Just Wanna Say Sorry

Wonwoo masih sesekali menatap ke arah bunga yang ia letakkan di kursi penumpang, di sebelah tempat bekal yang berisi pudding chocolate pandan buatan Mommy. Cukup lumayan lama tadi ia memilih bunga itu, bunga berkelopak putih, tidak akan terlalu mencolokkan?

Jam tangan pria berumur 28 tahun itu sudah menunjukkan pukul setengah satu lewat beberapa menit, ia keluar dari mobilnya, membawa titipan mommy-nya dan dengan percaya diri menenteng bunga yang ia beli untuk kekasihnya. Pria manis yang beberapa minggu ini mengacuhkannya karena ia sangat percaya diri bahwa yang akan keluar dari dalam rumah adalah asisten keluarga Kim, Bi Tini.

Pintu gerbang di buka dan memperlihatkan pria dengan tubuh tinggi, berpakaian putih dan celana rumah berwarna cokelat, pria yang yang sudah tiga minggu ini tak pernah membalas satupun bubbles chat-nya, Wonwoo tentu saja terkejut. Ia kira pria ini sedang sibuk belajar atau malah tidak ada di rumah. Tidak hanya Wonwoo, pria manis itu juga terkejut melihat keberadaan pria yang masih ia acuhkan belakangan ini kini sedang berdiri tegap dengan pakaian rumahnya, membawa bunga dan tempat bekal ditangan lainnya.

Bentar, hampir meleleh kepanasan tuh ternyata bisa bikin halusinasi ya?’ ujar Mingyu dalam hatinya.

“Hai?” sapa pria tampan itu dengan sedikit ragu.

Wait, kenapa suaranya nyata?’ Mingyu masih bertanya dalam batinnya.

“Dek?” panggil pria itu lagi, masih dengan nada sedikit meragu. Mingyu terbangun dari lamunannya. Sesaat degup jantungnya berdetak lebih kencang dari ritme normalnya, Panggilan sapaan dengan suara berat pria yang sudah lama tak ia dengar. Can not lie ia rindu sosok pria ini, sangat merindukannya.

“Ya?” jawab pria yang lebih muda itu.

Tidak hanya Mingyu, sosok pria di hadapannya pun merasakan rindu yang sama. Ingin rasanya ia segera memeluk pria di hadapannya ini, tapi ia tahu, adik manisnya ini pasti masih membencinya, ia masih harus menahan rindunya. Bagaimanapun hubungan mereka masih menggantung, entah apa yang akan Mingyu lakukan pada hubungan mereka, Wonwoo hanya bisa berpasrah dengan memberikan kekasih manisnya ini waktu yang tak terbatas untuk berfikir.

“Ini pudding dari mommy, vla-nya di dalem, langsung dimasukin kulkas, takut basi.” kata Wonwoo menyodorkan tempat bekal dari tangan kanannya.

“Yah, ngga bisa aku masukin kulkas, lagi mati lampu.” kata pria manis itu menekukkan wajahnya gemas. Saat ini rasanya Wonwoo ingin sekali meng-uwel-uwel wajah pria manisnya.

“Lho, kok bisa? Dari kapan?” tanya Wonwoo melihat ke arah dalam rumah Mingyu, untungnya masih terang, sehingga tampak begitu gelap. “Berani kamu sendirian? Atau ada Seungkwan?” tanya pria yang lebih tua lagi. Nadanya sih sedikit khawatir.

“Ngga, aku sendiri.” jawab Mingyu. “Soalnya, pas bangun tidur udah ngga ada siapa-siapa.” cerita sang adik. Mereka masih pada tempatnya — di depan gerbang rumah, Mingyu belum memintanya masuk.

“Berani?” tanya pria tampan itu lagi, dan lagi-lagi nadanya masih khawatir karena Wonwoo sangat tahu sang pria manis di hadapannya ini tidak menyukai kegelapan, selain saat menonton di bioskop.

“Masih terang sih, jadi ga gelap banget.” jawab Mingyu, badannya berbalik melihat ke dalam rumahnya.

“Oh, ya sudah kalau gitu.” jawab Wonwoo. Sebenarnya dalam lubuk hatinya yang terdalam saat ini, ia ingin sekali Mingyu mengatakan bahwa pria itu masih menginginkan sesosok abang untuk menemaninya. “Abang pamit dulu ya, dek.” lanjut Wonwoo setelah memberikan bunga yang tadi ia beli dan titipan dari Mommy-nya, nadanya sedikit kecewa, seolah merasa sang kekasih tak membutuhkannya karena tak memintanya untuk stay.

“Kamu sibuk ya, bang?” suara lembut pria itu menghentikan langkah kaki Wonwoo yang sudah memunggunginya, dan sang pria yang lebih tua itu kembali berbalik, menghadap ke arah sang adik. Saat ini rasanya jantung Wonwoo ingin terbang — bahagia.

Wonwoo menggelengkan kepala sebagai jawaban tanpa perlu ia berpikir berkali-kali kepada pria yang berada di depannya.

“Kalau masuk, bantuin cek listrik atau temenin Inggu, mau?” tanya Mingyu dengan suaranya yang semakin lama semakin lirih. “Tapi kalau ngga mau ya ngga apa-apa, Inggu coba telepon PLN lagi.” lanjutnya.

“Ngga, abang coba cek dulu, boleh?” Wonwoo memasuki kakinya ke pekarangan rumah yang biasa ia datangin ketika menjemput kekasih manisnya itu.