REUNITED ↳ Mingyu/Wonwoo ↳ fluff ↳ 1.9k words. [Narasi 16] – Happy Birthday, Kim Mingyu
Tanggal 6 April mungkin merupakan tanggal yang biasa saja untuk sebagian orang, tapi berbeda denganku karena tanggal 6 April merupakan tanggal yang tidak mungkin aku lupakan, ulang tahun the man who is always be the first to me — Kim Mingyu.
Kemarin aku sudah bersekongkol dengan Kwannie untuk merayakan kecil-kecilan ulang tahun orang yang selalu aku panggil Kak Mingyu itu di rooftop gedung WherzKim, tempat team Mingyu, Hao dan Dikey sering menghabiskan waktu mereka untuk waktu berbincang-bincang atau ada acara yang sedang mereka rayakan. Seperti biasanya, Kwannie selalu menjadi seksi repot karena harus menyiapkan ini itu yang dibantu oleh pacarnya Bonon dan tentu saja anak-anak lain merecokinya dengan ide-ide liar mereka.
Kwannie mengirimku pesan 'Decor udah beres ya, kak. Makanannya juga udah sampe, gue sama anak-anak lagi beresin semuanya, 40 menit lagi lo bisa dateng kak.' tak lupa aku balas dengan ucapan terima kasih kepadanya, karena aku memang selalu berterima kasih dengan pria yang paling muda itu.
Sedangkan di apartemenku, pria yang berulang tahun itu malah sedang asik duduk santai menonton Spongebob dengan bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana boxernya.
“Kak, hari ini ulang tahun kamu lho, masa kamu nonton Spongebob sambil sempakan gitu sih?” Tanyaku yang sedang menyeduh susu ibu hamil dari dapur. Oh iya, untuk kehamilanku, aku belum ngobrol apa-apa sih dengan si kakak. Biarlah untuk sekarang.
“Di sini aja, memang mau kemana?” Tanya si dia.
“Ya pengen jalan, aku mau makan enak.” Jawabku, membawa gelas susuku dan duduk di sebelahnya.
“Kamu sekarang jadi rajin minum susu kalau aku liat-liat.” Kata Kak Mingyu melihat isi gelasku. Yaiya, buat jabang bayiku, punyamu juga.
“Mau?” Tanyaku menyodorkan gelasku yang dijawab dengan gelengan. Aku ngga tau dia bisa tinggi selain keturunan dan bermain basket itu gimana? Karena si dia tidak menyukai susu.
“Terus, mau kemana?” Tanyanya, matanya kini sudah terfokus padaku.
“Aku lagi pengen difoto sama kamu, tapi pake kamera Leica kamu yang di kantor itu, Kak.” Kataku tenang, karena aku tahu kamera itu selalu bertengger di lemari koleksi kameranya.
“Yang kemaren aku bilang hasil gambarnya bagus?” Tanyanya dan langsung aku jawab dengan anggukan. “Ke SCBD dulu dong aku? Kan kameranya di studio.” Katanya dengan bibir yang dibuat seperti sabit ke bawah, ngambek.
“Hari ini lagi males kemana-mana ya?” Tanyaku sambil menyenderkan kepalaku di dadanya yang dibalas dengan belaian di surai rambutku.
“Iya, pengen kaya gini aja, berdua sama kamu. Peluk-peluk, gemes-gemes.” Katanya mengguncangkan seluruh tubuhku dengan pelukan eratnya dan sesekali mencium pucuk kepalaku. Aku tertawa menanggapi tingkah lakunya.
“Ngga boleh, soalnya hari ini kamu ulang tahun, kita harus ke luar pokoknya. Aku mau kamu fotoin. Kamu ngga pernah foto aku.” kataku dengan mencibikkan bibirku yang tipis.
“Kata siapa sih aku ngga pernah foto kamu, wong cuma ada foto kamu di gallery handphone-ku.” katanya, masih memelukku yang kubalas dengan pelukan.
“Kamu ngga pernah fotoin aku pake camera profesional kamu ih. Kamu kakak photographer yang sexy itu bukan sih?” tanyaku iseng, mengeratkan pelukanku.
“Boleh, tapi ada satu syarat.” kata si dia melepaskan pelukannya. Aku mengangkat kedua alisku yang artinya aku bertanya apa syaratnya?.
“Aku mau—” kata-katanya menggantung, dia menggendongku dengan bridal style ke kamar, menaruh tubuhku yang ringkih ini dengan perlahan ke atas kasur dan mengukungku di bawahnya.
Aku langsung mengalungkan tanganku ke tengkuk lehernya, membiarkan tubuh kami saling menempel dan mengikis jarak yang ada. Dia mulai menciumi lembut seluruh area wajahku, mengecup beberapa kali belah bibirku dan mulai mengulumnya perlahan.
“Aku mau kaya gini sama kamu aja, Nu. Dalam waktu yang lamaaa banget.” kata si dia, mengecup pipiku dengan gemas. Aku tersenyum dan mengangguk dicuruk lehernya.
“Jadi aku ngga butuh kado tahun ini. Ga usah tanya lagi.” kata Kak Mingyu lagi.
“Ga mau sesuatu yang bisa kamu pake?” tanyaku yang langsung dijawab yakin dengan gelengan oleh si dia. Yang artinya, dia ngga mau.
Satu tangannya sudah mengelus surai rambutku dan satu tangan lainnya sudah ada berada dipinggangku, mulai naik ke atas punggungku dan mengelusnya. Dada yang sedari tadi telanjang di atasku, kini sudah menyentuh tubuhku yang sama-sama tidak tertutupi sehelai kainpun. Entah kapan pakaianku sudah lepas, aku tidak begitu ingat.
“Sayang, boleh jangan tindihin aku ngga?” tanyaku sambil tersenyum ketika aku merasakan sesak, karena badannya yang bongsor itu menindih badanku yang kecil ini dengan adanya si Kacang Mede di perut ini.
“Kenapa?” tanyanya bingung, berpindah ke sampingku, aku menghadapkan badanku menyamping ke arahnya.
“Gak apa sih, pengen sambil nyamping aja. Ya?” tanyaku menangkup pipinya dan menciumi bibirnya dengan lembut.
Si dia mulai melakukan hubungan intim kami, dengan mengulum belah bibirku terlebih dahulu dengan lebih menuntut dari sebelumnya, menjelajahi tubuhku dengan tangan dan bibirnya, menanggalkan kain yang tersisa ditubuh kami. Kekasihku itu mulai mengelus bagian bawah belakangku, memasukkan satu demi satu jari ke dalam lubangku dengan lantunan desahanku yang menyertai temponya. Dengan aku yang tidak mau kalah dan ingin mendengar desahannya pula. Menyentuh kepunyaan si dia dan mulai memanjakannya di bawah sana.
Hanya suara erangan serta “Ah! Ah! Ah!” yang bersahutan dan saling menyebutkan nama kami masing-masing dalam desahan yang kini sangat jelas terdengar dari kamar utama apartemen ini hingga putih ku keluar berhamburan di perutku dan putihnya keluar di dalamku.
Membersihkan diri dan segera berangkat ke WherzKim studio adalah tujuan kami selanjutnya. Tentu saja, aku tidak lupa memberitahukan Kwannie bahwa kami akan datang terlambat dan aku rasa Kwannie memakluminya.
“HAPPY BIRTHDAY, BANG MINGYU!!!” Suara riuh itu terdengar ketika aku dan si dia yang berulang tahun menginjakkan kaki di rooftop gedung itu.
“Kerjaan kamu?” tanyanya sambil tersenyum ke arahku. The smile that I will tattoo in my memory forever, dengan gigi taring yang terlihat menambah ketampanan pria tinggi ini. Priaku.
Aku hanya mengangguk dan membalas senyumnya, “Iya, tapi aku dibantuin sama Kwan, Non dan yang lainnya juga kok. Yuk!” kataku, menggenggam tangannya. Tangan yang selama ini selalu aku rasa hanya tercipta untuk aku genggam karena ukurannya yang pas dengan tanganku.
Aku, Kak Mingyu dan team WherzKim menikmati malam ini, tertawa bersama, menghabiskan makanan yang aku pesan untuk mentraktir mereka.
“Kamu ngga bener-bener minta aku fotoin ya?” tanyanya ketika sudah berada di sampingku dan memeluk pinggangku dengan posesifnya.
“Aku mau banget kok difotoin kamu kalau kamunya juga mau motoin aku.” kayaku dengan tersenyum ke arahnya. Menyenderkan kepalaku di bahu bidangnya.
“Ga usah ditanya, kalau cuma boleh jadi kang foto kamu seumur hidup aku juga mau.” kata dia mengelus surai rambutku, aku membalas dengan pukulan kecil di dadanya, gemes.
Si dia memang selalu seperti itu, menunjukkan seakan-akan aku adalah poros dunianya. Menjadikan aku adalah seperti satu-satunya yang memang sangat cocok berada di sisinya, seolah-olah tidak ada Kim Mingyu tanpa Jeon Wonwoo dan itu membuatku sangat merasa bahagia dan juga bersalah secara bersamaan sebenarnya. Menikmati menjadi prianya is the only thing I always do. Trying to be grateful for being beside him again after what happened to us in the past.
“Masuk yuk! Biar anak-anak yang beresin, nanti kamu masuk angin, Yang.” ajak si dia yang kini sudah beranjak dan mengulurkan tangannya yang langsung aku sambut.
Belakangan ini si dia memang terlihat agak lebih pendiam dari biasanya, lebih murung dan yang paling aneh adalah kerjaannya yang biasanya sangat mencuri waktunya kini lebih senggang. Atau mungkin itu hanya perasaanku saja. Aku harap.
Si dia — Jeon Wonwoo — ini suka meminta hal yang menurutku tidak biasa belakangan ini. Seperti hari Sabtu kemarin, dia meminta diajak ke taman kota untuk membeli mangga. Biasanya, kita hanya cukup ke supermarket dan memotong mangga sendiri di depan TV sambil menonton drama series Netflix favoritnya. Atau seperti kemarin, dia meminta Hokkaido Cheesecake dan Kokumi, sedangkan si dia jarang banget makan minuman bubble kekinian dan hanya menyukai cheese cake topping strawberry Harvest atau Pablo.
Hari ini, permintaannya lebih aneh lagi, minta di foto dengan kamera Leica M10-R yang hanya aku jadikan pajangan di ruangan kantorku.
“Masuk yuk! Biar anak-anak yang beresin, nanti kamu masuk angin, Yang.” kataku kepada si dia, mengulurkan tanganku agar dia dapat berdiri sebagai aku yang menjadi penyangganya. Seperti biasa, dia langsung menyambut uluran tanganku.
“Gue turun duluan! Beresin yang bener!” pintaku kepada teamku yang memang sedari tadi masih santai dengan sampah dan bekas makanan berceceran di sana. “Oh iya, Kwan!” kataku memanggil personil teamku yang termuda di WherzKim itu.
“Yes, Bang?” tanyanya dengan mengangkat kepalanya yang sedang bersender pada pacarnya.
“Gue di studio Madonna, jangan ada yang ke lantai 2!” pintanya yang langsung disambut oleh riuhan suara dari anggota team ku yang lain termasuk Hao dan Dikey. Biangnya sih memang Dikey, siapa lagi. Terlihat sepintas kekasihku itu menutup muka dengan gemasnya, yang membuatku semakin dibuat gila.
Iya, sudah gila dan semakin menggila.
Aku meninggalkan mereka yang masih riuh seperti di pasar tradisional, menggenggam tangan Wonwoo untuk menuju ruangan yang aku sebutkan tadi. Si dia masih diam terpaku di depan backdrop putih yang memang sudah tersedia di sana, ketika aku minta dia untuk berdiri di tempatnya sekarang.
“Sayang kamu tuh lagi jadi patung apa gimana sekarang?” tanya ku sesaat setelah kembali dengan kamera yang tadi sempat kekasihku sebutkan itu.
“Ngga ih! Aku bingung, ini aku ngapain sekarang?” tanyanya, menutupi mukanya malu. “Aku ngga beneran minta kamu fotoin, Babe. Aku tuh bercanda biar kita ke sini. I want to give you a little surprise party.” katanya lagi.
“Iya, tapi ngga apa toh aku beneran moto kamu, biar kamu tau lho ini pacarmu beneran tukang foto.” jawabku santai, mulai membidikkan kamera kepadanya.
“Yuk, sini liat ke aku!” pintaku sambil menghitung sebelum suara shutter terdengar. Dan kuulangi beberapa kali, hingga dia berlari ke arahku dan memeluk pinggangku.
“Udah ih, aku maluu.” katanya, menenggelamkan wajahnya di dadaku. Aku mengelus surainya.
“Iya udah, udah banyak kok.” kataku mengecup puncak kepalanya. Dia masih memelukku, seperti ini dia seminggu belakangan, clingy yang sangat aku sukai.
Wajah si dia kini sudah menghadapku, “Kak..” panggilnya yang aku jawab dengan dehaman. “I love you?” katanya sambil memegang bahuku. “Happy birthday, Kak. Wishes you all the best. Aku berharap yang terbaik semua untuk kakak.” do'anya dengan penuh ketulusan di sana.
“Aku juga sayang kamu banget, Wonu.” kataku sembari memeluk tubuh rampingnya dan menenggelamkan wajahku di curuk lehernya.
“Terima kasih hari ini ya, Sayang. Aku seneng banget.” kataku lagi, mengelus pundaknya bermaksud untuk memberikan afeksi dan memberitahunya bahwa hari ini aku memang sangat bahagia.
Si dia menuntun wajahku untuk mendekat dengan wajahnya, dikecupnya bibirku panjang, bukan lumatan hanya kecupan. Aku yang mulai melumat perlahan bibir merah jambu cantik itu, semakin lama semakin intens, satu lumatan yang berubah dengan ciuman liar hingga terdengar suara desahan di sela-sela ciuman kami. Tangannya mulai masuk ke dalam t-shirt yang kugunakan, meraba perut ku, akupun melakukan hal yang sama dan dia terkejut, melepaskan tautan kami.
“Eh kenapa?” tanyaku pada si dia.
“Ah? Ngga, kaget aku, kita udah matiin kompor belum ya tadi? Lampu kamar udah dimatiin belum ya?” tanyanya, kelabakan.
“Kayaknya udah semua, yang.” kataku ketika melihat wajahnya yang sedang panik dan ingin kembali menciumnya kembali.
“Pulang aja kali ya kita, Kak? Aku ngga enak deh perasaan, kaya ada yang ganjel.” katanya, menarik tanganku, menolak ciumanku. Kuambil kamera yang tadi aku letakkan di dekatku dan mengikuti langkah kaki pria ini.
Pulang ke apartemennya dan menghabiskan sisa malam ini dengan mendengar desahan kekasihku yang kini sudah ada di atasku. Bergerak naik dan turun dengan teratur, sesekali memanggil namaku dengan desahan sexynya begitupun denganku yang sesekali berkata kasar dan mendesah memanggil namanya.
Beginilah bagaimana kami menghabiskan tanggal 6 April tahun ini. Selamat ulang tahun aku, Kim Mingyu. Semoga Jeon Wonwoo selalu menjadi pusat duniamu, karena aku tahu tidak ada kata yang lebih tepat selain, aku sangat mencintai pria di atasku ini.