The Proper Proposal


part of Reunited Universe
full of fluff, a glance discussing characters who died.

Hari Minggu ini, tinggal gue sama Wonwoo di rumah karena Yulna dibawa kabur Jihoon dan Soonyoung untuk nonton Fantasia Putri Sophia 3D, padahal rencananya Sabtu depan gue mau bawa dia ke sana, tapi ya sudah, mungkin ke teater nonton live action Snow White lucu juga.

Dan kalau kalian bertanya, Iya, sekarang gue sudah tinggal sama Wonwoo. Baru beberapa hari dan gue sangat amat bahagia, gimana kalau gue bener-bener menikahinya? Gue sudah membayangkan betapa menyenangkannya hari-hari gue, ya walaupun akan selalu ada saja cobaannya nanti, tapi kalau semua itu sama Wonwoo, gue yakin sih gue bisa melewatinya.

Gue sudah siap-siap sekarang, mumpung Yulna pergi jadi gue mengagendakan pacaran hari ini ke Ancol. Entah kenapa harus ke Ancol? Ini semua memang ide anak-anak WherzKim saat gue meminta saran dari mereka, kemarin.

'Wonwoo ngga suka makanan laut.' ketikan gue diroomchat

'Dih, hari gini Sagarra sama Jimbaran?? Lé Bridge lah!' jawab nickname Bambang.

'Lé Bridge romantis, bang. Gue reservasiin mau?' nickname Kwannie bagai malaikat menawarkan bantuan di sana.

'Tolong, Kwan. Makasih.' jawab gue.

'Besok ya, jam 3. Okay. Terus? Makanannya mau langsung pesen? Jadi, lo dateng ngga usah pesen-pesen.' gue nurut.

'Tenang, Bang. Gue pesenin! Makanan dan minuman enak. Gue jamin lo suka!' ketik nickname Yugi Oh dan entah kenapa gue nurut aja.

Kira-kira itu isi chat gue kemarin sore dengan tim gue. Seketika..

“Yang, sorry! I forgot to bring a towel, can you please bring it for me?” kata pria itu dari balik pintunya. Ya Tuhan, godaan lagi.

“Ini. Mau diandukin ngga sekalian?”

“Kamu mesum banget! Kenapa sih? Dasar, Sugar Daddy!” Katanya tertawa dan langsung menutup pintu. Efek ketahan 2 tahun kali ya? Pengennya sama dia terus, ngga pengen lepasin, kalau bisa sih gue kantongin malah. Haduh, sayang banget gue sama manusia itu. Ngga paham lagi.


“Beneran ke Ancol dong.” Katanya setelah gue sudah memarkirkan mobil di pelataran parkir Lé Bridge.

“Makan steak sambil liat sunset, biar kaya anak senja kalau kata Yugyeom.”

“Aku, kamu, kopi dan senja.” Kata gue lagi, si dia yang kini jari tangannya sudah bertaut dengan jari tangan gue tertawa hingga hidung bangirnya mengkerut. Salah satu keindahan dunia kalau kata gue, sayang ngga bisa dimiliki orang soalnya sudah punya gue — Kim Mingyu.

Gue dan Wonwoo langsung masuk ke salah satu meja yang bertuliskan reservation, terima kasih untuk anak-anak WherzKim yang mau memesankan meja dan bahkan memilihkan menu makan malam senja romantis buat gue dan si dia.

Si dia membaca sebuah tulisan yang terletak di atas meja, “Kamu udah reservation? When?” Tanyanya. Ya wajar sih dia tanya kapan, sedangkan kemarin gue jarang megang handphone seharian dan asyik bermain bersama Yulna.

“Anak-anak Wherz yang nyaranin, katanya di sini yang bisa pesen menu ngga pake makanan laut.” Kata gue, jujur banget.

Niatnya gue mau ke sini sore jam 3an, supaya malem udah bisa main sama anak semata wayang gue, tapi taunya sampe sini beneran senja. Jam 5 sore sekarang. Tadi abis brunch kita malah cuddle dan asik melakukan hal-hal domestik kaya pacaran dua tahun lalu. Gue juga harus berterima kasih ke Jihoon dan Soonyoung sih untuk itu — mau jagain Yulna.

Sejujurnya, gue ini sedang grogi, gue hanya berusaha sekeras mungkin untuk terlihat baik-baik saja, padahal perut gue ribut digergotin yang namanya kupu-kupu dan jantung gue bergemuruh. Pergi ke tempat ini, bukan karena hanya ingin mengajak Wonwoo untuk makan malam, tapi ingin bicara serius. Empat mata, hanya gue dan dia, serta langit di pantai Ancol yang jadi saksinya — nanti.

Gue mencoba menenangkan hati gue dengan mulai membuka suara, “Kamu udah bilang ke Jihoon, nanti kita jemput Yulna di rumah mereka?” Tanya gue kepada si dia yang daritadi asik menikmati angin dan harumnya laut.

“Udah, mereka baru sampe rumah katanya. Yulna jajan banyak coba.” Kata si sayang memfokuskan matanya pada ponsel sembari menunjukkan foto-foto Yulna dan beberapa video yang di post Jihoon dan Soonyoung di Instagram mereka.

Dan video terakhir, Wonwoo menunjukkan video Yulna sedang joget di atas trotoar, “Anak kita liat deh, kelakuannya ajaib banget. Gemes. Pengen aku uyel-uyel.” Kata si dia dengan mata yang tak kunjung lepas dari layar pipih digenggamannya. Anak kita, akhirnya gue sekarang juga lebih sering mendengar kata anak kita daripada anakmu atau anakku. Dan itu, bagus. Gue lebih suka kata kita bila menyangkut Wonwoo dan Yulna.

“Kenapa?” Tanyanya, mungkin dia bingung dengan gue yang menatapnya penuh puja. Ulangi, penuh puja. Gue ngga habis-habisnya merapalkan kalimat 'aku sayang banget sama kamu dan Yulna.' setiap menatapnya, sampai rasanya ingin meledak aja, bahagia karena dia di hadapan gue, dia nyata dan dia di sini. 'Jangan pergi lagi, tolong!'

Gue tersenyum, “Ngga pa-pa, kamu cantik.” Kata gue. Jujur, sembari merapihkan surainya yang mulai menusuk mata.

“Kamu gondrong euy.” Kata gue.

Dia tersenyum, mengambil tangan gue yang mengelus surainya, “I remember very well, you ever said that kamu suka rambut aku yang segondrong ini if I'm not mistaken.” katanya. Iya, gue pernah bilang itu dan dia melakukan hal yang gue suka. Gue kaget sih, karena Wonwoo yang gue kenal sangat keras kepala. Mana ada sih dia nurutin gue? Okay, sejak terakhir gue lamar di hotel waktu itu, dia memang agak penurut. Dan gue suka, dan jelas gue makin sayang.

“Suka, suka banget. Kamu makin cantik. Tapi, kalau kamu ngga nyaman dan liat deh poni kamu nusuk-nusuk gitu, potong aja. Apapun potongan kamu, kamu tetep cantik.” Kata gue, ini bukan sedang ngalus, ini bukan gombal. Gue serius.

“Bareng yuk! Kita potong rambut bareng kaya dulu.” Kata si dia.

“Yuk!” Kata gue menuruti. Apa aja buat kamu, dek. Apapun!

Makanan gue dan si dia sudah terhidang di hadapan kami, Yugyeom ini sih kerjaannya mesenin dua steak wagyu untuk gue serta Wonwoo, milshake untuk Wonwoo tapi Bir Bintang Zero untuk gue. Besok, gue potong bonusnya. Ngadi-ngadi.

“Bentar, yang. Ini aku mau marahin Yugyeom dulu, mesenin aku minum kok bir enol alkohol, sekalian aja ngga sih?” Geramku yang dibalas tawa manisnya, manis banget sampai kayaknya gue yakin gula darah gue cukup bikin gue sugar rush sekarang juga.

Si dia yang masih tertawa sembari menutup mulutnya dengan salah satu tangannya itu, menahanku untuk mengambil ponsel, “Di makan dulu steaknya, nanti kita pesen minuman lain. Kan kamu tau anak-anak Wherz doyan banget jailin kamu. Haha.” Dia yang masih tertawa. Gue nurut, dan ngga beberapa lama si cantik di hadapan gue ini memesan Ice Lemon Tea buat gue. Nah, gitu dong, emang cuma Wonwoo yang paling tahu selera gue, yang lain kaleng-kaleng.


Meja sudah dibersihkan sekarang, yang ada tinggal air mineral, setengah gelas milkshake, bir alcohol zero yang ngga tersentuh dan ice lemon tea punya Kakak. Aku ngga tahu niat pria tampan bertubuh tinggi ini mengajakku ke sini, tapi yang jelas memiliki quality time bersamanya seperti saat sebelum aku melarikan diri memang moment yang paling aku rindukan. Semoga ke depannya akan lebih banyak momen lain yang bisa aku dan Yulna bayar untuk orang yang berada di hadapanku ini. Semoga masih banyak waktu untuk kita.

Aku tahu sedari tadi dia gugup, jadi kadang kuberikan dia waktu untuk menenangkan dirinya dengan berpura-pura melihat laut yang kini sudang berwarna oranye dan kemerahan. “Cantik banget.” Dua kata yang semoga dapat melupakan kegugupannya.

“Masih, cantikan kamu.” Jawabnya. Aku tahu si dia sedang tidak menggombal, aku tahu dia sedang menatapku dan yang paling aku tahu kini aku gugup. Salah tingkah.

“Dek.” Aku kaget saat dia memanggilku dengan sebutan dan suara khasnya. Selalu membuatku merasa berada di bawah dominasinya, and it doesn't hurt. Dia sedang ingin berbicara serius, itu yang aku tau.

“Ya?” Tanyaku memandangnya, aku ini berani sumpah kalau aku sangat menyayangi si dia yang kini memegang salah satu tanganku. Kalau ini di rumah dan hanya kita berdua, mungkin aku akan seperti koala yang hanya bergelayutan di lengannya. Trust me, aku semanja itu kalau sama dia.

“Maaf ya, kemarin aku ngelamar kamu ngga bener. Lagi ena—” aku langsung menutupi mulutnya dan melihat sekitarku. Semoga ngga ada yang denger.

“Kak, malu.” Kataku, aku yakin kini pipiku sudah berwarna merah, selain karena angin laut ditambah lagi dengan ya aku malu kalau mengungkit kejadian itu. Bagaimana tidak sih? Dia mengajakku menikah ketika tubuh kami benar-benar sedang bersatu. Miliknya sedang berada di dalamku. Oh, malam itu. Hah!! Sial, otakku jadi berjalan-jalan ke hari itu.

“Ngga ada yang denger, Dek. Cuma ada kita ini, sayang.” Kata si Dia, meyakinkan kalau rahasia ini aman untuk orang asing, tapi tidak untuk sahabat kita. Aku habis dicela Jun, Jihoon dan Soonyoung, dia pun habis ditertawai Hao dan Dikey.

Dia kini sudah menggenggam tangaku, mengelusnya dengan ibu jari dan mulai bicara lagi, “Jangan dipotong, aku mau ngomong serius.” Katanya dan jantungku berdetak kencang, tentu saja.

“Maaf karena kemarin ngelamar kamu waktu kita sedang melakukan hal yang iya-iya. Tapi, waktu itu aku ngga bisa nahan diri lagi, aku cuma mau kamu dan Yulna sama aku. Bahkan aku ngga ngasih kamu cincin, justru aku ngasih kamu kondom malam itu untuk dipakein ke aku. Maaf banget, tapi aku suka—”

“Dan itu bukan fokus kita malam ini.” Kata Kak Mingyu, kemana-mana kan omongannya? Lucu banget sih My Baby Pooh. Dan aku hanya tertawa, iya, aku tertawa melihat tampangnya yang antara gugup dan kebingungan. Aku sudah tau arahnya sekarang.

“Sekarang aku mau ngelamar kamu dengan benar. Jadi, kalau orang lain nanya kapan dan dimana kamu di lamar, seenggaknya kamu bisa jawab di tempat romantis.” concern banget ya kesayangan aku ini, rasanya pengen aku ciumin mukanya sampai dia sesak dan memeluknya sepanjang sisa malam. Beneran. Segemes itu.

“Dek, nikah yuk sama aku!” Ajaknya sembari membuka kotak kecil beludru hijau yang gue yakini itu adalah cincin dan jawabanku akan tetep sama. Ada atau ngga adanya benda itu.

“Iya, kak. Ayok!” Jawabku tanpa hesitate sama sekali. Takku berikan jeda mengisi antara aku dan Mingyu kali ini.

Si dia mengeluarkan lingkaran mungil dan memakaikannya ke jari manis sebelah kiriku dan mengecupi punggung tanganku dengan lembut. Aku tahu, aku melabuhkan hatiku pada tempat yang tepat. Aku tahu, hanya kepada pria ini aku pulang. Aku akan selalu pulang.

“Jadi—” kata si dia. Keningku mengernyit, tanda bertanya untuk kelengkapan kalimatnya.

Venue, dekor, makanan yang kemarin buat nikahan Jun kamu suka?” Tanya Mingyu masih mengelus punggung tanganku. Kenapa sekarang malah bawa-bawa Jun?

“Iya, suka. Paling sekarang udah di rombak lagi sama, Jun. Kan aku waktu itu bilang, itu ngga dia banget.” Jawabku.

“Iya, memang itu kamu banget.” Aku hanya mengangguk. “Mba Andrea juga udah finalisasi dalam bentuk 3D akan kaya gimana semua pilihan kamu dijadiin satu. Aku suka.” Kata pria dihadapanku ini sudah lebih santai.

Sebentar, itu tempat nikahan Jun dan kenapa dia suka? Dia mau nikah sama Jun? Kan aku yang dilamar? Iya, aku bingung.

“Haha, pasti kamu mikir aku mau nikah sama Jun karena itu hallnya Jun?” Si dia yang tampan itu masih tertawa. Ternyata aku kebaca. “Ngga, sayang. Itu buat nikahan kita.” Kita? Sebentar, mulutku terbuka sekarang. Ngga pernah terbayangkan oleh si aku yang impulsive ini untuk menyiapkan pernikahan secepat ini. Ini apa sih?

“Maksud kamu?” Tanyaku, ini pertanyaan untuk meyakinkan diri sendiri.

“Mba Andrea itu pemilik WO yang aku dan mama siapin untuk resepsi kita.” Jelas Mingyu kepadaku.

Sebentar.... let me process this things. Itu bukan tempat pernikahan Jun tapi punya Mingyu dan Wonwoo. Jadi, gue akan nikah? Dong? Yakan? Kapan? Secepat ini? Ya ngga apa sih, but? What!!!!!

Seriously? Why you in hurry? Maksud aku, kamu baru ngelamar aku ini cincinnya masih anget.” Kata ku menunjukkan cincin yang sudah menetap manis di jari manis kiriku.

“Mau cepet ngiket kamu. Aku rasa ngga usah lamaran-lamaran minta sana-sini.” Jawabnya, ya memang benar sih. I have nobody in this world selain Mingyu, keluarganya, serta remehan jasjus dan teman-teman WherzKim. Oh iya, Yulna. Aku juga punya Yulna.

“Nanti kita ke makam bunda dan ayah, aku udah izin sama beliau sebelum Yulna sakit waktu itu. Nanti kita ajak Yulna kenalan sama eyangnya yang di Yogya,” Kata Mingyu. Hah? Mingyu ke Yogya? Ke makam bunda sama ayah? Okay, Kim Mingyu.. I will love you 'till the end of my life. Maksudku, bahkan aku ngga kepikiran untuk itu.

“Aku udah ngobrol sama Bang Cheol, nanti kita ke sana juga barengan sama Yulna, biar ketemu sama uncle Cheol-nya. Abang pasti pengen ketemu.” Kata Mingyu lagi. Lelaki ini ngga pernah ada habisnya mengagetkanku.

“Kamu tinggal bilang mau nikah kapan, biar Mba Andrea yang ngurus. Aku sama kamu kerja aja.” Kata si dia, mencium semua jari-jariku, memgabsennya dengan kecupan-kecupan lembut.

“Boleh. Boleh banget. Aku janji aku mau nurut sama kamu, jadi semua aku serahin ke kamu. Aku sangat-sangat percaya dan I'm a hundred percent sure that I'm with the right one, yaitu kamu.” Jawabku. Hatiku melega, jiwaku lebih tenang dan semua beban di pundak rasanya terangkat setelah kalimat itu keluar.

“Oke. Kita urus semuanya.” Jawabnya yakin, dan selalu begitu.

“Aku sayang kamu. Sayang banget.” Kata pria itu, menunggingkan badannya dan mencium keningku.

“Aku juga sayang banget sama kamu, Kak,” kataku disela-sela si dia mencium keningku yang cukup lama.

“Mau pulang? Aku mau cium kamu banget, dari tadi ngga bisa.” Kata si dia dengan wajah komikalnya, berdiri dan mengulurkan tangannya untuk aku gapai.

“Yuk!” Aku menurutinya dan menggenggam tangannya.

Ngga. Untuk kali ini aku ngga akan melepaskannya lagi. Kemarin terakhir, dan aku akan menggenggam tangan ini selamanya. Kalian saksinya.