Yulna ketika Mingyu memegang gelas itu, Wonwoo berbalik, menghampiri Yulna dan menggendongnya. Mingyu masih memproses gerakan Wonwoo yang secara tiba-tiba, dia terdiam sembari memegangi gelasnya.
“Hei. Tidak boleh, cantik. Itu punya Uncle, punya Yulna ada di kulkas. Yuk ikut papa.” Kata Wonwoo, Yulna berontak, menggoyangkan kakinya di tubuh ramping Wonwoo dan menangis.
“Ndaaaa... jusss nnaaaaa..” teriaknya menatap gelas yang dipegang Mingyu, sembari menghisap tangannya. Mingyu kaget melihat itu.
“No. Itu bukan punya Yulna. Cep cep.. Kita ambil punya Yulna ya.” Kata Wonwoo dengan sedikit berbisik, mengelap air mata anaknya itu, dan mengecup penuh sayang pipi gembilnya.
Ketika Wonwoo hendak melangkahkan kakinya, Mingyu menghentikannya.
“Ehem. Ngga pa-pa, minum bareng aja sama uncle ayah. Uncle lagi ngga sakit kok.” Kata Mingyu, menghampiri mereka berdua. Mengambil alih untuk menggendong Yulna yang masih terisak dan membiarkan anaknya meminum jus mangga dari gelasnya.
“S-sorry, Kak. Ngga biasanya Yulna minta yang bukan punya dia.” Kata Wonwoo, memelintir ujung piyamanya. Entah harus berbuat apa dia di hadapan Mingyu. Dia bingung.
“Iya, ngga pa-pa. Namanya juga anak kecil.” Jawab Mingyu, memberikan gelasnya kepada Wonwoo yang sudah diminum Yulna dan mulai menggendong anak gadis bongsor itu lagi untuk masuk ke dalam.
Wonwoo masih terpaku. Mungkin ini kali ya rasanya punya pasangan, bisa gantian jagain Yulna. Pasangan you said? Don't ever ever dream about it, Jeon Wonwoo. Kim Mingyu is too far away. gumam Wonwoo. Pria berkacamata itu langsung mengambil buku dongeng Yulna dan menutup pintu balkon. Menghampiri teman-temannya dan meletakkan gelas jus milik Mingyu di sana.
“Oh, by the way Dika, gue udah terima shopping bag dari lo buat Yulna, thank you.” Ucap Wonwoo berusaha untuk tersenyum.
“Shopping bag? Gue? Mingyu kali, kan kemaren yang belanja Mingyu. Yakan, Hao?” Tanya Dika santai, Hao terlihat sedikit panik. Dan nyengir, begitupun Jun. Wonwoo menatap kedua pasangan itu penuh curiga.
“Kita bertiga balik dulu kali ya, Won?” Kata Hao setelah berbincang-bincang mengenai rencana pernikahannya dengan Jun kepada Wonwoo.
“Mingyu gimana?” Tanya Dika.
“Biarin aja, punya kaki. Lagi asik kali main di kamar. Daritadi ngga ada suaranya.” Kata Jun, berdiri dan pamit.
Setelah temannya pulang, Wonwoo pun mengecek keadaan di dalam kamarnya dan benar saja, kini yang dia lihat adalah Yulna sedang tertidur di dada bidang Mingyu yang juga tertidur di atas tempat tidur. Dada yang selalu menjadi tempat ternyaman untuk Wonwoo, ternyata tempat yang nyaman juga untuk Yulna. Mendengar detak jantung Mingyu yang teratur saat tertidur adalah dentingan nada indah yang akan membawa Wonwoo ke mimpi indahnya, mungkin itupun yang sedang Yulna rasakan saat ini.
Dilangkahkan kakinya ke dalam ruang tidur utama itu, diselimutinya kedua manusia kesayangannya secara perlahan takut membangunkan keduanya — dia lupa bahwa Mingyu dan sang anak adalah dua makhluk yang sulit terganggu saat sudah lelap.
Perlahan Wonwoo itu melangkahkan kakinya keluar, kembali ke ruang tengah dan merapihkan ruang yang sedikit berantakan karena kehadiran ketiga tamunya tadi. Setelah itu, dia terdiam menatap layar televisi yang menyala di hadapannya dengan fikiran yang melayang entah kemana.
Dan siang ini, ada Wonwoo yang tertidur di ruang tengah terbangun dengan tubuhnya yang sudah diselimuti. Wonwoo terduduk dan tak berapa lama dia segera berlari menuju kamarnya, ketika terdengar suara Yulna menangis dan terduduk sendirian — Mingyu sudah tidak ada di sana.
Wonwoo segera menggendong anak gadisnya, berusaha menenangkannya. Menimang-nimangnya dan jurus terakhir adalah memberikannya sebotol susu.
Wonwoo yakin tadi dia sedang tidak bermimpi, namun, semua itu terasa seperti tidak mungkin. Dan kini dia yakin, itu memang mimpi.