There is a Rainbow After the Rain
[Narasi 4]
tw//explisit matured content — Details — Harsh words 🔞
Please be wise readers
Seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya sedari hari Minggu lalu kalau panitia inti atau biasa dipanggil the Basecamp akan berkumpul Jum'at ini di apatemen Wonwoo dan Seungkwan untuk membahas update masing-masing dari ketua sie panitia.
Wonwoo dan Hao sampai duluan ke apartemen Wonwoo. Salah satu pria dengan badan langsing yang selalu bergaya modis dan potongan rambut mullet-nya langsung mengambil posisinya di sofa ruang tengah Wonwoo, menyalakan TV.
“Masuk aja, anggep rumah sendiri!” kata Wonwoo menyindir Hao yang sudah dalam posisi enaknya di sofa itu dan dibalas oleh tawa renyahnya.
“Kok gue jarang liat lo sama Mingyu sih, Won?” tanya Hao setengah berteriak, karena kini Wonwoo sudah ada di kamarnya.
“Lagi berantem!” kata Wonwoo dari dalam kamarnya, suaranya juga setengah berteriak.
Setelah selesai mengganti pakaian yang dia gunakan dari pagi menjadi t-shirt berwarna putih kegedean yang Hao yakini itu adalah t-shirt Mingyu dan celana berpinggang karet di atas lutut, keluar dari kamarnya menghampiri Hao.
“Kenapa berantem?” tanya Hao ketika melihat sahabatnya sudah keluar dari kamarnya.
“Sebel sama cowo ganjen yang suka sama Mingyu.” jawab Wonwoo.
“Tapikan Mingyu ngga ngapa-ngapain, anjim!” omel Hao.
“Iya emang, mukanya aja dia ngga tau yang mana! Tapi, gue sebel like bisa ngga sih lo tuh udah jangan gebet cowo gue.” kata Wonwoo kesal, menyenderkan badannya di senderan sofa. “Terus, dateng ke cafe tempat Mingyu nge-gigs saat gue ngga ada tuh maksudnya apa sih, anjing!” dumelnya.
“Di otak sama tititnya Mingyu tuh cuma ada lo, Won. Ya kali!” kata Hao merebahkan kepalanya ke paha Wonwoo.
“Tetep aja guekan insecure, Hao! Coba lo bayangin, cowo yang ngegebet pacar lo tuh ganteng! Malah ada yang bilang Maskot Teknik saking gantengnya.” kata Wonwoo.
“Lo cari tau tentang dia? Sumpah?” tanya Hao terlonjak, Wonwoo menganggukkan kepalanya.
“Gue harus tau siapa musuh gue kan? Kata pepatah keep your friends close and your enemies closer.” kata Wonwoo ambisius.
“Udah gila! Udah deh, ngga usah macem-macem. Makin deket sama lo, makin seneng liat Mingyu gratis. Secara lo sama dia udah kaya bijik!” kata Hao. “Stop apapun yang ada di otak lo!” perintahnya.
“Should I?” tanya Wonwoo yang dijawab yakin oleh anggukan temannya itu. Kini Wonwoo berfikir keras.
Kata Hao bener juga.nNo No. Gue akan menjatuhkan lo tanpa harus bikin lo deket sama gue. Gumam Wonwoo dalam hatinya, tersenyum sinis.
“Eh by the way, lo kok ngga ngambil minum sih?” tanya pria berkacama bundar itu ketika melihat meja di depan mereka masih kosong.
“Kan gue tamu, Nu. Kata pepatah lo, tamu adalah raja.” kata Hao santai, kembali sibuk menonton berita.
“Oh tamu tuh kelakuannya kurang ajar kaya gini ya? Gue baru tau!” kata Wonwoo melihat tingkah Hao yang saat ini sedang menaikkan satu kakinya ke atas sofa, menumpukan badannya miring ke hadapan TV dengan siku dan pria itu hanya membalas dengan tawanya yang semakin ke sini semakin menyebalkan bagi Wonwoo.
Wonwoo berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan minuman untuk meeting nanti, karena biasanya teman-temannya akan membawa snack dan hanya meminta air putih atau minuman manis. Wonwoo sedang sibuk hingga tak mendengar seseorang menekan beberapa digit password apartemennya dan pintu itu terbuka, seorang masuk ke dalam diam-diam seperti maling.
“Di mana?” tanya orang yang baru memasuki apartemen Wonwoo dengan berbisik kepada Hao dan langsung dijawab oleh mata Hao yang mengarah ke dapur. Pria itu langsung berjalan menuju tempat Wonwoo berada, sebelumnya memberikan jempol kepada Hao yang artinya Oke, makasih.
Wonwoo kaget ketika ada dua tangan merengkuh pinggulnya dan sebuah dagu menusuk bahunya. Tanpa menolehpun dia sudah tahu siapa pria yang ada di belakangnya karena wangi parfum bercampur keringat itu sudah sangat dia hafal di luar kepalanya.
“Hehe.” Cengir pria itu — Mingyu, mengecupi pipi sang kekasih berkali-kali dan memeluk erat perut Wonwoo.
“Kamu bolos kelas ya?” tanya Wonwoo, masih sibuk membuat teh tarik kemasan dalam teko ukuran besar untuk dirinya dan para tamu yang akan datang nanti.
“Enak aja, aku udah beres dari jam setengah dua, aku chat kamu ngga di bales, jadi langsung ke sini. Terus, di depan macet.” kata Mingyu seraya mengerucutkan bibirnya. Wonwoo memukul pelan bibir itu sambil tersenyum kecil.
“Tega banget aku dicuekin lima hari.” kata Mingyu lagi dan membalikkan tubuh kekasihnya.
“Jangan cuekin lagi. Kan aku bilang waktu itu, beneran ngga ada siapa-siapa selain kamu, sampe sekarang bahkan aku ga mau tau orangnya yang mana.” kata Mingyu, mendorong punggung kekasihnya agar lebih dekat dengannya.
“Kamu jangan insecure gitu dong, kamu udah paling cantik, ganteng, manis, baik dan yang paling-paliiiing aku sayang.” kata Mingyu, meraih jari lentik kekasihnya dan mengecupinya berulang kali. Mencium kening pria di hadapannya.
Wonwoo tersenyum melihat tingkah laku prianya. Sebenarnya, dia hanya insecure terhadap dirinya sendiri belakangan ini, karena si pria yang menyukai kekasihnya dapat dikatakan lebih menarik dari dirinya, seperti yang dia jabarkan beberapa saat yang lalu ke Hao. Menurut Wonwoo.
Namun yang Wonwoo tidak tahu, detak jantung Mingyu masih berdetak kencang di dekatnya, darah Mingyu selalu berdesir bila sedang memikirkannya, libido Mingyu memuncak bila membayangkan tubuhnya tanpa sehelai kainpun. Yang intinya, Mingyu masih untuk Wonwoo dan Wonwoo masih magnet selatan untuk Mingyu yang merupakan manget utara itu — Selalu menarik Mingyu dengan sangat kuat.
Wonwoo memegang bahu sang kekasih, sedikit berjinjit dan mencium bibir kekasinya, tanpa berfikir panjang Mingyu langsung membalasnya dan meletakkan tangannya ditengkuk pria di hadapannya itu, agar ciumannya tidak segera berakhir, membayar rasa rindu. Mereka sudah saling melumat. Sedangkan, tangan Mingyu yang bebas, meraba masuk ke dalam t-shirt kebesaran yang digunakan Wonwoo, mengelus kulit kekasihnya yang halus tak terhalang kain.
Dengan refleksnya, Wonwoo melingkarkan tangannya di leher Mingyu, memagut bibir bawah sang kekasih, menelusupkan lidahnya dannmasuk ke dalam rongga hangat milik Mingyunya. Tangan Mingyu yang sedari tadi sudah tidak menekan tengkuk Wonwoo turun ke bawah, meraba bongkahan sintal sang kekasih di bawah sana.
“EHEEEEMMMM...” dehaman panjang dari seseorang yang tidak jauh dari tempat Wonwoo dan Mingyu berdiri, mengejutkan sepasang sejoli yang sedang nikmat dengan saling melumat nikmat di dapur. Wonwoo terperanjat sedangkan Mingyu yang juga terkejut namun masih memeluk pinggang sang kekasih.
“Astaghfirullah!” kata Wonwoo.
“Alhamdulillah masih inget Tuhan.” kata pria dengan perawakan kurus dan pipi gembil yang sekarang sedang menyilangkan kedua tangannya di depan dada, disebelah pria yang berdeham panjang tadi.
“Ganggu aja! Heran!” keluh Mingyu singkat.
“Gue deh yang suka heran sama kalian, doyan banget ciuman di depan umum.” kata Han, pria yang berdeham panjang tadi.
“Ini apart gue kalau lo lupa, Kak. Dan ini bukan tempat umum ihs.” decak Wonwoo.
“Anak-anak udah ngumpul, ngga ngeuh?” tanya Han lagi.
“Ngga, kan lagi serius yang lain. Hehe.” kata Wonwoo menyunggingkan senyum cerianya, tenaganya kini seperti sudah terisi penuh dan siap berperang untuk meeting sore ini.
“Yaudah, ayo assemble!” ajak Han yang langsung memutar balik tubuhnya. Sedangkan, pria kurus berpipi gembil itu masih menggeleng-geleng melihat kelakuan kakaknya.
“Gue suruh mama nikahin lo berdua aja ya? Biar ngga zinah terus. Sia-sia gue sama lo sholat, setannya tetep dateng lagi – dateng lagi liat kelakuan lo berdua.” kata Seungkwan menghampiri Wonwoo dan mengambil teko besar yang sudah kakaknya siapkan. Meninggalkan mereka berdua dengan pipi yang bersemu merah karena perkataan Seungkwan sedikit menohoknya. Kalimat itu bukan kalimat yang baru pertama kali mereka dengar, dan mereka hanya menertawakan kalimat Seungkwan barusan.
“Bawain gelasnya, lo mau kita gantian neguk dari teko?” kata Seungkwan ketika berhenti, melihat ke belakang dan memperhatikan Wonwoo serta Mingyu mengikutinya dengan tangan kosong.
“Oh iya, lupa!” kata Wonwoo kembali ke dapur dan mengambil gelas sesuai dengan tamu yang datang hari ini.
Monthly meeting panitia inti Fastival Musik Tahunan pun di mulai, dari update yang tidak penting hingga merundingkan hal-hal yang crucial untuk kelangsungan dan kelancaran event ini.
“Tenda sama panggungnya kemaren akhirnya lo udah dapet, Han?” tanya Seungcheol.
“Dapet.” jawab Han singkat.
“Harganya?” tanya Seungcheol.
“Budgetnya cukup.” jawab Han singkat, lagi.
“Terus, udah kasih tau kan kapan?” tanya Seungcheol lagi. Ketua panitia Untarvolution 2021 ini tampak seperti sedang membangun pembicaraan dengan Sekertaris satunya itu.
“Udah.” jawab Han, masih singkat.
“Lo sakit apa gimana?” tanya Seungcheol.
“Gue keliatan sakit?” tanya Han balik, sedikit nyolot. Seungcheol terdiam, menyudahi pertanyaannya dan berpindah ke panitia lain.
“Lo gimana, Nu? Poster?” tanya Seungcheol.
“On progress, gue masih nunggu fix guest star nanti. 2 bulan sebelum acara sih udah final harusnya.” jawab Wonwoo.
“Ya, lo pikirin timeline-nya aja. Jangan sampe mepet. Lo taukan kita harus jualin tiketnya?” tanya Seungcheol, tiba-tiba badmood.
“Taulah, Bang.” kata Wonwoo.
“Berapa sekarang orang yang udah daftar jadi performer?” tanya Seungcheol.
“Yang daftar ada 50, Bang. Udah kita eliminasi, tinggal 25. Minggu depan kita eliminasi lagi 10 band. Sisa 15 band.” kata Seungkwan yang diberikan anggukan oleh Seungcheol. “Jadikan seleksi ke tiga hari Selasa, Kak?” tanya Seungkwan ke kakaknya yang dibalas anggukan jelas dan yakin oleh Wonwoo.
“Yaudah, apalagi yang belom? Tempat penyewaan alat keamanan jadinya gimana?” tanya Seuncheol lagi.
Semuanya ditanya, jam 5 ngga kelar sih~ gumam beberapa kepala yang ada di ruangan ini.
“Based on discussed di grup, akhirnya ketemu 3 tempat, kita sewa dari tiga-tiganya, Bang.” jawab Hansol.
“Yaudah kalau semuanya udah aman, please banget update gue. Gue mau kok bantuin kalian di lapangan. Gue bukan raja.” kata Seungcheol mengingatkan teamnya, dijawab oleh anggukan para anggota lainnya.
“Dismissed deh biar lo semua bisa beresin yang belom rampung. Kamis minggu depan gue udah mau liat design poster ya, Nu. Gyu, Seok dan Nyong tolongin Wonwoo sama Hao.” pinta Seungcheol.
“Okay, bang!” jawab Mingyu, Seokmin dan Soonyoung bersamaan.
“Yaudah, gue balik kalau gitu. Han, lo mau ikut gue sama Joshi balik ngga?” tanya Seungcheol kepada Jeonghan secara tiba-tiba.
“Ngga, gue balik sama Seokmin.” kata Han langsung menolak dengan tanpa rasa bersalah, sedangkan seisi ruangan itu terkejut mendengar pernyataan Jeonghan barusan.
“Oh, ok.” kata Seungcheol sembari menggenggam tangan kekasihnya keluar apartemen Wonwoo. “Gue pamit kalau gitu. Won, Kwan thank you for the hospitality.” kata Seungcheol menutup pintu besi yang berwarna abu-abu muda itu.
“Emang?” tanya Seokmin ke Jeonghan.
“Ya engga, boong sekali-kali kenapa sih? Kaya ngga pernah!” kata Jeonghan judes sembari berdiri dari tempatnya bersila.
“Ya, tungguin! Katanya mau bareng!” kata Seokmin menarik Jeonghan untuk tetap duduk.
“Gue mau beresin poster dulu sama Nu, Hao, Mingyu. Lo tungguin, nanti gue anter balik.” kata Seokmin. “Daripada lo bohong, kan dosa.” sambungnya tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih dan rapih.
Orang yang dipertontonkan adegan tersebut di ruangan tertutup itu semakin terkejut dibuatnya karena perlakuan Seokmin terhadap Jeonghan dan semakin dikagetkan lagi oleh wajah putih pale Jeonghan yang bersemu merah. Semerah bibirnya.
“HEH! Lo semua ga usah bengong lama-lama. Gue mau beresin poster ini! Let's go!” kata Seokmin yang memperhatikan teman-temannya membeku.
“Bentar, gue ambil leptop dulu. Dek, pinjem leptop lo juga, biar cepet ini ngelarinnya.” pinta Wonwoo yang berdiri bersama Seungkwan dan ke kamar masing-masing mengambil keperluan yang dibutuhkan dan mulai serius menyelesaikan tugas dari sang ketua penyelenggara event.
Beberapa orang yang tidak terlibat dalam pembuatan design pamit pulang agar dapat mengerjakan tugas kuliah mereka atau melanjutkan kerjaan untuk event ini yang belum selesai.
“Wah! Jam 11, anjing!” kata Seokmin loncat dari depan leptop Seungkwan, melihat ke arah sofa dan ternyata Jeonghan sudah tertidur di sana. “Lah, molor!” kata Seokmin lagi.
“Biarin aja tidur di sini, nanti gue bangunin ke kamar gue.” kata Seungkwan santai, memberikan teh manis hangat untuk kakak-kakak tingkatnya yang masih berkutat di karpet ruang tengah apartmennya — dan Wonwoo.
“Kalau mau lo bawa pulang, naik mobil gue aja. Besok gue balik naik vespa lo.” kata Mingyu seperti dapat membaca pikiran Seokmin.
“Oh iya bener, gue bawa pulang Chan juga entar sekalian.” kata Seokmin, menganggukkan kepalanya dan fokus kembali pada leptop di hadapannya.
“Chan udah balik sama Jihoon sama Soonyoung tadi, lo bawa Kak Han aja.” kata Wonwoo yang sedang tiduran dipaha Mingyu, sedangkan Mingyunya masih fokus menyelesaikan designnya, sembari sesekali mengelus surai kekasihnya ketika layar LCD di depannya bertuliskan loading.
“WAH EDAN!” kata Mingyu meregangkan badannya. “KV udah beres nih! Buru balik, gue mau ngewe!” kata Mingyu dengan santainya.
“Bangsat!” kata Hao melemparkan bantal sofa yang sedari tadi dia peluk saat menuntun Seokmin menyelesaikan design pamflet. “Gue sama Seok belum kelar!” kata Hao lagi.
“Aw! Yang, temen kamu kasar banget!” kata Mingyu, mengadu kepada pacarnya.
“Temen kamu juga!” kata Wonwoo santai, masih diposisnya.
“Share KV lo dong, begok! Biar gue kelarin ini pamfletnya!” pinta Seokmin. Mingyu langsung mengirim data yang dibutuhkan Seokmin.
“Sent!” kata Mingyu lega.
“Gue masuk dulu, kunci mobil ada di meja makan ya, gantungannya yang Iron Man Miniso. Lo taro aja tuh kunci motor lo di sana.” kata Mingyu. Menutup leptop Wonwoo, menggendong kekasihnya itu untuk masuk ke kamar, tanpa penolakan dari Wonwoo dan malahan memeluk leher prianya agar tidak terjatuh.
“Bangsat emang si Mingyu, gue iket tititnya biar tau rasa, anjing!” dumel Seokmin yang ditinggal Mingyu dan Wonwoo.
“Mau lo bawa aja kerjaannya balik, Seok? Kasian Kak Han.” kata Hao melihat Han yang tertidur pulas di sofa.
“Gitu aja?” tanya Seokmin, meminta persetujuan.
“Iya, gitu aja.” kata Hao merapihkan barang-barangnya.
“Lo baliknya gimana?” kata Seokmin.
“Gue bawa mobil.” kata Hao masih sibuk merapihkan barangnya, yang diikuti oleh Seokmin.
“Sip.” kata Seokmin yang kemudian berdiri membangunkan kakak tingkat yang sedari tadi menunggunya untuk pulang. Hao langsung ke kamar Seungkwan untuk izin pulang agar Seungkwan dapat mengunci ganda tempat tinggalnya.
“Kak.. Yuk, balik!” ajak Seokmin.
“Hah?” tanya Jeonghan terkejut mendapatkan dirinya masih di apartmen Wonwoo.
“Udah setengah duabelas lebih. Yuk!” kata Seokmin, mengambil tas Jeonghan dan menyampirkannya dipundak.
“Malem banget, pulang naik apa? Gue ga bawa jaket.” kata Jeonghan dengan suara serak baru bangunnya. Seokmin segera membuka jaketnya dan memberikannya ke Jeonghan.
“Pake ini aja. Nanti kita balik naik mobil Mingyu kok.” jelas Seokmin, mengambil kunci mobil sesuai dengan arahan Mingyu dan menggunakan sepatunya.
“Lo bisa pake sepatu sendiri, apa gue yang harus pakein?” tanya Seokmin yang masih melihat Jeonghan memegang jaket dan diam terpaku di depan Seokmin yang sedang menggunakan sepatu, sedang mengumpulkan nyawanya setelah tertidur di sofa.
“Pake sendiri. Gue masih bisa pake sendiri. Ehemm.” kata Jeonghan mengambil sepatunya dan berdeham untuk menghilangkan suara seraknya.
Hao sudah kembali dengan Seungkwan, menghampiri Seokmin dan Jeonghan. Namun, pandangan Hao masih tidak lepas dari interaksi yang tidak biasa antara Seokmin dan Jeonghan.
Kenapa si Seokmin manis banget sama Jeonghan? Hmm.. suspicious. gumamnya.
Hao mengikuti langkah kedua pria yang sedari siang tadi bertingkah aneh yang sedang berjalan di depannya ke arah lift yang akan mengantarkan mereka ke pelataran parkiran apartemen Wonwoo.
Mingyu dan Wonwoo sudah menanggalkan semua pakaian yang mereka gunakan seharian tadi. Wonwoo sedang mengisi bathtub di kamar mandinya dengan air hangat dan memberikan shower bomb dengan wangi lavender yang bercampur dengan tonka fragrance untuk merilekskan tubuh mereka nantinya.
Mingyu duduk di pinggir tempat tidur Wonwoo dan memanggil pria tak berbusana yang berjalan santai ke sana kemari di kamarnya sendiri untuk menghampiri Mingyu yang bosan menunggu.
“Kamu ngga bisa diem deh! Sini!” pinta Mingyu memukul kedua pahanya, Wonwoo langsung menghampirinya. Pria bermanik rubah itu duduk dipangkuan Mingyu, memunggungi kekasihnya dengan tangan Mingyu yang melingkar posesif di diperutnya. Mingyu mengecup punggung putih kekasihnya, sesekali memberikan tanda di sana. Wonwoo membiarkannya dan meloloskan desahan merdu yang sangat Mingyu sukai.
“Wanna kiss you.” kata Mingyu berbisik di daun telinga Wonwoo yang membuat bulu kuduk Wonwoo meremang, tempat itu adalah salah satu titik sensitive Wonwoo yang Mingyu tahu dengan menyentuh tempat itu akan menambah hasrat Wonwoo untuk disentuh olehnya.
Wonwoo membalikkan badannya, terduduk dipaha sang kekasih dengan lutut menopang badannya dan kaki yang menekuk, melingkarkan tangannya ke leher sang dominan.
“Hai, cantik.” kata Mingyu dengan senyuman manisnya, mengelus paha mulus kekasihnya yang kini sudah berada di samping paha berotot milik Mingyu.
“Hai, ganteng.” balas Wonwoo membelai lembut tengkuk sang kekasih yang ada di hadapannya itu. Mingyu masih tersenyum, mendekatkan wajahnya dan melumat bibir plum sang kekasih dengan rakusnya.
“Ah!” desahan Wonwoo yang tenggelam di dalam lumatan-lumatan mereka ketika merasakan tangan Mingyu sedang memijat kedua bola berwarna merah jambu yang tergantung di bawah sana — milik Wonwoo.
Bibir Mingyu sudah menjelajahi leher jenjang Wonwoo dengan kecupan-kecupan serta beberapa hisapan untuk meninggalkan tanda merah muda keunguan disambut dengan tubuh Wonwoo melengkung bagaikan busur saat menerima afeksi Mingyu yang penuh dengan nafsu itu.
“Liat kamu kaya gini aja, aku udah kenceng, Nu.” bisik Mingyu di telinga Wonwoo dan memperlihatkan kejantanannya yang sudah berdiri. Terlebih lagi, tanpa Wonwoo sadari kejantanan Mingyu bergesakan dengan miliknya yang juga sudah menegang saat dia bergerak menikmati rangsangan Mingyu tadi.
“Me.. nggh.. too” kata Wonwoo mendesah resah saat Mingyu menggabungkan kejantanan mereka dan menggosokan benda yang mengeras itu secara bersamaan, dari tempo yang pelan hingga menjadi tempo acak yang membuat milik mereka sama-sama berkedut.
“Aah! Wait, lagi enak.. anghh!” desah Wonwoo ribut dan menutup kejantanannya sendiri dengan meletakkan jempol Minggu di lubang kecilnya untuk menunda pelepasannya yang hampir datang.
“Kenapaaahh? Nggh, Kitten—” desah Mingyu, masih melakukan kegiatannya. Wonwoo memberikan dadanya pada Mingyu, membiarkan bibir Mingyu bebas menjamah tonjolan berwarna merah muda kecoklatan itu dengan menjilat dan mengulum tonjolan itu dengan lidahnya.
“Yesss.. Damn, Kim Mingyu!” desah Wonwoo sambil menjambak pelan surai gelap lebat milik kekasihnya.
Wonwoo mulai meliuk-liukkan pinggulnya saat merasakan ada jari yang mulai bermain di luar lubang analnya. Desahan demi desahan melantun di kamar utama apartemen itu.
“Mphh.. Oh, Shit aku mau keluar!” kata Mingyu. Wonwoo menggeleng ribut dan melahap bibir kekasihnya. Desahan mereka kembali tenggelam.
“Fuck Jeon Wonwoo! Enggghhhhh..” erangan panjang Mingyu yang dijawab dengan desahan Wonwoo yang mencicit ketika mereka sudah mencapai pelepasan pertama mereka. Putih Wonwoo dan Mingyu terhambur di perut mereka dan tangan Mingyu.
Mingyu langsung menggedong Wonwoo dengan koala style dan membawa pria yang sangat dia cintai itu ke dalam bathtub yang sudah terisi air cukup penuh dengan busa, kemudian mereka berdua masuk. Kembali melanjutkan kegiatan mereka dan kembali melepas rindu dan libido yang tertahan lima hari itu.