Narasi 1 – 🍄 Shall We? 🍄
cast: Wonwoo/Ichan/Yuvin.
Jakarta International High School hari ini lebih ramai dari biasanya, selain ada acara class meeting para siswa-siswinya karena UAS sudah selesai, para orang tua juga diundang untuk pembagian report bayangan semester para murid.
Pria umur 32 tahun yang hari ini menggunakan long-sleeved shirt dengan kerah Shanghai berwarna navy blue yang dilipat hingga siku dan dipadupadankan dengan celana blue jeansnya, berjalan sepanjang lorong menuju kelas X-2, di mana sudah 1 semester ini anaknya belajar di sana. Pria itu bernama Jeon Wonwoo, sudah disambut senyuman manis oleh seorang anak 14 tahun yang menggunakan kemeja pendek putih yang dibiarkan keluar dengan celana panjang bahan berwana khaki, dan tidak lupa dengan dasi yang sudah longgar, Jeon Leechan atau biasa dipanggil Ichan. Anak semata wayangnya. Di sampingnya, ada sahabat kental Ichan dengan menggunakan baju yang sama, namun dibalut jaket bomber club basket sekolah itu, Kim Yuvin atau biasa dipanggil Upin yang sedang memasang wajah datarnya.
“Haiiii...” sapa pria 32 tahun itu ramah ke Ichan, setelah sampai di depan pintu berplang X-2 itu sambil mengusak kepala anaknya.
“Papa, telat 5 menit. Tapi, Miss. Dona belum dateng. Hehe. Tante sama Om Boo udah di dalem.” Kata Ichan menyambutnya.
“Okay. Ini papa masuk aja ya?” tanya Wonwoo celingak-celinguk ke dalam kelas.
“Masuk aja, Om.” kata Yuvin membuka suara. Sebelum membuka pintu kelas, Wonwoo mendekat ke arah Yuvin.
“Orang tua Upin yang mana?” tanyanya lembut.
“Paling ga dateng lagi, Om. Biasa, aku ambil raport sendiri.” jawab Yuvin santai.
“Om ambilin sekalian ya?” izin Wonwoo sambil tersenyum dan berjalan masuk tanpa menunggu jawaban dari sahabat anaknya itu, karena Yuvin masih sedikit kaget.
Sesampainya di dalam kelas, Wonwoo langsung duduk di sebelah keluarga Boo yang kebetulan anaknya memang teman Ichan dari SMP.
- Di luar Ruangan Kelas
“Santuy aja, Pin! Sama bokap gue aman.” kata Ichan sambil merangkul sahabatnya itu menjauhi kelasnya ke arah booth makanan anak kelas XII yang ada di lapangan.
“Tukeran bapak yok!” ceplos Yuvin yang dijawab dengan jitakan dari Ichan.
Wonwoo memang seringkali jadi rebutan oleh sahabat-sahabatnya Ichan karena menurut mereka, Om Wonwoo itu adalah bapak yang ideal. Perhatiannya cukup dengan pengertian yang besar sehingga Ichan menjadi pribadi yang terbuka akan segala hal. Pesannya hanya, “Ichan boleh minta hak, tapi harus tanggung jawab yaa.” ; “Ichan boleh main, tapi jangan lupa sholat ya” atau “Ichan boleh ga belajar, tapi kl Papa marahin karena nilai kamu di bawah rata-rata Ichan ga boleh ngambek sama Papa.” Simple, tapi selalu Ichan inget.
“Lu maen aja ke rumah gue. Ga usah tukeran. Ga rela gue!” jawab Ichan santai.
Dua jam setelah Ichan dan Yuvin berkeliling booth kakak kelasnya, ponsel Ichan pun bergetar dan langsung di jawab begitu melihat nama di layarnya “Papa Nonu 💞”
“Yes, Pap.” jawabnya.
“Assalammualaikumnya mana?” tanya pria tinggi tersebut di seberang saluran telepon.
“Hehe.. Assalammualaikum..”
“Waalaikumsalam. Adek mau ikut papa pulang ngga? Papa udah beres nih.” kata pria di seberang sana.
“Yuk, Pa.. Upin ikut ya..”
“Boleh dong, kamu ajak Bonon sama Kwan juga ya..” ujar Wonwoo.
“Gampang merekamah chat aja, udah kaya bijik.” jawab Ichan ngasal, dia suka lupa kalau lagi ngobrol sama orang tua memang.
“Hush! Kamu nih! 15 menit ya, Papa tunggu di parkiran.” kata Wonwoo lagi.
“Okay!” kata Ichan sambil menutup teleponnya.
“Ikut gue pulang, kuy! Masa ga kuy!” kata Ichan sambil merangkul Yuvin ke kelas untuk mengambil tas. 'Diem aja deh ini si Kunyuk daritadi.' ucap Ichan dalam hati.
“Yuvin, Ichan.. ini raportnya ya.” Kata Wonwoo menaruh 2 amplop transparan di atas meja makan dan berlalu ke dapur yang berjarak beberapa langkah.
“Tadi, Om sempet bikin notes di raportnya Yuvin, biar orang tua kamu tau hasil rapat tadi sama perkembangan kamu di sekolah selama 6 bulan ini.” kata Wonwoo sedikit berteriak dari dapur agar suaranya terdengar oleh orang yang dituju.
“Iya, Om. Terim kasih.” kata Yuvin dengan lesu sembari membulak balik amplop transparan itu yang memang ada beberapa kertas tambahan yang diselipkan, notes yang dimaksud oleh Wonwoo.
“Jangan cemberut gitu ah, nanti gantengnya ilang lho! Om bikinin Soto Betawi kesukaan Upin ya sama brownies panggang juga, buat cemilan.” kata Wonwoo sambil mengusak surai Yuvin.
Pria ini punya kepercayaan bahwa makan-makanan enak dan dessert yang manis dapat menjadi moodbooster untuk segala jenis perasaan gundah. Hal ini juga yang membuat dia dan kedua temannya – Jun dan Uji – akhirnya memutuskan membangun restoran di daerah Senopati.
“Oh iya, om minta nomer orang tua Upin ya, ayah ibuk atau salah satunya boleh, biar nanti om kabarin ke mereka.” pinta Wonwoo yang meninggalkan Yuvin setelah melihat anggukan remaja itu.
Sedangkan di meja makan ada sticky notes yang ditinggalkan oleh Yuvin: “Ayah Mingyu; 0811-111-604xx” ditempelnya sticky notes itu di kulkas, ditumpukan lembaran menu agar tidak terlupa.