TEASING YOU IS MY SKILL
TW: explicit sexual mature content, foreplay, NSFW, kissing, rimming, handjob, blowjob, petting, dirty talk, vanilla & jealousy sex, etc.
Wonwoo’s POV
Mingyu menepati janjinya, tadi malam pria itu datang hanya menggunakan t-shirt hitamnya yang dibalut hoodie dan sweatpants seolah tergesa-gesa setelah aku kirimkan pesan, mengundangnya untuk datang, dan kini ia masih tertidur pulas di sampingku tanpa menggunakan sehelai kainpun setelah semalam we’re engage in some very hot activities.
Sedangkan aku saat ini sedang menatapnya, mengelus surainya, dan membayangkan bagaimana rasanya disayang, serta dicintai pria ini seutuhnya? Membayangkan bila menghabiskan setiap waktu dengannya, menggenggam tangannya dikeramaian tanpa takut tertangkap media, dan melayaninya tanpa memikirkan ada wanita lain di luar sana yang sedang menunggu kabarnya.
Sedari tadi ponselnya bergetar, aku tidak terkejut melihat wajahku di wallpaper ponselnya, ia sudah meminta izin padaku sebelumnya dan tentu aku memperbolehkannya. Aku membaca notifikasi yang masuk, dari rekannya, reminder calendar-nya bahwa hari ini ia sudah memiliki janji temu dengan wanitanya untuk makan malam, dan tentu pesan dari wanita tersebut. Kupeluk tubuhnya erat, tidak ingin kulepaskan rasanya. Aku tidak ingin dia pergi, aku ingin dia makan malam di sini bersamaku dan menikmatiku seperti yang biasa kami lakukan.
“Hmm?” matanya masih terpejam, tapi kudengar suara berat bangun tidurnya yang selalu membuat bulu kudukku merinding. Si dia mengelus punggungku yang sama dengannya — masih tak terbalut apapun.
“Morning.” kataku, mengecup bibirnya lembut.
“Morning, Kitty.” katanya membuka satu persatu matanya dan menemukan ruang tidurku sudah terang dengan sinar matahari yang menelusup masuk melalui korden dari jendela besar di belakangnya.
“Did you sleep well?” tanyanya, mengecup puncak kepalaku. Jangan salahkan aku yang selalu terjebak dalam perasaanku terhadapnya, ia tidak pernah memberiku ruang untuk bernapas. He took it from me — my air.
“Very well, thanks to you.” jawabku sembari tersenyum dan menatap manik elangnya dalam. Morning kiss pasangan normal lain mungkin hanya sebatas peck kiss on the lips, tidak sedalam ciuman pagi yang selalu kami lakukan. Walaupun begitu, aku dan dia menikmatinya, menunggu hingga salah satu dari kami kehabisan napas, terengah. Seperti saat ini.
“Jam berapa sekarang?” tanyanya, mengambil ponselnya yang sengaja kupindahkan dari nakas sebelah tempatnya tidur, ke nakas di sampingku. Dia tahu aku pasti melihat notifikasi ponselnya, tapi si dia tidak pernah protes akan hal itu. Entah apa yang dia rasakan terhadapku, aku hanya takut mencari tahu. I'm enjoying us like this.
“Brunch here?” tanyaku, bangun dari posisiku dan mengambil t-shirt abu-abu oversized yang semalam dibuang sembarang oleh pria besar yang masih berada di tempat tidurku.
“There’s plenty of time, I'll waste it with you.” kata pria itu, masih bermalas-malasan.
“Up to you, Sir, you can come and go as you please, like usual.” kataku meninggalkannya, menuju ke dapur untuk membuatkan kopi untuk kami berdua dan sarapan yang terlewat karena jam sudah menunjukkan pukul 10.30 siang.
I got me like a fool, and I'm confused what's the truth ′bout his feeling towards me?
“Kamu kenapa?” tanyanya, si dia yang kusayang sudah memeluk tubuhku dari belakang saat aku sedang termenung di depan toaster, menunggu dua helai roti terpanggang. Aku tahu dia peka, tapi, mungkin sama halnya denganku, ia takut mendengar jawabannya.
“Ngga apa-apa, kamu mau pakai selai or sunny side?” tanyaku, mengelus pipi kanannya yang berada di bahuku dan mengecup tahi lalat lucu di pipi kirinya.
“Selai,” jawabnya, menghirup ceruk leherku, mengecup leher jenjangku sembari menulusupkan tangannya ke dalam t-shirt-ku, stroking my belly with his erotic gesture. Aku tentu saja menikmatinya, aku yang bodoh tidak pernah menolak pria penuh afeksi ini walaupun hanya melalui setiap sentuhan yang si dia berikan.
“How long are you planing to be like this?” tanyaku ketika si dia masih bergelayut di belakangku. “Kamu berat, Gyu.” kataku, tapi tetap membiarkannya se-clingy ini, bahkan tidak melepaskan pelukannya, aku hanya menunggu.
“Mau kaya gini for a long time with you.” katanya.
Tidak sekali ia mengatakan hal itu, tapi, aku tahu ia hanya mencoba untuk menghiburku agar aku tak merasa seperti mainannya, tapi mengapa jantungku selalu berdetak cepat? Apakah aku semakin tenggelam padanya?
***
Kini kami berdua sudah berada di atas sofabed besar abu-abu di apartemenku, dengan dada bidang Mingyu yang tak tertutup kain sebagai alas tubuhku, lalu dia dengah jahilnya menciumi bagian-bagian dari tubuhku yang dapat terjangkau olehnya sesekali. Aku mencoba serius menonton Disney+ saat ini, sedangkan si dia asik dengan ponsel di tangan kanan scrolling pesan yang masuk tanpa membalasnya. Sedangkan, tangan kirinya bermain dengan tubuh bagian depanku dari dada hingga ke selangkanganku, menggodaku, tak jarang lenguhan kecil keluar dari mulutku, dan dia hanya mengecup bahu atau pucuk kepalaku setelah tersenyum menang di belakang sana. Aku masih menahan untuk tidak memintanya memanjakan seluruh tubuhku dengan jari-jemari nakalnya siang ini. Aku masih bertahan untuk tidak mengulum kejantanannya dan menulusupkan benda berurat itu pada lubang manisku. Aku masih sanggup.
Hingga, telepon genggamnya bergetar, “Tsk.” ia berdecak tak suka untuk beberapa kalinya, mebuatku risih mendengarnya, tak pernah ku dengar si dia berdecak seperti itu. Aku renggut ponsel dari tangannya, dan terpampang jelas nama si penelepon “Lee Ji Eun” di layar ponsel pintarnya.
“Angkat!” pintaku.
“Ngga, ngga usah, kitty, ngga penting.” katanya mengecup bibirku.
“Angkat aja, Gyu.” kataku.
Telepon Mingyu berhenti bergetar sesaat di tanganku, lalu bergetar lagi tak berapa lama. Si Wonwoo yang masochist ini menekan tombol hijau di layar, membuat panggilan itu dengan mode loudspeaker, kuletakkan ponsel itu di meja yang beralaskan marmer di depan kami, dan suara wanita di seberang sana menggema di ruangan tengah apartemenku. Mingyu membelakkan matanya, terkejut dengan apa yang aku lakukan.
“Halo, Inggu! Kok kamu baru angkat telepon aku sih? Kemana aja kamu?” wanita itu mengomel, mungkin dia kira itu akan lucu, aku hampir muntah dibuatnya.
Aku sudah berbalik menghadap Mingyu, berada di pangkuan pria itu, mengapit paha kekarnya denga paha dalam milikku, melingkarkan tanganku di lehernya, “Jawab.” bisikku, mengecup daun telinganya.
“Kenapa, Ji—?” pertanyaan Mingyu menggantung, aku melumat bibirnya sebelum ia memanggil nama lengkap wanita itu. Pria di hadapanku membalas ciumanku, menggigit gemas bibir bawahku dan memasukkan lidahnya ke rongga mulutku yang hangat, mengajak lidahku untuk bermain dengan miliknya, seolah panggilan itu tak ada.
“Jangan lupa, hari ini kita ada Valentine Dinner ya, Nggu.” suaranya terdengar sangat bersemangat, sedangkan pria yang ia panggil sudah melucuti t-shirt-ku dan sedang melumat salah satu nipples-ku, memilin dengan lidah hangatnya.
“Nghh—” Oops, lenguhan pelanku terlepas di sana. Entah apa yang kuharapkan, mungkin semoga wanita di sana mendengarnya?
“Nggu? Denger akukan?” tanya wanita di seberang sana.
“Yeesshh” jawab pria yang wanita itu panggil Inggu, mencoba menahan desahannya ketika aku memasukkan jari-jemari lentikku ke celana dalamnya dan memijat kejantanan hingga testicles-nya.
Bibirku kini sudah berada di perpotongan lehernya, menghisap dan memberinya tanda di sana. Mungkin ketika nanti mereka bertemu, at least wanita di ujung sana yang masih berbicara dengan berisik itu bisa melihat ada tanda kepemilikan pria ini atas seseorang.
“Aku juga udah booking kamar untuk kita berdua, Nggu.” wanita di ujung sana tersenyum malu-malu, sedangkan, aku sedang berlutut di antara paha Mingyu, melucuti celana dalam pria itu.
Tuhan, May I stop this man from leaving me today? Aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan mereka lakukan malam ini.
“Aku udah siap, Nggu, untuk kamu. I want you to touch me tonight.” kata wanita itu lagi, aku sudah mengulum kejantanan Mingyu dengan sensual dan rakus, menijat batangnya, saat wanita itu masih bicara. Poor her.
“Aaah — ngga perlu, mmph — kita langsunghhh—” lagi, kalimatnya tergantung ketika aku dengan semakin agresifnya melahap seluruh kejantanan Mingyu ke dalam mulut hangatku, dan memijat kedua testicles-nya. Dia sangat berusaha menahan desahan nikmatnya. Begitupun denganku. Benda di dalam mulutku ini membuat kejantanan ku menegang, ukurannya yang besar dari rata-rata pria membuatku sangat terisi danmerasa kosong bila benda itu tidak tertanam ditubuhku,
“Oh, damn Won thats good” si dia berbisik memuji kelihaianku memanjakannya, dan kurasakan tangannya memegang suraiku, sedikit mendorong kepalaku untuk semakin dalam mengulum kejantanannya. “Mphh—” balasku menjawab pujiannya. Suara kecapan dari mulutku saling beradu dengan kulit kejantanannya. Desahannya tertahan mengingat panggilan telepon masih tersambung.
“Kamu tuh lagi ngapain sih?” seketika wanita yang berceloteh di saluran dari ujung sana itu bertanya saat kejantanan Mingyu sudah berkedut di dalam mulutku, semakin besar ukurannya, kuberikan jilatanku pada kepala penis-nya dan memasukkan benda itu lagi, menekannya lebih dalam.
“Nghh — seben-tar —” Mingyu mengambil ponselnya menekan mode mute pada layarnya.
“Aaaaaaahhh!!! Fuck! It’s good, Kitty.” cairan putih kental lengket itu mengalir bebas melewati kerongkonganku, sementara cairan yang bebas menetes dari pinggir bibirku.
“Kok di mute?” tanyaku jahil, si dia membersihkan sisa spermanya di pinggiran mulutku dan kami kembali terbuai dalam ciuman panjang. “Kan sengaja biar dia denger.” lanjutku.
“Tease me more, then.” tantangnya.
“Challenge accepted, handsome.” kataku, meraih ponselnya dan mematikan mute mode itu.
“Kita sampai mana tadi?” tanya Mingyu pada ponselnya yang sudah ku letakkan kembali. “Go ahead, saya dengerin.” kata pria itu.
Aku menanggalkan seluruh kain yang masih menutupi tubuhku di hadapan pria yang 10 tahun lebih tua dariku itu, dia menarik tubuh rampingku, memegang pinggangku dan menciumi perut six pack yang sudah aku pelihara beberapa tahun belakangan ini. Tatapan kami bertemu, kulihat tatapannya penuh puja dan napsu menjadi satu, mungkin akupun seperti itu.
“Lick me,” bisikku yang kemudian sudah mengambil posisi menungging, memamerkan lubang merah jambu favoritnya dengan menumpu tanganku pada meja marmer.
“Oh iya, by the way, nanti ada mama sama papaku juga, Nggu. Kita sekalian bahas pertunangan, it’s okay kan?” tanya wanita itu santai, suaranya masih excited dan aku tak kalah bersemangat ketika merasakan Mingyu yang semakin menarik pinggangku, memasuki benda lunak, basah dan hangat itu ke dalam lubang anal-ku.
“Aaaahng! Gyuu, deeper—” lenguhan nikmat keluar dari mulut manisku.
Listen carefully, bitch! Your man is digging my hole with his tongue right now, for your information, its good, so good that I’m flying to heaven.
“Nggu!! What are you doing right now? Sama siapa?” Oh, dia udah sadar sekarang.
“Mmmphh” lenguhan Mingyu yang sedang menjilati lubangku menjawab pertanyaan wanita itu.
“Hnnggghh!” desahku saat Mingyu mengganti lidahnya dengan kedua jarinya untuk menumbuk titik prostatku. Kejantananku kini sudah berkedut, ia sudah terbangun sedari tadi, menunggu dimanja oleh tuannya.
“Mingyu! Aku udah bilang kan kalau aku—” dengan tergesa pria besar itu mematikan panggilan teleponnya secara sepihak.
“You’re bad kitty.” kata Mingyu membawaku ke pangkuannya, mengulum bibirku yang sudah terasa sedikit membengkak karena menggigit bagian bawahnya saat menahan desahan demi desahan yang ingin keluar dari mulutku, tadi.
“Let me,” kataku menggenggam kejantanannya yang kembali mengeras ke arah lubangku yang sudah basah karena ulahnya.
“Pelan-pelan, saya ngga mau kamu kesakitan.” kata pria di depanku ini penuh concern.
“Nghh — aku — aaahhhh” sakit dibagian analku tidak sebanding dengan perasaan was-wasku, kuhentikan kegiatanku, membiarkan kepala penis itu menelusup masuk ke dalam lubangku.
Air mataku mengalir, karena aku merasakan perih di dadaku mengingat Mingyu akan bertemu dengan keluarganya dan keluarga wanita itu, lalu menghabiskan malam bersamanya. Wanita yang selalu berusaha mengambil yang seharusnya menjadi milikku secara paksa. Wanita yang membuat aku mengalah 2 tahun belakangan ini.
“Kenapa, cantik?” tanya Mingyu, menghapus air mataku. “Sakit? Mau udahan aja?” tanyanya, aku menggeleng, air mata turun perlahan, dengan turunnya pinggulku secara pelan-pelan juga.
“Take it easy, Kitty, kamu jangan sampai kesakitan, you’re my treasure.” katanya, mengelus suraiku, lalu ke punggungku, mengecupi kelopak mataku.
“Sakiit—” kataku, memeluk lehernya, dadaku yang sakit, Gyu.
“Mau udahan aja?” tanyanya, nadanya khawatir. Aku menggeleng, pria itu mengecup seluruh area wajahku, termasuk kelopak mataku yang sedikit basah.
Ku lanjutkan permainan kami, ia sudah membuka kedua bongkahan sintalku untuk mempermudah kejantanannya masuk, mencoba mengurangi rasa sakitku. “Aaaakkkh!!” erangku ketika kuturunkan pinggulku paksa dan melahap semua miliknya. Kugoyangkan perlahan pinggulku naik-turun, tangannya yang masih berada di kedua bongkahan pantatku mengikuti tempo pinggulku.
“Ngga — aahhh — mau kamu — nghhh — tidur — hmmmph — sama dia — nghhhh —” kataku mengucapkan kalimatku susah payah di sela desahanku, dengan tempo gerakanku yang berantakan ketika tangan kiri Mingyu mengocok kejantananku yang sudah mengeluarkan pre-cum-nya dan mulai berkedut.
“Are you — nghhh — jealous right — mnhhm now?” tanyanya, aku mengangguk yakin. Ia merebahkan tubuhku di sebelahnya.
With this kind of missionary style, I don't know how long it will last. I want this to last for a long time.
Si dia memasukkan miliknya semakin dalam dan menumbuk titik prostatku terus menerus, ia juga tidak melewati kesempatannya untuk menjilati nipplesku dengan lidah hangatnya, lalu, memilin tonjolan itu dan memanjakan bagian lainnya, tak lupa untuk mengelus suraiku. Tubuhku membusur dan menggelinjang tak karuan. Aku suka sensasi ini.
Suara kulit kami yang saling beradu semakin terdengar jelas, desahanku memanggil namanya dan begitupun si dia yang terus-menerus melenguhkan namaku menjadi serenade kami siang ini.
“Ahnn — it feels good, Gyu— Ahh!” racauku setelah ia melepas ciumannya pada bibirku yang sedikit membengkak dengan pelepasan pertamaku siang ini saat perutnya menggesek kejantananku tadi, putihku ada di perutnya dan perutku. Kakiku lemas.
Satu kali tumbukan, dua kali dan desakan terakhir aku rasakan ada sesuatu yang hangat mengalir di dalam perutku dengan lantunan erangan panjangnya dan lenguhanku yang memanggil namanya desperately. Putihnya sudah keluar di sana. Tubuhnya yang berkeringat, ia baringkan di atas tubuhku yang tak kalah lembab, ia memeluknya erat dan penuh kehangatan.
“Jangan dilepas,” pintaku sembari mengelus surainya, ia mengangguk dan kembali memagut bibirku mesra, seolah kami baru melakukan pemanasan.
“Why you are so sexy?” keluhnya, menatap manikku lekat, ku bawa wajahnya mendekat ke arah wajahku, kuberikan senyuman termanisku dan aku lumat bibirnya lebih menuntut, meminta ronde selanjutnya untuk pria itu untuk mengacak-acak seluruh tubuhku.
“You spelled me well, saya tersihir sama kamu, hingga tidak bisa melihat orang lain lagi, Wonwoo.“ katanya ketika sudah membaringkanku di atas tempat tidur.
Memang menurutnya aku bagaimana selama ini?