Awkwardly Awkward
“Thank you, Mas Celo.” kata Putra sopan dengan segera membuka seatbelt-nya ketika mobil SUV yang mengantarnya pulang sudah berhenti di depan bangunan koss-kossan yang bertahun-tahun lamanya pria manis berkacamata itu tempati.
“My pleasure.” jawab Celo, tanpa melakukan pergerakan apapun, bahkan membuka kunci pintu mobil, sedangkan pria lebih muda yang sedari tadi duduk di kursi penumpang itu siap untuk turun, ingin sekali rasanya ia pergi dari benda bergerak tertutup yang membuatnya merasa canggung dengan Celo yang berada di kursi kemudi selama perjalanan mereka pulang.
“Mas, maaf banget tapi pintunya masih kekunci.” kata Putra sambil membuka handle pintu mobil bagian dalam, namun, tidak ada yang terjadi.
Pria tampan berbadan atletis itu tak menggubrisnya, ia malah terdiam dan meletakkan pipinya ke gagang setir mobil, lalu menatap pria manis yang sedang sedikit bingung di sebelahnya. Putra tentu saja sedikit salah tingkah, ia memalingkan tatapannya entah ke mana saja, asal bukan ke pria di sebelahnya ini.
“Lo masih mau ngehindarin gue?” Celo memecahkan keheningan yang sebelumnya hanya ada suara mesin mobil lembut yang masih menyala.
Pertanyaan itu membuat Putra memalingkan wajahnya, menatap Celo dalam samar cahaya dari luar. 'Lho? Kok tahu?' tanyanya dalam hati.
“Iya, gue tau kok. Lo malu ya abis ngomel-ngomel ke gue, padahal yang ngga liat jalan bukan gue?” pertegas Marcelio.
'Udah, boleh ngga diem?' Putra masih terdiam, namun masih ngomong sendiri di dalam hatinya.
“Iya, gue diem. Tapi, normalnya orang kalau salah tuh minta maaf ngga sih, Put?” tanya Marcelio, sedikit menyindir kelakuan putra siang tadi.
Putra masih terdiam, “At least nanyainlah keadaan jidat gue, atau balikin trombopop yang gue simpen dimeja lo.” kata Marcelio.
'Mampus kan? Utang budi lagi lo, Ta, sama ini bujang satu.' rutuk Putra dalam hatinya.
“Bawa aja, buat lo pake abis mandi.” kata Marcelio ketika melihat Putra membuka tas ransel hitam kesukaannya, ingin mengembalikan trombopopnya.
Cklek pintu kunci mobil terbuka, pertanda Marcelio sudah membiarkan Putra untuk keluar dari mobilnya. Tapi, pria manis berkacamata itu masih terdiam.
“Lo mau turun atau ikut gue pulang?” tanya Marcelio yang melihat bawahannya membeku.
“Tadinya gue mau ngunci lo sampe minta maaf, but it seems like it'll take forever,” kata Marcelio. “Besok pagi gue harus ke kantor klien sama Winter. Jadi, lo turun deh, kalau ngga mau ikut gue pulang.” lanjut Marcelio.
“Besok meeting, Mas?” tanya Putra.
'Akhirnya, buka suara juga nih bocah.' kata Marcelio dalam hati.
“Hmmm.. Kalau ada yang mau lo diskusiin chat aja,” jawab Marcelio dingin — soalnya pria tampan ini berusaha se-cool mungkin.
“Termasuk minta maaf karena udah ngebentak gue, kalau malu lo bisa chat gue, anytime.” lanjut Marcelio, tersenyum dalam remangnya.
Apa yang Putra lakukan? Betul, pria manis itu berlagak tidak mendengar manager-nya itu, dan tentu saja langsung membuka pintu mobil, menutupnya, lalu membungkukkan tubuhnya setengah, segera berbalik dan berlari.
“Hati-hati!” kata Marcelio dari dalam SUV-nya ketika melihat tingkah laku Putra, tentu saja Putra tidak akan mendengarnya.
“Yaelah, pake lucu lagi.” kata Marcelio sambil tersenyum, sembari mengganti gigi matic-nya, memastikan Putra sudah masuk ke dalam dan ia menekan pedal gas mobilnya pergi meninggalkan pintu depan gerbang koss-koss Putra.