[Narasi 6 – 🍄 Shall We? 🍄] ↳ Mingyu/Wonwoo ↳ fluff ↳ 2.1k words. ↳ Narator POV
Date Night
Seperti yang sudah dijanjikan dari beberapa hari yang lalu, Wonwoo akan menghabiskan malamnya di malam Minggu ini dengan kekasihnya yang sudah setahun ini mengisi hari-harinya, Kim Mingyu. Kini dia sudah duduk di ruang keluarga rumah Ayah dari Yuvin itu dengan Yuvin dan Ichan yang sedang asyik menonton televisi, menghina satu sama lain dan terkadang dia ikut menimpali juga.
“Sayang, udah siap?” Tanya pria tinggi dengan suara baritone-nya bertanya pada pria manis yang sedari tadi menemani dua ABG.
“Sudah, aku gini aja kan? Ngga usah pake tuxedo?” Tanya Wonwoo ketika melihat kekasihnya menggunakan shirt long-sleeved nya yang dilipat hingga siku. Rapih, sedangkan dia hanya menggunakan kemeja berlengan pendek dengan motif abstrack yang masing-masing lengannya dilipat. Santai.
“Whatever you use, you are still the most beautiful in my eyes, Yang.” Kata Mingyu dengan tenang. Dia lupa kalau ada ke dua remaja yang hampir melempar brownies kukus yang sedang mereka cemilin.
“Go away! Iyuuuuhhh!” Kata Yuvin, jijik sama ayahnya.
“Tapi, emang papa the most beautiful sih.” Kata Ichan setuju dengan Om Mingyunya.
“Agree. Tapi, kalau Bapak Kim yang ngomong tuh kek hadeuh pasti mau modus.” Timpal Yuvin.
“Hush! Jaga bicaramu demi masa depan uang jajanmu, anak muda!” Kata Mingyu. Yuvin langsung membelalakkan matanya kesal.
“Udah.. udah.. kok malah berantem?” Tanya Wonwoo yang sedari tadi menjadi penonton.
“Chan, Pin, udah ya makan browniesnya jangan diabisin, kalian harus makan nasi. Tadi, papa udah masak.” Kata Wonwoo melanjutkan, matanya tertuju pada anak-anak yang kini sudah ada di kelas 2 SMA itu.
Yuvin sedikit terkejut ketika Wonwoo mengucapkan dirinya 'Papa', tak lama senyum jahil terpatri di wajahnya, “Jadi, Upin udah boleh manggil papa nih, Om?” Katanya iseng sambil menyenggol tangan Ichan. Pipi Wonwoo seketika merona merah kali ini, tidak menyangka akan dihadapkan pertanyaan seperti ini. Ichan memang sering menggodanya, tapi, digoda Yuvin belum pernah terjadi, apalagi bila berkaitan dengan hubungannya dan ayahnya.
“Iya, panggil papa aja. Biar enak. Ribet kalau kamu manggil Om Papa.” Jawab Mingyu tenang, kini kedua pipi Wonwoo semakin memanas.
“Udah ah, malu!” Kata Wonwoo mencubit lengan Ayah Yuvin itu. “Call me whatever makes you comfortable ya, Upin.” Jawab Wonwoo.
“Okay, papa then! Haha.” Upin dan Ichan tertawa melihat Wonwoo yang memegang wajahnya yang sudah seperti udang rebus. Pipinya sudah sangat menghangat.
“Gih sana pergi! Nanti kemaleman pulangnya!” Ujar Ichan.
“Hati-hati ya, Yah.. Pa..” kata Yuvin, masih dengan nada jahilnya.
“Good luck!” Bisik Ichan ke kuping Wonwoo ketika dia menyalimi tangan pria ramping itu. Di sisi lainnya “Break a leg, brou!” Bisik Yuvin kepada ayahnya setelah salim.
Kini Wonwoo dan Mingyu sudah ada di salah satu restaurant di daerah Setiabudi, House Rooftop di lantai 6 MD Place Tower. Wonwoo sedikit terheran-heran karena tidak biasanya dia mengajak dirinya makan di restoran mewah dengan vibes romantis seperti ini. Lampu kuning yang meremang, langit biru menjadi atapnya.
“Tumben banget, Mas?” Tanya Wonwoo ketika menginjakkan kakinya di restoran ini.
“Malah tadinya aku mau ngajak ke SKYE Bar atau Cloud Lounge, tapi tinggi-tinggi banget lantainya. Kan aku akrofobia, Yang.” Keluhnya.
“Haha. Cowo ganteng, badan tinggi, takut ketinggian tuh aku masih gagal paham.” Tawa Wonwoo ketika mereka sudah duduk di salah satu sudut restoran tersebut.
“Jangan ngetawain, muka ganteng sama tinggi ngga ada hubungannya sama fobia ketinggian.” Kata Mingyu, mengerucutkan bibirnya tanda kesal.
“Becanda, Masyang. Let me protect you for height, you take care of the rest.” Kata Wonwoo sambil tersenyum manis, dan kembali ke menu yang disediakn restoran ini.
Mingyu tersenyum dalam diamnya. Mensyukuri kehadiran pria yang ada dihadapannya ini. Setelah mereka bertemu banyak hal yang terjadi di kehidupan seorang Kim Mingyu, dari yang awalnya dia akan selalu sibuk dengan pekerjaannya bahkan sempat melupakan ada remaja di rumah yang sedang tumbuh dewasa sendirian.
Pria di depannya ini, yang membuatnya tersadar bahwa hidup tak hanya selalu tentang materi dalam membesarkan seorang anak. Kehangatan pria di depannya ini yang mampu melelehkan dingin hatinya selama 12 tahun kemarin.
Kau bawa bahagia ke dekatku Kau buatku lupa tentang waktu Kapan pun itu di wahanamu Di harummu aku hanyut Di hangatmu aku larut
“Kenapa, Masyang? Kok ngeliatin akunya kaya gitu?” Tanya Wonwoo menghentikan kegiatan melamun kekasihnya, ketika melihat pria di hadapannya tersenyum penuh makna. “Kaya om-om mesum tau ngga?” Kata Wonwoo jail.
“Ganteng gini om-om mesum? Tega banget!” Jawab Mingyu tidak terima. Wonwoo pun tertawa, mengerutkan hidung bangirnya. Senyum yang selalu menjadi moodbooster seorang Kim Mingyu.
“Om-om ganteng aja ya?” tanya Wonwoo yang dijawab anggukan oleh Mingyu.
“Ayo ih, ini kita mau makan malem.” Kata Wonwoo lagi, memegang tangan pria di hadapannya yang sedari tadi jahil mencolek punggung tangannya dengan jari telunjuknya yang panjang.
“Kamu mau pesen apa?” Tanya Mingyu.
“Kayaknya Crispy Duck Convit ini menarik ya?” Tanya Wonwoo menunjukkan salah satu gambar pada menu.
“Bebek itu.” Kata Mingyu.
“Yaiya, kalau ayam kan chicken.” Kata Wonwoo mengikuti lelucon pria yang berumur 37 tahun di hadapannya.
“Tapi aku pengen Wagyu Sirloin deh, Mas.” Kata Wonwoo lagi.
“Pesen dua-duanya aja, kalau ga abis kamu yang bayar.” Kata Mingyu.
“Kok gitu?” Tanya Wonwoo.
“Ngga boleh mubadzirin makanan. Kan kamu yang rewel suka ngingetin anak-anak.” Kata Mingyu lagi, wajah Wonwoo seketika memerah ketika mendengar kata anak-anak.
“Gemes bgt kamu tuh, ayo pesen aja!” Pinta Mingyu.
Setelah mereka memesan makanan, mereka dalam diam dengan fikiran mereka masing-masing, saling memainkan jari satu sama lain di atas meja, mengaitkannya, kemudian melepaskannya. Saling melempar senyum, masih memikirkan bagaimana cara menyampaikan semua yang ada dipikiran mereka masing-masing.
Ingin dekat-dekat Dekat di pelukmu Duhai sayang Denganmu tenang Hanya kau yang mampu, Melengkapiku
“Masyang..” panggil Wonwoo akhirnya membuka suara untuk menghentikan kesunyian di antara mereka.
“Hmm?” Jawab Mingyu dengan mengangkat kedua alisnya masih memainkan jari Wonwoo di sana.
“Gimana testimoni hampir satu tahun sama aku?” Tanya Wonwoo tiba-tiba.
“Haha. Kalimat bahagia aja ngga cukup buat ngegambarinnya, sayang.” Jawab Mingyu. “Aku mau extend sampai selamanya, bisa?” Tanya Mingyu tiba-tiba.
“Yakin? Selamanya itu masih panjang.” Jawab Wonwoo.
“Justru itu, karena masih panjang, aku mau selama itu mengenal kamu. Kalau ada yang lebih panjang dari kata selamanya kasih tau aku.” Kata Mingyu lagi.
“Buat?” Tanya Wonwoo.
“Buat ngasih tau ke kamu kalau selamanya belum cukup untuk bareng sama kamu.” Jawab Mingyu.
“Kalimat ngalus-ngalus gini tuh diajarin siapa sih? Seokmin ya? Atau Jaehyun?” Tanya Wonwoo, pipinya merona. Sudah berapa kali dalam hari ini dia merasa sangat malu yang bercampur dengan bahagia?
“Yuvin, dia yang jadi guru gombal aku sekarang.” Jawab Mingyu.
“Haha.. aku jitak kalau udah sampe rumah nanti. Dasar bocah.” Kata Wonwoo sambil tertawa puas mengingat kelakuan Yuvin kepada bapaknya.
“Ichan cerita tadi di mobil, Yuvin mau ke New Zealand pas lulus nanti?” Tanya Wonwoo.
“Iya, dia bilang mau kuliah di sana. Rencananya memang sudah lama sih, makanya dia sudah prepare semuanya juga.” Jawab Mingyu, wajahnya melesu.
“Sedih ya, mas?” Tanya Wonwoo.
“Itu bukan pilihan yang seharusnya aku sedihin sih.” Ucap Mingyu, mencoba tabah.
“Sad is a natural thing, especially if he is your only child. Jadi, kalau kamu bilang ke aku sedih, aku kasih pundak aku buat kamu bersandar, Masyang.” Kata Wonwoo, mengelus tangan kekasihnya. “Tempat bersandar juga butuh sandaran kan?” Tanya Wonwoo. Mingyu mengangkat tangan putih mulus itu menciumi jari-jarinya dengan sayang.
Tak lama makan malam mereka sudah tersaji dengan plating yang sangat cantik. Wonwoo mengambil beberapa foto, agar bisa dia tunjukkan ke teman-temannya, ide untuk plating di Tavore.
“Tetep ya, nanti aja di share ke Jun sama Jiunnya, malem ini kamu sama aku aja.” Tegur Mingyu yang sudah hafal dengan kelakuan kekasihnya ini.
“Iya, sayang. Tenang aja.” Jawab Wonwoo yang memberikan kerlingan sebelah mata ke Mingyu agar pria tampan di hadapannya tidak cemberut. Mingyu membalasnya dengan tertawa. Kadang dia amaze sendiri dengan tingah laku pria ini.
Hidangan makan malam mereka kini sudah habis dan meja mereka kini sudah bersih selain gelas yang berisi air mineral dan dessert ice cream vanilla untuk Wonwoo dan ice cream mochi green tea untuk Mingyu.
“Kalau Ichan, rencananya gimana, Nu?” tanya Mingyu. Biasanya memang seperti itu setelah menceritakan tentang Yuvin pasti tidak akan lepas dengan membicarakan Ichan atau sebaliknya.
“Ichan masih mau di sini-sini aja, katanya mau ambil Hubungan Internasional di UNPAD.” Jawab Wonwoo yang sekarang sudah menyuapi ice cream vanilla ke mulutnya.
“Terus?” tanya Mingyu.
“Ngga ada terusannya. Hehe.” Jawab Wonwoo.
“Kamu ngga pindah ke Bandung ikut Ichan kan?” Tanya Mingyu.
“Nggak lah! Ichan pasti bisa hidup di sana sendiriankan? Sesekali aku samper paling. Akukan di sini harus mengais rejeki buat dia juga.” Kata Wonwoo. “Lagiankan orang tua sama adik aku di Bandung, Mas. Jadi aku ga takut ninggalin dia di sana.” Kata Wonwoo lagi.
“Owalah, iyaa juga, udah enak banget itu Ichan sering makan masakan nenek nanti.” Kata Mingyu. “Nanti kalau mau nyamperin Ichannya sama aku aja. Aku yang supirin kamu ke Nangor.” Kata Mingyu.
“Iya, I hope until then, you still make me your first priority.” Kata Wonwoo tersenyum.
“I will.” Jawab Mingyu.
“Mas/Nu” kata mereka bersamaan. Setelah desert mereka sudah diangkat oleh waiter.
“Ya/Ya?” Jawab mereka bersamaan pula.
“Haha. Ini siapa yang ngomong duluan kalau barengan terus?” Tanya Wonwoo, gemas.
“Aku dulu aja boleh?” Tanya Mingyu gugup.
“Boleh dong.” Jawab Wonwoo.
“Aku tuh mikirin ini udah lama, pas tahun lalu kita liburan ke Bandung ketemu orang tua kamu juga akunya udah mikirin ini.” Kini detak jantung Mingyu berdegup kencang.
“Inget kan tadi aku bilang kalau mau extend sama kamu selamanya?” Kata Mingyu melanjutkan, mendekap kedua tangan pria ramping di hadapannya dengan kedua tangannya, menghantarkan kehangatan.
“Aku ga pernah kepikiran untuk mencintai orang lain selain Nayana, sampai setahun yang lalu kamu masuk ke dalam hidup aku, melengkapi aku yang banyak kurangnya ini. Ngajarin aku banyak hal, ga cuma ngajarin aku untuk lebih menyayangi Yuvin, tapi, juga ngajarin aku mencintai diri aku sendiri.” Kata Mingyu menarik nafas. Jantung Wonwoo berdetak ribut.
“Kamu salah satu alas an aku ingin jadi ayah yang baik buat Yuvin, buat Ichan nantinya. Kamu alasan yang paling tepat untuk aku buat nyetir hati-hati dan pulang cepet untuk bantu Yuvin ngerjain tugas dan bisa ngobrol panjang lebar tentang hari-hariku di telephone, menutup hari dengerin suara kamu. Dan dengan magisnya, kamu membuat aku merasa selalu dicintai.” Mingyu mengambil nafasnya berat. Wonwoo menitikkan air matanya, haru.
“Jeon Wonwoo, I love you this BIG. Will you spend the rest of your life with me? Will you marry me?” Tanya Mingyu tiba-tiba, pria yang ditanya sontak terkejut.
“Hah?” Tanya Wonwoo, masih memproses pertanyaan terakhir dari kekasihnya itu. Kotak beludru hijau tosca sudah terbuka lebar, ada satu cincin manis di sana, dengan bentuk simple, berwarna platinum, dengan satin finish.
“Kok malah 'hah?' sih? Ini aku udah panjang lebar lho.” Jawab Mingyu yang kaget karena ekspresi kaget kekasihnya.
“Kalimat terakhirnya apa, Mas?” Tanya Wonwoo ulang.
“Will you marry me?” Tanya Mingyu ulang. Wonwoo menjauhkan cincin yang ada di depannya itu, seakan mengembalikan kepada sang pemberi, Mingyu bingung.
“Aku ditolak?” Tanya Mingyu. Wonwoo menggeleng ribut.
“Kamu kok nyuri start?” Tanya Wonwoo.
“Hah?” Tanya Mingyu, dia juga malam ini cosplay jadi Kang Keong.
“Nasib ini aku gimana kalau kamu udah nunjukin duluan?” Tanya Wonwoo tidak mau kalah. Dia mengeluarkan kotak beludru biru gelap, membukanya ada memperlihatkan ada cincin couple di sana, berwarna gold dengan lapisan pure titanium yang sederhana. Mingyu tertawa puas.
“Kamu juga nyiapin?” Tanya Mingyu. Wonwoo mengangguk, malu.
“Iya, tadinya aku yang mau propose kalau kamu ga ngomong-ngomong juga.” Kata Wonwoo, jantungnya masih berdegup. “Soalnya, aku udah ngga bisa kalau pisah sama kamu tiap abis ketemu. I really love you, I want to spend my days with you, I want to be the first face you see when you wake up in the morning and I wanna be the last person you see before you close your eyes.” Lanjut Wonwoo.
“So, I have no reason not to say yes to your last questions. Aku ga butuh waktu untuk mikirin kata-kata kamu.” Jawab Wonwoo. Mingyu terkejut dengan jawaban Wonwoo yang terkesan terburu-buru.
“Tapi, ini cincin aku gimana?” Tanya Womwoo. “Ini pilihan Ichan lho!” Kata Wonwoo lagi sambil mengerucutkan bibirnya.
“Baru nih aku liat ada yang cemberut di lamar.” Kata Mingyu jahil. “Cincin ini juga pilihan Yuvin. Gimana dong?” Tanya Mingyu balik.
“Double?” Tanya Wonwoo. “Coba kalau dipake double.” Kata Wonwoo lagi, menyerahkan tangan lentiknya ke depan Mingyu. Mingyu meraihnya dengan lembut, dipasangkannya cincin darinya, kemudian memasangkan cincin dari Wonwoo dijari manis kiri pria itu.
“Aneh ga?” Tanya Wonwoo.
“I often say, everything in you is beautiful.” Jawab Mingyu mencium jari manis itu.
“Kamu juga pake. Cincin kamu kemana satunya?” Tanya Wonwoo. Mingyu mengeluarkan cincin dari kantong celananya. Meminta Wonwoo untuk memasangkannya, Wonwoo melakukan hal yang dipinta dan mengikuti Mingyu, mencium tangan pria yang berada di depannya itu.
“Jadi?” Tanya Mingyu.
“Absolutely yes!” Jawab Wonwoo, berlari ke kursi Mingyu, duduk dipangkuannya dan memeluk pria yang lebih tua itu.
“Haha.. sayang.. kenapa jadi manja?” Tanya Mingyu menggoyang-goyangkan badan Wonwoo yang sedang berada direngkuhannya.
“Tanda sayang.” Jawab Wonwoo dari ceruk leher Mingyu.
“I love you, Jeon Wonwoo.” Kata Mingyu.
“I love you too, calon imam.” balas Wonwoo.
Bahkan saat kau tak ada Hanya kau yang mampu Membuatku merasa dicintai Sebesar ini Duhai sayang Denganmu tenang Melengkapiku Duhai sayang Kusebut namamu Dalam hening doaku