Would You Be Mine?
tw: romance, smutt, slow burn mature explicit sexual content, 18+, kissing, making love, rimming, thrust, licking, sucking.
Saka sibuk menghubungi orang-orang terdekatnya saat lampu merah, sedangkan pria di sampingnya yang menggunakan kacamata bundar itu sedang memanyunkan bibirnya, dan mengetik beberapa tweet keluhan di akun private miliknya. Sudah 30 menit sejak mereka keluar dari kawasan mall tempat ia dan Kenan makan siang, Saka masih dalam keadaan silent mode, bahkan seakan tidak memperdulikan pria manis di kursi penumpang. Arka beberapa kali mencoba mencari perhatian Saka, seperti pura-pura tertawa, lalu langsung terdiam saat kekasih tampannya itu tidak bergeming.
‘Kirain tuh nyari karena kangen, apaan ini malah dicuekin? Keseeellll keseeellll banget. Saka jahat!’ omelnya dalam hati dengan semakin memajukan bibirnya.
Arka berdeham seakan membersihkan ternggorokannya dan sibuk dengan radio tape mobil mewah milik Saka, mencari lagu yang cocok menggambarkan perasaannya saat ini dari aplikasi streaming yang tersambung ke radio mobil pacarnya itu. Lagu Magic dari Coldplay menjadi pilihan Arka dan pria manis itu bersenandung santai, ia tidak suka dengan aura dari si dia yang di sampingnya karena masih tidak mengindahkan keberadaannya.
Mobil Saka seketika berhenti di salah satu hotel yang sangat Arka kenal, tempat pertamanya bekerja dengan seorang Nisaka Mingyu Putradinata, 3 bulan yang mendebarkan karena sempat limbung untuk mengartikan perasaannya sendiri saat itu, ketika Nisaka mulai membingungkan dan menggoyahkan segala pertahanannya.
Saka menghentikan tangan Arka yang ingin membuka seatbeltnya, meminta pria yang lebih muda itu untuk diam dalam hening, hanya sebuah gesture. Pria tampan itu membuka pintu kanannya dan berlari kecil ke arah pintu di mana Arka yang sedang bingung duduk, hanya mampu melihat gerak-gerik kekasihnya. Pria yang hampir 5 bulan menjadi kekasihnya itu membuka pintu Arka, memasukkan sedikit tubuhnya untuk membuka seatbelt si dia, menatap kearah pria ramping yang masih terduduk membeku di hadapannya, mengelus pipi sang kekasih dan tersenyum.
‘Wait, Saka senyum? Ngga marah dong? Huwaaaaaa, tau gitu gue peluk huhu. Kangen, maasss!’ teriaknya yang tentu saja dalam hati, ia masih gengsi untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu, karena ia sedang marah sebulan ini.
Saka mengulurkan tangannya kepada pria yang masih membeku di kursi penumpang di sebelah pengemudi, dan meletakkan tangan kirinya untuk memastikan sang pujaan hati tidak terpentuk saat ia keluar mobil, Arka terlihat ragu, namun tangan Saka tetap di sana, menunggu pemiliknya untuk meraih kelima jemari empuk itu.
Arka mengambil jari-jemari Saka dan turun dari mobil putih yang dibawa oleh pewaris tunggal salah satu pengusaha terkaya di Indonesia itu. Pria tunggal Putradinata itu tersenyum, mengecup pipi kekasihnya, belum sempat Arka membalasnya, Saka membalikkan badannya.
“Wait, Mas.” kata Arka akhirnya membuka suaranya setelah satu jam puasa bicara. Saka masih tersenyum dan menutup mata Arka dengan dasi cadangan yang selalu ia siapkan di dalam mobil.
“Ikutin aku, aku di belakang kamu.” bisik Saka, Arka tersenyum lebar ketika akhirnya ia mendengar suara baritone pria yang kini sudah memegang pinggulnya. Arka mengikuti perintah Saka dengan baik, walaupun, beberapa kali ia hampir terjatuh dengan mata tertutup, namun, kekasihnya itu dengan sigap menangkapnya.
“Hati-hati, sayang.” kata Saka, ketika Arka hampir terjatuh lagi.
“Hehe, maaf.” kata Arka sembari tertawa kecil dan memegang tangan Saka yang berada di pinggulnya lebih erat. “Tapi, kita mau ke mana? Kamu ngga lagi nge-prank akukan?” tanya Arka asal.
“Masuk dulu.” pinta Saka ketika Arka mendengar suara lift seperti terbuka.
“Kita mau ngapain si?” tanya Arka.
“Nanti kamu liat sendiri. Surprise.” Saka memeluk erat tubuh Arka erat di dalam benda balok bergerak naik yang dihuni oleh hanya mereka berdua. Arka mengelus rambut pria yang menopangkan dagu pada bahunya.
“Love you.” bisik Saka sembari mengecup bahu kekasinya.
“Me too.” jawab Arka.
Ting pintu lift terbuka dengan tulisan 38, lantai president suite Hotel Avays yang hanya bisa diakses oleh keluarga Putradinata dan asisten pribadi kepercayaan keluarga itu. Saka tetap menuntun Arka untuk berjalan melalui lorong menuju kamar miliknya.
“Wait.” kata Saka melepas pegangannya dan mengambil kunci kamarnya, mendorong Arka perlahan untuk segera masuk.
“Udah sampe?” tanya Arka tak sabaran.
“Udah, tapi kamu diem di situ. Don’t go anywhere or do something.” pinta Saka yang sedikit berlari ke suatu arah untuk mengambil sesuatu.
“Maaaass?” tanya Arka.
“Stay there!” pinta Saka. “Okay. Jalan dikit, yang.” lanjut Saka ketika sudah menggapai lagi tubuh kekasihnya.
“Aku boleh ngomong ngga?” tanya Arka.
“Hah?” Saka terkejut menanggapi pertanyaan kekasihnya itu.
“I wanna talk, emang kamu ngga penasaran sebulan ini aku kenapa?” tanya Arka.
“Penasaran sih, tapikan mata kamu masih ditutup?” tanya Saka.
“Emang kamu ngga mau buka mata aku?” tanya Arka sembari meraba wajah kekasihnya, Saka mengambil tangan lentik kekasihnya itu dan mengecup satu persatu jarinya.
“Belum.” Jawab Saka mengecup bibir Arka. “Ngomong aja kaya gini, boleh ngga?” tanya pria tinggi itu.
“Boleh banget, mumpung aku ngga bisa liat muka kamu juga. Pasti kamu ngetawain aku, tapi aku sebel banget, kamu harus tau.” kata Arka, mengerucutkan bibinya yang terlihat segar setelah ia basahi dengan lidahnya, tadi.
“Tapi, bentar. Kamu gemes banget, aku mau cium dulu.” kata Saka, mengecup kening kekasihnya, turun ke kedua matanya yang tertutup dasi, kemudian, ke kedua pipinya, lalu mencubit hidung bangir Arka.
“Sakit!” kata Arka yang tersentak. “Aku kira tuh mau cium bibir.” lanjutnya mengeluh, Saka langsung mengabulkan permintaan Arka dengan menyatukan kedua bilah bibir mereka, dan memagutnya perlahan bibir bawah kekasihnya yang di balas Arka dengan pagutan dibibir Sama, serta melingkarkan kedua tangannya di leher kekasihnya yang belum bisa ia lihat.
“Udah lama ngga ciuman, gini rasanya ya?” bisik Saka jahil, setelah mereka cukup lama berbagi rasa rindu melalui ciuman. Arka memukul bahu Saka pelan sembari tersenyum. “Gitu dong, senyum kan cantik. Hehe.” gombal Saka.
“Sekarang kita duduk dulu.” pinta Saka, menuntun Arka ke sofa putih yang berada di ruangan tersebut dan meminta pria-nya untuk duduk dan memulai untuk bercerita.
Arka mulai menceritakan perasaannya, bagaimana ia merasa insecure dan khawatir Saka berpaling darinya, Saka yang terasa mulai tak membutuhkannya karena semua dilakukan dengan Dyah, rasa cemburu serta perasaannya yang lain. Saka tersenyum mendengarnya.
“I hear your giggles back then. Kamu ngetawain aku ya? Kan, aku udah yakin banget!” Arka mengerucutkan bibirnya lagi, Saka menggenggam tangannya.
“Sini!” Saka mengajak Arka untuk berdiri dan kembali menuntunnya ke suatu tempat di ruangan itu.
Saka melepas ikatan dasi yang menghalangi pandangan kekasihnya and bend his one knee ketika Arka melihat apa yang berada di depan matanya. Kelopak bunga mawar merah dan pink memenuhi lantai ruangan dan tempat tidur yang kini Arka tahu ia sedang berada di mana, di atas headboard tempat tidur terdapat tulisan dengan balon ‘Hi Arka!’, pria yang namanya tertulis itu segera berbalik dan menemukan Saka sudah berlutut dengan satu kakinya, menyodorkan kotak kecil beludru berwarna hijau toska yang sudah terbuka, berisikan dua berlian yang melingkari benda kecil itu, masih yang tertata rapih di sana. Arka membelalakkan matanya, seakan bertanya ada apa ini?.
“Will you marry me?” tanya Saka kepada pria yang masih memperhatikan dirinya dan benda yang berada di hadapannya. “Yang?” tanya Saka lagi.
“Hell yeah! Of course, you don’t have to ask!” kata Arka girang ketika ia sudah kembali kepada kesadarannya, menyergap tubuh besar Saka yang masih berlutut, hingga mereka terjatuh dengan Saka yang kini sudah berada di bawahnya.
“I do, always do, Mas.” jawab Arka dengan nada suaranya yang memelan.
Kedua manik rubah itu mengabsen wajah tampan Saka, menatap manik elang kekasihnya, berpindah ke bibir dengan rounded cupid’s bow berwarna merah muda yang berada di hadapannya, mengecup tahi lalat Saka yang berada ujung hidung mancungnya, lalu kembali menatap mata pria itu.
“Ini yang aku siapin buat kamu, bukan ini sebenernya, ini yang disiapin Dyah sejam setengah yang lalu, ada yang lain, tapi aku ngerasa ngga ada hari lain selain sekarang.” kata Saka merapihkan surai hitam yang menutupi kening Arka.
“Kenapa mas ngga bilang? Kan aku udah kesel?” tanya Arka menatap dalam mata Saka.
“Kalau bilang namanya ngga surprise dong, sayangku.” jawab Saka mencubit lembut pipi mulus Arka.
Arka tersenyum sembari mengelus alis tebal milik Saka. Pria manis itu seakan tidak mau turun dari tubuh tegap Saka, dan pria yang tergeletak di lantai berlapiskan karpet itu tidak mempermasalahkan bila tubuh Arka masih menindih tubuh kekarnya.
Anak bungsu dari keluarga Rahamardja itu mengecup bibir Saka dengan senyum manisnya. “Mana cincinnya?” tanya Arka menyodorkan jari manisnya. Saka segera mengangkat tubuh ramping kekasihnya untuk duduk di lahunannya agar mereka dapat berhadapan ketika pria tampan itu sudah terduduk.
Tanpa berkata-kata Saka segera menyodorkan kotak yang masih ia pegang dan mengambil salah satu cincin dengan garis yang diisi full diamond yang terdapat ditengahnya, memakaikannya ke tangan lentik, panjang dan putih mulus milik kekasihnya. Begitupun dengan Arka, ia mengambil satu cincin yang tersisa di kotak hijau toska itu dan melingkarkannya di tangan Saka.
“Suka?” tanya Saka sembari mengelus pipi Arka yang sedang sibuk memandangi jari manisnya, kekasihnya itu hanya mengangguk. “Kok nangis?” tanya Saka ketika melihat kekasihnya menitikkan air mata yang jatuh membasahi pipinya. Arka menggelengkan kepalanya ribut.
Saka menurunkan Arka dari lahunannya, lalu berdiri dan menggendong pria berkacamata itu dan mendudukkannya di tempat tidur yang terdapat di sana. Arka melempar sembarang kacamatanya dan menarik turtleneck hitam yang dipakai Saka, mendeketakan wajah pria tampan itu ke hadapannya.
“I love you, Mas Saka.” kata Arka. “Maafin aku ya sebulan ini sebel sama kamu.” lanjut Arka, mengecup bibir Saka.
Saka menjatuhkan tubuh Arka ke tempat tidur king size di president suite hotel miliknya itu, mengipasjan jelopak mawar yang bertebaran, lalu kembali menatap lekat manik rubah yang kini sudah jinak berada di kukungannya, tersenyum. Pria tinggi itu menyatukan kedua bibir mereka, saling memagut mesra. Arka menggigit pelan bibir bawah Saka yang berwarna merah jambu meminta akses untuk mencumbu pria di atasnya lebih dalam lagi, lalu mengabsen isi dari mulut pria-nya, serta mengaitkan lidah mereka di sana.
“Nggh—” desah Arka yang tenggelam di antara cumbuan mereka yang semakin memanas.
Arka membantu Saka melepaskan jas yang masih menggantung di badannya, kemudian mengelus tubuh kekar kekasihnya yang masih terbungkus turtleneck hitam, sedangkan salah satu tangan Saka sudah mulai bermain di pinggang Arka dengan mengelus pinggang ramping pria itu dengan ibu jarinya dan tangannya yang lain sedang menahan tubuhnya agar tidak menindih pria ramping yang sudah terkukung dengan desahan-desahan kecil yang terlepas di bawah sana.
“Kangen.” bisik Saka ketika bibir mereka terlepas untuk mencari oksigen yang habis karena tautan mereka. Jantung keduanya saling berdetak ribut, kupu-kupu beterbangan diperut mereka seperti sedang bermain di taman yang penuh bunga.
“Sama, I miss you too, mas.” bisik Arka dan menarik kembali wajah Saka untuk melanjutkan ciuman mereka yang sempat terlepas.
Tangan Saka yang berada di pinggang Arka kini sudah mulai menyelinap masuk ke dalam black long-sleeved shirt yang ia pinjam dari Kenzie tadi siang dan mengelus perut sixpack milik kekasihnya dengan sentuhan sensual di bawah sana. Arka juga melakukan hal yang sama dengan kedua tangannya yang mulai menanggalkan baju hitam panjang yang Saka gunakan, melucutinya agar dapat melihat isi di dalamnya, lalu mengelus kulit tubuh pria yang berada di atasnya.
Saka mengecup kembali bibir Arka, lalu pindah ke pipinya, turun ke rahangnya, sembari membuka satu persatu kancing kemeja yang digunakan kekasihnya, lalu menggigit kecil daun telinga Arka yang melenguh pelan karena merasakan bulu halusnya berdiri. Dia sangat menyukai sensasi yang saat ini ia rasakan, Nisaka Mingyu yang berada di atasnya sedang mengabsen bagian-bagian pada tubuhnya.
Jari-jemari dari tangan Saka yang aktif sedari tadi sudah melepas seluruh kancing kemeja Arka, kini jari itu sedang memilin gundukan pada dada Arka saat bibir Saka sedang mengecup bebas leher jenjang pria manis di bawahnya, sesekali menghisap leher itu dan menyisakan bekas merah jambu di sana. Arka mendesah, menikmatinya dengan mengelus surai Saka dan kembali mengabsen tubuh atletis berwarna tan itu dengan jari-jemari lentiknya.
Collarbone milik Arka tak luput dari hisapan Saka, mengecupnya, menjilatinya, menyesapnya, meninggalkan warna merah keunguan, begitupun dada putih Arka yang sudah terekspos, Saka melukisnya dengan gigitan kecil, menyisakan tanda kepemilikan.
“Angghhh—” desahnya ketika Saka mulai menjilati dan menghisap kedua nipples Arka secara bergantian. “Mas mmph, sakit. Don’t bite, nggh there’s something weird hhhng below.” katanya di antara desahannya.
Sebenarnya, ini bukan hal pertama untuk mereka, tapi, saat mereka tinggal bersama mereka hanya melakukannya sekali setelah tanpa sengaja menonton film Korea berjudul The Concubine yang disarankan oleh Andrian saat Saka meminta rekomendasi film dengan latar belakang kolosal kerajaan. Mereka melakukannya karena saat itu tubuh mereka terasa aneh, sama halnya dengan malam ini.
Foreplay selama ini pun merupakan hal yang baru untuk Arka, hingga ia merasakan hal aneh pada tubuhnya. Seperti kejantanannya yang terasa sesak di bawah sana, dan basah, serta lubangnya yang mulai terasa gatal dan sedikit lembab. “Mas, nghh—sesek.” kata Arka memberi lampu hijau untuk Saka membuka celana jeans hitam yang hari ini ia gunakan. Tangan Saka turun untuk membuka tali pinggang dan kancing pada celana hitam kekasihnya dengan mulut yang masih memainkan gundukan di dada Arka dan segera melucutinya, Saka mengerang ketika merasakan kejantanan Arka sudah hampir menegang sempurna. Pria 30 tahun itu memijat kejantanan Arka pelan, memberikan gestur naik-turun, membantu sesuatu yang sudah tak sabar untuk keluar dengan stimulasi lain dari nipples Arka yang mulai memerah dan terasa lebih sensitif. Arka mendesah tak karuan, memanggil nama Saka, perutnya bergejolak aneh. “Mas, stoph nggghhh mphhh.” Arka mencoba melepaskan genggaman Saka, namun ia kalah kuat.
“Mas, I’m come-nghhh-ing—” kata Arka ketika cairan kental putih memenuhin tangan Saka dan juga perutnya, tubuhnya bergetar. Setelah kekasihnya dirasa selesai mengeluarkan muatannya Saka tersenyum lalu mengecup kening Arka yang kini sudah lembab karena peluh. Saka terbangun, membersihkan tangan dan perut Arka. Setelah melakukan itu pria tampan yang memiliki taring di deretan gigi atas itu berdiri di depan Arka sembari tersenyum miring dan mengabsen seluruh tubuh kekasihnya dengan manik elangnya, mengagumi karyaNYA sembari melucuti semua bahan yang menempel pada tubuhnya sendiri. “Kamu sexy banget, kamu tau ngga?” tanya Saka mengelus kedua paha kecil Arka yang kencang karena sering work out saat ke gym, pria yang ditanya hanya menutup wajahnya dengan kedua matanya karena malu.
“Mas, aku malu ih!” tegur Arka dengan wajah yang memerah, sedangkan Saka tidak mengindahkannya, masih mengelus tubuh putih mulus itu, bahkan kini sudah menaikkan salah satu kaki Arka dan mengecupi kakinya sensual.
“Abis cukuran ya, yang?” tanya Saka ketika merasakan kaki Arka yang halus tanpa bulu lembut di sana.
“Iya, semalem main waxing-waxing-an sama Kenzie. Mas, aku malu!” jawab Arka.
“Apa yang bikin malu? I will only see this body forever, so do you, biasain.” jawab Saka berbisik lalu mengecup daun telinga Arka, membuat darah dalam tubuh pria manis itu berdesir. “Tubuh kamu bagus, sayang kalau aku lewatin yang kaya gini.” kata Saka jahil.
“Just come here and kiss me!” pinta Arka, menarik tubuh besar itu ke dalam pelukannya, dan mencium acak bibir pria yang ada di atasnya, sedangkan tangan Saka mulai menggerayangi seluruh tubuh Arka.
Bibir Saka kembali mengabsen badan putih mulus Arka yang tanpa busana, dari mulai mengecup perutnya sensual, kemudian semakin turun dan perlahan meletakkan kedua kaki Arka ke kedua bahunya, menarik pinggang ramping pria itu hingga Arka terpekik, membuka kedua benda sintal yang menutupi lubang berkerut yang kini sudah Saka liat mulai berkedut. Tanpa aba-aba lidahnya perlahan bermain di sana.
“No, Mas, jorok! Aaaahhh~” kata Arka ketika merasakan lidah Saka sudah bermain di lubangnya, niat awalnya adalah menghalangi pria besar itu melakukannya, namun apa daya rasa sangat nikmat kini yang Arka rasakan. Lidah Saka yang perlahan menelusup masuk ke dalam sana dan mengabsen dinding duburnya, hingga ada cairan keluar dari sana yang tidak dapat Arka tahan.
“Mas Saka, nghhh~“ kata Arka sembari memijat kejantanannya saat merasakan jilatan asal Saka di bawah sana. Saka menepis tangan Arka untuk menghentikan kegiatannya, dan menaikkan tubuhnya sendiri sejajar dengan Arka, lalu memagut kembali bibir kekasihnya itu dan menuntun tangan Arka untuk memanjakan miliknya, pria yang lebih muda 2 tahun itu menurutinya dan memijat milik Saka, membuat pria yang lebih tua mendesah di dalam ciumannya, sedangkan satu persatu jari Saka mulai memasuki lubang Arka, desahan lepas dari mulutnya. Desahan mengisi kamar utama president suite kamar 3817 itu, dengan tubuh mereka yang mulai berkeringat walau AC di kamar sudah dinyalakan dengan suhu terendah.
“Mas, aaanghh masukin sekarang boleh?” pinta Arka ketika merasa lubangnya semakin gatal setiap kali Saka menambah jarinya.
“Boleh, sayang. Everything for you.” Jawab Saka ketika merasa miliknya sudah tegak sempurna, dan lubang Arka yang sudah sangat basah di bawah sana. Milik Arka tak mau kalah, karena kini benda tak bertulang dan berurat itu sudah berdiri kembali.
Nisaka dengan perlahan mempertemukan kejantanannya dengan lubang Arkadia, lalu perlahan memasukkannya. Arka memekik merasakan sakit dilubangnya, air mata perlahan turun ke pipinya. “Sakiiiit!” keluhnya dengan sedikit isakan.
“Lemesin, sayang, your hole is clenching right now.” kata Saka. Saka mengelus paha dalam Arka, menenangkan kekasihnya yang sedang merasakan kesakitan. Kejantanannya sudah masuk belum setengahnya, sebenarnya, tapi ia tidak tega melihat Arka yang kesakitan. “Atau kita stop aja? It’s okay, daripada kamu kesakitan. Aku bisa beresin ini nanti.” lanjut Saka, Arka menggeleng ribut.
“No, please continue.” kata Arka dengan suaranya yang mencicit, kemudian menghapus air matanya.
“Serius?” tanya Saka.
“Please, mas, I’m begging you. Nghh—” kata Arka ketika Saka kembali mencoba memasukkan kejantanannya yang sedikit lebih besar bila dibandingkan pria lainnya.
“Nggghhh—” desak Saka mendorong pinggulnya.
“Aaaaaaaaaahhhhnggggg—” teriak Arka, tangisnya lepas ketika ia merasakan tubuh bagian belakangnya terasa penuh, milik Saka sudah masuk sempurna, lubangnya melahap benda keras itu.
“Sakit?” tanya Saka khawatir, Arka mengangguk sembari menghapus air matanya.
“Aku gerak ya?” Saka bergerak perlahan, meletakkan kedua kaki Arka dipinggangnya, mendorong sedikit lalu mengukung Arka kembali.
“Ngghhh—” desah Arka saat wajah Saka sudah berada di hadapannya. Saka mengecup kening Arka, kemudian kedua matanya yang perlahan masih mengeluarkan air mata, lalu ke kedua pipinya, kemudian menyatukan hidung mereka. “Aku gerak pelan, kamu boleh cakar aku.” kata Saka, meletakkan kedua tangan Arka ke punggungnya.
“I love you.” kata Saka, mencium bibir Arka, lalu, bibirnya berpindah ke bahu, mengecupi tubuh yang sudah berkeringat itu, kemudian Saka mulai menggoyangkan pinggulnya.
“Ngghhhh, Nisaka—mmmphhh—” desah Arka ketika sudah sekian kalinya ketika Saka menggoyangkan pinggulnya, memasuk-keluarkan kejantanannya di lubang itu.
Desahan, erangan, serta bunyi suara kulit lembab yang saling bertumbukan mengisi penuh tempat tidur dan kamar hotel itu. Kalimat cinta, nikmat serta dirty talk yang keluar, menambah keintiman dua insan yang sedang menyatukan tubuh mereka, dengan nafsu yang sudah menyelimuti mereka berdua malam ini.
“Yes, keep calling my namee—” pinta Saka, dengan kini tangannya mulai memilin nipples Arka yang mulai terlihat swollen itu.
“Mas, no that place. Aaaahhh— aaahh—” erang Arka, sedang menikmati ketika kejantanan Saka mulai menumbuk titik prostat-nya berkali-kali.
“Shit, Arka. Your moans so sexy. Keep moans, cantik.” pinta Saka kepada kekasihnya.
“Mas, mas, wait aku mau keluar lagi!” adu Arka.
“Keluarin aja, sayang, nggghhhh.” kata Saka yang masih dengan kegiatannya. Pria dengan tangan lebar itu kemudian menangkup kejantanan Arka yang sudah berkedut, memijatnya acak, membantu Arka yang kini seluruh badannya sudah bergetar hebat karena nikmat dan cairan putih yang kembali keluar, memenuhi tangan Saka dan perutnya untuk yang kedua kali malam ini.
Gerakan Saka semakin acak di bawah sana, Arka yang sedikit kewalahan mengikutinya itu kembali mendesah tak karuan, desahan serta erangan yang saling bersautan masih memenuhi ruangan itu. Arka merasakan kejantanan Saka semakin membesar di bawah sana, berkedut, dan badan Saka mulai bergetar.
Arka menahan tubuh Saka ketika ingin melepaskan benda yang semakin membesar di bawah sana karena harus mengeluarkan muatannya. “Keluarin di dalem aja, mas.” kata Arka memegang lengan Saka yang sudah lengket. “I want you to fill me, there” lanjut Arka dengan senyum manisnya dan kerutan pada hidung bangirnya, Saka mengangguk, mencium kening kekasihnya itu dan perlahan mulai melepaskan isi kejantanannya di dalam lubang di belakang sana.
Pria manis yang kini ada di bawah Saka itu sudah merasakan bagian di dalam bawah sana terasa hangat, kejantanan Saka sedang mengeluarkan muatannya, mengisi penuh lubangnya. Saka mengerang memanggil nama Arka. “I love you, I do always, Arkadia.” bisik Saka ketika sudah melepaskan semua cairan putihnya dan melepas tautan mereka di bawah sana, dengan cairan Saka yang perlahan keluar dari lubang itu.
“I love you to, Nisaka.” kata Arka memeluk tubuh Saka yang masih lengket dan penuh dengan peluh. Saka mengelus surai Arka, mengecupnya berkali-kali, memeluk tubuh pria putih itu dengan erat, enggan untuk melepaskannya.
“Ngantuk, tapi seprainya kotor.” kata Arka berbisik di dada Saka. “Badan kita juga kotor.” lanjutnya.
“Bebersih dulu, yuk! Aku laper.” kata Saka, menggigit pipi Arka yang menggemaskan itu.
“Sakit.” kata Arka, memukul manja dada Saka yang hanya dibalas tawa oleh sang kekasih.
“Abis ini makan dulu baru bobok ya?” kata Arka yang kini sudah memeluk leher Saka, berada digendongan kekasihnya itu, mereka sedang menuju ke kamar mandi.
Dyah menyiapkan bath tub penuh busa air hangat yang sudah dingin kembali dengan kelopak bunga mawar, anggur putih yang disukai Arka karena manis dan gelas dengan leher tinggi sudah tersedia di sana.
“Aku angetin dulu ya?” tanya Saka, mendudukkan kekasihnya pelan di atas toilet yang tertutup, lalu menghidupkan air panas, dan menambah bath bomb yang terdapat di kamar mandinya itu. Bath tub sudah siap, Saka menuntut Arka masuk, begitupun dirinya.
Setelah mereka berendam dan saling membersihkan tubuh satu sama lain, jam di kamar itu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Arka yang sudah menggunakan robe satin yang terdapat di lemari pakaian Saka mulai melepas seprai di tempat tidur yang sangat kotor dan meletakkannya dipojokan agar dapat dicuci besok oleh cleaning service hotel tersebut.
Arka berjalan keluar dari kamar dan menyusul Saka yang sudah berada di ruang tengah, sembari membaca koran dengan menggunakan kacamata kotaknya, menghidupkan channel bisnis internasional, sembari sesekali menyesap sambil menikmati teh hangat yang sempat Arka buat sebelum merapihkan kamar tadi untuk menghangatkan tubuh mereka berdua, dan melipat satu kakinya yang memiliki otot kencang.
‘Something weird in me, liat Saka pake kacemata kotak, duduk macho gitu, I wanna him still touch me. Ugh, gue horny lagi. Anjir, my hormone.’ keluh Arka.
Arka kembali melangkahkan kakinya. “Tadi aku pesen makan sama kamar lain, nanti Baskara anterin kunci sama makanannya. Abis makan kita ngungsi ke sana aja ya.” kata pria tinggi yang kini sudah menggunakan robe satin yang sama dengan Arka ketika pria manis itu sudah berada dilahunannya sembari mengecupi punggung kekasihnya itu, dan dibalas anggukan oleh Arka. Kembali membaca koran yang sudah dilipat, sedangkan Arka masih memainkan ikatan robe-nya, sedikit malu bila ia meminta. Namun, ini gawat darurat menurutnya.
“Mas.” kata Arka dengan suara cicitannya.
“Ya?” tanya Saka, masih sibuk dengan korannya, hingga Arka menuntun tangan Saka ke bagian tengah selangkangannya yang hanya ditutupi kain satin. Saka membelalakkan matanya.
“Berdiri lagi liat kamu pake kacemata, dan satin robe gini.” kata Arka. “Kamu sexy banget.” bisik Arka dengan suara erotisnya.
“Katanya tadi pinggang kamu sakit?” tanya Saka dengan nada khawatir sembari mengelus kejantanan kekasihnya itu, dan meletakkan koran di nakas samping sofa.
“I want yours. Hhnggghh—” kata Arka sembari mendesah, merasakan tangan Saka memanjakkan miliknya. “Aku bisa tahan rasa sakitnya kok.” nada manja yang selalu bisa meluluhkan Saka.
“Aku juga tiba-tiba horny liat kamu horny gini, tapi kasian kamu.” kata Saka mengecup bahu Arka penuh sayang. Arka memiringkan tubuhnya, meletakkan tangannya di bahu Saka dan melumat habis bibir pria yang ada di bawahnya itu.
“Ayo, Saka. Nggghhh— aku horny banget, I can’t. Kamu harus tanggunghh jawabhh.” kata Arka manja dengan desahan saat tangan Saka masih mengelus kejantanannya. Arka membalikkan badannya, memunggungi Saka, dan melebarkan kedua kakinya di antara paha kencang milik Saka yang sudah terbuka lebar.
“If you insist. Di sini aja ya?” bisik Saka menarik tali robe satin Arka lalu menurunkan kain yang menghalangi bahu lebar pria cantik di lahunannya, bahu yang sangat ia sukai. Tangannya mulai bergantian memilin kedua nipples Arka dari belakang, sedangkan pria yang dimanjakan menaikkan kedua tangannya, meraih kepala sang kekasih yang ada di bahunya, mengelus surainya dan juga memberi akses Saka untuk memanjakkan seluruh tubuh bagian depannya dengan leluasa.
Bell kamar itu berbunyi, tanda ada seseorang yang mengantar sesuatu, seperti yang diucapkan Saka sebelumnya, Baskara sudah menunggu di daun pintu luar untuk dibukakan pintu. Arka meminta Saka untuk membukakan pintu itu, ia sudah totally naked saat ini.
“Kunci sama makanannya ditaro di situ aja, nanti saya ambil sendiri.” kata Saka ketika membuka pintu dan hanya mengintip dari balik daun pintu kamarnya.
“Baik, Pak. Selamat menikmati makan malamnya.” kata Baskara, sembari meletakkan kunci di atas tudung stenlis yang berada di trolly makanan itu.
“Baskara, tolong besok pagi-pagi, bersihin kamar ini ya.” pinta Saka.
“Baik, Pak.” jawab pria di depan sana.
“Okay, thank you. Kamu boleh pergi sekarang.” kata Saka. Baskara menunduk tanda mengerti dan meninggalkan lantai 38 itu.
Saka membuka pintu kamarnya dan mengambil trolley berisi makanan dan memasukkannya ke dalam kamar. Lalu, kembali ke sofa putih milik hotel dan melihat Arka yang sedang menyiapkan dirinya sendiri sembari menggigit robe agar desahannya tidak terdengar. Saka melepaskan jari Arka dari lubang di bawah sana, mengganti dengan jarinya dan melanjutkannya kegiatan yang sempat tertunda tadi.
Selanjutnya, biarkan Saka dan Arka serta Tuhan yang tahu apa yang sedang mereka nikmati di seperempat malam ini.