REUNITED ↳ Mingyu/Wonwoo/WherzKim Team ↳ fluff ↳ 2.1k words. [Narasi 15] – Protect Us

Rasanya seperti sudah lama sekali tidak ketemu si dia, dia yang berbadan tinggi tegap, dia yang selalu me-ngemong-ku, dia yang bermanik elang, pokoknya dia, si Kak Mingyu. Padahal, jelas-jelas seminggu ini aku selalu dateng tanpa absen ke kantornya. Tapi, karena dia yang lagi rungsing banget — yang aku tahu akhirnya alasannya karena apa— aku kaya lagi ngelonin bayi kalau ke kantornya. Dia cuma minta dipeluk, diusap kepalanya, tidur-tiduran di pahaku dan kecup-kecup manja, setelah itu, aku akan kembali sibuk dengan pekerjaanku dan dia melakukan hal yang sama.

Ngga seperti seminggu yang lalu, kini pria manja itu ada di kursi pengemudi, memegang tangan kananku yang aku balas dengan mengaitkan jari jemarinya dengan jari jemariku, menghantarkan rasa rinduku padanya. Pria ini tampaknya sudah kembali seperti Kim Mingyu yang memang kekasihku, si dia yang selalu dewasa menghadapiku.

“Masih marah ya sama aku? Kok di chat bawel, ketemu akunya kamu malah diem?” Kataku membuka pembicaraan ketika kita sudah meninggalkan pelataran apartemenku sekitar 10 menit yang lalu.

Karena setelah melihat aku keluar dari lobby, yang dia lakukan hanya memelukku, mengecup keningku dan membukakan pintu mobil pintu penumpang depan untukku. Kemudian, dia diam sepanjang jalan 10 menit itu, si dia sesekali mencuri cium punggung tanganku yang sedang mengait dengan tangannya. Menciptakan senyum dari bibirku, namun masih belum berkata.

Bohong sih kalau aku bisa marah sama cowo ini. Gimana bisa? Yang ada hatiku dibikin mleyot terus.

“Ngga, akukan lagi nyetir.” Kata dia yang masih menatap ke depan, untuk pertama kalinya mengeluarkan suara baritone-nya siang ini.

“Abis kamu diem aja, aku bingung.” Kataku. “Aku minta maaf ya kemaren marah-marah ke kamu. Aku sebel soalnya.” Kataku lagi.

“Ngga maksud aku ngerahasiain apa-apa sama kamu. Aku cuma males ceritanya aja.” Kata Kak Mingyu mencoba menjelaskan ke aku.

“Iya, understand. Harusnya aku nunggu kamu cerita, tapi kamu ngga cerita-cerita terus kebetulan aku tau dari Kwannie—” kataku menelan ludahku sedikit kasar. “I don't mean to be distrustful to you either. Aku tuh cuma gemes sama kamu.” Kataku lagi, menjelaskan kesalahpahaman semalam sambari mengelus-elus punggung tangan kirinya.

“Kamukan tau, aku ga suka banget sama cewe itu. Apalagi, after she black mailed me.” Kataku mengelus punggung tangannya ke pipiku, hangat.

“Iya, sayang. Aku minta maaf ya ngga cerita ke kamu. Aku juga sama sebelnya.” Kata Kak Mingyu, melepas genggaman tangan kita dan mengelus kepalaku.

“Buat WherzKim kata Hao. Agency-nya minta harus aku yang jadi PIC tukang fotonya.” Kata Mingyu, bercerita.

“Jum'at kemarin di Senyawa coffee ya ketemu sama dia—” Kata Kak Mingyu lagi, kali ini bicaranya terpotong seperti mengingat sesuatu.

“Nanti kalau dia ngajak ngomong kamu, kamu hindarin aja ya. Inget, dia bukan orang baik.” Kata Kak Mingyu dengan nada seperti menasihati anak SD yang belum dijemput di sekolah. Aku sudah pasti ingin menurut, jadi aku menganggukan kepalaku yakin.

Sekarang mobil Mingyu sudah terparkir rapih di depan pelataran gedung tiga lantai yang bertuliskan “WherzKim Studio”. Kita berdua langsung melangkahkan kaki ke dalam, ini memang bukan pertama kalinya aku ke sini.

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 setengah jam datang lebih awal dan aku sudah membawa kotak bekal untuk Kak Mingyu brunch tentu saja, kapan seorang Kim Mingyu ingat untuk breakfast sih, heran aku. Ngga laper apa ya ini manusia?

“Kak, ini makan dulu.” Kataku sesampai di ruangannya, membuka kotak bekal yang berisi makanan simple-ku untuk sekedar mengisi perut kosongnya.

Punggung serta bahuku tiba-tiba terasa berat seperti ada beban di sana dan lengan kekar sudah mengunci tubuhku dari belakang, tangan yang sangat aku hafal itu sudah melingkar diperutku. Iya, Kak Mingyu memelukku dari belakang. Nafasnya terasa di telingaku.

“Mau kaya gini aja.” Kata Mingyu, memelukku semakin erat.

“Iya, boleh sih. But you have to work and brunch. Yuk! Aku udah bikin egg sandwich bakar lho.” Kataku, mengelus surai tebalnya dari posisiku yang masih membelakanginya.

Ya, kalau boleh milih, I will lock up this guy all day in my apartment instead of letting him work on weekends. Chill and cuddles. I'd love to do that.

Si dia langsung membalikkan badanku, lalu, menangkup pipiku dengan kedua tangannya dan mengecup bibirku perlahan. Aku dan Kak Mingyu ini tersenyum dan melanjutkan ciuman kami, aku melingkarkan tanganku ke pinggangnya.

“Bang, lo harus— Waw!!” Kata seseorang membuyarkan kegiatan kami dengan membuka pintu dan kaget sendiri dengan apa yang dia lihat. Siapa lagi kalau bukan, Kwannie, iya, lagi. Ini pernah terjadi sebelumnya memang, saat pertama kali aku datang ke gedung ini.

“Sorry! Gue ga tau.” Kata Kwannie terpaku di depan pintu kaget dengan aku dan si dia yang langsung menatap kearahnya.

“Besok-besok kalau ada Wonu, ketok-ketok dulu deh!” Kata Kak Mingyu sedikit kesal, tapi masih memegang pipiku dan aku yang masih memegang pinggangnya, seakan kami sedang tidak ingin menghentikan kegiatan kami.

“Gue mau lanjutin ciuman gue, lo mau nonton apa gimana?” Tanya Mingyu santai, mulai menatapku.

“Aahaha.. bercanda Kwan, masuk aja!” Kataku. Iya kali si dia sudah gila masa saat-saat kaya gini kita tetap kissing di depan Kwannie.

“Tapi aku masih mau lanjutin?” Kata Mingyu. Aku memberinya kecupan kecil pada bibirnya, dan melepaskan pegangannya pada pipiku. Dan akupun berbisik, “We will continue later ya, Kak.” Si dia hanya tersenyum. Dasar bayi raksasa.

“Apa yang harus?” Tanya Mingyu dan mempersilahkan Kwannie masuk ke ruangannya. Aku sudah duduk di salah satu beanbag di ruangan ini.

“Jadi, barang-barang Jillstuart udah sampe, lagi dirapihin sama anak-anak sih. Di atas. Tinggal lo cek sebelum kita mulai.” Kata Kwannie yang dibalas dengan anggukan malas oleh si gantengku itu.

“Gue bawa Wonu ke studio ya, Kwan. Berapa lama kontraknya? Ga ada lanjutannya kan? Hari ini doang?” Tanya Mingyu, sedikit menahan rasa malasnya.

“Cuma sampe jam 3 sore, bang! Kalau ga beres hari ini ya ada photoshoot lain. 2x di kontrak maksimal.” Kata Kwannie.

“Beresin hari ini. Yang ke 2 biarin pas dia liat hasilnya aja, urusan Jaehyun sama Bonon.” Kata Mingyu acuh. Baru banget aku lihat pria ini acuh tak acuh sama kerjaannya. Tapi, aku tetap menatapnya dengan tatapan puja.

Isn't it wrong to adore this man? Of course not! I'm really proud to be his boyfriend.

Kwannie mengangguk dan meninggalkan ruangan Mingyu, “Okay! Kita atur, bang! Sekarang gue naik duluan, 10 menitan lagi naik ya, Bang, Kak!” Pintanya, dan berkedip kepadaku. Aku hanya tersenyum melihatnya.

“Seneng kamu dikedipin Kwannie?” Tanya Mingyu, menghampiriku dan memeluk pinggangku posesif.

“Seneng. He's so funny. Mau ga ya dia jadi adek aku?” Tanyaku, berdiri mengambil tempat bekalku, duduk lagi di sebelahnya dan menyuapi pria tampan ini makanan yang kubuat. Dia mengunyah makanan itu tanpa protes yang artinya these foods are edible untuk dimakan.

“Ngga usah ngarang.” Kata Mingyu, mengusak suaraiku.

Ini pertama kalinya seumur hidup aku dateng ke salah satu photoshoot, apalagi photographer hari ini adalah si Kak Mingyu. Dia sudah berkutat dengan kameranya. Ngga ada kalimat yang pas untuk menggambarkan betapa sexy-nya pacarku saat memegang benda kotak dengan lensa panjang ditangannya yang kekar.

Modelnya sudah datang dan ada di ruang rias saat aku masuk ke studio yang berada di lantai 2 itu. Aku duduk di depan monitor yang sudah di sediakan, sebelah Jaehyun.

“Modelnya?” Tanyaku pada Jaehyun.

“Masih di ruang ganti. Lagi siap-siap, Kak.” Kata Jaehyun, aku hanya mengangguk.

Tak selang beberapa waktu, wanita yang sudah lama tak aku jumpai dan mungkin saja orang terakhir yang ingin aku jumpai di bumi ini sudah berdiri di depan backdrop tanpa menyadari keberadaanku, karena dengan tenangnya dia flirting ke pria yang menggunakan t-shirt hitam yang sedang membidiknya dari lensa — Kak Mingyu. Hingga suara Hao membuyarkan senyumnya dengan memanggil namaku.

“Wonu! Jadi dateng?” Kata Minghao pada saat sudah sampai di sampingku dan Jaehyun yang kujawab dengan anggukan, aku yakin sih wanita itu pasti menatap tajam ke arahku, tapi aku perduli apa?


“Mba model! Lo bisa fokus ke kamera aja ga?” Tanyaku acuh tak acuh, karena tetiba fokus model yang sedari tadi sedang bergaya dengan centilnya kepadaku mendadak menghilang dan menatap tajam ke arah lain, ke Wonu paling.

“Oh sorry!” Jawabnya, dan bisa dikatakan dia sangat berusaha untuk mengembalikan fokusnya. Entahlah, sebenarnya aku ngga terlalu perduli, yang penting pemotretan ini cepet berakhir dan aku mau pacaran sama si dia yang sekarang melihat monitor dan memperlihatkan hasil jepretanku dengan serius, entah untuk apa.

“Aman, Jae?” Tanyaku pada Jaehyun yang sedari tadi mengutak atik layar dan menemukan jempolnya mengacung, artinya oke.

“Oke. Masukin kursi sama meja ya, Bam! Mba Model boleh ganti baju ya. Kita mau ke sesi kedua.” Teriakku, aku bahkan ngga memanggil nama wanita itu.

Aku langsung menghampiri kekasihku, si dia langsung berdiri, mengelap peluhku dengan handuk kecil, mengelus rambut belakangku dan memberiku minuman isotonik.

You're so cool.” Katanya dengan wajah yang demi Tuhan manis banget sembari membenarkan posisi rambutku di jidat.

“Gini ya rasanya ditemenin pacar kerja. Seneng banget dapet tambahan energi. Besok-besok lagi ya.” Kataku, kemudian mengecup keningnya.

“Woy, Bang! Pacaran aje! Gini ngga?” Tanya Bambam berteriak, mengganggu kegiatanku yang sedang mengagumi pria dihadapanku.

“Suka-suka gue!” Kataku meneriakinya. “Iya gitu, kiri dikit! OP! Oke. Modelnya panggil, Bam!” Pintaku. Biar cepet. Karena sekarang sudah jam 1, tinggal 2 jam lagi dan aku ngga mau lama-lama ketemu wanita itu.

Sekarang sudah jam 3 dan alhamdulillah pemotretannya selesai juga.

“Oke. Terima kasih semuanya.” Kataku tanpa berbasa-basi. Aku langsung menyerahkan kamera yang sedari tadi aku gunakan ke Jaehyun, “Urus sisanya, Non, Jae!” Pintaku yang dijawab anggukan oleh Bonon dan Jaehyun, langsung menarik kekasihku keluar dari studio dan membawanya kembali ke ruanganku.

“Hey, Kak! Why? Kenapa buru-buru banget?” Tanya si dia dengan suara lembutnya ketika kita sudah sampai di ruanganku.

“Gak apa, pengen berdua sama kamu. Bentar, aku chat anak-anak dulu. Kamu udah pesen pizza kan?” Tanyaku padanya yang kini sudah duduk di kursiku.

“Udah kok. Nanti aku ambil aja sendiri.” Katanya berdiri merapihkan rambutku yang penuh dengan peluh dan mengelapnya dengan lembut.

Duh, pria ini tuh ngga ada habisnya mencuri hatiku, padahal semuanya buat dia. Kalau jatuh cinta setiap hari itu ada, aku yakin pasti ini rasanya.

Aku langsung mengirim pesan ke group chat:

'Gue diruangan gue, ga ada yang boleh ganggu.'

'Siapapun, pizza udah dipesen Wonu, tolong ambil ya kalau udah sampe. Di rooftop aja makan-makannya, nanti gue nyusul.'

Dan menutup layar benda pipih itu, menaruh di meja kerjaku. Menggendong pria ramping kesayanganku ini dan mendudukannya di atas meja kerjaku.

“Kamu tuh! Ngagetin!” Katanya memukul dadaku pelan. Dan memelukku dengan baju yang masih basah karena keringetan.

“Yang, lepasin, aku ganti baju dulu.” Kataku mencoba melepaskan pelukannya.

I love your parfume mixed with your sweat. Enak banget.” Katanya masih memeluk tubuhku, menghirupnya dalam kalau boleh aku jabarkan.

“Nanti kamu masuk angin. Bentar ya, sayang.” Kataku melepas pelukannya, berjalan ke lemari yang ada di sudut ruanganku dan mengganti pakaianku.

“Nih, kamu udah boleh peluk lagi.” Kataku yang kini sudah di hadapannya dengan kaos kering, merentangkan tanganku. Pria manis itu menurutiku, melingkarkan tangannya di pinggangku. Aku ambil dagunya dengan jariku, mendongakkan kepalanya menghadapku dan melumat belah bibirnya. Si dia menyeimbangkan ciuman kami yang selalu menjadi canduku.

“Capek ya?” Tanyanya padaku yang sudah duduk di atas pangkuanku. Kepala si dia sudah ada didadaku, mendengarkan detak jantungku.

“Udah ngga, kan langsung di charge. Makasih ya, udah nemenin aku kerja hari Sabtu gini.” Kataku sembari mengusap punggungnya.

“Iya, with my pleasure, ganteng.” Jawabnya yang dapat kurasakan sedang tersenyum dan mengelus dadaku.

She won't bother us again, right Yang?” Tanyanya dengan mengangkat kepala dan melihat ke arahku.

“Ngga tau aku, tapi jaga-jaga kalau dia ngubungin kamu dan bilang aneh-aneh, langsung cerita ke aku ya?” Pintaku yang dijawab dengan anggukan.

(Jung Chaeyeon ya? Mantan pacarku saat SMA memang, beberapa kali dia memintaku untuk menerimanya kembali setelah dia mempermalukanku di depan sekolah karena menjadikan aku pelarian dari ketua Baseball sekolah, entah apa yang dia ceritakan kepada team Baseball sampai aku habis-habisan di cemo'oh saat itu, memutuskanku hanya lewat pesan pendek dan mengirimi Jeon Wonwoo foto kami — aku dan Wonwoo — yang sudah bersimbah darah ayam atau darah apa entahlah dan membuat Wonwoo takut setelahnya. Wanita gila.)

“Kamu mau ke rooftop ngga? Anak-anak makan pizza di atas.” Tanyaku pada si dia yang tampaknya sudah nyaman pada posisinya.

“Hmm.. boleh. Ga enak juga.” Jawabnya. “Nanti pulangnya kamu ke apartku aja ya?” Tanyanya yang tanpa perlu aku pikir panjang, sudah pasti aku jawab dengan anggukan sangat yakin.

Di rooftop, team WherzKim sudah berkumpul dan sedang menikmati pizza yang dibelikan Wonwoo sesuai dengan janjinya.

“Bang, Kak! Yok! Dimakan pizzanya, ga usah sungkan!” Ajak Ten sambil menunjuk pizza yang sedang ada ditangannya.

“Yang beliin siapa? Gaya lo!” Jitak Dikey yang disusul dengan rintihan dari Ten. Kekasihku sih hanya tersenyum melihat pemandangan di hadapannya dan mulai berbaur dengan yang lainnya.

“Bilang makasih sama Wonwoo!” Pintaku yang disambut dengan ricuhan anak-anak yang sedang berterima kasih dengan cara mereka masing-masing.

“Iya iya.. haha. Dimakan ya. You guys did well on this Saturday.” Kata priaku itu, dengan semburat warna peach yang merona dipipi dan senyum manisnya.

Senyumnya, bibir merah mudanya, manik rubahnya, kerutan di hidung saat dia sedang tertawa, semua tentangnya, selalu membawa desiran darahku dan memompa jantungku lebih dari yang seharusnya. Dan aku jatuh cinta lagi padanya. Jeon Wonwoo.