SEARCHING FOR THE SIGNAL
Putra sedikit terjaga ketika merasakan ada sesuatu di sampingnya, ia mengunci segera ponsel digenggamannya yang sedang terbuka chat room dirinya dan Galen. Si dia yang manis itu menolehkan wajahnya perlahan, “Astaga!!!” tentu saja itu yang diteriakkan Putra ketika melihat pria yang beberapa hari ini ia hindari. Sedangkan pria tersebut hanya tersenyum tanpa rasa bersalah, dan tetap duduk di kursi yang berada di sebelah Putra.
Putra masih memproses apa yang terjadi seraya memegang dadanya — jantungnya berdetak tak beraturan siang ini. Kini jarak mereka sudah sangat — sangat — dekat. Saking dekatnya Marcelio dengannya, Putra dapat merasakan lengan kekar itu menempel pada lengannya.
“Did I surprised you?” tanya Marcelio tanpa rasa bersalah, Putra mengangguk tanpa berpikir lama.
“Iya, menurut lo aja, ini mepet banget mohon maaf lahir dan bathin.” dumel Putra dalam hatinya saat ini.
“Oh.” hanya kata itu yang mampu pria berambut hitam legam itu keluarkan, lalu tanpa menunggu waktu yang lama, Marcelio semakin mendekatkan tubuhnya ke Putra. “Kata Daffin, kalau gue udah duduk deket gini dan gue deg-deg-an, artinya gue emang suka.” ucap Marcelio dalam hatinya, kemudian si dia mengernyitkan keningnya. “Hmm, kok ngga ada rasanya? Apa kurang deket?” pria tinggi besar itu semakin mendekatkan dirinya pada pria manis yang sedang menatap layar laptopnya kosong.
“Mas, ini lo deket bgt sih kaya di angkot, bisa geser dikit ngga? Meja gue gede.” kata Putra masih mencoba santai dengan suaranya yang mencicit. Nyalinya sedikit menciut menghadapi pria di sampingnya ini.
“Masa?” Marcelio semakin mengikis jaraknya, bahkan kini tangannya sudah melingkari tubuh Putra, ia sedikit berdiri dari tempat duduknya dan menatap ke laptop yang menampilkan file excel yang sedang dikerjakan Putra, hingga wajahnya ia condongkan mendekat ke layar leptop — melewati bahu Putra. Lebih tepatnya lagi, kini Putra Wonwoo sudah dapat merasakan deruan nafas lembut dan harum tubuh pria tampan itu.
“Mas Celo—” cicit Putra.
“Hmm?” jawab Celo yang masih mengamati setiap kolom yang berada di hadapannya.
“What are you doing? The data isn't finished, yet, dan lo ngalangin pemandangan gue.” kata Putra pada pria itu sembari mencicit. “Gue lagi ngerjain report.” lanjutnya.
“Iya, gue liat. Ini lagi gue cek rumus-rumusnya.” jawab Marcelio serius.
First test— failed! kita semua tahu, bukannya fokus pada Putra, pria tinggi itu malah fokus pada angka-angka yang ia lihat dari layar laptop planner-nya. Aren't you tired of being such a hard worker like this, Cel?
“Lo bisa cek dari laptop lo sih, Mas.” kata Putra, masih dengan nadanya yang ia usahakan untuk tetap tenang. Putra sedang tidak baik-baik saja. “Gue simpen di one-drive kok.” lanjutnya.
“Masih di IT, during weekend kemarin leptop gue mati. Kan gue chat lo—” kata Marcelio mengalihkan pandangannya dari Laptop dan menatap wajah Putra yang hanya berjarak beberapa sentimeter darinya. Pipi chubby menggemaskan itu, bibir ranum mengilap, hidung mancung, dan wajah tanpa pori-pori berada di depan matanya, literally di hadapannya.
Marcelio masih tidak merasakan apa-apa? Tentu tidak, kali ini jantungnya mulai berdegup lebih cepat dari yang ia tahu — heart rate berada di 134 BPM dari jam pintar yang melingkar di tangan kanannya, nyaris meledak.
Kedua pria dewasa itu membeku, dengan mata mereka saling bertatap tanpa berkedip.
“Ehem— excuse me, mister-mister.” tidak ada yang bergerak, mereka berdua masih membeku, suara pria yang memanggil mereka dari belakang itu tidak diindahkan.
“Assalammualaikum?” sapa pria itu lagi.
“Woy!” dan satu pukulan pelan di punggung Marcelio yang akhirnya membangunkan kedua pria itu dari lamunannya. Putra segera membuang wajahnya berlawanan arah, sedangkan pria tinggi tegap itu segera menjauhkan tubuhnya dari Putra, berbalik arah dan berjalan menjauh dari meja Putra secepat yang ia bisa. Putra tak peduli ia kemana.
“Kenapa si Celo? Cacingan?” tanya pria itu pura-pura tidak melihat pemandangan yang beberapa saat lalu ia lihat. Pria yang ditanya itu melirik sekitarnya dengan mata yang gelisah sembari mengedikkan bahunya, seolah ia tidak mau tahu.
“Lo juga kenapa? Deg-deg-an ya abis kaya gini sama Celo.” kata pria mungil itu sembari mempraktikan apa yang ia tadi lihat. Bukannya deg-deg-an, pria itu malah mendapatkan suntrungan dari Putra dijidatnya.
“Diem lo!” kata Putra dengan nada suaranya yang sedatar mungkin. Ia sedang memproses apa yang sebenarnya barusan terjadi antara ia dan senior manager-nya.
'Celo kenapa coba? Si aneh. Terus, gue kenapa?' gumam Putra dalam hatinya.
“Muka lo merah, by the way, daritadi.” kata pria itu. Putra segera memegang wajahnya yang hangat. “Jantung lo masih nempel ngga di dada?” tanya pria itu lagi. Ngga penasaran, itu pertanyaan iseng.
“Achel, lo bisa diem ngga?” tanya Putra pada temannya, pria yang bernama Achel itu menggeleng yakin.
“Jangan bilang ke anak-anak.” kata Putra, Achel segera mendudukkan dirinya di kursi yang tadi ditarik oleh Marcelio.
“Jangan bilang anak-anak? Yang mana?” tanya Achel jahil. Putra memutar matanya malas. “Oh yang tadi kalau gue ngga dateng you and your Mas Celo might be kiss?” lanjut pria mungil berkacamata bulat itu.
“Achel, tumben banget lo ke meja planner? Ngapain??” tanya suara wanita yang tiba-tiba datang dari belakang kursi Putra dan Achel. “Nge-gossip ya? Ikuuuuttt!” pinta wanita itu yang langsung merangkul bahu Achel dan Putra yang masih duduk di kursi tak berkutik.
“Haha, ngga Mba Giana, gue lagi mau nagihin invoice vendor nih ke si Kucing.” kata Achel dengan senyuman getirnya. Kaget dia, dalam hatinya komat-kamit semoga Giana ngga denger dia tadi nyebut nama Celo.
“Oh, kirain lagi ada teh anget.” nada suara Wanita itu kecewa. “By the way, liat Celo, Ta?” tanya Giana kepada juniornya itu.
“Ngga, Mba.” jawab Putra spontan.
“Oh, oke. Itu anak aneh banget, masa bales e-mail klien pake outlook dari handphone?” adu Giana pada Putra.
“Laptopnya rusak, Mba. Lagi diganti yang baru sama IT.” jawab Putra.
“Ciiieeeee, tau aja nih Putra.” ejek Giana. Iseng sebenarnya dia, tapi, tidak dipungkiri Putra sedikit salah tingkah.
Giana adalah wanita di tim planner yang terkenal sebagai juru gossip dan chupid di kantor, walaupun suka salah sasaran kadang-kadang kalau lagi bertindak jadi mak comblang.
“Ya taulah! Diakan hourly report ke Putra, yakan, Put?” tanya Lionel yang tiba-tiba nimbrung di meja Putra, sembari tersenyum licik. Achel masih di sana, ia hanya tersenyum, ingin rasanya ikutan mengejek sahabatnya itu, tapi kasian soalnya kedua daun telinga pria bertubuh tinggi itu sudah mulai kembali memerah.
“Include lagi di mana, ngapain, udah makan atau belum, ngga?” tanya Giana menambahkan.
“Ada di kossan bisa turun sebentar also, included.” jawab Lionel berbisik di telinga Putra dan tersenyum seolah hanya boleh ia dan pria manis itu yang tahu. Kalian nanya Lionel tau darimana? Ya pastinya, Lionel sudah tahu semuanya dari Mahardika, teman Marcelio yang paling comel di genk Rengginang Crumbs.
Sebenarnya, Lionel sedang digging the tea ke Marcelio, apalagi setelah kemarin kebodohan pria tegap berbadan bidang itu yang menyangka papanya Putra adalah sugar daddy-nya dan pria manis berkacamata tersebut. Sama halnya dengan Putra setiap ia tanya apa perasaan mereka, Marcelio pun menutup mulutnya rapat-rapat. Lionel hanya menunggu sembari menonton apa akhir dari kisah kucing dan anjing yang tenar di kantor ini.
“Bisik-bisik apa?” tanya Giana kepo.
“Udah udah, lo ngejek si Putra sama Celo mulu ngga ada abisnya, yuk, ke Roro Jongrang, udah ditunggu si Theo.” kata Lionel merangkul pundak Giana dan menyeretnya meninggalkan Putra.
“Gue rasa, Kak Onel tau sesuatu.” kata Achel ketika melihat bayangan Lionel dan Giana menghilang.
“Namanya juga Lionel Jeonghan, dia bahkan nyimpen chip di tubuh gue.” jawab Putra yang kemudian menutup layar laptopnya dan beranjak dari tempat duduk. “Bohong sama dia juga kaya nambah dosa doang.” lanjut Putra.
“Terus ini lo mau kemana?” tanya Achel. “Invoice yang gue minta gimana?”
“Lo nemenin gue beli Kopi di Bawah Tangga.” kata Putra menarik tangan Achel dan sedikit menggeretnya ke lift.
Ting bunyi suara elevator terdengar. Putra yang sedari tadi sedang seru mengobrol dengan Achel dan membelakangi pintu lift itu memutar tubuhnya.
“Cing ciing!!” teriak Achel. Dan brug. Tepat sekali, Putra menabrak seseorang yang juga sedang tidak fokus pada sekitarnya.
“Anjing!” spontan kedua orang yang bertabrakan itu mengucapkan kalimat yang serupa, dan saling mengelus jidat mereka yang terbentur lumayan sakit itu.
“Gue bisa lost memory!” omel Putra sembari mengelus lembut keningnya. Achel yang berada disampingnya hanya menutup mulutnya, menahan tawa. Pemandangan ini, persis seperti didrama-drama, atau at least FTV yang sering ibunya nonton.
“Emang lo—” kalimat pria itu menggantung saat melihat siapa yang bertubrukan dengannya.
“Emang lo apa?” tanya Putra yang masih kesal karena terasa tengkoraknya ikut bergeser karena tabrakan tadi, dan menatap pria di hadapannya. Putra mundur selangkah, terkejut. Hari ini ternyata banyak surprise untuk Putra, padahal bukan ulang tahunnya.
“Ya emang lo aja yang sakit?” suara pria itu menurun beberapa oktaf ketika mata mereka kembali bertatap. “Makanya kalau jalan tuh liat-liat!” lanjutnya dengan suara yang kembali naik setengah oktaf dari sebelumnya.
“ELO! ELO YANG NGGA LIAT ADA MANUSIA SEGEDE GINI!” kata Putra yang ngga terima kalau disalahin, nada suaranya meninggi. Bukan sekali sih si Putra selalu disalahin sama Marcelio, jadi bawaannya kesel aja anaknya. Makanya ngomel-ngomel. “Benjol tau ngga sih jidat gue!” dumelnya lagi. Iya, agak merah sih memang.
“Yang sakit ngga cuma lo, gue juga sakit, Putra.” balas Celo, sambil memegang jidatnya sembari memungut handphone-nya yang terjatuh. “Hape gue juga jatoh nih.” lanjutnya, suaranya mencicit, ia menciut. Bukan karena takut setelah diteriaki Putra, tapi ngga tau kenapa jadi salah tingkah aja anaknya.
Kalau udah seperti ini, siapa coba yang akan minta maaf? Untuk sekarang, ngga ada~ Soalnya, Putra langsung pergi dengan narik tangan Achel ke kamar mandi, dan Marcelio langsung mengantongi ponsel-nya dan meninggalkan tempatnya berdiri tadi, masuk melalui pintu ruangan IT dan menghilang.
Berantem lagikan? Kapan baikannya sih?