The Real Cemburu Menguras Hati

[NARASI 5]


Part of Backstage 🔞 universe
CW// details matured content implisit — informal & harsh words
**TW// Jealousy — the 3rd person **

You can call me stupid, tapi kayaknya rasa cemburu gue sudah naik setinggi gunung, apalagi saat mengetahui kalau kekasih gue sudah berkenalan dengan orang yang jelas-jelas mendeklarasikan dirinya sedang menyukai Kim Mingyu — pacar gue. Sekarang, perasaan gue semakin kacau, perut gue mules.

Gue awalnya ragu masuk ke café temen Kak Han ini, gue capek sendiri sama perasaan cemburu gue sampai Soonyoung chat kalau Mingyu mendadak badmood. Seharusnya gue ngga sih yang badmood di sini? Sekarang gue masih di mobil, menimbang-nimbang untuk turun atau ngga.

Gue harus masuk sih supaya that bitch ngga seenaknya mendadak nyelonong masuk ke backstage.

'Fuck Chanyeol and his friend!' gerutu gue.

Okay, inhale — exhale, itu yang sedang gue lakukan di mobil gue sekarang. Gue harus turun penuh percaya diri, supaya cowo yang berniat godain pacar gue itu benar-benar enyah. Mengesampingkan insecurity gue belakangan ini yang bikin gue ngambek terus ke Mingyu yang jujur dia bahkan ngga tahu apa-apa.

Kini gue sudah melangkahkan kaki gue ke dalam café, gue langsung menemukan pria lucknut itu sedang duduk di meja yang berada di tengah café, dekat panggung. One more time, dekat panggung. Tatapan kami bertemu, dia melihat gue saat gue melihatnya. Cakep, cowo itu wajar mendapat julukan Maskot Teknik ya karena emang ganteng. Gue yang kayak gini hanya emping dari sate padang kalau dibandingin sama dia. Bukan sate padangnya. Ngertikan?

Gue mengacuhkan pandangan gue, dan langsung berjalan ke backstage. sorry kalau gue punya privilege berada di samping cowo gue, sedangkan lo duduk di sana.

“Hai!” Sapa gue renyah saat melihat orang-orang yang gue kenal sedang berkumpul di dalam satu ruangan tunggu. Orang-orang berisik menyapa gue, sedangkan satu orang menubrukkan badan kingkongnya ke badan gue yang ringkih ini.

“Hai. Kangen.” Kata pria itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah kekasih gue, si Kim Mingyu.

“Miss you too. Tapi kayaknya semalem kita bobok bareng.” Kata gue, melingkarkan tangan gue di leher Mingyu, menyisir pelan surai hitamnya. Hal yang gue yakini dapat menenangkan Mingyu yang lagi gelisah, seperti saat ini.

Jujur gue emang tipe cowok yang manja, apalagi di hadapkan sama sesosok Kim Mingyu. Tadi pagi gue bahkan merengek supaya dia ngga latihan dan ikut gigs hari ini, dan sekarang entah kenapa jadi dia yang super clingy. Apa mungkin dia takut gue marah karena tahu tadi dia berkenalan sama pria yang jelas-jelas semua orang tahu kalau pria itu menyukainya?

Tiba-tiba ada sebuah ketukan di belakang gue. Ketukan dari daun pintu yang terbuka, semuanya diam. Mingyu pun terdiam, gue menengok ke balakang dan ikut terdiam. Hanya satu orang yang berdiri menyambut ketukan itu.

“Eunwoo! Masuk aja!” Kata pria tinggi yang gue yakin tiang kalau disejajarin sama dia pasti minder — Chanyeol.

“Eh, temen gue boleh masuk kan?” Tanya Chanyeol, meminta izin kepada semua orang yang ada di dalam. Chanyeol menatap mata Kak Han intens, menunggu kakak tingkat gue memberikan izinnya walau hanya dengan anggukan. Dan iya, Han melakukannya.

Damn it! berbagi udara dengan orang yang lo anggep saingan is a bad idea, gue susah bernafas.

Mingyu menggendong gue dengan santai, seperti biasa. Melihat gue dan Mingyu PDA —Public Display of Affection— adalah hal yang biasa buat anak-anak the basecamp, seperti peluk-peluk, cium-cium atau sampai ngeliat Mingyu menggerayangi tubuh gue atau saat gue iseng menggerayangi tubuh Mingyu. Jadi, kalau hanya gendongan ala bridal style yang Mingyu lakukan sekarang juga bukan hal yang patut dipertanyakan. Kecuali 2 pasang mata yang gue ngga peduli keberadaannya.

Mingyu mendudukan badannya yang masih menggendong gue di salah satu sofa di ruangan itu. Memeluk pinggang gue posesif, memaksa gue untuk tetap dipangkuannya. Gue sih seneng banget.

Ini nih, saatnya lo liat kalau lo ngga punya celah sama sekali ke Mingyu. Sama sekali. Gue bold ya? sama sekali. Tapi, somehow gue ngga mau takabur sih, takutnya Mingyu suatu hari akan bosan sama sesosok Jeon Wonwoo. Tapi yang sekarang dulu deh, kita usir dulu hama weréngnya.

Gue memijit bahu kekasih gue dan bibir Mingyu sudah menjamah wajah gue dengan acak, dari kening, hidung, pipi, rahang sampai kini stop di perpotongan leher gue. Menjilatnya, gue rasakan hangat nafasnya dan basah karena salivanya. Oh yeah, that part makes me wanna him to touch me more.

“Big guy, banyak orang.” Kata gue berbisik. Dalam hati gue 'Yes, Baby. Lick me more.' gue memang jalang yang diciptain Tuhan hanya untuk Kim Mingyu. Gue yakin 100%, karena gue ga pernah kaya gini sama mantan-mantan gue. Gue mengulum bibir gue untuk menahan desahan yang pengen banget gue keluarin.

Seperti sekarang, tangan bebas Kim Mingyu sudah ada di dalam kaos hitam yang dilapisi cardigan oversize cokelat yang gue gunakan. Mengelus perut gue dengan sensual. Jujur I wanna blow him job like right now. Pipi gue memanas, bibir gue masih gue kulum. Pengen banget mendesah, Mama!! Tapi gue harus tahan, beres manggung gue akan culik dia, itu mission gue malam minggu ini.

“Heh!” Tegur salah satu teman gue dengan melemparkan kulit kacang ke arah gue dan Mingyu. Gue hafal banget nih suara Jun yang pengen banget gue geplak.

“Apa sih?” Tanya Mingyu yang menghentikan kegiatan mengulum perpotongan leher gue.

“Ada Chanyeol sama Eunwoo!” Kata Jun. Duh, lagi enak, kenapa di ingetin sih? Jun emang sialan.

“Ya, sorry. Enak.” Kata gue santai. Melihat ke arah pria yang bernama Eunwoo dan bergantian ke arah orang pertama yang akan gue bunuh kalau bunuh orang tiba-tiba halal — Chanyeol.

“Berapa menit lagi naik panggungnya, Kak Han?” Tanya gue, masih diposisi yang sama.

“Setengah jam lagi, kurang lebih.” Jawab orang yang gue panggil Kak Han itu

“Gue bawa Mingyu ke mobil ya? Telfon gue kalau udah mau mulai. Handphone gue ngga gue silent.” Kata gue mengangkat smartphone gue dan menarik kekasih gue pergi dari ruangan itu tanpa persetujuan siapapun.

Bilang libido kita tinggi, iya, tinggi banget. Kayaknya setan ngewe demen banget ngedeketin kita dan berbisik 'Ayo, dong ngewe lagi. Masa gitu doang!' kalau kita lagi berdua. shit! setan ngewe bangsat, bikin gue sange terus di deket Mingyu, plus gue lagi cemburu ngga jelas dan lagi ininsecure-insecure-nya, bikin gue makin-makin. Seperti sekarang.

Sekarang kita berdua sudah di mobil gue, mobil SUV yang ngga gede-gede banget, tapi cukup untuk gue mengatur jok kursi penumpang di samping supir lebih ke belakang dan duduk dipangkuan Mingyu. Mengulum rakus bibirnya, melumat habis bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Nafas kami menderu berat, seperti pemburu bertemu dengan mangsanya. Tapi, masalahnya di sini gue ngga bisa tahu siapa yang memburu, siapa yang jadi mangsanya. Karena kami berdua predator untuk satu sama lain.

Gue mulai membuka kancing kemeja putihnya yang akan dia pakai untuk manggung malam ini, gue mengecupi rahangnya, menggigit lehernya.

“Aish! Sakit, Kitten.” Keluhnya, dengan nafas yang mulai teratur.

“Aku cemburu!” Kata gue dengan nafas yang masih sedikit tersenggal.

“For what?” tanyanya.

“Kamu hmph—” kata gue yang terpotong dengan desahan karena Mingyu sedang memilin puting gue dengan lidahnya di sana. Sumpah, lidah Mingyu tuh—. Gue mau mendesah gila!

“Kamu kenapa?” Tanyanya disela kegiatan licking and twist my nipples.

“Nghh.. udah kenalan sama dia.” Kata gue masih mendesah. Ini enak banget, tapi ngga enak banget kalau disela-selanya lo mau ngomong serius kaya gue. Karena fokus Mingyu hanya pada desahan gue, bukan kalimat yang gue mau gue omongin. Jujur, gue kenal banget sama otak Mingyu. Mingyu menuntun tangan gue mengelus celana bahan hitamnya. Keras.

“Kan aku udah bilang sama kamu, yang bisa bikin aku gila kaya gini cuma kamu. Mau kenalan sama siapapun.” Kata Mingyu, menjelaskan ke gue lagi dan lagi, berkali-kali.

Gue mulai ngga enak karena gue selalu overthinking dan overreacting sama apapun yang menyangkut Mingyu. I don't wanna lose him. I love him, really! Really really love him, like alot!

“Maafin aku yang ngga pedean ini ya.” Kata gue, memeluk kekasih gue itu.

“Aku berjuta kali bilang. I love you, cuma kamu yang aku mau. Stop overthinking-nya. Aku ngga mau kamu capek mikirin hal yang ngga penting, Kitten.” Kata Mingyu. Nada suara memohon yang selalu membuat gue bertekuk lutut untuk menurut. Mingyu mengecup sayang kening gue, pindah ke pelipis, pipi, hidung dan sekarang lumatan penuh dengan nafsu pun kembali. Di mobil gue, saat ini hanya ada desahan dengan jari Mingyu bermain di lubang anal gue. Gue bahkan ngga inget kapan kekasih gue memasukkan tangannya ke sana.

Waktu kita ngga banyak, sebentar lagi gue yakin temen-temen gue rewel menelfon ponsel gue untuk meminta Mingyu masuk ke sana. Tapi, gue ngga mau siapapun liat kalau kejantanan Mingyu sedang mengeras sekarang. Gue mencium sayang kening Mingyu, pindah ke kursi pengemudi, duduk menghadapnya, membuka resleting celana bahannya, dan mengeluarkan benda kenyal berurat yang sekarang mengeras itu. Emang dari di backstage gue ingin memberikan dia blowjob kan ya? Dan my dream come true, gue bersihkan kejantanannya dengan tissue basah yang ada di mobil gue sambil memberikan pijatan-pijatan sensual sebisa gue. Mingyu meringis, enak.

“Aku ngga usah ke pijat plus plus kalau gini.” Katanya.

“Enak aja, sejak kapan boleh!” kata gue mengerucutkan bibir gue. Setelah gue rasa preparation-nya cukup, langsung gue kulum benda itu layaknya lolipop yang berwarna-warni dan manis.

“Ahhng.. Damn your tongue Jeon Wonwoo!” dan desahan-desahan lainnya yang pasti memanggil nama gue. Sampai benda keras itu berkedut di dalam rongga mulut gue dan mengeluarkan segala isinya — di dalam sana. Tanpa fikir panjang, gue langsung melakukan apa yang pernah dia lakukan ke gue dan itu sexy banget menurut gue. Transfer sperma. Gue lumat bibirnya yang masih mengatur nafas karena pelepasannya dengan bibir gue yang masih ada setengah sisa putihnya, gue berikan di sana sembari melumat bibirnya rakus.

“Love you, Kim Mingyu.” Kata gue setelah gue melihat si dia yang berantakan karena gue, dengan senyum bangga.

“Love you more, Jeon Wonwoo.” Kata Mingyu.

“Your sperm taste sweet.” kata gue. Karena memang setahun belakangan ini Mingyu mengganti rokoknya dengan vape sesekali. Namun saat dia merasa bibirnya pahit, dia lebih suka melumat bibir gue sih.

“Aku udah ngga ngerokok lagi, remember?” Tanya Mingyu yang kini sedang merapihkan bajunya. Yang kemudian mencium pucuk kepala gue.

“I will make you satisfy tonight. Maaf ya, aku keluar sendiri.” Katanya mengecup pipi gue.

“No worries. Kita masih banyak waktu.” Kata gue.

“Udah rapih? Yuk! Yang lain nanti bawel. Kita masih ada 5 menit lagi.” Kata gue, keluar mobil yang diikuti Mingyu.

Gue yakin, yakin banget, kalau ada sepasang mata yang merhatiin gue dan Mingyu sedari kita turun dari mobil sampai gue dan Mingyu masuk ke ruang tunggu.

“Udah puas?” Tanya Han yang dibalas cengiran oleh gue dan Mingyu.

“Mingyu udah ngga bete ya, batre full.” Ejek Soonyoung yang dibalas cacian oleh Mingyu.

“Stand by ya, 5 menit lagi kalian naik!” Kata orang yang gue tahu banget itu pemilik café — Bang Bambang.

“Eh Wonwoo! Udah sehat lo?” Tanyanya ketika melihat gue.

“Udah bang, alhamdulillah.” Jawab gue.

“Minggu lalu, Mingyu dapet banyak banget free drink. Hari ini juga udah ada nih satu.” Katanya lagi santai. Wah, ngga tau aja dia gue lagi insecure. Yang gue jawab dengan cengiran gue.

“Kasih Soonyoung aja, Bang. Gue nyetir.” Jawab Mingyu santai yang dijawab dengan acungan jempol oleh si empunya café.

Café ini tuh kaya Bar juga sih, karena selain berbagai macam kopi, mereka juga menyediakan bermacam jenis alkohol mahal dan dessert yang enak-enak, favorite gue cheesecake matcha.

Jihoon and the band naik ke atas panggung, tempat ini mendadak ramai. Adek gue yang emang suaranya bagus mulai membuka suara, memperkenalkan lagu yang akan mereka bawakan malam ini. Satu lagu sudah dibawakan, lagu kedua sedang berkumandang, lagu kesukaan gue sama Mingyu kalau lagi cuddling — Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki dari Sheila On 7. Ichan makin keren saat memetik bassnya. Itu adek ipar gue.

“Sorry, boleh ngobrol?” Seseorang mencolek bahu gue. Gue kaget karena yang nyolek gue ya si Eunwoo itu.

“Ya?” Tanya gue males-malesan.

“Gue mau ngobrol! Boleh?” tanyanya lagi.

“Buat apa?” Tanya gue acuh.

“Kalau lo izin ngerebut laki gue, ngga akan pernah gue kasih.” Kata gue judes.

“Gue ngga pernah ada niat bagi Mingyu.” Kata gue lagi.

“Saingan sportive gimana?” Tanya Eunwoo. Oh waw, bernyali.

“Gue udah di finish ngga sih? Ngapain balik lagi ke start?” Tanya gue.

Please, gue mau mengkhayati lagu gue, lo enyah aja anjing! rutuk gue.

“Mingyu bahkan belum kenal gue. Jadi, kita berdua ngga tau kan ending-nya seperti apa? Siapa tau dia berubah fikiran pas dia kenal gue?” Kata cowo itu. Ya Tuhan, pengen banget nonjok orang. Sumpah! Tapi, ngga, gue sabar. Gue masih diem.

“Lo berani potong titit lo kalau Mingyu ternyata ngga mau sama lo?” Gue menawarkan sebuah offering yang cukup gila.

“Ewh, lo sadis banget.” Kata Eunwoo masih santai.

“Biar gue yakin, titit lo dan lo ngga akan ganggu gue sama Mingyu ke depannya.” Kata gue.

Apa gue yakin sama perasaan Mingyu yang emang cuma untuk gue setelah kenal pria di samping gue? Jawabannya ngga. Gue ngga yakin. Siapa tau cowo ini bisa jadi sangat manulipulatif ke depannya? Selalu playing victim kaya istri kedua yang bikin gue akan berantem sama Mingyu terus-terusan sampai hubungan kita yang asic jadi toxic. Ngga mau. Gue ngga mau hubungan gue sama Mingyu kaya di drama-drama korea.

“Lo ngga yakin kan, kalau Mingyu akan milih lo? Muka lo nunjukin semua.” Kata cowo itu sambil tersenyum picik dan memberikan gestur tangannya di depan mukanya yang Demi Tuhan pengen banget gue tonjok sekarang.

“Whatever, gue ngga mau bertarung sportive atau apapun itu yang lo tawarin ke gue. Titik!” Kata gue.

“Kalau emang lo suka sama Mingyu, silahkan itu hak lo. Tapi lo ngga berhak ngerusak hubungan orang.” Kata gue. Meninggalkan pria tolol itu sendirian dan berjalan ke ruang tunggu.

Kalau emang suatu hari magnet gue dan Mingyu udah saling melemah ya gue bisa apa?