Take it All
Part of Reunited Universe
tw: hospital, fluff.
Motor BMW R 1200 GS milik Mingyu langsung memasuki pekarangan rumah yang besar, sepertinya bisa dijadikan tempat bermain mini golf di sana. Pria jangkung itu langsung memarkirkan motor besarnya di depan pintu utama dan membawa serta helmnya masuk. Dengan langkahnya yang besar dan mendengar beberapa orang dengan tawa nyaring, membuat dia segera melangkahkan kakinya ke asal suara.
“Well hey! Sudah dateng akhirnya. Lama banget kamu, Kasian nih Andrea nungguin kamu dari tadi” Kata Mrs. Kim — Mama Mingyu — yang sedari tadi bawel memerintahkan Mingyu untuk segera datang.
“Mingyu.” Kata Mingyu, mengulurkan tangannya dan di balas oleh wanita muda sekitar 26 tahunan itu. “Andrea.” Balasnya.
“Sini, kamu harus ceritain dulu tentang Yulna. Kenapa cucu mama bisa masuk rumah sakit?” Tanya Mamanya, rewel.
“Boleh ke Andrea dulu ngga? Aku ngga mau lho lama-lama ninggalin Wonu sama Yulna berdua di rumah sakit.” Pinta Mingyu. Rasanya ingin segera mengakhiri pertemuan itu dan kembali ke rumah sakit.
“Yaelah, kamu tuh anak mama yang nyebelin.” Kata Mrs. Kim, menepuk lengan Mingyu keras tanpa ampun yang dibales ringisan anaknya.
“Baiklah kalau gitu, Andrea kita bisa mulai.” Kata Mingyu, masih mengelus lengannya.
“Jadi, seperti yang sudah diceritakan Mrs. Kim, tentang Mas Mingyu dan Mas Wonwoo, kita coba untuk offering konsep ini. Romantic Night Party.” Kata Andrea to the point.
“Sederhana aja kan?” Tanya Mingyu, menatap Andrea lalu menatap ke arah mamanya bergantian penuh curiga.
“Sederhana kok, yakan Ndre?” Tanya Mama Mingyu, meminta validasi dari wanita muda yang matanya sedikit bingung.
“Kalau 500 termasuk sederhana, kita bisa katakan ini sederhana kok, Mas Mingyu.” Kata Andrea. Mingyu membelalakkan matanya.
“500? Ngga! Siapa yang minta 500, ma?” Tanya Mingyu.
“Ya kamu hitung saja coba, mama punya teman, papa punya teman, kolega kamu, kolega Wonwoo. Malah mama pikir kurang lho!” Jawab Mrs. Kim santai.
“Ya Tuhan, dicincang Wonwoo yang ada akunya, ma.” Kata Mingyu, menepuk jidatnya.
“Kurangin bisa kok, Mas. Inikan baru offering dari tim aja. Karena Mrs. Kim mintanya yang spesial.” Jawab Andrea.
“Bentar, gue harus ngobrol dulu sama Mrs. Kim yang terhormat.” Mingyu menarik tangan mamanya, berdiri dan berbicara empat mata.
“Ma, 500 banyak.” Kata Mingyu.
“No, 250 isn't enough, Kim Mingyu. Percaya deh sama mama.” Elak sang mama.
“Wonwoo aja masih khawatir lho kolega papi tau aku gay.” Kata Mingyu.
“Lha? Kolega papi udah tau kamu gay! Bahkan, ada yang mau minta dijodohin anak lanangnya sama kamu. Papi tolak tuh!” Kata Mamanya, santai.
“Iya, Wonwoo ngga tau tentang itu.” Kata Mingyu, memijit batang hidungnya.
“Gini aja, biarin jadi surprise, toh ini juga rahasia kan?” Tanya Mamanya.
“Ya, memang rahasia. Tapi aku harus bilang ke Wonwoo juga, tetep. Walaupun ngga ada kata ngga pada akhirnya.” Kata Mingyu.
“Yaudah, anggep aja 500 undangan udah sepaket, no debat.” Kata mama Mingyu, kekeuh.
“Mingyu, 500 buat mama dan papi itu small quantity. Biasanya aja Kim Cocktail Party tuh minimal 750 orang yang kita undang. Apalagi ini acara kamu yang datengnya sekali seumur hidup.” Kata Mrs. Kim. Mingyu dilema.
“Sebentar, aku mikir dulu.” Kata Mingyu.
“Mikirnya sambil liat konsep Andrea, biar kita ke RSnya ngga kemaleman. Mama mau liat cucu mama tau! Belum pernah ketemu sekalipun dan kamu cuma bikin iri ngirim fotonya doang!” Kata Mrs. Kim, mencubit tipis perut anaknya yang masih memakai jaket kulit itu dan langsung meninggalkannya, kembali ke terfokus pada layar laptop Andrea,
“Lanjut deh, Ndre.” Pinta Mingyu ketika sudah duduk di sebelah mamanya.
“Jadi, karena konsepnya Romantic Night Party kita mainin di lampu, nanti halaman venue juga kita hias secantik mungkin, karena aku liat Mas Wonwoo cantik banget, aku yang cewe ini minder dibikinnya. Jadi, kita akan bikin yang cantik, secantik Mas Wonwoo.” Jelas Andrea.
Valid, bahkan gambar venue yang berlatar kebun yang sudah dipercantik itu masih kurang cantik, bila disandingkan dengan Wonwoo gue. gumam Mingyu dalam hatinya, ketika melihat gambar yang disuguhkan Andrea.
“Oke, Garden Romantic Night Party? Gemes kan?” Tanya mamanya, kepada Mingyu yang masih melihat ke arah layar yang menyala itu.
“Gue suka sih konsepnya, tapi, Wonwoo ngga bisa kena angin malem lama-lama. Ya kali beres acara masuk angin?” Kata Mingyu, yang diikuti oleh tawa Andrea.
“That's not a big deal, karena kita juga bikin half-half gitu. Mas Wonwoo bisa di dalem atau bisa di luar. Kita sebar cattering ke seluruh penjuru venue. Panggung cuma untuk foto-foto dan salaman. Sisanya, Mas Mingyu dan Mas Wonwoo boleh jalan-jalan nyamperin tamu undangan. Kemarin, Pak Kim sudah setuju dengan konsep ini ya, Bu?” Tanya Andrea kepada Mrs. Kim.
“Iya, ini papi mu yang milih.” Jawab Mrs. Kim.
“Oke, lanjutin lagi!” Pinta Mingyu.
“Untuk baju, kita konsepnya ada white suits seperti ini, terus, black suits and black and red suit. Kalau dari saya pribadi, lebih suka yang black suits dan black red suit.” kata Andrea, memberi sedikit masukan.
“Yang ini semua punya Designer terkenal Henri Winata lho ya, Gyu.” Kata Mamanya lagi.
“Betul, ini contoh-contohnya aja. Tapi, apapun yang Mas Mingyu dan Mas Wonwoo gunakan pasti bagus ya. Kalian kan duh dahlah, saya pusing.” Kata Andrea.
“Lho kok gitu?” Tanya Mingyu.
“Maksudnya, semua bakalan bagus gitu lho, Mas. Ngga usah khawatir jelek.” Jawab Andrea. Yang di balas anggukan oleh Mingyu, tanda mengerti maksud dari si Owner Wedding Organizer yang dipercaya mamanya itu.
“Kita ke makanan ya?” Tanya Andrea.
Kini waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, lama juga dia pergi meninggalkan Wonwoo dan Yulna di rumah sakit. Sebenarnya, mereka berdua tidak benar-benar sendiri, karena Hao dan Jun menemani mereka. Namun, Mingyu dibuat kaget oleh pesan dari Half Of Me 💜 yang berisi 'Aku mau peluk.. Kak Mingyu..' matanya langsung terbelalak, sedikit panik.
“Sebentar.” Mingyu langsung berdiri dari tempat duduknya dan langsung berjalan cepat mencari dapur untuk mengambil air putih dan langsung bertanya kepada Hao, apa yang terjadi. Karena sejak dia tidak menghiraukan pesan Wonwoo 2 bulan belakangan kemarin, Wonwoo-nya tidak pernah segamblang ini. Dan ini aneh.
Minghao hanya membalas bahwa Wonwoo menangis setelah menerima pesan seseorang. Kalau bisa terbang, mungkin Mingyu kini sudah terbang menghampiri Wonwoo. Tapi, tidak sekarang. Tidak hari ini, dan tidak detik ini pula. Masih ada yang harus ia selesaikan di Kim's Mansion, bersama dengan mama dan wedding organizer-nya yang sedang menunggu dia kembali bergabung membicarakan hari besarnya.
Wonwoo hanya punya dua pilihan IYA dan MAU! tegasnya dalam hati. He will take it all, I will give him all gumamnya, sembari melangkahkan kaki ke ruang tamu.
“Kenapa, Gyu?” Tanya sang mama.
“Pengen balik ke rumah sakit.” Ujar Mingyu, sembari duduk di sebelah mamanya.
“Yulna? Yulna kenapa?” Tanya Mrs. Kim histeris.
“Ngga, bukan Yulna. Yulna lagi nonton Pororo.” Jawab Mingyu.
“Oh, masalah hati. Yaudah, nanti dulu. Beresin ini deh. Biar cepet dikerjain sama Andrea. Kamukan sibuk, Wonwoo juga bahkan ngga tau. Jadi, kita serahin semua ke Andrea, kalian tinggal fitting sama cek venue aja.” Kata Mamanya.
Tak lama ponselnya berdering, 'Half Of Me 💜' di sana. Mingyu langsung mengangkatnya, tanpa menunggu deringan ketiga.
“Dek..” kata Mingyu.
“Kak.. hiks aku mau hiks peluk.” Katanya tersenggal-senggal karena sedang menangis sesenggukan.
“Iya, sabar ya. Aku masih ada urusan.” Kata Mingyu, dengan nada sangat halus, berusaha menghentikan tangisan yang ada di ujung sana.
“Penting banget?” tanyanya. Penting banget! gumam Mingyu.
“Iya.” Jawab Mingyu.
“Please, jangan kemana-mana lagi. Hiks sama aku aja.” kata pria manis di seberang sana, Mingyu tersenyum dibuatnya.
“Hey, itu kalimat buat kamu, bukan buat aku.” Kata Mingyu, Wonwoo terdiam.
“Udah dulu ya, jangan nangis lagi. Aku janji aku ke sana. Kita ngobrol nanti ya, Dek.” Kata Mingyu, nadanya masih dibuat semanis mungkin.
“Aku udahin ya, Dek. Sampai ketemu di rumah sakit.” kata Mingyu lagi, yang dijawab anggukan oleh Wonwoo yang tentu tidak Mingyu lihat. Hanya saja, Mingyu menganggap diam itu adalah persetujuan dan dia langsung memutuskan panggilan tersebut untuk kembali fokus.
“Kayaknya, mama harus jadi Wonwoo dulu ya, biar kamu manisin kaya gitu?” Tanya Mrs. Kim dengan nada mengejek namun iri. Mingyu hanya menggelengkan kepalanya santai, seakan berkata 'Mama nih apaan sih? Ada-ada aja.'
“Manis banget, mama iri sama Wonwoo.” Kata Mrs. Kim lagi, kali ini menggoda anaknya.
“Ma, mau ketemu Yulna ngga? Ayo, beresin!” Kata Mingyu. Mamanya pun tersenyum, Andrea juga dan kemudian mereka kembali fokus.
Jam 8 malam lewat, rumah kediaman Kim itu sudah kembali sepi. Andrea dan tim-nya sudah pulang. Mingyu sudah berganti pakaian dan Mama Kim sudah siap dengan gayanya yang super necis dari atas hingga ujung kakinya yang dibalut dengan barang branded limited edition yang sampai hari ini Mingyu tidak paham apa bedanya dengan barang branded biasa yang dipajang di etalase di mall-mall yang suka dia dan Wonwoo singgahi. Bedanya hanya yang satu banyak dipasaran dan yang satu hanya beberapa orang di dunia yang punya bukan?
“Yuk! Aku naik motor.” Ajak Mingyu.
“No, enak aja! Mama udah cantik gini. Ngga, kita naik mobil yang di garasi.” Kata Mama Mingyu.
“Tapi aku tadi bawa motor.” Kata Mingyu.
“Di pintu depan udah disiapin mobilnya, yuk! Mama sampe, tapi Yulna tidur awas ya kamu!” Ancem mamanya.
“Paling gitu!” Jawab Mingyu santai, meninggalkan mamanya dan berjalan menuju mobil Mercedes-Benz Sport putih yang sudah terparkir rapih di sana — mobil Mingyu yang dititipkan di rumah.
Mingyu dan Kim Yeon Seo — Mrs. Kim — berjalan santai sembari membawa pakaian Mingyu dan beberapa buah yang memang sudah disiapkan oleh sang mama untuk calon menantu dan cucunya.
Yeon Seo mengetuk pintu itu pelan, khawatir cucunya sedang tertidur, dan ketukan ketiga seseorang membukakan pintu untuknya dan orang tersebut terkejut dibuatnya.
“Mama Kim?” Tanya pria yang kini sedang menggunakan piyama biru dongker bermotif beruang yang ternyata berpasangan dengan seorang gadis kecil yang sedang membulak balikkan buku di tempat tidur.
“Sayangnya mama.” Sapa Mrs. Kim dan langsung memeluk Wonwoo, Wonwoo hanya mengedipkan matanya cepat, bingung apa yang sedang terjadi di sini, saat ini.
Dari zaman Wonwoo masih menjadi adik tingkat Mingyu, dan sering bermain ke rumah, Mrs. Kim memang sudah sangat menyayangi pria bertubuh ramping ini. Menjadi sangat bahagia ketika mendengar almarhum Kim Seungcheol berpacaran dengannya. Bahkan, rasa sayang Mrs. Kim tidak pernah berkurang walaupun apa yang sudah Mingyu dan Wonwoo lakukan saat itu — bertahun-tahun yang lalu. Mrs. Kim juga masih menerima Wonwoo ketika pria bermata rubah itu meminta izin untuk menjalin hubungan kembali dengan anak semata wayangnya setelah hilang contact dua tahun. Bahkan, saat terakhir kali Wonwoo menghilang, Nyonya Kim ikut mengerahkan semua anak buahnya untuk mencari Wonwoo, walaupun hasilnya nihil. Kini, pria kesayangannya sudah ada di hadapannya dan membawa seorang malaikat cantik yang sedang menatap ke arah wanita paruh baya itu bingung.
“Wah, cucunya Mama Kim.” Kata Kim Yeon Seo, menghampiri Yulna yang sedang bingung namun tersenyum seakan menyapa. Yulna bukan anak yang mudah menangis ketika bertemu dengan orang baru, jadi dia tidak takut ketika melihat wanita cantik paruh baya menghampirinya.
“Eyang, aku eyang kamu.” Katanya, ketika sudah duduk di ranjang Yulna. Mingyu dan Wonwoo hanya melihat interaksi mereka.
“Hai!” Sapa Wonwoo.
“Ngga gitu, tapi gini.” Kata Mingyu, mencuri kecup dibibir ranum Wonwoo. Pria berkacamata itu membelalakkan matanya tanda terkejut, dan di balas senyum Mingyu.
“Yuk, masuk!” Ajak Mingyu, Wonwoo langsung mengambil buah dari tangan Mingyu dan meletakkannya di meja yang letaknya tidak jauh dari kasur Yulna.
“Mama Kim, mau minum apa?” Tanya Wonwoo.
“Yulna suka Good Juice Mango, jadi paling adanya itu aja.” Kata Wonwoo.
“Itu boleh, air putih juga ngga pa-pa, Nu. Mama tuh cuma mau liat cucu mama, terus, nunggu papi jemput.” Jawab Mrs. Kim santai, masih menunjuk buku yang dipangku Yulna dan berbincang dengan cucu cantiknya.
“Kok bisa bareng?” Tanya Wonwoo.
“Nyonya mau ikut. Katanya pengen ketemu cucu, soalnya iri aku cuma kirim gambar aja.” Jawab Mingyu, meminum jus kemasan botol yang diberikan Wonwoo, mereka berdua sudah duduk di sofa.
“Oh, urusannya tuh di rumah?” Tanya Wonwoo mengambil posisi duduk di samping Mingyu.
“Iya, memang kamu kira? Aku ada urusan di mana?” Tanya Mingyu.
“Ya siapa tau, urusan sama someone special in your heart.” Jawab Wonwoo.
“Ya memang, tuh sama Nyonya spesial banget pake karet dua.” Jawab Mingyu jahil.
“Tadi, Hao bilang kamu nangis, kenapa? Kamu nelfon aku juga sesenggukan, ada apa?” Tanya Mingyu.
“Ngga apa.” Kata Wonwoo.
“Coba cerita sama aku, biar aku ngerti. Kamu dari dua tahun lalu sampe hari ini, kalau ada masalah selalu pakai bahasa kalbu, dek. Aku ngga ngerti.” Kata Mingyu.
“Aku bukan dukun lho, Nu,” Kata Mingyu lagi. Wonwoo menunduk.
“Nanti ya, setelah Mama Kim pulang dan Yulna tidur, kita ngobrol.” Kata Wonwoo.
“Kalau gitu besok aja ya? Setelah Yulna pulang. Biar aku beneran berdua sama kamu ngobrolnya.” Ajak Mingyu yang diiyakan oleh Wonwoo.
“Ada yang mau aku sampein juga.” Jawab Mingyu. Wonwoo terdiam dengan kalimat pria berkulit sawo matang di hadapannya ini.
Hmm.. takut. Kalimat kakak sumpah bikin overthinking banget. katanya dalam hati.
“Udah makan malem?” Tanya Mingyu, memecah fikiran-fikiran Wonwoo yang berlebihan.
“Sudah.” Jawab Wonwoo. “By the way, kak—” kalimat Wonwoo terpotong saat tangan besar Mingyu merengkuh pinggangnya dan menggeser tubuh Wonwoo yang berada di sebelahnya agar lebih dekat dengannya.
“Ya?” Tanya Mingyu sembari mengelus lembut pinggang Wonwoo. Mingyu tidak tahu bahwa kini jantung Wonwoo sudah hampir copot dibuatnya.
“Ehem..” deheman yang datang dari Mrs. Kim di kasur Yulna, mengagetkan kedua pria itu. Wonwoo segera bangun dari duduknya, dan menghampiri mama dari Kak Mingyu-nya.
“Lho, Ma? Yulna tidur?” Tanya Wonwoo.
“Iya, tadi mama dongengin. Eh, baru setengah dia bobo.” Kata Mrs. Kim.
Tak lama pintu kamar diketuk sekali dan langsung dibuka oleh pria paruh baya dengan postur tubuh yang tinggi, dan gagah. Wajahnya mirip sekali dengan Mingyu — Mr. Kim. Wonwoo terkejut dengan pemandangannya, seumur hidup dia kenal dengan Mingyu, dia baru bertemu dengan Mr. Kim ini hanya lima kali atau lebih sedikit.
“Mana cucu papi?” Tanyanya heboh.
“Ssstt.. bayinya baru tidur. Kamu nih berisik!” Jawab Mama Kim, memukul pundak suaminya.
“Oh, maafin. Kemaleman ya aku?” Tanya Papi Kim kepada istrinya yang dijawab anggukan.
“Cium aja boleh ngga, Nu?” Rajuk sang papi, persis seperti Mingyu.
Dari Papi – Anak – Cucu, sama aja kalau sedang merajuk memang. ucap Wonwoo dalam hatinya.
“Iya Pi, boleh kok. Silahkan.” Kata Wonwoo mempersilahkan. Papi Kim dengan semangatnya menghampiri sang cucu dan menciumi Yulna, setelah sedikit berbincang dengan Mingyu serta Wonwoo, Papi dan Mami Kim pamit untuk pulang.
Wonwoo langsung mendekap tubuh tegap sang dominan yang sangat dia rindukan selama ini, segera setelah pria itu menutup pintu kamar Yulna.
“Dek? Hey, kenapa?” Tanya Mingyu bingung ketika Wonwoo berhambur ke dalam pelukannya.
“Diem, aku mau peluk.” Ucap Wonwoo dari dada Mingyu.
“I love the sound of your heartbeat, by the way. Aku pernah bilang?” Tanya Wonwoo, yang dijawab anggukan oleh Mingyu.
“Pernah, dek.” Jawab Mingyu. “Dulu.”
“Until today, still like it. Tapi hari ini lebih cepet. Are you nervous?” tanya Wonwoo. Mingyu tetawa kecil.
“Gimana ngga deg-deg-an kalau diterjang kaya tadi?” Tanya Mingyu. Jantungnya memang berdegup kencang saat ini, sama halnya degupan jantung Wonwoo — sebenarnya. Wonwoo tersenyum dan Mingyu dapat merasakannya, lalu Mingyu merengkuh badan itu, mengeratkan pelukannya. Sangat erat hingga tak ingin dia lepaskan rasanya.
“Kenapa tiba-tiba manja gini? Kayaknya kemaren ogah-ogahan kalau aku pegang.” Kata Mingyu tersenyum, mengelus surai lebat Wonwoo yang sudah mulai memanjang.
“Bukannya gitu—” kalimat Wonwoo tergantung, seperti enggan mengakui kebodohannya. Ya, kebodohannya.
“Kok berhenti?”
“Ngga mau, nanti kesannya I'm looking for an excuse.” Jawab Wonwoo, melonggarkan pelukannya.
“Mau kemana?” Tanya Mingyu yang menahannya.
“Mau balik ke sebelah Yulna.” Kata Wonwoo, menatap ranjang putrinya.
“Ngga boleh, enak aja. Ini hukuman kedua kamu karena ninggalin aku.” Kata Mingyu.
“Yang pertama?” Tanya Wonwoo.
“Aku cuekin 2 bulan.”
“That part is the toughest punishment for me, you know?” kata Wonwoo memukul pelan dada pria tinggi itu.
“Iya, maafin aku ya. Aku juga sedih nyuekin kamu.” Jawab Mingyu, sembari mengecup pucuk kepala Wonwoo. “Tapi kamu tuh nakal, ninggalin aku kaya gitu.” Kata Mingyu, mengambil dagu sang adik untuk menghadapnya dan mencium keningnya. “Sampe aku ga bisa nemuin kamu tuh, kamu ke goa mana?” Tanya Mingyu, memegang kedua lengan pria kesayangannya itu dan tubuh Wonwoo ke hadapannya, menciumi lembut pipi Wonwoo yang mulai bersemu.
“Jangan lari lagi, Nu. Aku ngga tau nanti aku masih bisa ngejer dan nunggu lagi atau ngga.” Kata Mingyu. Perkataan pria tinggi itu langsung menusuk jantung Wonwoo seketika. Wonwoo langsung melebur dipelukan Mingyu lagi dan menggeleng sangat yakin.
“Dan aku masih ada hukuman lagi buat kamu. Jadi, apapun hukuman aku, seperti yang kamu bilang kemarin kalau kamu akan ambil semuanya.” Kata Mingyu yang di balas anggukan oleh Wonwoo.
“Good boy.” Kata Mingyu, mengelus surai Wonwoo dan mengecup puncak kepala itu beberapa kali. Tenang yang Wonwoo rasakan, walaupun dia tidak tahu hukuman apa yang akan dia dapatkan.
I will take it all, Kak Mingyu.