Yulna si Adik Cantik
↳ Part of Reunited Universe
↳ Yulna/Wonwoo/Mingyu centric
↳ tw: hospital, infusion needle, fluff, a little bit drama.
Tepat jam 2 pagi itu, tangan Wonwoo dikejutkan dengan badan anak gadisnya yang panas luar biasa. Dia mengambil ponselnya, menelepon Joshua yang ada di kamar lainnya untuk membantunya menggotong Yulna. Tidak terjawab. Sudah pasti kakaknya itu sedang tertidur pulas sekarang.
Gue harus bawa Yulna ke IGD. hanya itu satu-satunya yang dapat Wonwoo fikirkan. Dengan tangannya yang bergetar, dia menggendong balita cantik itu kedekapannya sembari meringis karena panasnya yang cukup tinggi — 39,5 derajat tertulis di thermometer.
“Kak Josh. Please!” Suaranya parau — hampir menangis mungkin — sembari mengetuk kamar Joshua. Ketakutan, beginilah Wonwoo bila anaknya sedang sakit, kalut rasanya. Tidak bisa tenang.
“Kak! Wake up!!” Dengan ketukan yang tak sabaran. Setiap Jum'at malam, Asih selalu pulang ke rumahnya dan akan kembali Sabtu siang, jadi malam ini hanya ada Wonwoo dan Joshua, sedangkan, pria ramping ini tidak yakin bisa membawa mobil dengan keadaan panik seperti saat ini.
Joshua membuka pintu kamarnya dengan mata yang masih menyipit dan suara yang serak, “Kenapa?”
“Yulna 39,5 panasnya, please kita harus ke IGD like right now!” Pinta Wonwoo, mata Joshua langsung membelalak dan keluar kamar, tanpa berganti piyama, mengambil kunci mobil dan bergerak cepat berjalan mendahului Wonwoo. Sama paniknya, namun dia masih bisa berfikir dan menyetir.
“RS mana anjir deket sini?” Tanya Joshua. Jangan salahkan siapapun, mereka hanyalah dua pria dewasa yang sedang panik saat ini. Mata Yulna masih terpejam dengan nafas yang berat dan hidung yang tersumbat di dalam pelukan Wonwoo.
“Kak, Ke RS Brawijaya aja.” Kata Wonwoo dengan suara bergetar.
“Antasari?” Tanya Joshua yang dibalas anggukan yakin. Joshua segera mengatur GPS yang ada di mobil dan segera menancapkan gas nya sesuai dengan panduan audio dari tape mobil.
“Ngga pa-pa kok, Pak. Putrinya demam tinggi diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan karena terdapat virus atau bakteri. Adik cantiknya nginep dulu di sini ya, Pak?” Kata dokter yang menggunakan name tag bertuliskan Dr. Lee Sangyeon, Sp.A.
“Besok kita coba periksa untuk paru-paru, cek darah dan lainnya untuk memastikan saja apakah ini hanya sekedar sakit flu biasa atau ada yang lainnya?” Kata pria berjas putih di hadapan Wonwoo. Wonwoo mengangguk.
“Silahkan ke loket administrasi untuk melanjutkan prosedur berikutnya ya, Pak. Adik cantiknya biarkan tidur di sini dulu, sudah saya berikan infus untuk menghindari dehidrasi. Nanti akan kita pindahkan ke kamar. Sekarang, saya permisi dulu.” Kata pria itu. Wonwoo mengucapkan terima kasih dan kembali terduduk di sebelah ranjang Yulna. Kemudian Joshua datang dan mengelus pundak Wonwoo.
“Administrasi, kak. Gue kayaknya ngga bawa dompet.” Kata Wonwoo.
“Gue bahkan ngga bawa handphone, Won.” Kata Joshua. Iya, sama diapun tidak membawa apa-apa. Ternyata, tanpa sadar mereka datang ke sini tanpa membawa apa-apa.
Terus ini gimana? gumam Wonwoo.
“Lo bahkan pake sendal beda sebelah.” Kata Joshua, melirik kaki putih Wonwoo. Wonwoo hanya tertawa kecil, mengingat keterburu-buruannya di seperempat malam ini.
“Ini bayarnya gimana coba? Yulna disuruh nginep pun.” Kata Wonwoo. “Kartu asuransi gue di dompet. Haha.” Tawa Wonwoo — miris.
“Gue balik ke apart dulu kali ya, ambil dompet sama handphone. Nanti balik ke sini, sekalian bawain baju Yulna sama lo.” Kata Joshua.
“Lo ngga inget nomer siapa-siapa?” Tanya Joshua. Hanya satu yang dia ingat, nomor ponsel Kim Mingyu.
“Cuma inget nomer Mingyu. Dia tidur ngga sih jam segini, Kak? Udah jam 3.” Kata Wonwoo.
“Coba telepon deh, dari mba-mba administrasi di depan. Siapa tau lagi ngapain kek dia.” Bujuk Joshua.
“Baru aja chat gue di bales, kak. Masa minta tolong?” Tanya Wonwoo dengan nada tak enak.
“Coba dulu, gue ambil barang-barang di apart, terus, lo hubungin gue ke sini kalau ada apa-apa. Semoga ngga ada apa-apa. Gue balik dulu. Ya?” Kata Joshua, yang sudah memberikan notes kecil berisi nomor teleponnya dan meninggalkan Wonwoo di IGD dengan Yulna yang wajahnya masih pucat pasi. Wonwoo hanya memijat batang hidungnya yang sedang memikirkan untuk membayar administrasi malam ini.
Kak Mingyu, Wonu bingung. adu nya dalam hati.
“Dek..” suara pria terengah, seperti habis berlari mengagetkan Wonwoo. Dia hafal suara ini, suara ini bagai bunga tidur. Ya, mungkin kini Wonwoo sudah tertidur terlalu lelap. Beberapa kali suara itu memanggil, bukan, itu bukan suara dari mimpinya.
Wonwoo membalikkan badannya dan menemukan sesosok pria tinggi, berkacamata, tatanan rambut belah tengah, berhidung mancung, menggunakan hoodie hitam dengan celana training panjang yang sedang mengatur nafasnya sehabis berlari.
“Kak?” Tanya Wonwoo, membelalakkan matanya, kaget karena bingung bagaimana pria itu kini ada di sini, di IGD ini. Tempat yang tak mungkin menjadi suatu kebetulan bila dilihat dari gaya pria yang kini sudah berjalan menuju Wonwoo.
“Kamu ngga papa?” Tanyanya. Wonwoo menjawab dengan gelengan kuat.
Pria itu adalah Mingyu, pria yang sedari tadi ia panggil namanya. Air mata sudah menggenang dimata Wonwoo, membuat penglihatannya kabur. Mingyu tahu, sangat tahu raut wajah yang Wonwoo tunjukkan saat ini, raut takut, kalut dan bingung serta lega yang bersamaan. Mingyu semakin mendekatkan dirinya pada Wonwoo dan Wonwoo berhambur memeluk pinggang Mingyu, wajahnya tenggelam diperut Mingyu.
“Ngga pa-pa, ada aku.” Kata Mingyu, mengelus sayang surai Wonwoo, memeluk pria itu. Pecah tangisnya, menjadikan perut Mingyu sebagai peredam suara isakannya, agar Yulna tak terbangun dan melihat papanya sedang menangis.
“Aku ke administrasi dulu. Tunggu di sini ya?” Tanya Mingyu, ketika mendengar tangisan Wonwoo mulai mereda, meregangkan dekapannya.
Tak butuh waktu lama, Yulna segera dipindahkan ke ruang inapnya. Dan di sanalah mereka, duduk di sebelah ranjang dan melihat anak mereka yang masih tertidur, dengan wajah pucat pasi, jarum infus yang ditusukan pada bagian punggung tangannya yang dibelit dengan papan di telapak hingga pergelangan tangannya, agar infus tersebut tetap diposisinya. Wonwoo meringis melihat jarum tertancap di sana. Mingyu mengajak Wonwoo ke sofa, memberikannya sebotol air mineral yang tadi dia bawa setelah dari loket administrasi.
“Kamu tau aku di sini dari siapa, Kak?” Tanya Wonwoo, memecah keheningan.
“Joshua, tadi dia nelfon aku dari ponsel kamu, dia bilang kamu IGD. Aku kaget dan langsung ke sini.” Jawabnya.
“Aku takut kamu atau Yulna kenapa-napa.” Katanya lagi. “Ternyata dugaan aku bener.”
“Kamu belum tidur memangnya?” Tanya Wonwoo berhati-hati.
“Udah tidur, terus jam setengah dua kebangun, abis itu ngga bisa tidur lagi.” Jawab Mingyu.
“Ke sini naik apa? Kenapa baju kamu kaya bau angin malem?” Tanya Wonwoo, dia menghirup wangi itu saat dia menangis di IGD tadi.
“Naik motor, biar cepet sampe.” Katanya.
dia masih Kak Mingyu yang khawatir, dia masih Kak Mingyu yang selalu menjadikan aku sebuah prioritas, dia masih Kak Mingyu yang selama ini aku kenal. gumam Wonwoo.
“Padahal, nanti pagi datengnya juga ngga apa.” Kata Wonwoo mencicit.
“Terus, anak aku di IGD sampe pagi?” Tanyanya.
Dadanya berdegup kencang mendengar kalimat anak aku, ingin terbang rasanya, Wonwoo sangat lega mendengar kalimat itu keluar dari bibir Mingyu, butuh waktu lama untuk ia mendengarnya.
“Kan nanti Kak Joshua dateng.” Kata Wonwoo.
“Ngga pa-pa, udah ada aku.” Kata Mingyu, mendekatkan duduknya dan memeluk bahu Wonwoo dari samping. Meletakkan lembut kepala Wonwoo di bahunya, mengelus lengannya dengan hangat. Seperti yang selalu Wonwoo butuhkan. Seandainya dari awal Yulna sakit dan tubuh di samping ini selalu merengkuhnya, mungkin dia tidak akan sepanik tadi.
“Kok Yulna bisa sakit? Hmm?” Tanya Mingyu mengelus surai Wonwoo, yang ditanya hanya mengendikkan bahunya dan kembali menghirup tenang harum tubuh pria yang selalu membuatnya nyaman, sedang menikmati belaiannya. Wonwoo rindu seperti ini, maka Wonwoo akan menikmatinya.
“Ngantuk?” Tanya Mingyu, melihat mata Wonwoo yang mulai sayup karena kantuk yang menyerang serta efek belaian Mingyu yang membuatnya semakin ingin terlelap. Wonwoo menganggukan kepalanya pelan. Rasanya kedua mata bermanik rubah itu tidak sanggup lagi untuk terbuka, tengah malam ini sangat melelahkan.
Pagi ini Wonwoo dikejutkan oleh suara gelak tawa gadis kecil yang semalaman membuatnya khawatir. Entah bagaiamana, dia bisa tertidur di sofa dengan bantal di kepalanya dan selimut yang menutupi badannya, terasa nyaman-nyaman saja.
“Morning!” Sapa Wonwoo yang bangun terduduk dan menghampiri anak gadisnya yang sedang bermain dengan Mingyu yang masih menggunakan hoodie dan celana trainingnya, seperti semalam.
Semalam, bukan mimpi. gumamnya.
“Mol.. ning.. hehehe..” cengir anak gadis itu ketika melihat papanya, tampaknya anak gadis itu sudah baik-baik saja.
“Atit, pappapa..” keluhnya sembari menunjukkan tangan kanannya, manja. Wonwoo langsung menggapai tangan yang sedang diinfus itu dan meniupnya sebagai mantra agar cepat sembuh, dan mengecup pucuk kepala anak gadisnya.
“Sabar ya, princess. We will go home, soon. Be patient, okay?” yang dijawab anggukan melemah oleh sang anak.
“Kamu ngomong bahasa Inggris sepanjang itu, memang Yulna ngerti?” Tanya Mingyu, membawa Wonwoo duduk dipangkuannya. Lagi-lagi Wonwoo dibuat terkejut.
Bukankah Mingyu benci sama gue? tanya Wonwoo.
Pipinya memanas, seakan malu dengan posisi mereka saat ini. Malu dilihat Yulna, walaupun dia tahu Yulna belum mengerti apa-apa.
“Princess, memang ngerti tadi Papa ngomong apa?” Tanya Mingyu, gadis yang dipanggil putri itupun mengangguk.
“See? Anak kita pinter kok.” Kata Wonwoo, keceplosan. Iya, tak sengaja lepas kalimat 'anak kita' dari bibirnya. Mungkin karena terlalu bahagia dengan apa yang ia alami pagi ini. Rasanya hanya ingin menghentikan waktu agar terus merasakan kebahagiaan seperti ini dalam waktu yang lama.
“Hmm..” Wonwoo berdehem.
“Kak Joshua mana?” Tanya Wonwoo. Membuka suaranya dari suasana yang terbilang cukup aneh — dia sedang memproses apa yang terjadi.
Wonwoo mencoba berdiri dari haluan Mingyu, namun tertahan — Mingyu menahannya.
“Joshua sama Mba Asih aku suruh pulang tadi pagi sehabis anter baju kamu dan Yulna.” Jawab Mingyu, memeluk perutnya erat seakan tak ingin Wonwoo pergi kemana-mana.
Won, bisa yuk! Jangan panik sendiri. gumamnya.
“Kok gitu?” Tanya Wonwoo, menenangkan degupan jantungnya.
“Ngga pa-pa, biar bisa bertiga.” Jawab Mingyu. Menempelkan dagunya di bahu Wonwoo dan mengintip anak gadisnya bermain di atas kasur, menggambar acak dengan tangan kirinya.
“Aku baru tau Yulna kidal.” Jawab Mingyu.
“Ya gimana mau tau, ketemu aja baru sekali. Pulangnya juga pas Yulna tidur.” Jawab Wonwoo dengan nada sarkasnya. Tidak bermaksud, tapi itu yang keluar dari bibirnya.
Wonwoo merasakan senyuman tersungging di wajah Mingyu. Tidak menjawab apa-apa. Wonwoo hanya tidak tahu bahwa Yulna sering hang out dengan ayahnya saat pulang sekolah. Wonwoo saja yang tidak up to date.
“Maaf ya, kita ngga jadi pergi, malah di rumah sakit.” Kata Wonwoo, meletakkan kepalanya di kepala Mingyu yang ada di bahunya.
“Ngga apa-apa, masih ada hari lain, yang penting Yulna sembuh dulu.” Kata Mingyu. Yang diajawab anggukan dari pria yang ada dipangkuannya itu.
“Dokter udah visit?” Tanya Wonwoo yang melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10.30.
“Udah, sample darah Yulna juga udah diambil tadi pagi, tinggal nunggu hasilnya, besok.” Kata Mingyu. “Kamu tidur nyenyak banget kecapean ya?” Tanya Mingyu.
“Pasti kamu belum tidur kan, kak?” Tanya Wonwoo balik, membelai surai Mingyu dari posisi yang aneh itu.
“Belum, nanti aku tidur setelah Yulna makan siang aja. Kamu mau tidur lagi? Atau mau bebersih?” Tanya Mingyu.
“Pengen bebersih aja. Aku mandi dulu ya.” Izin Wonwoo, Mingyu meregangkan pelukannya, membiarkan Wonwoo berdiri.
“Sayang, papa mandi dulu, kalau mau sesuatu minta ke ayah atau tunggu papa ya.” Kata Wonwoo kepada anak gadisnya yang masih sibuk.
Ayah, tanpa uncle. Mungkin sudah waktunya untuk dibiasakan. gumam Wonwoo.
“Pa” panggilnya.
“Yes?” tanya Wonwoo.
“Mau bobo.” Kata Yulna.
“Ngantuk? Mau bobo aja? Ngga mau nunggu makan siang dulu?” Tanya Wonwoo yang dijawab gelengan oleh gadis bongsor itu. Wonwoo langsung merapihkan tempat tidur Yulna dan merebahkan anak gadisnya di sana.
“Kamu boleh bantuin aku, Kak?” Tanya Wonwoo kepada Mingyu yang sedang mengambil tas titipan Joshua.
“Ya?” Tanya Mingyu.
“Bacain ini, sambil tiduran di sampingnya ya.” Kata Wonwoo ketika sudah menemukan buku dongeng favorite anaknya di dalam tas Yulna yang dibawa oleh Joshua di tangan Mingyu.
“Aku gede, Dek.” Akunya, ya memang sih.
“Iya, Yulna kan kecil, cukup kok. Kamu tidur di kirinya, biar bobok. Kasian anaknya ngantuk tuh!” Kata Wonwoo.
“Kok ya kaya kamu, tidurnya harus dibacain buku.” Protes Mingyu.
“Ya kan anak aku. Haha. Cepet!” Pinta Wonwoo, mendorong sang kaka ke sisi kasur dan memastikan pria itu naik dan tidur sembari menjadikan lengannya yang berotot itu bantal untuk Yulna.
Wonwoo bergegas mandi sebelum perawat mengantar makan siang untuk Yulna dan Mingyu sedang menceritakan dongeng untuk Yulna yang sudah berada di dadanya, tertidur dengan nyaman.
“Mohon maaf, permisi. GoSend, kak.” Kata pria yang baru saja masuk membawa tas yang diyakini adalah baju ganti untuk Mingyu.
“Tidur, Ming?” Tanya pria itu.
“Iya, baru aja.” Jawab Mingyu.
“Nih baju lo! Wonu mana?” Tanya pria itu.
“Mandi.” Jawab Mingyu dengan tenang.
“Gimana? Udah diberesin rekonsiliasi hatinya?” Tanya pria itu.
“Belum, ini princess mendadak masuk rumah sakit. Ya kali, mendadak gue bahas. Ngga pas aja waktunya.” Kata Mingyu.
“Ya gimana jugakan Wonu harus tau. Dari pada ternyata dia nungguin lo gimana?” Tanya pria itu.
“Iya, nanti gue kasih tau.” Kata Mingyu.
“Jangan lama-lama, kasian Ming.” Kata pria itu.
“Iya, Dik.” Jawab Mingyu, tanpa Mingyu dan pria di sampingnya yang dipanggil Dik itu tahu, Wonwoo mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
Gue harus tau apa? gumamnya. Jangan lama-lama karena kasian, isn't a good signal. kata Wonwoo. Apa tentang soulmate yang pernah dibilang Dika waktu itu di twitter?. Overthinking Wonwoo dibuatnya.
Wonwoo berjalan sedikit canggung dengan handuknya, menyapa Dika yang sudah datang.
“Baru dateng, Dik?” Tanya Wonwoo, memberikan minuman kaleng yang ada di kulkas kamar itu ke arah Dika.
“Iya, nganter baju Mingyu. Bentar lagi gue balik, tapi mau ketemu Yulna.” Kata Dika santai.
“Aku mandi dulu ya.” Kata Mingyu yang dijawab anggukan dari Wonwoo.
“Kenapa bisa masuk rumah sakit, Nu?” Tanya Dika sembari membuka kaleng minuman itu.
“Panas tinggi banget semalem, kata dokter infeksi karena bakteri. Padahal, dibekelin terus setiap ke sekolah.” Kata Wonwoo. Dika menjawab dengan anggukan dan gestur bibirnya yang melingkar, tanpa suara.
“Dik, Can I ask you something?” Tanya Wonwoo, nadanya sudah serius,
“Go ahead.” Jawab Wonwoo.
“Kak Mingyu tuh udah—” kalimat Wonwoo terpotong.
“Makan siang, Adik Cantik.” Kata sang perawat. Wonwoo memukul bahu Dika seakan berkata 'sebentar' dan menghampiri sang perawat untuk mengambil makan siang Yulna.
“Tidur ya?” Tanyanya.
“Iya, sus. Tadi bangun-bangun main.” Jawab Wonwoo dengan senyum.
“Obatnya udah dicampur sama makanan ya, Pak. Kalau bisa sih habis.” Kata sang perawat.
“Iya, nanti saya suapin. Tadi udah ketawa, harusnya sudah mau makan ya.” Kata Wonwoo.
“Kalau mau minum susu tunggu 1 – 2 jam setelah makan ya, biar obatnya tercerna dulu.” Kata perawat mengingatkan, dan meletakkan makanan Yulna di atas meja yang tidak jauh dari ranjang putrinya.
“Oke, sus. Terima kasih.” Dan sang perawat itu meninggalkan ruang inap Yulna.
Wonwoo berjalan lagi ke Dika, dan duduk di sampingnya. Dia masih curious dengan pembicaraan mereka yg tak sengaja dia dengar.
“Mau nanya apa, Nu?” Tanya Dika ketika Wonwoo sudah duduk.
“Dia tuh udah punya pacar?” Tanya Wonwoo. Pertanyaan pertama berhasil.
“Dia? Mingyu?” Tanya Dikey. “Kalau itu sih tanya langsung aja.” Kata Dika.
“Padahal, iya juga ngga apa. Ngga usah ditutupin. Dia di sinikan juga buat Yulna, bukan buat gue, Dik.” Kata Wonwoo dengan kalimat yang melemah. Dika hanya tersenyum getir.
You think, Nu? gumam Dika.
“Dengerin aja apa nanti yang Mingyu sampein. Semoga ketemu titik terangnya, Nu.” Kata Dika, menepuk bahu Wonwoo.
“Kalau memang ngga bisa bareng, semoga lo nemuin jalan yang lurus tanpa berliku untuk ke sananya. Nemuin, pengganti Mingyu yang jauh lebih baik, baik untuk Yulna juga, Nu.” Kata Dika. Entah kenapa mata Wonwoo memanas. Ingin menangis kencang rasanya. Perandaian yang Dika tuturkan bukan jawaban yang Wonwoo ingin dengar saat ini.
“Gue balik dulu, salam buat Yulna. Sore kayaknya Hao dateng sama Jun.” Ujar Dika berdiri, Mingyu masih di kamar mandi.
Wonwoo mengantar Dika sampai di depan pintu, menutupnya dan duduk di sebelah ranjang Yulna. Mengelus pipi chubby milik Yulna, tersenyum dengan bebrapa tetes air mata jatuh di sana. Wonwoo menghapus air matanya.
“Pap?” Tanya Yulna.
“Yes?” Jawab Wonwoo, berusaha tersenyum.
“Yulna, hungry? Ingin makan siang?” Tanya Wonwoo pada sang buah hati, Yulna tersenyum dan mengangguk.
“Okay, let'g grab some lunch. Wait a minute.” Kata Wonwoo, mempersiapkan sang buah hati untuk makan siang.
“Tapi, sehabis makan, Yulna tidak minum susu dulu ya.” Ujar Wonwoo, Yulna mengangguk pasrah.
“Anak papa pinter bangeeett...” kata Wonwoo memeluk putrinya, kini posisinya Wonwoo sudah berada di kasur untuk menyuapi Yulna makanan rumah sakit.
“Gimana kalau nanti Papa buatin nasi tim ayam suwir rendang kesukaan Yulna, mau?” Tanya Wonwoo sembari menyuapi anaknya.
“Ya ya ya...” kata Yulna bersemangat.
“Cepet sehat, biar pulang. Emang ngga kangen sama Nanny Asih?” Tanya Wonwoo, Yulna cemberut yang berarti dia ingin bertemu Nanny-nya.
“Sayang papa apa Nanny?” Tanya Wonwoo iseng.
“Papa” jawabnya.
“Uncle Joshua atau Papa?” Tanya Wonwoo lagi.
“Uncle.” Jawab Yulna dengan wajah polosnya.
“Wah, So hurt!” Jawab Wonwoo sembari memegang dadanya. Yulna hanya tertawa melihat tingkah laku papanya.
“Dah.. Stop! Penuh.” kata Yulna. Sudah kenyang katanya sembari memegang perut gembulnya.
“No, you have to finish this. Mau ya?” Tanya Wonwoo, merayu sang putri.
“Biar aku aja yang suapin sisanya.” Kata Mingyu, membuat Wonwoo kaget, jujur Wonwoo lupa kalau ada Mingyu di ruangan itu.
Ah iya, lupa. Ada Kak Mingyu. gumamnya. Masih tak terbiasa, karena biasanya kalau keadaan seperti ini, selalu hanya ada dia atau ditemani oleh Joshua.
“Ok. Ini.” Kata Wonwoo menyerahkan piringnya kepada Mingyu.
“Kakak mau lunch apa? Aku mau beli makan siang.” Kata Wonwoo.
“Samain aja sama kamu. Di daerah sini ngga ada makanan, kamu mau beli di mana?” Tanya Mingyu.
“GoFood?” Jawab Wonwoo dengan pertanyaan.
“Oh, oke. Apa saja.” Jawab Mingyu, yang dijawab anggukan oleh Wonwoo. Wonwoo mengambil ponselnya dan memesan dua paket teriyaki yakiniku bowl dari sebuah restoran Jepang cepat saji. Agar makanannya segera datang, dan bisa mengisi energi selama di rumah sakit agar tidak tumbang.
“Soonyoung nelfon aku tadi, pas kamu mandi. Katanya mau dateng soren. Hao juga.” Kata Mingyu, sembari pelan-pelan merayu anaknya agar menghabiskan makanannya.
“Tuan putri pintar. Nanti kita jalan-jalan kalau sudah sembuh ya.” Ajak Mingyu.
“Jangan dijanjiin, Kak. Nanti ditagih, anaknya ngga gampang lupa,” kata Wonwoo memperingati Mingyu.
“Iya, ngga apa toh, nanti aku ajak jalan-jalan?” Tanya Mingyu, merapihkan piring-piring kotor dari hadapan Yulna agar anaknya itu bisa bergerak bebas di tempat tidur.
“Kenapa harus aku larang. Kalau kamu ngga sibuk ya, silahkan.” Jawab Wonwoo. Nada sedih yang tertahan. Entah mengapa tapi kalimat Dika terus terngiang di kepalanya. Kepalanya penuh dengan tanda tanya.
Ruangan hening untuk Wonwoo, walaupun di sana Yulna sedang bermain bersama Mingyu. Mingyu sedikit bingung melihat perubahan raut muka Wonwoo yang seperti sedang berpikir keras. Mingyu meninggalkan Yulna untuk bermain sendiri dan menghampiri papa Yulna itu.
“Mikirin apa?” Tanya Mingyu yang kini sudah duduk di sebelah Wonwoo. Pria yang ditanya tidak menjawab.
“Ada apa, hmm?” Tanya Mingyu lagi, mengelus punggung Wonwoo tanpa canggung.
“Ngga ada apa-apa, Kak.” Senyum Wonwoo.
“Aku tahu kamu lagi mikirin sesuatu. Yulna ngga pa-pa, Insya Allah sembuh. Besok atau Senin paling sudah bisa pulang. Anaknya juga sudah ketawa. Terus apa yang dipikirin?” Tanya pria di sebelah Wonwoo.
“Ngga tau. Penuh aja pikiran aku, Kak. Maafin ya.” Kata Wonwoo, menepuk paha sang kakak dan beranjak meninggalkannya di sofa.
“Lagi apa, anak papa?” Tanya Wonwoo ketika sudah sampai di depan Yulna, tak mengkhiraukan Mingyu dan pikirannya.
“Pa, ngantuk.” Kata Yulna.
“Bobok yuk!” Kata Wonwoo, Wonwoo langsung naik ke tempat tidur yang tidak senyaman kasur apartemennya itu, tidur di samping Yulna dan membacakan gadis itu dongeng hingga tertidur.
“Hasil tes darahnya bagus, hasil lendirnya juga bagus. Tidak ada yang berbahaya, adik cantik sudah bisa pulang besok ya, Pak.” Kata Dokter Spesialis Anak itu.
“Syukurlah kalau hasilnya baik. Terima kasih, dok.” Kata Mingyu lega, Wonwoo yang mendengarnya pun sangat lega.
“Nanti sore kita lepas ya infusnya, Adik Cantik? Sakit ya?” Tanya Dr. Lee Sangyeon itu menatap iba ke arah Yulna yang dijawab anggukan yakin.
“Ketemu lagi nanti sore ya.” Kata Dokter itu, melambaikan tangannya ke Yulna dan berlalu.
“Benerkan?” Tanya Mingyu kepada Wonwoo.
“Alhamdulillah kalau ngga ada apa-apa.” Kata Wonwoo.
“Besok kamu kerja?” Tanya Mingyu.
“Aku udah izin sampai Selasa, Rabu baru masuk lagi. Aku ngga mau ninggalin Yulna dulu.” Kata Wonwoo, menjelaskan yang entah untuk apa, dia baru menyadarinya ketika setelah selesai bicara.
“Oke kalau gitu.” Kata Mingyu. “Aku harus pergi sekarang, nanti malam aku balik lagi ya?” Katanya lagi.
“Ada pemotretan kah?” Tanya Wonwoo, Mingyu menggeleng.
“Any appointments?” tanya Wonwoo, kali ini pertanyaan yang memburu dan ingin tahu.
“Iya.” Jawab Mingyu.
“Penting banget sampe harus ninggalin Yulna?” Tanya Wonwoo. Wonwoo cemburu.
“Kan ada kamu, aku pergi sebentar kok.” Kali ini Mingyu dibuatnya bingung dengan nada suara Wonwoo yang sedikit asing.
“Ngga usah balik juga ngga apa. Aku besok pulang sama Kak Joshua dan Asih.” Kata Wonwoo. “Don't worry I'll pay the bill. Thank you for yesterday. Have fun!” kata Wonwoo, membalikkan badannya menghadap Yulna dan mengelus surai gadis kecilnya itu.
“Hmm.. aku ngga pengen berangkat kalau kamunya kaya gitu sih.” Kata Mingyu, masih di tempatnya.
“Ngga usah berangkat.” Jawab Wonwoo. Dan memang itu yang dia inginkan. Wonwoo takut Mingyu akan bertemu dengan soulmate-nya. Mingyu kenal betul nada ini. Cemburu.
“Yulna, uncle eh ayah pinjem papa dulu ya, sayang.” Izin Mingyu, menarik tangan Wonwoo menjauh dari jangkauan telinga Yulna.
“Bilang sama aku, kamu kenapa?” Tanya Mingyu ketika sudah sampai di depan pintu kamar Yulna yang masih memegang tangan Wonwoo.
“Yulna jangan ditinggalin sendirian.” Kata Wonwoo, mengintip gerak-gerik Yulna dan berusaha melepas genggamannya dari Mingyu.
“Kamu kenapa? Dari kemaren sore tuh aneh!” Kata Mingyu. “Jadi jaga jarak sama aku. Ada apa?” Tanya Mingyu.
“Buat apa aku deket kamu? Kamu kan di sini karena Yulna?” Ketus Wonwoo.
“Kata siapa? Siapa yang bilang?” Tanya Mingyu.
“Aku!” Kata Wonwoo. “Lepasin tangannya, Kak! Itu Yulna nangis.” Wonwoo melewati Mingyu dan langsung masuk ke dalam, meraih tubuh putrinya.
“Kenapa, anak papa?” Tanya Wonwoo yang dijawab gelengan. Pria yang melahirkan Yulna langsung memeluk anaknya yang masih menangis dan pria itupun ikut menangis dipelukan Yulna.
Mingyu kaget melihat kedua papa dan anak itu menangis, dia melangkahkan kakinya menghampiri mereka dengan terburu-buru.
“Loh, ini kenapa nangis dua-duanya?” Tanya Mingyu, kaget dan memeluk Yulna yang ada dipelukan Wonwoo.
Setelah cukup lama adegan tangis menangis itu, Mingyu langsung sibuk dengan ponselnya.
“Dek, aku beneran harus pergi, ditunggu orang.” Kata Mingyu, yang dijawab anggukan oleh Wonwoo, dengan menatap wajah Mingyu sekilas.
“Berangkat dulu ya.” Kata Mingyu, mencium pucuk kepala Yulna dan Wonwoo bergantian.
Degup jantung Wonwoo dibuat tak karuan. Apa ini artinya? Kenapa begini? Apa sih ini? Kok dia ngga nunjukkin benci sama gue? Apa karena Yulna? Terbawa suasana mungkin? gumam Wonwoo bertanya-tanya.
“Iya, ma. Mingyu lagi di jalan mau ke rumah.” kata pria tinggi tegap dan memiliki badan atletis itu.
“Yulna besok udah bisa pulang kok. Ketemunya nanti aja. Nanti dia kaget Mama tiba-tiba dateng.” katanya lagi.
“Yaudah, iya. Nanti ikut. Siap oke. Sampai ketemu, ma.” katanya menutup sambungan teleponnya.