Two Become One


Part of Shall We? Universe
final approach

Jujur aku tidak pernah membayangkan kalau hari ini akan datang dari waktu-waktu yang lain. Setelah hari ini, aku akan menjadi Kim Wonwoo dan Leechan akan menjadi Kim Leechan. Bila diingat kembali, lucu banget rasanya, dari aku yang ngga kenal dengan si dia sama sekali dan sekarang akan berdampingan di hadapan penghulu untuk menghalalkan hubungan kami serta mengikat janji di hadapan banyak orang dan Allah, serta berdiri di panggung berdampingan dengan kedua orang tuanya dan orang tuaku di sana.

Deg-deg-an? Sudah pasti, bagaimana tidak kurang dari 24 jam aku akan menjadi milik Kim Mingyu seutuhnya, menjadi Papa dari Yuvin dan Ichan. Aku terus merapelkan bacaan-bacaan yang aku rasa dapat menenangkan hatiku sampai saat itu tiba.

“Nu, nervous ya?” tanya salah satu sahabatku yang baru masuk ke ruang tungguku.

“Dikit.” jawabku. Boong! Banyak banget Jihoon! teriakku dalam hati.

“Tangan lo dingin, Won. Tenang aja, everything is gonna be okay. Han sama Jisoo bener-bener serius buat ngurusin persiapan kilat buat nikahan lo.” kata Jihoon, menggenggam tanganku dengan senyum ramahnya. Memberikan kekuatannya untuk ku. Aku tau. Karena Jihoon memang selalu begitu.

“Gue takut.” kata ku.

“Takut apa?” tanya Jihoon.

“Takut setelah ini? Gue bisa ngga ya jadi papa dan suami yang baik buat Yuvin dan Mingyu?” tanya ku, ini yang bikin lebih deg-deg-an ketimbang menghadapi akad atau resepsi nanti.

“Lebih dari bisa. Lo adalah papa yang sudah sempurna untuk Ichan dan akan menjadi yang sempurna untuk Yuvin. Hidup itu kaya roller-coaster, Nu. Ngga ada yang lurus, tapi gue yakin, lo sama Mingyu bisa ngelewatin itu bareng-bareng. Jalanin aja untuk yang sekarang buat masa depan lo. Jangan dipikirin yang belum kejadian. Okay?” tanya Jihoon masih memegang tanganku, aku anggukan kepalaku tanda setuju dengannya.

Hari ini lo jadi Kim Wonwoo, dan semangat! gumam ku menyemangati diriku lagi.

“Kak Wonwoo, in 5 minutes Kak Mingyu baca Ijab Kabul ya. Boleh di cek layar TVnya.” kata salah satu staff WO yang dihire Han dan Jisoo untuk membantu pernikahanku.

“Nanti kalau para saksi, penghulu dan pengunjung bilang sah, Dek Ichan dan Dek Yuvin akan bawa Kak Wonwoo nya ke kursi sebelah Kak Mingyu ya?” katanya lagi ramah. Jihoon pamit keluar ruangan tungguku, berganti dengan Yuvin dan Ichan yang masuk ke ruang tunggu, memeluk aku dengan hangat mereka. Aku tahu saat inipun mereka sedang gugup sama sepertiku. Ku pinta mereka untuk duduk dan lalu kamipun kembali fokus kepada layar TV datar 32inch itu.

Iya, aku masih di salah satu ruang tunggu dan di balik sana, ada Mingyu yang sudah duduk berhadapan dengan 3 saksi, 1 penghulu dan Opa Ichan untuk merapalkan Ijab Kabul memintaku kepada orang tuaku dan berjanji dihadapan Allah untuk menjadi imamku.

Dada ini rasanya ini sekali meledak, antara bahagia dan deg-deg-an apakah Mingyu akan merubah piikirannya atau akan tetap mengucapkan ijab kabulnya.

Dari layar dapat kulihat Mingyu sudah duduk di kursinya. Raut wajahnya tampak lebih tenang, namun dia sedang komat-kamit entah mengucapkan apa, aku tidak dapat membaca mulutnya. Tak lama, suasana di layar TV yang aku lihat menjadi sangat intens.

Penghulu sedang mengucapkan kalimat pembukanya, yang kemudian dilanjutkan dengan Mas Mingyu yang menggenggam tangan Opa Ichan dan Opa Ichan yang mengucapkan Ijabnya terlebih dahulu. Kemudian, inilah saat yang menegangkan untukku. Terpaku aku dibuat oleh si Mas Mingyu ini.

“Saya terima nikahnya ……”


Di sinilah gue, duduk di depan cermin yang memantulkan wajah grogi gue, entah kenapa hari ini gue masih mengalami ini, rasa gugup yang luar biasa. Frankly honest, gue pernah menikah sebelumnya, 15 tahun yang lalu sih memang, tapi apa bedanya 15 tahun yang lalu dengan saat ini? Kenapa saat ini gue masih sama gugupnya?

Pintu ruang tunggu gue di buka, sahabat karib gue masuk dengan berisik — Dikey dan Hao.

“Santai, Ming! Kaya belum pernah aja lu!” ledek Dikey.

“Anjing ya, Anda? Namanya gugup. Nanti kalau lo nikah yang ke 100 kali juga pasti tetep gue.” kata gue me-roasting temen gue yang masih aja single ini, entah apa yang dia tunggu.

“Masih aja kasar anjir, mulut lo bakalan dipake buat minta Wonwoo itu!” tegur Dikey.

“Yeyeyeye... sorry! Lo ngeselin!” kata gue ngedumel.

“Sabar, Ming! It will be over soon, tinggal party-party! Lo ngga usah panik gitu.” kata Hao, aku tahu mereka sedang menenangkanku dengan cara mereka yang memang seperti itu. Jadi, aku cukup maklum.

Seorang staff WO yang disewa Han dan Jisoo mengetuk pintu beberapa kali dan masuk.

“Kak Mingyu, yuk Kak, sudah boleh keluar. Nanti sudah bisa langsung duduk ke tempat yang sudah diberitahu pada saat briefing tadi ya. Untuk kak Hao dan kak Dikey juga bisa menemani pengantin prianya lalu ke tempat duduk yang sudah kami sediakan ya?” ucapnya. Gue hanya menganggukan kepala tanda setuju.

Gue sudah berdiri, merapihkan beskap berwarna putih yang kini sudah menghiasii tubuh gue yang atletis ini. Berjalan perlahan membuka pintu ruang tunggu berwarna putih tinggi itu.

Berjalan dengan elegan, menebarkan senyum tampan gue ke semua mata yang memandang gue saat gue menyusuri jalan hingga sampai di kursi yang disebutkan oleh staff WO tadi dan melihat calon papa mertua gue disebelah penghulu dan dikelilingi oleh 3 saksi. Gue duduk, mencium pungguung tangan pria yang menjadi panutan calon suami gue itu dan duduk dengan rapih di hadapannya.

Tak kalah gemas, gue melihat dua anak remaja sedang komat kamit melihat gue, menaikkan kepalan tangannya tanda memberi semangat ke gue. Dan ya, mereka memang battery gue, gue jadi semakin semangat, tapi rasa gugup juga tidak pernah mau kalah.

Lima menit bukan waktu yang lama seharusnya, tapi kali ini, ini adalah lima menit terlama dalam hidup gue. Gue berkali-kali menghafalkan bacaan kabul gue agar nanti bisa mengucapkannya dalam satu nafas dan sah menjadi suami dari Jeon Wonwoo baik di mata negara maupun di mata agama. Ngga sabar, itu aja yang hati gue rasakan sekarang.

Wonwoo lagi ngga di samping gue sekarang, dia lagi di ruang tunggu sampai saksi, para tamu dan penghulu mengatakan “SAH”, baru dia akan keluar untuk duduk di samping gue dan resmi menjadi suami gue. Ngga lama lagi, Wonwoo. Sabar ya. gumam gue.

Semalam Wonwoo bilang dia gugup banget menghadapi hari ini. Sama halnya dengan gue, guepun gugup yang tidak akan pernah gue tunjukkan pada kekasih gue, karena tugas gue saat dia gugup adalah menenangkannya.

Saat ini, penghulu sudah mengucapkan kata pembukanya, pikiran gue kembali fokus. Opa Ichan dan wanna be Opa Yuvin sedang mengucapakan Ijabnya. Dan kini giliran gue.

“Saya terima nikahnya Jeon Wonwoo binti Jeon Seung Heon dengan mas kawin dibayar tunai.” kata gue, sesuai dengan tujuan gue, gue merapalkannya dalam satu nafas. Gue bangga.

“Sah?” tanya penghulu. “Sah!!!” kata semua orang yang berada di ruangan ini.

Dan saat itulah, pintu putih tinggi dari sisi lain tempat gue duduk terbuka, ada ketiga wajah yang akan menjadi pelabuhan hidup gue, rumah gue. Dan tentunya yang ditengah adalah pria tampan, pria yang selalu gue sayangi, selalu gue rindukan, orang yang selalu gue sebutkan namanya di dalam setiap do'a gue dan orang yang selalu ingin gue lihat saat gue membuka mata serta pria terakhir yang ingin gue temukan saat gue menutup hari gue.

Jeon Wonwoo, Ichan dan Yuvin berjalan menuju gue dengan anggun. Gue? Deg-deg-an setengah mampus, selain pria itu adalah pria yang tampan, tapi pria yang sedang duduk di samping gue ini adalah orang yang akan gue lindungi seumur hidup gue.

Prosesi demi prosesi Ijab Kabul gue dan si dia lalu dengan lancar tanpa halangan, dari mulai tanda tangan surat menikah, buku menikah, cium kening yang sebenarnya gue lebih ingin mencium bibir merah ranum nya yang mengkilap dan foto dengan buku nikah serta foto-foto yang lain.

Thanks to Jaehyun dan Project Cuan yang mau gue ribetin untuk mendokumentasikan hari bahagia gue.