New Year's Eve Party
tw: mild substance use, drug, alcohol use.
Suara notifikasi dari ponsel-nya membuat Wonwoo menoleh ke arah benda pipih yang tergeletak manis di atas meja ruang tengah apartemennya. Pesan dari Jeonghan masuk, “Gue udah di bawah ya, Nu~” dengan cepat pria cantik bermanik rubah itu langsung meraih coat hitam polosnya yang tergeletak rapi di atas sofa.
“Gue berangkat ya, kak, nanti gue kabarin kalau udah di sana, lo juga kabarin gue kalau lo udah balik,” kata Wonwoo sembari menyampirkan coat hitamnya di lengan dan merapihkan pakaian wrap-style shirt dengan potongan deep V-neck yang menunjukkan bagian dada bidangnya yang putih mulus.
“Lo beneran ngga apa-apa, Nu? You sure you don’t need me to tag along?” tanya pria dengan rambut blonde yang sedari tadi membantu Wonwoo untuk siap-siap ke acara bergengsi tahunan salah satu majalah internasional dengan salah satu agency model ternama yang tak kalah besar dengan tempatnya bernaung.
“I’m good, kak, ada Kak Han kok,” kata model pria tinggi semampai itu sambil mengecek sekali lagi penampilannya di cermin. Ia sudah tampan dengan blouse hitam berbahan jersey stretch hitam halus yang dipadukan dengan celana high-waist potongan jatuh berbahan senada. “Have fun with your boytoy, don’t let me stop you!” lanjut Wonwoo sembari membenahi letak kalung rantai perak tipis dengan liontin cantik yang menghiasi dadanya. Sebagai sentuhan akhir sebelum meninggalkan tempat tinggalnya, ia menyemprotkan parfum favorite-nya sebagai sentuhan terakhir di pergelangan tangan dan lehernya, detail kecil yang selalu membuatnya merasa lebih percaya diri.
Begitu pintu apartemennya tertutup, Wonwoo berjalan ke arah lift dengan langkah ringan, suara hak boots-nya bergema lembut di lantai marmer. Sesampai di lobi, matanya langsung menangkap sosok Yoon Jeonghan yang sudah berdiri di sisi mobil hitam mewah dengan blazer model klasik, dipadukan inner top hitam berkerah rendah, serta kalung rantai perak sebagai aksesori yang menambah kesan edgy dan celana bahan senada potongan lurus yang jatuh pas di tubuh rampingnya.
Jeonghan menyeringai begitu melihat Wonwoo mendekat. “Damn, Jeon Wonwoo! Are you going to the New Year’s party or trying to steal the spotlight? Cantik banget adek gue!” sapa Jeonghan seketika ketika melihat pria yang lebih muda darinya itu.
Wonwoo tersenyum manis sembari menatap Jeonghan, pria yang tak kalah cantiknya malam ini, “Makasih lho! You look gorgeous too,” jawab pria bermanik rubah itu sembari mencubit lengan Jeonghan. Lalu, mereka tertawa bersama.
Tak membuang waktu, mereka langsung masuk ke dalam mobil, dan sepanjang perjalanan ke Hotel Fairmont, kabin dipenuhi oleh aroma leather seat yang bercampur dengan wangi parfum mereka berdua—warm & musky. Jendela mobil memperlihatkan lampu-lampu kota yang mulai bersinar lebih terang malam ini, seolah ikut bersiap merayakan malam pergantian tahun.
“Lo jangan jauh-jauh dari gue, Seungkwan udah nagging ke gue dari kemaren to keep an eye on you,” kata Jeonghan memecahkan keheningan di dalam mobil mewah yang sedang membawa mereka.
Wonwoo menoleh dan menjawab, “Iya, kalian tuh bawel banget sih,” ujarnya sambil mengeluh.
***
Sesampainya di depan Fairmont, deretan mobil sudah memadati area drop-off, sementara lampu dari lobi memantulkan cahaya keemasan ke wajah para tamu yang turun satu per satu dengan glamor. Seorang petugas valet langsung membantu mereka dan saat Jeonghan beserta Wonwoo membuka pintu, sorot mata dari beberapa orang di sekitar langsung terarah ke dua pria tinggi semampai dengan wajah tampan tersebut.
Wonwoo turun dari mobil, membetulkan ujung blouse-nya dengan elegan, sedangkan di sisi lain, Jeonghan meraih pinggang ramping Wonwoo, mengajak pria yang lebih muda itu untuk berjalan beriringan masuk ke ballroom hotel yang megah.
Kilatan kamera langsung menyambut mereka. Hari masih sore, musik jazz modern mengalun dari sisi ruangan, dan para tamu, baik yang bekerja sebagai model, selebriti, fashion editor, bahkan beberapa CEO agensi dan perusahaan besar yang diberikan akses ke pesta tersebut, satu persatu mulai mingle dan bersosialisasi dengan tamu lainnya, begitupun dengan kedua model internasional terkenal milik Be Model — Wonwoo dan Jeonghan.
“Jeonghan, Wonwoo!” sapa salah satu tamu undangan dengan nada antusias, “You both look so stunning tonight.” lanjutnya, mereka hanya tersenyum dan membalasnya dengan sapaan ramah.
Wonwoo mulai berbincang ramah dengan beberapa orang yang berada di ballroom tersebut, sembari menikmati acara pergantian tahun.
Di tengah hingar-bingar pesta yang semakin padat, suara langkah sepatu pentofel menggema seiring dengan siluet pria bertubuh tinggi dan berwibawa yang masuk ke dalam ruangan. Kim Mingyu, seorang CEO muda yang dikenal karismatik dan menjadi sponsor dari beberapa nama besar di dunia modeling muncul dengan jas hitam beraksen satin yang terpotong sempurna mengikuti lekuk tubuhnya.
Di sampingnya, ada seorang wanita kecil yang dengan percaya diri masih menggenggam lengannya, Lee Ji Eun— salah satu model papan atas dari Ellite Agency— menyelenggarakan acara malam itu. Gaunnya berkilau, rambutnya disanggul modern rapi, dan senyumnya yang dibuat manis, seolah ia sudah dapat memprediksikan bahwa kehadirannya bersama dengan Kim Mingyu akan menarik perhatian semua mata yang berada di ballroom tersebut, termasuk satu orang yang sedang menatap ke arah mereka dari kejauhan.
Wonwoo berhenti sejenak. Gelas champagne di tangannya terasa lebih berat dari sebelumya. Tatapannya menajam ke arah pria yang baru saja melewati red carpet dan mulai menyapa beberapa orang dengan posisi yang tidak main-main dari berbagai profesi. Namun, dibandingkan dengan memilih tersenyum, Wonwoo hanya menatap seolah-olah acuh, walaupun ia menyimpan berbagai pertanyaan.
'Kok dia ada di sini sih? Dan kenapa dia bisa-bisanya dateng sama Lee Ji Eun?' rengek Wonwoo dalam hati.
Sesuai dengan informasi dari asisten pribadinya, Mingyu sudah tahu kalau ia akan bertemu dengan pria yang sudah 2 bulan tak ia jumpai. Sang CEO masih tetap terdiam saat mata mereka sudah saling mengunci, membeku sejenak di tengah keramaian, seolah lupa bahwa Lee Ji Eun masih menggantungkan lengannya di sisi tubuhnya sambil berbincang dengan tamu lainnya. Di antara Mingyu dan Wonwoo, tak ada satupun dari mereka yang ingin saling menyapa.
Seolah seluruh ballroom dan isinya meredup, hanya menyisakan dua titik cahaya, satu pria berdiri di sisi panggung dengan senyum yang perlahan mulai memudar, dan satu pria lainnya masih berdiri di tengah pesta, menyembunyikan rasa kecewa di balik ekspresinya yang terlihat datar.
Yoon Jeonghan yang menyadari perubahan ekspresi sahabatnya, perlahan mencondongkan tubuhnya, berbisik lembut, “Do you want to leave?“
Wonwoo menggeleng pelan, “No, biarin aja,” jawabnya dengan nada seolah ia tidak peduli dengan apa yang sedang ia lihat.
***
Malam semakin meninggi. Musik jazz modern yang sudah berjam-jam mengalun mulai berganti lebih bersemangat, sorot lampu yang awalnya sedikit redup, kini sudah berganti-gantian membanjiri ruangan dengan warna emas, ungu, dan biru yang silih berganti. Ini adalah New Year’s Eve party yang sebenarnya, terlihat dari para tamu yang mulai menari, tertawa, bersulang, dan berdansa seakan malam itu tak akan pernah usai.
Wonwoo masih berdiri di sana, seorang diri, berada di tengah gemerlap pesta dengan gelas champagne entah yang keberapa, jiwanya sudah mulai terasa menjauh perlahan.
Yoon Jeonghan yang datang ke acara bersamanya, entah berada di mana. Mungkin sedang berbincang-bincang dengan rekan lainnya, atau sekadar mencari udara segar di luar ballroom, sehingga untuk pertama kalinya di malam itu, Wonwoo benar-benar sendiri, walaupun sesekali beberapa tamu mengajaknya berbincang walau hanya selintas lalu dan berbasa-basi.
Ia meneguk habis sisa minuman dari gelas yang sedang ia genggam. Mungkin terlalu cepat, atau mungkin terlalu manis. Tapi ada rasa hangat yang mulai menjalar di tubuhnya, naik dari dada ke wajahnya, lalu perlahan ke tubuhnya, dan pangkal paha. Keringat mulai mengalir di kening dan tengkuknya, padahal AC ruangan masih menyala, sama seperti sebelumnya. Napasnya mulai memburu, detak jantungnya semakin kencang, dan kulitnya yang lembut terasa lebih sensitif pada setiap sentuhan, bahkan kain bajunya sendiri terasa seperti sentuhan kasar yang menggelitik seluruh syarafnya.
Ia mengedip pelan, mencoba menstabilkan pandangannya yang mulai kabur. Wonwoo merasa ada yang salah pada tubuhnya, tapi ia tidak tahu apa dan bagian yang mana.
Tubuhnya bergetar, dadanya naik-turun tak beraturan, dan Wonwoo bisa merasakan gairahnya yang tiba-tiba muncul seolah sedang heat dan sangat sulit ia dikendalikan. Langkahnya mulai limbung, dan satu-satunya hal yang ia pikirkan saat itu hanyalah, ia harus segera keluar dari sana.
Dengan tubuh yang sedikit terhuyung, ia berjalan meninggalkan ballroom, berjalan menuju kamar mandi terdekat dengan tangan yang gemetar. Begitu ia sampai di salah satu bilik kamar mandi dengan pintu yang sudah tertutup, Wonwoo langsung terjatuh berlutut, menunduk, mencoba mengatur napasnya yang tersenggal dan tubuhnya yang tak memberinya waktu.
'Haa... why is my body so hot all of sudden?' Wonwoo merintih sembari menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan desahan yang hampir lolos dari tenggorokannya. Tangan kirinya mencengkeram lengan kanannya, tubuhnya membungkuk, keringat menetes dari dagunya ke marmer putih di bawahnya.
Sedangkan seseorang yang sedari tadi sudah memperhatikan tindak-tanduk Wonwoo yang terlihat sedikit janggal, berjalan, mengikuti pria cantik itu dan menyusul, merangsak masuk ke dalam kamar mandi.
“Please...” Wonwoo merintih meminta tolong saat ia mendengar pintu kamar mandi yang tertutup bersamaan dengan sensasi yang mengalir liar di tubuhnya semakin menjadi. “Somebody, please...” lanjutnya dengan rintihan yang semakin lama semakin lirih.
Pria dengan postur tinggi, tegap, dan wajah tampan yang sedari tadi memperhatikan Wonwoo itu langsung mendobrak salah satu pintu bilik kamar mandi saat mendengar suara lirih minta tolong yang semakin lama semakin melemah dari dalam.
“Wonwoo!!” panggil pria itu yang terdengar berat, nyaris seperti bentakan karena panik, bukan sebuah panggilan.
Pria yang tampak lebih tua itu segera merengkuh tubuh Wonwoo yang masih berlutut di lantai. Lengannya yang kekar menahan tubuh pria bermanik rubah itu, memeluknya erat agar tidak limbung.
Wonwoo menatap wajah pria itu lemah, dan di lubuk hatinya yang terdalam ia merasa sangat lega melihat wajah tampan pria yang sudah sangat ia hafal. Napasnya masih terengah, “Mas Mingyu...” bisiknya pelan saat mata mereka bertemu. Matanya terlihat basah, berkabut, seperti sedang berusaha untuk kembali fokus. “Badan aku… aneh, Mas... Nghh...” kalimatnya tersenggal dengan tubuhnya yang meringkuk lebih dekat kepada pria yang ia panggil 'Mas Mingyu' itu, hampir seperti ingin menempel sepenuhnya ke dada pria itu.
Mingyu menelan ludahnya, rahangnya menegang saat ia memeluk Wonwoo lebih erat. Degup jantung pria yang lebih muda itu terdengar begitu keras, seakan berpacu dengan miliknya sendiri. Napas Wonwoo kini mulai melesat tidak teratur, dan desahannya—walau lirih—terasa penuh dengan hasrat.
“Ssst, Wonwoo… look at me,” bisik Mingyu, mencoba menenangkan. Tapi di dalam dirinya sendiri, ia pun mulai panik. Ia belum pernah melihat Wonwoo seperti ini, seakan tubuhnya tidak sedang bereaksi secara alami.
Jari-jari Wonwoo mencengkeram kerah kemeja Mingyu, tubuhnya mulai bergetar ringan, “Mas...” panggilnya lagi, kali ini lebih tercekik, dengan mata setengah tertutup, “Help me, I'm scared.”
Mingyu menatap wajah Wonwoo dengan seksama, kulit yang biasanya terlihat pucat itu kini tampak memerah, bibirnya sedikit terbuka, basah dan gemetar. Napasnya semakin memburu.
Ada sesuatu yang aneh, Mingyu sangat tahu pria yang berada di rengkuhannya ini bukanlah orang yang akan mabuk di tempat umum, apalagi di acara penting seperti malam ini.
Dengan gerakan pelan nan sigap, Mingyu menyandarkan tubuh Wonwoo ke sisi bilik. Ia memastikan pria itu bisa bersandar dengan nyaman, lalu membuka jas bermerek yang ia kenakan malam itu dan menyampirkannya ke tubuh Wonwoo, merapatkannya hingga menutupi kepala dan sebagian wajahnya.
“Saya akan bawa kamu keluar dari sini,” gumamnya.
Setelah memastikan Wonwoo cukup tertutupi dan tak menarik perhatian, Mingyu menyandarkan tubuh tinggi itu ke dadanya. Kedua lengannya dengan mudah mengangkat tubuh Wonwoo yang kini benar-benar terkulai lemah di pelukannya. Mingyu melangkah keluar dari kamar mandi dengan Wonwoo berada di gendongannya, berharap tak ada siapapun yang melihat kondisi pria muda dipelukannya.
Beberapa detik kemudian, pintu lift terbuka dan Mingyu membawa Wonwoo naik ke lantai atas, ke salah satu kamar yang memang telah dipesankan oleh asisten pribadinya.