That's us, I know we could


tw: explicit and matured content, 18+ scene, NSFW, foreplay, blowjob, deep-throat, fingering, kissing, having sex in the car.

13:04 – Terminal 3 Soekarno Hatta

Pria dengan long coat hitam itu berdiri dari tempatnya, merapihkan barang bawaan yang ia keluarkan tadi ketika melihat seorang pria menggunakan topi, kacamata bulat, masker dan jaket hitam yang berdiri di depan mejanya sembari menyilangkan tangannya di dada. Walaupun tidak terlihat begitu jelas, tapi ia sangat mengenali postur tubuh si manisnya, manik rubah yang terlihat sedang memicing sebal ke arahnya. Setelah memeriksa kembali meja dan tempat duduknya hingga tak ada barang tersisa, ia segera berdiri di samping sang pria yang masih menggunakan headset sebelah dan menatap nyalang ke arahnya.

“Hi, galak banget mukanya?” sapa pria dengan long coat hitam itu kepada pria di hadapannya, pria yang sudah seminggu lebih ini tidak ia jumpai, hanya kebiasuan yang ia dapatkan, pria itu masih terdiam di sampingnya. “Barang-barang kamu kemana?” tanya pria itu lagi, melihat ke sekelilingnya, tak ada koper baju.

“Sama Kak Kwan.” jawabnya singkat.

“Yaudah, ngga ada yang kamu tunggu, kan? Pulang, yuk! Kamu butuh istirahat.” kata Mingyu memamerkan kedua canin tooth-nya dengan tersenyum, memegang pinggang ramping pria di sebelahnya dan berjalan menuju tempat ia memarkirkan mobil SUV-nya. Seolah-olah tak ada mata yang memandang ke arah mereka berdua.

***

13:35 – Perjalanan pulang

Kini mereka sudah berada di dalam mobil SUV putih yang terparkir di pelataran Bandara Soekarno Hatta, pria yang sudah duduk manis di kursi penumpang itu segera melepas topi, masker, kacamata bundar dan jaket hitamnya, menyimpannya di samping tas ransel yang sudah ia letakkan di jok belakang sebelumnya, hanya menyisakan kemeja jeans tipis yang ia gunakan. Sama halnya dengan Mingyu, ia juga membuka long coat hitam yang sedari pagi ia gunakan dan membuang sembarang ke kursi penumpang dan hanya menyisakan t-shirt hitam yang pas di badan athletic-nya, mencetak dada bidang pria tampan itu, membuat auranya semakin berkarismati, terlebih lagi untuk pria bermata elang di sebelahnya yang sedari tadi sedikit mencuri pandang ke sampingnya.

Kuda besi empat roda itu berjalan menelusuri jalanan beraspal untuk meninggalkan pelataran parkiran bandara dengan keheningan yang masih menyelimuti mereka berdua, hanya ada suara dari playlist apple music yang menemani perjalanan mereka siang ini. Biasanya, pria ramping itu akan ikut bernyanyi dengan playlist yang disuguhkan Mingyu atau bercerita tentang kegiatannya, tidak pernah sesepi ini.

Hingga akhirnya Mingyu jengah sendiri dan membuyarkan keheningan mereka.

“Kamu tuh marah sama saya?” tanya pria yang lebih tua kepada pria di sampingnya, masih belum ada jawaban. “Wonwoo, kalau kamu diam terus seperti ini, saya ngga tahu kamu kenapa, I'm not a psychic.” lanjutnya, menatap sepintas pria yang masih memalingkan wajahnya yang sedang menatap nanar ke jalan, dan si diapun kembali fokus kepada jalan di hadapannya.

Wonwoo menatap ke arah Mingyu yang masih menatap lurus ke jalan, memiringkan sedikit badannya yang terhalang seatbelt. “Oke, aku emang harus ngomong, aku ngga bisa diem terus, yakan?” akhirnya, pria manis itu angkat bicara, dibalas dengan anggukan tegas oleh Mingyu. “So, give me a reasons, kenapa aku menerima perlakuan kamu yang sangat menyebalkan ketika aku pergi sama Jun kemarin?*” tanya Wonwoo, Mingyu terdiam.

“Ngga mungkinkan kamu serewel kemarin karena kamu mikir berita itu bisa menjelekkan nama kamu dong ya? Kamu bisa lihatkan antusiasnya fans aku sama Jun?” tanya Wonwoo, yang ditanya masih terdiam, ia bingung harus menjawab apa, karena pertanyaan yang sama tidak hanya dilontarkan oleh si manis, tetapi sahabat-sahabatnya.

“Bahkan kalau kamu search di google, atau dimanapun, aku dan Jun masih jadi trending topic lho?” jelas Wonwoo. “Ini bisa jadi ide bisnis yang bagus kan untuk kamu, kalau aja kamu mau bahas ini ke CEO Ellite Model untuk aku dan Jun—” kalimat Wonwoo terpotong saat Mingyu menghentikan mobilnya sedikit kasar di pinggir jalan tol airport.

Mingyu menatap mata rubah itu dalam, “Maksud dari omongan kamu itu apa?” tanya pria yang lebih tua itu.

“Maksudnya adalah kenapa kamu nyebelin?” tanya Wonwoo. “Kamu bilang apa kemarin? Is it fun bla bla bla?” lanjutnya dengan nada yang mencibir pria yang sudah menatapnya.

Mingyu membuka seatbelt dan memiringkan tubuhnya untuk berhadapan dengan pria manis yang dua hari belakangan ini tidak mengindahkan pesannya.

“Saya khawatir, Wonwoo.” tanyanya, sembari mengelus pipi mulus pria yang lebih muda itu, meluluhkan kekesalan yang Wonwoo bawa sedari kemarin di dalam hatinya. “Khawatir kalau kamu diapa-apain sama Jun gimana? Saya ngga ada di samping kamu.” lanjutnya.

Wonwoo menundukkan kepalanya, rasanya ingin sekali ia meneriakkan kata-kata yang sudah ia pendam selama hampir dua bulan ini. Kenapa khawatir? Emang aku ini apa untuk kamu? Kita bahkan bukan apa-apa kan? Dan banyak pertanyaan lainnya yang sangat ingin ia lontarkan.

Pria tampan itu mengangkat dagu Wonwoo dengan telunjuk dan ibu jarinya agar manik rubah itu menatap mata elangnya, Mingyu memajukan wajahnya, dan tanpa perlu basa-basi ia menyatukan kedua bibir mereka, menekankan benda lembut miliknya dengan ranum merah muda merona tipis pria berkulit putih di hadapannya. Mingyu mengelus rahang pria manis itu dengan Wonwoo yang mengelus tangan Mingyu yang terdapat di rahangnya dengan satu tangannya, membalas lumatan itu mengikuti tempo pria yang lebih tua dan meremat ujung t-shirt hitam pria itu dengan tangan bebasnya.

When my heart is beating for you That's when I lose my control When my heart is beating for you

Mingyu menekan button merah yang mengunci seatbelt Wonwoo, hingga benda itu terlepas bebas, tidak menghalangi mereka untuk melanjutkan lumatan demi lumatan yang tercipta. Jantung Wonwoo berdetak ribut seperti biasanya setiap saat pria di hadapannya ini mulai memanjakan dirinya dengan sejuta afeksi yang ia berikan melalui sentuhan. Wonwoo menundurkan wajahnya perlahan karena pasokan oksigen yang dirasa sudah mulai menipis, efek ciuman mereka yang terlampau lama.

Pria yang lebih tua menekan satu tombol di sampingnya hingga jok pada kursi supir itu mundur ke belakang perlahan, seakan memberikan banyak ruangan di sana.

Come here!” kata Mingyu, menarik lengan Wownoo perhalah, membantu pria manis itu untuk duduk dilahunannya, tempat favorite si dia belakangan ini. Wonwoo menurutinya, dan kini Mingyu sudah berada di bawahnya. Posisi yang cukup intim untuk mereka.

What are you thinking, Kitty?” tanya pria itu mendongak menatap lurus ke mata Wonwoo, memegang pinggul ramping pria yang lebih muda itu dengan tangan bebas lain mengelus pipi lembutnya.

Do you really care what I'm thinking?” tanya Wonwoo, melingkarkan tangannya di leher Mingyu dan memeluknya, pria yang lebih tua itu mengelus lembut punggung pria yang di atasnya. Ia tahu ada yang Wonwoo pikirkan, mungkin dia tahu alasannya, tapi seperti inilah Mingyu, tida seolah tidak perduli.

I do, Kitty. Always do.” jawabnya, mengecup telinga Wonwoo yang bisa ia gapai untuk dikecupi.

“Kalau perasaan aku?” tanya Wonwoo dari bahu pria yang sedang ia peluk dengan erat itu. Tak ada jawaban di sana, Mingyu terdiam, bahkan elusan pada punggung Wonwoo berhenti. Wonwoo sudah tahu jawabannya, ini adalah skenario yang selalu berputar di dalam otaknya Mingyu tidak pernah perduli dengan perasaannya, ia hanya menjadikan Wonwoo sebagai pelampiasan napsunya.

'I've to settle this down, I need to say Mingyu that I can't continue this, I want him to know that I need reassurance' rintihnya dalam hati.

It's crazy, I see nothing but you Baby my heart's beating for you Come close to me, give me a kiss to me, listen to me

Hening beberapa saat, sampai suara baritone itu kembali terdengar, “Isn't it too early for us to talk about feelings, Kitty?” tanya Mingyu mendorong pelan tubuh ramping di atasnya dan menatap mata cantik pria itu yang kini sedang tidak bersinar seperti ketika ia dihadapkan dengan banyak kamera yang sedang menyorotnya.

'Yes, it's too early because all you want is to have sex, and that's enough for you. Right, Kim Mingyu?' tanya Wonwoo dalam hatinya.

Ia kesal, ia marah, tapi entah mengapa kecupan demi kecupan yang diberikan pria ini tidak ingin ia elak, seperti saat ini, Mingyu meraba bagian dadanya dari luar pakaian yang masih terkancing rapih itu dengan ibu jarinya, pelan — pelan yang membuat Wonwoo sedikit frustasi. Wonwoo menutup mulut dengan telapak tangannya, tak ingin ada desahan yang keluar walaupun rangsangan itu sangat menggodanya.

Mingyu dengan perlahan melepas kancing kemeja jeans tipis yang Wonwoo gunakan satu persatu lalu mengecupi perut six pack si manisnya dan menyisakan tanda kemerahan di sana. “But, it's mine.” katanya sembari tersenyum dan memamerkan canin tooth-nya yang mengintip dari sana. Lalu, bibir pria tampan itu naik ke dadanya, mengecup perlahan nipples pink yang sedikit kecoklatan itu, lalu memilin benda empuk itu dengan lidahnya, menekan dan memutarnya.

“Hmhh—” desahan lembut Wonwoo keluar, ketika ia juga merasakan kedua tangan Mingyu sudah meremas bokong sintalnya melalui saku belakang celana jeans-nya.

This also mine.” katanya lagi, mengecup kedua nipples Wonwoo bergantian, lalu tersenyum. Menarik perlahan rahang pria manis di atasnya yang sedang bernapas berat dengan bibir yang sedikit terbuka. Dilumatnya perlahan bibir bawah Wonwoo hingga pria manis itu kembali mengikuti ritmenya.

“Mhhh — Gyu, kita di pinggir tol — shhh —” kata Wonwoo mengingatkan ketika Mingyu memberikan kembali tanda kemerahan di dadanya, tangannya yang memijat perlahan selangkangan dalamnya, lalu menjalar ke kejantannya dari luar celana jeans pria muda itu yang terasa sudah mulai mengeras karena rangsangan-rangsangan yang diberikan oleh pria yang lebih tua itu pada tubuhnya sedari tadi.

“Ngga akan ada yang bisa lihat kita Kitty, hanya saya yang bisa lihat kamu.” jawabnya acuh. “Huff—” Mingyu menarik napasnya berat ketika Wonwoo melakukan hal yang sama pada kejantanannya yang masih terlapisi celana jeans itu. “Hhh —” desah Wonwoo yang sudah tidak bisa ia tahan lagi.

“Joknya bisa mundur lagi ngga? Nghh?” tanya Wonwoo yang menjatuhkan kepalanya di dada bidang Mingyu karena kini celana yang ia gunakan sudah terbuka dan turun ke pahanya. Satu jari tengah Mingyu terasa sedang bermain-main iseng di belahan bokong-nya.

“Mphh — di samping, Kitty.” jawab Mingyu dengan desahan pelannya karena merasakan tangan lentik Wonwoo masih bermain di bawah sana.

Wonwoo menekan tombol yang Mingyu maksud dan membiarkan kursi itu mundur sampai maksimal, menarik tangan Mingyu dari bagian belakang bagian tubuhnya, dan memundurkan dirinya hingga ia berlutut di atas karpet mobil dari bahan beludru itu, membuka celana jeans yang digunakn pria tampan itu setengah paha dan celana dalam yang melapisi kejantanannya yang terasa sedikit sesak.

'This is the second time I told myself to stop doing this, but...' katanya dalam hati.

Look what this baby boy doing right now, saat ini Wonwoo sedang memanjakan benda padat tak bertulang itu, memijatnya dengan gesture erotis yang dapat Mingyu menatap pria manisnya di bawah sana yang sedang memuja kejantanan miliknya, penis-nya semakin menegang, darah di dalam tubuhnya perlahan menuju ke bawah sana.

“Hhh— yes—” desah Mingyu, saat benda berurat itu sudah menginvasi rongga mulut Wonwoo tanpa meminta izinnya.

Perasaan hangat dibawah sana, dengan saliva yang menempel dan lidah yang bermain dengan kejantanannya, bibir tipis manis itu menggeseknya dengan lembut tanpa terburu dengan pola maju mundur yang membuat Mingyu terbang ke angkasa. Mingyu mengerang nikmat penuh dengan napsu, memanggil nama Wonwoo disela desahannya, mengatakan banyak kalimat pujian, hingga pria manis di bawah sana semakin bersemangat mengulum dan memanjakan kedua testicles-nya dengan jari jemari lentiknya. Mingyu menikmatinya dengan sangat, terlihat dari mulutnya yang sesekali terbuka dan tangan yang mengelus puja wajah Wonwoo yang masih sibuk di bawah sana.

Suara erangan lembut yang teredam di dalam mulut Wonwoo merupakan lantunan musik yang memabukkan bagi Mingyu, suara itu terdengar sesekali dari bibir manis Wonwoo, menambah keintiman di dalam sebuah mobil SUV dengan ruang yang sangat terbatas.

“Ngghhh— it feel is good —” desah Wonwoo tertahan ketika ia merasakan tangan besar Mingyu mengelus surainya dan memintanya mengulum lebih dalam lagi kejantanan yang semakin membesar di sana. “Ah, yes, Wonwoo! You're so pretty! Aahh—” kata Mingyu sesaat sebelum muatannya keluar memenuhi mulut Wonwoo yang sudah bercampur dengan saliva. Wonwoo menelannya. Ini bukan hal pertama untuknya, bukan?

I miss you.” kata Mingyu, membawa tubuh Wonwoo untuk menggantikan tempatnya duduk sedari tadi dengan senderan kursi pengemudi yang sepenuhnya sudah tertidur, mengukung Wonwoo yang sudah sedikit berkeringat itu di bawahnya. Mingyu melahap ranum Wonwoo dengan tempo yang sedikit acak karena sangat gemas dengan makhluk sexy yang kini berada di hadapannya, pria manis yang terkukung itu berusaha mengikuti tempo ciuman Mingyu yang tak beraturan, memeluk tubuh pria yang lebih tinggi darinya itu untuk semakin mendekat padanya.

I miss you too.’ rengek Wonwoo dalam hatinya.

“Nghh — Susah, Gyu—” katanya ketika Mingyu ingin menelusupkan jarinya ke dalam lubang mengerut di belakang sana, celana jeans Wonwoo masih ia gunakan.

“Ngga ada yang susah, Kitty.” kata Mingyu mengedipkan sebelah matanya, menanggalkan seluruh celana yang digunakan Wonwoo, hingga paha putih mulus itu terekspos, penis yang lebih mungil dari miliknya itu sudah menegang dan hampir mengeluarkan pre-cum-nya.

Mingyu merapihkan posisi mereka, menidurkan tubuh Wonwoo dan dirinya dengan posisi miring dan saling berhadapan, sangat rapat, hingga mereka dapat merasakan derua napas mereka yang saling bekerjakan, degupan jantung yang terpacu oleh adrenalin, hingga kejantanan mereka saling bergesekan saat Mingyu mengangkat kaki Wonwoo untuk melingkarkan salah satu kaki mulus itu di pinggangnya, memudahkan pria dewasa itu untuk mencari lubang berkedut yang sangat ia rindukan.

“Gyu, udah pake tissue basah?” kata Wonwoo ketika merasakan satu jari Mingyu sedang mengabsen pinggiran lubangnya. Kebersihan masih nomor satu untuk Wonwoo.

“Udah, cantik, saya pake handsanitizer tadi.” jawabnya, lalu mengecup pipi pria yang bertanya. “Saya masuk ya?” tanya pria tampan itu, kemudian mengecup kening Wonwoo, si dia menjawab dengan anggukan. Saat ini, Pria manis itu sudah menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Mingyu, karena merasa sedikit malu saat mendengar atasannya itu meminta izin untuk mengacak lubangnya. Biasanya, Mingyu tidak pernah meminta izinnya.

Satu jari terasa biasa, ia sudah terbiasa dengan jari jemari Mingyu yang bermain di dalam sana. Si pria cantik itu hanya mendesah pelan. Jari kedua Mingyu masukkan perlahan, dengan gestur keluar masuk yang teratur, desahan pelan erotis itu terdengar sedikit lebih kencang dari sebelumnya.

I'll give you anything — mphh — as long as today you'll moan softly, —hhhh — lower than my radio's volume.” tantang Mingyu disela desahannya karena Wonwoo sedang asyik menggesekkan kenjantanannya dengan milik pria di hadapannya dengan rhythm yang sama dengan jari Mingyu, jemari gemuk itu masih memenuhi lubang Wonwoo dengan tumbukan yang semakin dalam, sesekali pria yang lebih tua itu memberikan gestur menggunting pada jarinya yang membuat bibir Wonwoo sedikit terbuka, dan melempar kepalanya ke belakang, memberikan Mingyu banyak akses untuk menyesap pelan leher jenjangnya tanpa meninggalkan jejak.

“Jangan — hhh — berbekas, Gyu.” pinta pria manis yang sedang gelisah itu.

“Oke.” bisik Mingyu dengan nada yang menggoda. “Bagaimana dengan tawaran saya? Hmmh?” tanya Mingyu kemudian tanpa menghentikan kegiatannya, jarinya semakin dalam mengacak lubang Wonwoo, lalu, menambah jari ketiganya yang sudah menelusup masuk ke dalam lubang itu, menumbuk titik manis pria di hadapannya yang sangat dia hapal letaknya.

AC di dalam mobil itu seolah dimatikan, kulit mereka yang sudah mulai lembab, perlahan mengeluarkan peluh yang menambah suara gesekan antar kulit di dalam mobil itu terdengar nyaring.

Anythinghh?” tanya Wonwoo menatap manik elang pria di hadapannya, mata rubahnya yang semakin sayu itu menghiasinya sedari tadi, gairah seksualnya yang tak tertahan ketika Mingyu mengisinya, tak akan pernah sanggup ia tolak — Wonwoo menyukainya. Sangat.

“Hmm—” kata Mingyu mendeham lalu kembali mengulum bibir si dia yang lebih muda di hadapannya. Bibir bawahnya tampak sedikit membengkak sekarang, habis dihisap sarinya oleh si pria yang lebih tua.

Wonwoo menahan sebisanya untuk tidak mendesah dengan vocal seperti ia biasanya, Mingyu menikmati alunan desahan lembut Wonwoo yang terendam di dada Mingyu dan menggigit t-shirt hitam miliknya ketika ia merasakan kejantanan sang pria manis berkedut, hampir sampai pada puncaknya. Tubuhnya melengkung bagai busur cantik, dengan kakinya yang bergetar hebat, jari jemari kakinya yang bergerak gelisah. Pria yang lebih tua itu seakan tidak perduli, menumbuk lubangnya yang sudah basah itu semakin kencang semakin mengeratkan tubuh mereka hingga gesekan pada kejantanan mereka semakin terasa kasar.

Gyuhh” bisiknya. “Nghh —” desahnya lembut.

“Apaa?” tanya Mingyu menantangnya.

“Hmmmpphhh—” Wonwoo menggigit t-shirt Mingyu dan sebisa mungkin menahan erangannya, sangat sulit sekali, terlihat dari peluh yang keluar, semakin membuat tubuhnya lembab siang ini. Hangat, cairan kental itu keluar dari kejantanan Wonwoo yang berkedut hebat mengotori t-shirt hitam Mingyu dan perut miliknya yang terpampang jelas karena kancing kemeja yang pria manis itu gunakan sudah terlepas dari kaitannya, sedari tadi.

Let me come to visit yours.” kata Mingyu berbisik, lalu menjilati daun telinga Wonwoo, “I miss you.” dan si dia yang tampan itu mengeluarkan ketiga jarinya. Wonwoo masih menahan mati-matian desahannya, hampir gila rasanya. Pria manis itu sangat tertarik dengan tawaran Mingyu bahwa ia akan memberikan apapun yang Wonwoo inginkan. Apapun. Sehingga ia akan memelankan suara gairahnya, hanya untuk hari ini.

Mingyu membalikkan tubuh Wonwoo, menyingkap kemeja jeans berlengan pendek yang masih Wonwoo gunakan, mengangkat pinggul pria manis yang memabukkan di hadapannya, menunggingkan badannya, hingga ia dapat meremas lembut bokong milik Wonwoonya.

This ass also mine.” katanya pelan namun terdengar jelas di telinga Wonwoo sesaat setelah ia menggigit salah benda kenyal itu.

Tanpa Mingyu sadari, di bawah sana kedua pipi pria yang sedang menungging itu merona saat mendengar kalimat yang tak biasa itu keluar tanpa rasa bersalah dari bibir pria yang lebih tua, dan ia sangat menyukai apa yang sedang mereka lakukan saat ini.

Hanya pada saat seperti ini Wonwoo merasa Mingyu adalah miliknya, ketika melakukan hal ini lah Wonwoo merasa Mingyu sangat menyayanginya. Saat seperti ini merupakan waktu yang tepat untuk Wonwoo berhalusinasi bahwa rasa Mingyu padanya tidaklah semu.

Saat ini Mingyu sedang memijat mandiri kejantanannya dengan mengapitkan kedua bongkahan sintal itu dengan gestur naik dan turun, Wonwoo sempat tersentak, hampir saja ia menggagalkan misinya sendiri. “Aahh — shake it, Wonwoo.” pintanya, pinggul si dia yang dipanggil itu entah mengapa menuruti permainan pria di belakangnya.

Permainan kali ini terasa sedikit berbeda, entah apa yang asing, namun, Wonwoo dapat merasakannya, ada yang lain selain hawa napsu dan rasa rindu yang tidak saling menyapa selama satu minggu pada permainan mereka kali ini.

Kejantanan Mingyu sudah mengeras sempurna, “Saya ngga punya kondom, Nu. Can I just put this in your beautiful hole, cantik?” bisik pria itu di atas punggung Wonwoo, menggigit pelan daun telinganya, memilin bahkan menekan nipples pria manis di bawah sana yang sudah menegang. Wonwoo masih menggigit bajunya, ia menahan desahannya. Lagi, detakan jantungnya sudah sangat ribut, debaran yang semakin menjadi, dan darah yang mengalir, memenuhi kejantanannya untuk berdiri semakin tegak.

Ia mengangguk, tersiksa karena kehampaan di belakang sana. Ia masih ingin disentuh, ia masih ingin dirusak, ia masih ingin diacak oleh pria tampan yang sedang memeluk tubuhnya dari belakang, menanti izin dari sang pemilik rumah. “Hmm — Gyu, masukin aja.” jawabnya dengan bisikan, membuka lebar kedua keki sebisanya di tempat yang terbatas ini, meletakkan dadanya pada sandaran jok, meremat benda sintal miliknya sendiri hingga kini Mingyu dengan sudah sangat jelas melihat lubang mengerut yang addictive itu berada di depan kedua matanya.

Mingyu menepuk kejantanannya pada lubang itu, Wonwoo hanya sedikit tersentak merasakannya. Lubang merah muda yang sudah berkedut nan basah itu meminta lebih dari sekedar tepukan, pria dominan itu tahu apa yang diinginkan pria manis di bawahnya, ia masukkan kepala benda berurat yang sudah tegak sepenuhnya itu perlahan untuk menjadi makanan pembuka.

Hnggg—” desahan teredam dari gigitan kemeja miliknya yang menandakan kejantanan Mingyu sudah masuk sepenuhnya ke dalam tubuh Wonwoo, dapat ia rasakan benda besar dan panjang itu berada diperutnya. Ia elus perutnya, lalu menggoyangkan pinggulnya untuk mengawali permainan yang masih siang di tepian jalan tol yang ramai dilewati mobil.

This isn’t the way it was supposed to go, right Jeon Wonwoo? This situation is going exactly the opposite. Seharusnya saat ini lo sedang memarahi dan memaki pria ini, bukannya malah menikmati lalu mendesah keenakan saat ia memasukkan miliknya ke dalam lubang lo! Bukan ini, Won, ngga seharusnya lo malah menggoyangkan pinggul lo and asking him to thrust his dick to your hole deeper and pound your sweet spot!’ lubuk hatinya yang terdalam memaki dirinya sendiri yang sudah dibalut oleh kabut napsu, seakan tak perduli akan bathinnya yang sedang merutuki apa yang kini sedang ia lakukan.

Air mata karena rasa sesak di dada, juga lubang yang sedikit nyeri dan nikmat menjadi satu keluar dari manik rubahnya, “Relax, Kitty, I won’t hurt you.” kata Mingyu mengecup bahunya lebar yang masih terlapis kain berwarna biru itu, mendekap tubuh Wonwoo dari belakang dan masih menggoyangkan pinggulnya, dengan memasuki-mengeluarkan kejantanannya. Penis Wonwoo yang kembali terbangun. Suara dari jok kulit yang beradu dengan paha Wonwoo yang berkeringat beradu terasa lebih nyaring dari volume tape Mingyu di dalam mobil itu.

Benda berurat yang semakin membesar di dalam sana mulai berkedut, sama halnya dengan milik Wonwoo, Mingyu memijatnya teratur, semakin lama semakin cepat, sesuai dengan tempo pinggul Mingyu yang tak ada habisnya menghajar titik prostat milik Wonwoo, mencari puncaknya bersama. Wonwoo masih mendesah sepelan mungkin, walaupun ingin rasanya ia berteriak memanggil nama Mingyu, membalas erangan pria itu saat memanggil namanya karena rasa nikmat yang lubangnya berikan.

Pelepasan, itu yang saat ini mereka rasakan, tangan Wonwoo yang memeluk senderan jok kulit di bawahnya dengan badan yang kembali melengkung, kaki yang bergetar karena telah mencapai pelepasannya, jari-jari kaki yang bergerak ribut, dan telapak tangan Mingyu yang masih memijat miliknya, seolah ingin menguras habis putihnya dari benda tak bertulang itu, ngilu dan nikmat yang menyatu. Tak sampai disitu, Wonwoo masih diserang dengan luapan putih milik pria tampan di atasnya masih keluar dari kejantanan yang masih berada di dalam lubangnya, benda itu terasa masih berkedut. Hangatlah yang perut Wonwoo rasakan.

Cairan itu seolah terlalu banyak dan lubang Wonwoo tak sanggup menampungnya hingga menetes melalui paha mulusnya. Mingyu dengan sigap membuka t-shirt hitamnya, membersihkan paha Wonwoo yang kini sudah menyentuk kursi kulitnya, pria itu telungkup di kursi supir, lelah yang ia rasakan.

“Bersihin dulu yuk, Nu.” kata Mingyu, Wonwoo segera terbangun dan merangkak untuk pindah ke kursi penumpang depan, tanpa membuat pria itu menunggu. Namun, sesaat ketika Wonwoo ingin mendudukkan tubuhnya, Mingyu menahan pinggang ramping itu dengan satu tangannya, membuat sang model berhenti diposisinya, pria yang lebih tua itu kembali mengecupi kedua bongkahan sintal berwarna putih itu, merematnya seakan apa yang barusan mereka lakukan tak pernah cukup untuknya.

Hati kecilnya masih ingin merengkuh pria di hadapannya ini, ia masih ingin menghirup wangi manis tubuhnya, masih ingin merasakan hangat pria itu, tapi, ia mengurungkan niatnya. Saat ini mereka masih berada di pinggir tol airport, tidak lucu bila security yang berjaga memergoki mereka seperti saat ini.

Saat ini Wonwoo membersihkan perut dan kejantannya dengan tissue basah yang tersedia di mobil itu — bahkan ia sudah hafal letak beberapa benda di mobil ini — dan menggunakan kembali celana dalam serta jeansnya, mengancingi bajunya dengan benar. Sementara, Mingyu sedang membersihkan jok mobil kulit tempatnya duduk karena putih Wonwoo dan miliknya yang sedikit bercecer di sana.

“Kamu ada baju lagi kan?” Wonwoo merogoh tas gym yang berada di bawah jok kursi penumpang belakang. Dengan lincah ia mengambil satu t-shirt berwarna putih, mengambil t-shirt hitam yang ada di tangan Mingyu setelah membersihkan kursinya dan membuangnya sembarang ke bawah jok belakang.

Pria ramping itu memakaikan t-shirt itu ke pria tampan di hadapannya, lalu, “Coba kamu tiduran sebentar.” pintanya, pria yang tidak memiliki ide itu hanya menuruti kalimat dari pria manis itu. Wonwoo mengambil sehelai wet tissue yang sedari tadi sudah berada di pahanya, membersihkan kejantanan Mingyu perlahan, pria tampan itu menahan desahannya.

“Kenapa mukanya gitu?” pria manis itu tersenyum menggoda pria di hadapannya. “Coba kamu naikin pinggulnya dikit!” pinta Wonwoo dan tanpa ragu ia menaikkan posisi celana dalam, mengancingi kembali celana jeans Mingyu yang ia buka dan tak tertanggal sepenuhnya sedari tadi.

Wonwoo dengan lincah menekan tombol untuk menaikkan senderan pada kursi pengemudi, menatap tajam mata Mingyu yang masih memperhatikan apa yang selanjutnya pria manis itu lakukan.

“Gyu?” tanya Wonwoo. Tidak dapat dipungkiri, panggilan itu membuat jantung Mingyu berdetak lebih cepat, bukan karena adrenaline atau gairah seksual yang sedang tinggi-tingginya. Ini detakan jantung yang berbeda. Otaknya berhenti sementara.

Wonwoo melanjutkan kalimatnya, “Aku menang kan and you will grant my wish? Aku sayang kamu, sayang banget — hanya itu yang mau aku denger dari mulut kamu, ngga harus sekarang, tapi saat kamu benar-benar merasakannya.” lanjut Wonwoo tersenyum, mengecup ujung hidung Mingyu sekilas. Pria tampan itu tidak dapat mengerjapkan matanya, tubuhnya seolah berhenti bekerja. Wonwoo memakaikannya seatbelt dan kembali duduk tenang di kursinya, langsung menggunakan seatbelt-nya, menunggu Mingyu yang masih terpaku.

He gave Mingyu as much time as he needed.

When my heart is beating for you And my mind feels Baby Blue Baby my heart's beating for you Come close to me Close to me

***

16:05 – In the halfway

Sepanjang perjalanan pulang dari Cengkareng ke Jakarta Selatan, hanya diam yang menjadi teman mereka, dengan pemikiran mereka masing-masing. Mingyu berusaha fokus dengan jalanan di depannya, sedangkan Wonwoo hanya menghadap jendela seolah menikmati pemandangan selama perjalananannya.

Listen to me I am the man that you've been waiting for Would you push the button that you've been looking for With just one kiss, you're gonna need it more Baby, I could give you what you want

***

16:45 – Lobby Wonwoo’s Apartment

Thank you for picking me up.” kata Wonwoo sebelum membuka pintu mobil itu. Pria manis itu hanya mendapatkan anggukan kepala dari Mingyu. Mingyu masih terdiam sepanjang jalan, kalimat yang Wonwoo katakan tadi masih menggema di kepalanya.

Tak mengapa, hanya itu yang dipikirkan Wonwoo, tak mengapa bila memang hari ini adalah hari terakhir ia merasakan dimanja oleh Mingyu. Tak mengapa bila memang tadi adalah kali terakhir ia mendengar erangan Mingyu memanggil namanya dengan gairahnya yang meluap-luap. Tak mengapa bila tak ada lagi kecupan selamat pagi dari pria itu setelah mereka tidur bersama. Tak mengapa bila ia tak dapat memeluk pria impiannya itu lagi. Tak mengapa bila memang harus seperti itu caranya untuk menyudahi permainan mereka. Tak mengapa dan semoga tak ada penyesalan untuknya.

Wonwoo tersenyum manis ke arah Mingyu, dan keluar dari mobil SUV putih itu, berjalan lurus tanpa melihat ke belakang. Dadanya sakit, hatinya seperti diremat sembilu. Sedangkan, Mingyu masih menatap punggung bidang itu hingga menghilang ditelan pintu automatic lobby apartemen milik si manisnya.

But I guess for now We'll be all inside my head An imaginative state You'd be sleeping in my bed