mnwninlove

Me in You


[Narasi 1]

tw//explisit matured content — details — 🔞
Please be wise readers

Tinggal 6 bulan panitia dari berbagai fakultas bersatu untuk penyelenggaraan event kampus tahunan dari Unvirsitas Swasta di bilangan Jakarta Barat itu. Akan ada puluhan jiwa mahasiswa dan mahasiswi yang konsentrasi di kelas turun drastis dan lebih memperdulikan event kampus ketika menjadi panitia serta ratusan mahasiswa serta mahasiswi yang berpartisipasi untuk mengisi acara, seperti membuka booths makanan ringan hingga berat sampai dengan penampilan band kampus untuk meramaikan acara.

Termasuk Seungcheol and the gank. Karena tahun ini Seungcheol menjadi anak tingkat 3, yang terpilih sebagai ketua panitia dan sudah pasti ini adalah acara kepanitiaan dia yang terakhir. Mengajak kekasihnya Joshi dan kembaran kekasihnya, Jeonghan yang kebetulan ada di satu fakultas dan tingkat yang sama. Hari ini mereka bertiga sedang mencoba untuk mempersuasi serta mengajak sembilan member dari gank tongkrongannya untuk ikut mengambil bagian pada event megah tahunan kampusnya ini. Termasuk love bird tongkrongan — Mingyu dan Wonwoo.

“Gue ngga ikut deh, Bang. Gue jadi penonton aja.” Kata Wonwoo di basecamp ketika mendengar ajakan Seungcheol barusan dan langsung menolak tanpa berpikir.

“Ikut aja Kak Won. Kan ada Bang Kiming.” Kata Seungkwan yang notabene adalah adik kandung dari Wonwoo. Tapi, dia lupa entah sejak kapan mereka berada di satu tongkrongan yang sama.

“Gue ngga maksa, Won. Cuma pengen lo pertimbangin lagi aja sih ajakan gue.” Beginilah cara seorang Seungcheol mempersuasi orang lain untuk mengiyakan ajakannya.

“Kalau lo iya, Mingyu pasti ngga ragu ikut kan, Ming?” Senggol orang yang biasa dipanggil Bang Cheol itu. Berkedip ke arah Mingyu yang ada di sebelahnya.

“Ngga usah lo kedap-kedip, lo kaya kremi. Gue pasti ikut.” Kata Mingyu yakin.

“Ada aku sih, yang. You'll be safe in my arms.” Kata Mingyu, memeluk pinggang sang kekasih mengajaknya duduk lebih dekat. Yang dibalas dengan ledekan teman-teman yang ada di sana dan hinaan-hinaan lainnya, yang membuat rona merah di wajah Wonwoo. Padahal, hal itu bukanlah kali pertama mereka diperlakukan seperti itu oleh teman tongkrongannya.

“Yang lain udah setuju kan ya? Tinggal Wonwoo aja?” Tanya Seungcheol kepada teman yang lainnya dan dijawab dengan anggukan.

“Hmm.. ya, boleh deh, Bang. Gue coba.” Jawab Wonwoo sedikit tidak yakin.

“Mantap! Ini gue share dulu ke Kak Heechul as a kordinator dan penanggung jawab.” Kata Seungcheol mengambil ponsel-nya dan mengetik beberapa pesan di sana.

“Sip, karena gue mau pacaran sama bebeb Joshi, besok kita ngumpul lagi ya. Bahas pembagian kerja.” Ujar Seungcheol.

“Nanti di chat dulu ya. Biar Han yang tanggung jawab sama bebeb gue. Sisanya lo bisa cari anggota sie kalian sendiri.” Kata Seungcheol.

“Kita bahas lebih lanjut di group chat kita bertiga belas ya. Gue chao dulu.” Kata Seungcheol sembari berdiri yang diikuti oleh Joshi dan keluar basecamp dengan berpegangan tangan.

“Yaudah, disband ajalah kita!” Kata Soonyoung setelah melihat punggung Joshi menghilang.

“Emang lu pikir ini boyband apa?” Tanya Seungkwan ke Soonyoung dengan decakan.

“Galak banget lu krucil! Let's go temenin gue beli longsay di kampus!” Ajak Soonyoung sambil menarik tangan Seungkwan.

“KAK WON!!” adu Seungkwan yang sudah ditarik oleh sahabat kakaknya sejak SMA itu.

“Tiati! Anterin adek gue balik, Nyong!” Teriak Wonwoo ketika melihat adiknya sudah menghilang dari pintu.

“Dahlah, gue balik dulu! bye!” Seru Jeonghan yang diikuti oleh Seokmin, Hao, Jun, Jihoon dan Hansol.

“Bang! Mau balik ke kontrakan ngga?” Tanya Ichan — adik kandung Mingyu yang kebetulan teman satu fakultas Seungkwan. Dan sama halnya dengan Wonwoo, Mingyu juga mempertanyakan, sejak kapan Ichan ada di tongkrongan yang sama dengannya.

“Balik. Nantian. Lo masih ada kelas, Dek?” Tanya Mingyu.

“Masih sampe jam 5, kalau lo mau balik kabarin gue ya. Yerim mau ngirim pudding regal.” Kata Ichan yang dijawab anggukan oleh Mingyu.

Dan tersisalah tinggal Mingyu dan Wonwoo di basecamp. Mereka masih betah berada di ruang santai apartemen itu, duduk di sofa yang cukup lebar.

Kalau ditanya basecamp ini tempat apa dan di mana, tempat itu adalah apartemen megah milik Wonwoo dan Seungkwan. Sejak mereka bertigabelas menjadi dekat, mereka sering menghabiskan waktu di sini, selain memang dekat dengan kampus jadi bisa rebahan sembari menunggu kelas selanjutnya, apartement Wonwoo dan Seungkwan ini memang tempat yang nyaman untuk melakukan segala hal, dari mulai iseng-iseng ngerjain tugas kelompok atau bermabuk-mabukan saat mereka sedang dilanda kemumetan — selain Ichan dan Seungkwan, tentu saja karena masih di bawah 20 tahun.

Mingyu yang biasa dipanggil Kiming oleh teman-temannya itu kini sudah meletakkan kepalanya di paha sang kekasih, dengan Wonwoo yang sedari tadi sudah disibukkan dengan membaca novel romansanya.

“Sayang, kok aku dianggurin sih?” Tanya Mingyu. Gemas sekali dia kepada kekasihnya, jelas-jelas tadi di chat sebelum pulang dia mau dicium sampai bibirnya bengkak. Sekarang gue malah dicuekin kan gara-gara novel. dumel Mingyu.

“Hmm..” dijawab Wonwoo dengan dehaman, masih sibuk membaca bukunya. Mingyu tersenyum jahil.

Wajah Mingyu kini menghadap ketubuh kekasih rampingnya, memeluknya dan mengecupi perut putih mulus kekasihnya, menjilatnya perlahan dan memberikan tanda bekas merah di sana.

“Hmph..” desah Wonwoo sembari mengulum bibirnya, berusaha untuk kembali fokus pada novelnya.

Mingyu semakin ingin menjahili kekasihnya, kemudian dia terduduk, menciumi leher jenjang sang kekasih yang sedang sibuk sendiri dengan kecupan erotisnya — kecupan yang mengeluarkan suara lembut.

“Tadi katanya mau kissing until dawn?” Tanya Mingyu jahil, mengecup kuping sang kekasih hingga mengeluarkan suara. Mingyu menurunkan kerah t-shirt V-Neck sang kekasih, agar leluasa untuk dia jajah senti demi senti kulit putih mulus kekasihnya. Memilin nipples Wonwoo dari luar t-shirt yang berakibat desiran-desiran pada darah Wonwoo akibat dari gesekan aneh di dadanya. Wonwoo menutup bukunya dan membuka kacamatanya, teringat akan keinginannya tadi siang. Pria yang biasa menggunakan kacamata itu menikmati kecupan demi kecupan, jilatan hingga lumatan yang diberikan Mingyu, menciptakan desahan sexy Wonwoo yang sangat Mingyu sukai.

“Hmph..” desah pria berkulit putih pucat itu menikmati hangatnya nafas Mingyu di sana. Wonwoo membawa tangan Mingyu yang ada di dadanya untuk menelusup masuk ke dalam celana pendek yang Wonwoo gunakan, mengarahkan tangan Mingyu untuk mengelus kejantanannya perlahan.

“Boleh?” Tanya Mingyu yang dibalas anggukan dan deruan nafas Wonwoo.

Mingyu menanggalkan celana pendek Wonwoo dan turun dari sofa, berlutut di antara kaki Wonwoo yang sudah dia buka lebar dan memperlihatkan kejantanannya. Mingyu tanpa keraguan melumatnya, membuat Wonwoo mendesah nikmat.

“Aangh.. Mingyu.” Katanya mengelus lembut surai pekat Mingyu, memilin beberapa helai rambut kekasihnya, menikmati rongga hangat sang kekasih di bawah sana.

“Hmh..” desah Mingyu ketika melumat kejantanan itu.

“Babe.. Deep more, please. Haaangh.” Pria ramping itu menekan kepala Mingyu, memerintahkan untuk melahap semua kejantanannya.

Badan Wonwoo melengkung membentuk busur cantik, indah di mata Mingyu. Semakin dalam, semakin cepat Mingyu memanjakan penisnya semakin dekat Wonwoo pada putihnya.

“Aaaaaaaaahhh.. I wanna cum, let it go, Gyu.. ngghhh..” erangnya, kaki Wonwoo trembling hebat. Mencoba melepaskan mulut Mingyu dari miliknya. Namun, Mingyu masih di sana, menunggu sang kekasih mengeluarkan muatannya, sampai pada puncaknya dengan terus melumat benda kenyal yang sedang berkedut itu.

Tak lama, Wonwoo mengeluarkan spermanya di dalam mulut Mingyu, Mingyu langsung berdiri mempertemukan belah bibir mereka, berbagi putih Wonwoo di dalam sana dengan Wonwoo yang masih terengah. “Hmh..” desahnya, menyeimbangkan ciuman Mingyu.

Yours. Maniskan? That's why I like it.” kata Mingyu yang dijawab anggukan lemah sang kekasih.

Mingyu kembali mengulum bibir pria yang kini sedang duduk berada di bawah kungkungannya. Wonwoo menyeimbangi kembali ciuman tersebut, membuka bibir bawahnya memberikan ruang untuk lidah pria dia atasnya ini masuk dengan bebas mengabsen rongga mulutnya sembari merengkuh punggung sang kekasih.

“Nghh.. bentar..” kata Wonwoo menghentikan penyatuan bibir mereka yang penuh dengan nafsu.

“Pindah kamar yuk, Gyu. Nanti Kwan pulang.” Ajak Wonwoo, tanpa ragu Mingyu menggendong kekasihnya dan membawa sang prianya ke ruang tidur. Mengunci pintu kamar itu dengan satu tangannya. Membawa Wonwoo ke tempat tidur dengan queen size di sana. Meletakkannya dengan lembut, seakan Wonwoo adalah sesuatu yang mudah rapuh.

Mingyu merapihkan surai Wonwoo yang sedari tadi berantakan karena ulahnya. Mengecupi seluruh wajah Wonwoo dengan penuh sayang. Mengecupi beberapa kali bibirnya untuk menggoda sang kekasih hingga Wonwoo melingkarkan tangannya di leher Mingyu.

“Ngegodain akunya udah kali, yang.” Kata Wonwoo tersenyum, menarik tengkuk sang kekasih mendekatkan wajah mereka hingga tak berjarak. Wonwoo mengulum bibir pria tinggi di hadapannya, Mingyu membalas ciuman tersebut dengan suka cita. Lidah Wonwoo kini sudah ada di dalam rongga mulut Mingyu, mencari lidah sang kekasih untuk saling mengaitkan.

“Nghh..” desahan muncul dari bibir Mingyu ketika merasakan tangan Wonwoo mengelus kejantanannya, dengan lincahnya membuka celana jeans Mingyu dan menanggalkan seluruh bawahan pria itu.

“It's hard.” goda Wonwoo.

“Dari blowjob kamu udah sekeras ini, kamu ga ngerasa pas aku gendong kamu?” Tanya Mingyu.

Nope, but, I can feel it right now.” kata Wonwoo, mengurut kejantanan Mingyu yang sudah mengeluarkan cairan bening pre-cum-nya.

Mingyu menanggalkan t-shirt-nya dan Wonwoo. Mengecupi leher Wonwoo, meninggalkan bekas keunguan di collarbone Wonwoo, tempat favorite-nya sembari memilin tonjolan merah muda di dada pria kesayangannya itu.

Desahan demi desahan memenuhi kamar Wonwoo. Mingyu yang mendesah memanggil nama Wonwoo dengan suara baritone-nya saat pria ramping di sampingnya memijat kejantanannya yang berukuran lebih thick dibandingkan pria pada umumnya dengan tangan lentiknya, sedangkan Wonwoo yang terus menyerukan nama Mingyu untuk terus memasukkan jarinya satu per satu ke dalam lubang yang berkerut ditengah bokong sintalnya. Mingyu terus memasuk dan keluarkan jarinya hingga menumbuk tempat tersensitif di dalam sana.

Mingyu menyatukan kejantanan mereka dan mengocoknya bersamaan dengan rhythm kocokan jarinya di belakang sana.

“Babe.. Oh My Gosh! Kim Minghhhh... ngghhh.. fuck me harder!” racau Wonwoo, menutup mulutnya dengan menghisap tonjolan di dada Mingyu yang bidang.

“Oh, Shit! Jeon Wonwoo! Nghhh.. keep going!” balas Mingyu.

Pelepasan kedua untuk Wonwoo sudah keluar, bersamaan dengan Mingyu. Menyembur ke perut mereka berdua. Meanwhile, jari Mingyu yang masih terus menerus bekerja di lubang prostat Wonwoo membuat Wonwoo merasakan nikmat hingga rasanya dia kini ke langit ke tujuh dan tak menyentuh tanah. Senikmat itu.

“Gyu, masukin!” Pinta Wonwoo manja ketika dia merasakan persiapannya sudah cukup, dan kerutan itu sudah basah sempurna.

“Iya, sayang. Sekarang kamu milin niples kamu sambil desahin nama aku.” Pinta Mingyu yang dituruti oleh Wonwoo. Tubuh ramping Wonwoo yang sempurna kini sedang menggeliat di hadapan Mingyu, membuatnya turn on. Mingyu mengocok miliknya yang mulai mengeras sebentar. Memasukkan kepala kejantanannya terlebih dahulu. Seketika mendengar suara rintihan dari Wonwoo.

“Sakit?” Tanya Mingyu, masih memegang kedua kaki kekasihnya dan membukanya dengan lebar yang dijawab anggukan dan setetes air mata dari manik rubah Wonwoo.

“Jangan dikencengin, I'll go in one at a time, relax. It's not your first time anyway, sayang.” Kata Mingyu meyakinkan, Wonwoo terasa lebih santai ketika Mingyu memijat paha dalam Wonwoo dengan sedikit remasan. Mingyu menumbukkan semua kejantanannya saat di rasa lubang itu mulai menerima kehadiran kejantanannya.

“Gyuh.. nghhh.. bentar. Jangan gerak dulu.” Pinta Wonwoo. Benar ini bukan yang pertama kalinya, tapi setiap melakukan ini tubuh Wonwoo seperti terbelah dua dengan perasaan nikmat, hingga ingin permainannya menjadi 2 ronde, 3 ronde dan ronde-ronde berikutnya. Sakit yang Wonwoo sukai.

Satu menit, dua menit, Mingyu menunggu kekasihnya agar dapat bergerak. Wonwoo perlahan menggoyangkan pinggulnya, Mingyu menerima kode itu, memegang pinggul sang kekasih, mengocok lubang itu dengan tumbukan-tumbukan dari yang pelan hingga dalam agar mencapai sweet spot sang kekasih. Meletakkan kedua kaki Wonwoo di bahunya.

“Wow, Saah.. ya... nghhh.. too deep!” erang Wonwoo yang tidak diperdulikan Mingyu, memgocoknya seakan tidak ada hari besok. Mingyu mengulum bibir Wonwoo dengan rakusnya. Wonwoo mendesah di dalam ciuman dan tumbukan yang semakin menggila.

“Take it slow, Babe. I wanna aaah haaahh.. cum” kata Wonwoo terengah. Mingyu memegang kepala kejantanan Wonwoo, dan menutup lubang pipis itu dengan jari manisnya.

“You can't, Baby.” ucap Mingyu yang masih menumbuk.

aaaahhh.. Mingyu.. nghhh... ganteng banget~ gumam Wonwoo dalam hatinya.

“Shit, Kim Mingyu. I can't take it... haaa... aah!” erang Wonwoo dengan badan yang bergetar.

“Fuck! Your hole is so.. nghhhhhh.. Jeon!” erang Mingyu, Wonwoo sudah merasakan kejantanan Mingyu yang mulai berkedut, mencari pelepasannya. Kejantanan itu terus menumbuk bagian sensitive berbentuk sekecil kacang di prostat Wonwoo.

“Gyu, lepasin! Aku mau keluar..” erang Wonwoo yang diselingi dengan desahan, kedua tangan Wonwoo meremat seprai-nya sambil merengek. Kakinya sudah bergetar hebat di bahu Mingyu karena ibu jari kekasihnya yang menghalangi pelepasannya.

“Tunggu, aku mau... aaaaahhhngggggg....” tumbukan terakhir Mingyu dan dia melepaskan ibu jarinya dari lubang penis Wonwoo dan memijat kejantanan sang submissive, Wonwoo sampai di pelepasan yang ke tiga kalinya sore ini. Sedangkan di lubang belakang itu, Mingyu juga sedang melepaskan muatannya yang cukup banyak hingga meleber di selangkangan putih mulus pacarnya.

“Enak?” Tanya Mingyu, mengecup pelipis kekasihnya penuh sayang, mengelap peluh yang keluar karena permainan mereka.

“Enak. Tapi, jangan tahan kaya tadi. Aku hampir gila!” Keluh Wonwoo, menarik tengkuk kekasihnya, memberikan peck kiss dibibir Mingyu yang kini berwarna ranum dan swollen, sama seperti bibirnya. Mengelap keringat yang ada di kening sang pria yang ada di atasnya itu.

“Haha. I love you.” Kata Mingyu yang mulai akan melepaskan connection mereka berdua di bawah sana.

No! Jangan lepasin.” Kata Wonwoo.

“Jangan lepasin, let it be.” kata Wonwoo lagi, meminta Mingyu untuk tidak melepaskan kejantanannya. Menekan bongkahan Mingyu agar semakin rapat.

“Nanti keras lagi, sayang.” Kata Mingyu, berhati-hati memindahkan posisinya ke sebelah tubuh Wonwoo.

“Main lagi. I don't wanna feel empty there.” kata Wonwoo, setelah mendengar perkataan sang kekasih, Mingyu semakin mengeratkan tubuh mereka dan Wonwoo meletakkan sebelah kakinya ke pinggul Mingyu, pria dominant itu mengelus paham mulus sang kekasih. Mingyu mengecupi ujung kepala Wonwoo, mereka menjadi satu hingga keduanya terlelap saling mendekap sore itu.

Two Become One


Part of Shall We? Universe
final approach

Jujur aku tidak pernah membayangkan kalau hari ini akan datang dari waktu-waktu yang lain. Setelah hari ini, aku akan menjadi Kim Wonwoo dan Leechan akan menjadi Kim Leechan. Bila diingat kembali, lucu banget rasanya, dari aku yang ngga kenal dengan si dia sama sekali dan sekarang akan berdampingan di hadapan penghulu untuk menghalalkan hubungan kami serta mengikat janji di hadapan banyak orang dan Allah, serta berdiri di panggung berdampingan dengan kedua orang tuanya dan orang tuaku di sana.

Deg-deg-an? Sudah pasti, bagaimana tidak kurang dari 24 jam aku akan menjadi milik Kim Mingyu seutuhnya, menjadi Papa dari Yuvin dan Ichan. Aku terus merapelkan bacaan-bacaan yang aku rasa dapat menenangkan hatiku sampai saat itu tiba.

“Nu, nervous ya?” tanya salah satu sahabatku yang baru masuk ke ruang tungguku.

“Dikit.” jawabku. Boong! Banyak banget Jihoon! teriakku dalam hati.

“Tangan lo dingin, Won. Tenang aja, everything is gonna be okay. Han sama Jisoo bener-bener serius buat ngurusin persiapan kilat buat nikahan lo.” kata Jihoon, menggenggam tanganku dengan senyum ramahnya. Memberikan kekuatannya untuk ku. Aku tau. Karena Jihoon memang selalu begitu.

“Gue takut.” kata ku.

“Takut apa?” tanya Jihoon.

“Takut setelah ini? Gue bisa ngga ya jadi papa dan suami yang baik buat Yuvin dan Mingyu?” tanya ku, ini yang bikin lebih deg-deg-an ketimbang menghadapi akad atau resepsi nanti.

“Lebih dari bisa. Lo adalah papa yang sudah sempurna untuk Ichan dan akan menjadi yang sempurna untuk Yuvin. Hidup itu kaya roller-coaster, Nu. Ngga ada yang lurus, tapi gue yakin, lo sama Mingyu bisa ngelewatin itu bareng-bareng. Jalanin aja untuk yang sekarang buat masa depan lo. Jangan dipikirin yang belum kejadian. Okay?” tanya Jihoon masih memegang tanganku, aku anggukan kepalaku tanda setuju dengannya.

Hari ini lo jadi Kim Wonwoo, dan semangat! gumam ku menyemangati diriku lagi.

“Kak Wonwoo, in 5 minutes Kak Mingyu baca Ijab Kabul ya. Boleh di cek layar TVnya.” kata salah satu staff WO yang dihire Han dan Jisoo untuk membantu pernikahanku.

“Nanti kalau para saksi, penghulu dan pengunjung bilang sah, Dek Ichan dan Dek Yuvin akan bawa Kak Wonwoo nya ke kursi sebelah Kak Mingyu ya?” katanya lagi ramah. Jihoon pamit keluar ruangan tungguku, berganti dengan Yuvin dan Ichan yang masuk ke ruang tunggu, memeluk aku dengan hangat mereka. Aku tahu saat inipun mereka sedang gugup sama sepertiku. Ku pinta mereka untuk duduk dan lalu kamipun kembali fokus kepada layar TV datar 32inch itu.

Iya, aku masih di salah satu ruang tunggu dan di balik sana, ada Mingyu yang sudah duduk berhadapan dengan 3 saksi, 1 penghulu dan Opa Ichan untuk merapalkan Ijab Kabul memintaku kepada orang tuaku dan berjanji dihadapan Allah untuk menjadi imamku.

Dada ini rasanya ini sekali meledak, antara bahagia dan deg-deg-an apakah Mingyu akan merubah piikirannya atau akan tetap mengucapkan ijab kabulnya.

Dari layar dapat kulihat Mingyu sudah duduk di kursinya. Raut wajahnya tampak lebih tenang, namun dia sedang komat-kamit entah mengucapkan apa, aku tidak dapat membaca mulutnya. Tak lama, suasana di layar TV yang aku lihat menjadi sangat intens.

Penghulu sedang mengucapkan kalimat pembukanya, yang kemudian dilanjutkan dengan Mas Mingyu yang menggenggam tangan Opa Ichan dan Opa Ichan yang mengucapkan Ijabnya terlebih dahulu. Kemudian, inilah saat yang menegangkan untukku. Terpaku aku dibuat oleh si Mas Mingyu ini.

“Saya terima nikahnya ……”


Di sinilah gue, duduk di depan cermin yang memantulkan wajah grogi gue, entah kenapa hari ini gue masih mengalami ini, rasa gugup yang luar biasa. Frankly honest, gue pernah menikah sebelumnya, 15 tahun yang lalu sih memang, tapi apa bedanya 15 tahun yang lalu dengan saat ini? Kenapa saat ini gue masih sama gugupnya?

Pintu ruang tunggu gue di buka, sahabat karib gue masuk dengan berisik — Dikey dan Hao.

“Santai, Ming! Kaya belum pernah aja lu!” ledek Dikey.

“Anjing ya, Anda? Namanya gugup. Nanti kalau lo nikah yang ke 100 kali juga pasti tetep gue.” kata gue me-roasting temen gue yang masih aja single ini, entah apa yang dia tunggu.

“Masih aja kasar anjir, mulut lo bakalan dipake buat minta Wonwoo itu!” tegur Dikey.

“Yeyeyeye... sorry! Lo ngeselin!” kata gue ngedumel.

“Sabar, Ming! It will be over soon, tinggal party-party! Lo ngga usah panik gitu.” kata Hao, aku tahu mereka sedang menenangkanku dengan cara mereka yang memang seperti itu. Jadi, aku cukup maklum.

Seorang staff WO yang disewa Han dan Jisoo mengetuk pintu beberapa kali dan masuk.

“Kak Mingyu, yuk Kak, sudah boleh keluar. Nanti sudah bisa langsung duduk ke tempat yang sudah diberitahu pada saat briefing tadi ya. Untuk kak Hao dan kak Dikey juga bisa menemani pengantin prianya lalu ke tempat duduk yang sudah kami sediakan ya?” ucapnya. Gue hanya menganggukan kepala tanda setuju.

Gue sudah berdiri, merapihkan beskap berwarna putih yang kini sudah menghiasii tubuh gue yang atletis ini. Berjalan perlahan membuka pintu ruang tunggu berwarna putih tinggi itu.

Berjalan dengan elegan, menebarkan senyum tampan gue ke semua mata yang memandang gue saat gue menyusuri jalan hingga sampai di kursi yang disebutkan oleh staff WO tadi dan melihat calon papa mertua gue disebelah penghulu dan dikelilingi oleh 3 saksi. Gue duduk, mencium pungguung tangan pria yang menjadi panutan calon suami gue itu dan duduk dengan rapih di hadapannya.

Tak kalah gemas, gue melihat dua anak remaja sedang komat kamit melihat gue, menaikkan kepalan tangannya tanda memberi semangat ke gue. Dan ya, mereka memang battery gue, gue jadi semakin semangat, tapi rasa gugup juga tidak pernah mau kalah.

Lima menit bukan waktu yang lama seharusnya, tapi kali ini, ini adalah lima menit terlama dalam hidup gue. Gue berkali-kali menghafalkan bacaan kabul gue agar nanti bisa mengucapkannya dalam satu nafas dan sah menjadi suami dari Jeon Wonwoo baik di mata negara maupun di mata agama. Ngga sabar, itu aja yang hati gue rasakan sekarang.

Wonwoo lagi ngga di samping gue sekarang, dia lagi di ruang tunggu sampai saksi, para tamu dan penghulu mengatakan “SAH”, baru dia akan keluar untuk duduk di samping gue dan resmi menjadi suami gue. Ngga lama lagi, Wonwoo. Sabar ya. gumam gue.

Semalam Wonwoo bilang dia gugup banget menghadapi hari ini. Sama halnya dengan gue, guepun gugup yang tidak akan pernah gue tunjukkan pada kekasih gue, karena tugas gue saat dia gugup adalah menenangkannya.

Saat ini, penghulu sudah mengucapkan kata pembukanya, pikiran gue kembali fokus. Opa Ichan dan wanna be Opa Yuvin sedang mengucapakan Ijabnya. Dan kini giliran gue.

“Saya terima nikahnya Jeon Wonwoo binti Jeon Seung Heon dengan mas kawin dibayar tunai.” kata gue, sesuai dengan tujuan gue, gue merapalkannya dalam satu nafas. Gue bangga.

“Sah?” tanya penghulu. “Sah!!!” kata semua orang yang berada di ruangan ini.

Dan saat itulah, pintu putih tinggi dari sisi lain tempat gue duduk terbuka, ada ketiga wajah yang akan menjadi pelabuhan hidup gue, rumah gue. Dan tentunya yang ditengah adalah pria tampan, pria yang selalu gue sayangi, selalu gue rindukan, orang yang selalu gue sebutkan namanya di dalam setiap do'a gue dan orang yang selalu ingin gue lihat saat gue membuka mata serta pria terakhir yang ingin gue temukan saat gue menutup hari gue.

Jeon Wonwoo, Ichan dan Yuvin berjalan menuju gue dengan anggun. Gue? Deg-deg-an setengah mampus, selain pria itu adalah pria yang tampan, tapi pria yang sedang duduk di samping gue ini adalah orang yang akan gue lindungi seumur hidup gue.

Prosesi demi prosesi Ijab Kabul gue dan si dia lalu dengan lancar tanpa halangan, dari mulai tanda tangan surat menikah, buku menikah, cium kening yang sebenarnya gue lebih ingin mencium bibir merah ranum nya yang mengkilap dan foto dengan buku nikah serta foto-foto yang lain.

Thanks to Jaehyun dan Project Cuan yang mau gue ribetin untuk mendokumentasikan hari bahagia gue.

HAI..


Part of Reunited Universe

Sabtu ini aku putuskan untuk datang ke Sandiego Hills, tempat peristirahatan Bang Cheol yang terakhir. Sudah lama rasanya ngga ke sini dengan memegang bunga tulip putih. Terakhir, aku meminta Jihoon membawakannya karena memang aku sedang berada di Inggris — saat pelarianku. Banyak yang ingin aku ceritakan ke Bang Cheol kali ini, kamu pasti marahin aku sih, Bang. Aku tuh agak bodoh memang kalau masalah seperti ini. Lagi-lagi di otak aku cuma runaway.

Di sinilah aku sekarang, di depan tanah yang diberikan marmer pada pinggirannya, tanah dengan berhiaskan rumput buatan dan nisan marmer yang bertuliskan “Kim Seungcheol”, sudah lama rasanya tidak menyentuh nisan yang terukir indah di hadapanku ini. Terakhir dateng kapan ya, Bang? Agustus tahun 2020 kah? waktu kamu ulang tahun ya? Sekarang udah 2023 lho!

“Hai, Bang Cheol. Apa kabar? Aku harap Bang Cheol sudah sangat damai di sana. Deket Allah enak ya, bang? Ngga kesepian kan?” Tanyaku, membelai rumput hijau di depanku. Merapihkan tulip yang kubawa di atasnya.

“Maaf ya, aku udah lama banget ngga ke sini. Aku baru pulang dr Inggris, Desember lalu. Langsung ribet urusan ini itu, makanya baru sempet dateng.” Jelasku.

“Bang, kamu udah punya ponakan lho sekarang. Cantik banget, aku yakin kamu kalau masih di sini, pasti seneng banget main sama si gembul. Yulna namanya.” Kataku.

“Sekarang umurnya 1 tahun setengah. Udah gede ya? Time flies banget lho, bang. Maaf ya, waktu aku hamil aku malah ninggalin Mingyu, terus aku malah ngga bisa nepatin janji aku lagi ke kamu. Aku cupu banget ya, Bang? Iya sih. Hehhe. Lagi-lagi kabur.”

“Padahal aku yakin banget, kalau aku ngga kabur, mungkin sekarang aku sama Mingyu udah punya keluarga kecil. Iyakan? Karena dia ngga mungkin ninggalin aku ngga si? Dia pasti akan tanggung jawab kan ya? Hehe. Tapi dengan bodohnya si aku malah kabur, takut Bang.” kataku

“Takut di cap murahan sama mama papi kamu. Takut kalau orang-orang tahu Mingyu dia ternyata suka sama pria juga, nanti saham KimCorp gimana? Takut juga di akunya, kalau orang-orang ngomong aku aneh because of my pregnancy. Takut di cemooh sama public, kamu tahu kan mulut netizen Indonesia kejamnya kaya apa. I'm not ready that time. Banyak banget ya aku takutnya?” Jelasku sembari tersenyum.

“Pas sendirian di Inggris, aku ketemu sama orang baik, Bang. Thank God, Allah masih sayang sama aku dan Yulna. Aku di sana kerja di client site brand mode ternama di dunia, aku juga dapet banyak temen baru. Banyak pengalaman aku 1 tahun lebih di negeri orang. Enaknya, mereka ngga mandang aneh aku yang pria ini jalan-jalan dengan perut buncit lho. Malah they have special hospital and treatment for this kinda m-pregnant. Jadinya, aku malah nyaman di sana.” Ceritaku.

“Aku balik tapi Bang akhirnya ke Indonesia. Aku kangen banget sama Mingyu. Ternyata, sejauh apapun kaki aku melangkah, aku rasa aku akan tetep balik lagi ke adek kamu deh. Katanya aku masih bisa pulang ke rumah, tapi apa iya Mingyu masih jadi rumah aku Bang?”

“Pas di Inggris aku baca berita kalau dia udah lamaran sama mantan pacarnya pas SMA. Kamu kenal deh pasti. Tadinya aku berharap kalau cewek itu yang akan jadi bahagianya Mingyu lho! Soalnya, aku selalu berdoa dia mendapatkan kebahagiaan even though without me in it, aku bodoh banget ya?” kataku lagi-lagi merutuki diriku sendiri.

“Apa aku doanya ngga ikhlas ya, Bang? Bulan lalu pertunangannya dibatalin. Ceweknya ke New York, katanya Mingyu ga bisa LDR-an, it's a little bit weird, karena aku yakin Mingyu ngga gitu. Selama inikan yang ngga bisa LDRan aku.” Aku masih mengelus rumput hijau dan sesekali ke nisannya.

“Hidup itu lucu ya, Bang? Atau aku yang bikin ini seperti lelucon?” Tanyaku, air mata jatuh perlahan dipipiku.

“Aku yang ninggalin Mingyu, aku yang kangen sampe pengen mati rasanya, nyesek banget. Kangeeeeennn banget sama sosok Mingyu di samping aku. Waktu hamil, pengen banget ada Mingyu di sebelah aku. Nangis tiap malem sampe ketiduran. Padahal aku yang pergi tanpa jejak. Aku lucu ya?” Kataku, mengusap air mataku.

“Sekarang, aku yang bingung gimana ngadepin Mingyu. Sekarang, aku yang pusing sendiri how to react if I meet him in the street. Peluk? Memang aku masih ada hak untuk itu ya? Haha. Walaupun iya, pengen banget. Ngebayanginnya aja udah bahagia. He's totally angry and close his door for me ngga sih, Bang?” Tanyaku.

“Secara ini yang kedua aku ninggalin dia. Tapi, kayaknya untuk kabur lagi, kayaknya ngga deh soalnya sekarang ada Yulna. Aku bahkan udah mulai nabung lagi, Yulna mau masuk preschool. Supaya dia ngga bosen di apart. Aku kayaknya udah harus nyari rumah ya? Karena ngga mungkin tinggal di apart. Yulna ngga punya ruang gerak yg leluasa gitu. Lucu ya punya anak kecil yang bisa diurus, dunia kita seakan cuma dan hanya punya dia. Aku bahkan lupa lho Bang kapan terakhir aku belanja untuk diri aku sendiri, semua habis buat Yulna.” Senyumku.

“Aku bawel banget ya sekarang? Iya ih, sejak jadi papa-papa bawaanya ngomooong terus. Soalnya, Yulna miriiiiiipppp banget sama Mingyu sifatnya, kalau lagi sakit manjanyaaaa, kalau lagi jahil ya ngeselinnya. Plek ketiplek sama. Tapi kalau manja clingy yang aneh-aneh kayaknya itu dari aku deh. Soalnya, akukan manja banget.” “By the way, She's tall lho, Bang. kayaknya yang itu juga turunan dari Mingyu deh. Banyak banget orang yang nyangka kalau dia udah umur 2tahun lebih. Jalannya udah lancar, udah bisa manggil aku 'papa papa papa'. Lucu banget ngga sih? Jadi kangen, anaknya di bawa Jihoon sama Soonyoung ke Taman Safari mau ketemu mbek katanya. Padahal, ngga ada kambing di Taman Safari.” Tawaku mengingat tingkah bayiku.

Tawaku langsung terhenti keketika aku merasakan ada seseorang yang memeluk tubuhku dari belakang. Sangat erat. Wangi itu, deruan nafas yang ada di tengkuk leherku. Aku hafal siapa orang ini.


Pagi ini, gue memutuskan untuk pergi ke satu tempat yang indah, tenang dan damai. Udah lama banget rasanya ngga ke sana karena kesibukan gue yang benar-benar menyita waktu. Terakhir tahun lalu, bulan Agustus, ngga nyangka di sana udah banyak bunga tulip putih, pasti kerjaan temen-temen yang diamanatin Wonu ngga sih?

Gue beli sebuket bunga tulip putih setelah gue tanya sama Hao toko bunga yang jual. Susah banget nyari tulip putih belakangan ini. Selalu tulip putih, bunga yang Wonwoo bawa saat berkunjung — San Diego Hills, rumah si Abang gue satu-satunya. Katanya bunga tanda permohonan maaf? Gue ngga paham sih, tapi manggut apa aja apa kata Wonu.

Sekarang gue udah ada di komplek rumah abang, yang pertama kali gue lihat adalah samar-samar seorang pria bertubuh ramping duduk di makam Bang Cheol, gue masih jalan ke sana ngga bergeming dan sesaat tubuh gue terpaku, samar-samar gue dengar suara yang sangat-sangat gue hafal sedari 9 tahun yang lalu. Suara rendah yang lembut yang sedang tertawa sambil bercerita. Wonu? tanyaku dalam hati. Masih gue dengar ceritanya dengan seksama, kini dia sedang menceritakan tentang seseorang yang dia panggil Yulna — anaknya, ralat, anak kami. Anak gue—.

”— Lucu banget ngga sih? Jadi kangen, anaknya di bawa Jihoon sama Soonyoung ke Taman Safari mau ketemu mbek katanya. Padahal, ga ada kambing di Taman Safari. Haha.” Tawanya.

Bener itu Wonu, gue langsung mempercepat langkah gue, berharap ini bukan halusinasi. Gue ngga perduli apa yang akan terjadi setelah ini, yang pasti, sekarang gue mau meluk orang itu. Orang yang tawanya gue rindukan dua tahun ini.

Saat ini tawanya seketika berhenti, sekarang gue sudah memeluknya dari belakang. Kangen. Itu yang gue rasain. Kangen banget, saking kangennya gue ngga tau bangetnya harus gue sebutin berapa kali. Harum tubuhnya masih sama — wangi musk citrus, mawar, lili, hingga Patchouli yang bercampur di sana. Parfumnya, masih sama.

“Kak M.. Mingyu?” Tanyanya ragu dengan nada suara yang sangat kecil beberapa saat ketika gue memeluknya.

Dan iya, dengan ngga tahu malunya gue masih mendekapnya badan pria itu. Suara yang kini terdengar membuat gue menangis. Dada gue sangat penuh sesak. Sesak banget, rasanya mau meledak. Yang gue rasaian sekarang adalah rindu yang teramat sangat. Berat rasanya.


Mingyu masih memeluk tubuh Wonwoo. Bahunya bergetar, air matanya berjatuhan. Di depannya, sudah ada pria yang hampir dua tahun ini dia tunggu. Seakan enggan melepas pelukannya, Mingyu takut ini hanya halusinasi, Mingyu takut pria ini menghilang ketika dia melepas pelukannya.

“Iya, Dek. Ini aku.” Jawab pria tinggi itu dari punggung Wonwoo, menenggelamkan kepalanya di sana di ceruk leher Wonwoo. Nafasnya yang tak beraturan itu perlahan dia coba untuk atur sedemikian rupa.

“Kak..” ucap Wonwoo, air mata menggenang di manik rubahnya. Wonwoo yang masih belum mempersiapkan dirinya untuk bertemu pria yang dia tinggalkan ini, memiliki luka yang sama. Luka yang tercipta karena perbuatannya.

“Maaf, sebentar. Gini dulu.” Kata Mingyu dengan nada yang sangat lembut.

5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit Mingyu masih diposisinya. Menangis dalam diam, kini wajahnya sudah tenggelam di punggung Wonwoo. Basah punggung kemeja hitam yang Wonwoo pakai pagi ini.

“Aku pegel lho, Kak.” Kata Wonwoo mencoba melepas dekapan pria di belakangnya. Kalah tenaga, itu yang Wonwoo tahu. Mingyu semakin mengeratkan dekapannya.

“Hey, aku ngga akan kemana-mana. I wanna see your face, let me turn around.” pinta Wonwoo, Mingyu melonggarkan pelukannya, perlahan Wonwoo memutar tubuhnya.

“Hai..” sapa Wonwoo, tersenyum. Air matanya jatuh satu persatu ketika melihat pria dihadapannya menangis, wajah tampannya merah padam, matanya merah dan air mata terus mengalir dari manik elangnya. Wonwoo menyadari pria di hadapannya meredup.

“H-Hai” jawab Mingyu yang masih terisak, menatap manik Wonwoo dalam, manik yang dia rindukan. Wonwoo tersenyum semampunya, karena kini hatinya tercabik-cabik melihat Mingyu.

“Apa kabar?” tanya Wonwoo, mencoba tersenyum dan mengelap air mata dari pipi sang pria kesayangan.

“Ngga baik.” jawabnya.

“Kamu?” tanya Mingyu.

“Ngga pernah seburuk ini.” jawab Wonwoo, memegang pipi sang kakak. Mengelus lembut pipi itu dengan ibu jarinya. Mingyu mengelus punggung tangan yang ada di pipinya.

Wonwoo memeluk Mingyu, hal itu yang memang ingin dia lakukan sejak dua tahun yang lalu. Memeluk Mingyu, menghirup dalam wangi tubuhnya. Mingyu kini sudah lebih tenang, tidak menangis, berganti dengan Wonwoo yang kini menangis dipelukannya.

“Nu.” panggil Mingyu sembari mengelus surai Wonwoo. Wonwoo menggelengkan kepalanya.

“Dek.” panggil Mingyu lagi yang masih dijawab dengan gelengan kepala. Wonwoo masih menangis di dalam dekapannya. Mingyu terdiam, mengeratkan dekapan mereka.

Do you miss me?” tanya Wonwoo memberanikan diri melepas dekapan Mingyu dan menatap manik redup Mingyu di sana.

“Masih nanya?” tanya Mingyu.

“Aku kangen banget sama kamu. Kangen banget kaya aku mau mati aja kalau gini terus.” jawab Mingyu.

“Please don't die.” kata Wonwoo.

“Jangan tinggalin aku lagi, Nu. Aku akan dengerin semua penjelasan kamu. Semuanya. Tapi, tolong. Pulang! Aku gembel tanpa kamu.” kata Mingyu mendekap Wonwoo erat.

“Kamu masih rumah aku, Kak?” tanya Wonwoo dalam dekapannya.

Diam, Mingyu hanya diam. Kini dia memiliki rindu yang dibalut rasa kecewa.


Di sinilah Wonwoo dan Mingyu kini, di dalam Mobil SUV Mingyu masih di pelataran parkir pemakaman elit tersebut.

“Jadi, kemana kamu selama 2 tahun ini, Dek?” tanya Mingyu, badannya dimiringkan ke kanan, menghadap Wonwoo yang masih menunduk.

Runaway from you.” Jawab Wonwoo.

“Kenapa?” tanya Mingyu.

“Karena aku hamil anak kamu?”

“Kenapa lari? Kenapa ga bilang ke aku?”

“Ngga mau kamu susah.” jawab Wonwoo.

“Jelasin yang bener, Nu! Aku masih mau denger.” kata Mingyu, nada suaranya tegas, nada suara yang tidak pernah Wonwoo dengar sebelumnya.

Mingyu marah. kata Wonwoo dalam hatinya. Tatapannya tak sehangat tadi.

“Kamu marah?” tanya Wonwoo, hati-hati.

“Banget. Marah banget. Tapi, aku masih mau denger penjelasan dari mulut kamu.” kata Mingyu, menahan emosinya sekuat tenaga. Karena rasa rindunya lebih besar dari rasa marahnya, dia tidak mau Wonwoo hilang lagi dari matanya. Tak bohong bila diapun sangat kecewa.

“Aku nyari kamu, Wonwoo. Aku putus asa nungguin kamu.” kata Mingyu lagi.

“Tolong jangan bikin aku gila, aku butuh penjelasan dari kamu.” kata Mingyu, menunggu Wonwoo membuka suara.

“Aku hamil, Kak. Aku takut. Takut sama omongan orang, takut kamu kenapa-napa, takut banyak hal. Saat itu aku cuma kepikiran untuk kabur. Lagi. And waiting for you to find your happiness.” jelasku.

“Dan kamu salah lagi kan?” tanya Mingyu, Wonwoo terdiam.

“Kamu tahukan kamu kebahagiaan aku? Kalau kamu pergi kaya kemarin, aku gimana mau bahagia, Nu? Kamu sukses bikin aku hampir gila.” kata Mingyu.

“Maaf, Kak.”

“Maaf kamu.. Harus aku maafin kamu?” tanya Mingyu.

“Kenapa bisa sedangkal itu, Nu?” tanya Mingyu, suaranya melembut.

“Apa ngga bisa kita kaya pasangan normal lain, yang saling mencintai tanpa berfikiran untuk saling meninggalkan? Kamu ngga capek lari?” tanya Mingyu.

“Kamu hamil? Aku akan tanggung jawab. Kamu lebih tahu dari orang lain. Dengan senang hati. Nama baik Kim Bum? Ngga ada orang yang akan menolak kalau itu soal uang. Papi bisa urus semuanya. Mama? Mama nungguin cucunya, Nu. Orang tua aku juga nyari kamu.” jelas Mingyu. Isak tangis Wonwoo pecah.

“Kamu tau gimana rasanya jadi aku? Pengen meluk kamu, Nu. Pengen jagain kamu dari orang jahat. Aku pengen menuhin samua ngidamnya kamu. Pengen ada di saat kamu ngelahirin. Pengen ngadzanin anak aku. Aku cuma pengen ada di samping kamu!” kata Mingyu, tangisnya pun meledak.

“Aku— malfungsi Nu ngga ada kamu. Segitu bencinya kamu sama aku?” tanya Mingyu.

“Kak—” kata Wonwoo tergantung.

“Sekarang terserah kamu, mau lari lagi? Silahkan—” kata Mingyu menggantung

“Silahkan lari sejauh yang kamu mau. Inget pulang, Nu. Aku rumah kamu!” kata Mingyu, menghapus air matanya. Menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan pelataran parkiran itu. Diam. Sunyi.

Sepanjang jalan, hanya hening yang ada di mobil ini, Wonwoo masih terisak dan Mingyu tetap fokus pada jalanan di depannya. Berusaha konsentrasi pada jalan agar tidak terdistraksi oleh Wonwoo. Dia masih kecewa.

“Masih tinggal diapartemen yang sama?” tanya Mingyu dingin, Wonwoo hanya menganggukkan kepalanya.

“Aku anter kamu pulang.” kata Mingyu, tegas. Nada bicaranya masih dingin, nada bicara yang tidak pernah Mingyu berikan padanya. Nada bicara itu, asing.

Mobil SUV Mingyu sudah berhenti di depan lobby apartemen Wonwoo, Wonwoo mengucapkan terima kasih dan turun dari sana. Mingyu hanya menjawab dengan dehamannya, tanpa melihat ke arah Wonwoo dan meninggalkan Wonwoo yang masih terpaku melihat kepergian mobil Mingyu.

Dia.. marah.. Dia kecewa... dan aku harus apa?? Masih adakah kesempatan kembali? Apa iya, aku masih bisa pulang?

Libur Lebaran & Family Gathering


Part of Shall We? Universe

Sudah beberapa hari Keluarga kecil Kim dan Jeon — Mingyu, Wonwoo, Yuvin dan Ichan berada di Kota Bandung. Belum ada bosannya mereka di sana, sesekali Ichan dan Yuvin mengendarai sepeda yang sengaja mereka bawa dari Jakarta di sore hari untuk sekedar ngabuburit dan keliling komplek di daerah Dago Pakar atau hingga berjalan-jalan ke jalan raya untuk sekedar menikmati Kota Bandung di kala sore hari dan jajan pinggiran jalan untuk ngabuburit.

Hari ini adalah kali pertama Wonwoo merasakan lebaran dengan orang yang bukan kelurganya, ada Yuvin dan Mingyu di sana. Lebaran pertama, sama seperti lebaran pada umumnya, setelah sholat Ied, keluarga Jeon berkumpul di ruang tamu, di sana sudah ada Oma dan Opa yang sudah siap menyambut anak-anak dan cucunya untuk sungkeman ditambah dengan calon personil baru.

Tahun ini, Mingyu yang pertama kali sungkeman dengan Oma dan Opa dilanjutkan dengan Wonwoo sampai Ichan pada urutan terakhir. Tahun ini pula pertama kali dalam hidupnya, seorang Jeon Wonwoo sungkeman dengan pria yang baru dia kenal 2 tahun lebih ini.

“I don't know how to say, ini pertama kalinya aku sungkeman sama pria selain Opa. Mas, maafin aku ya kalau aku selama ini banyak salah sama kamu.” kata Wonwoo sambil mencium punggung tangan kanan kekasihnya. Tangan kiri Mingyu mengelus surai Wonwoo.

“Sama-sama ya, Dek. Maafin mas juga kalau ada salah sama kamu.” jawab Mingyu seraya tersenyum dan mencium puncak kepala Wonwoo dengan sayang dan memeluknya.

Beralih Wonwoo yang duduk di samping Mingyu, Yuvin yang sungkem. “Papa Nu, Upin minta maaf kalau resek ya, itu keturunan Pak Kim.” katanya sembari menyalami punggung kanan Wonwoo sambil tersenyum, dan memicingkan tatapan jahilnya ke arah sang Ayah.

Sementara Ichan, “Ayah Ming, maafin Ichan ya kalau Ichan lebih suka masakan Papa Nu daripada telor gosong Ayah. Maafin juga kalau Ichan judes, diajarin Papa Nu.” kata Ichan yang kemudian mendapat jitakan halus dari Mingyu.

“Iya, dimaafin. Tapi, lain kali jangan tumpahin sirup di karpet ya, Ichan.” ledek Mingyu yang dibalas cemberutan dari bibir Ichan yang sepersekian detik berubah menjadi senyuman.

Seperti itulah tingkah laku dari 3 pria favorite Wonwoo, saling meledek satu dengan yang lainnya, kemudian akan mengadu ke Wonwoo memohon untuk dibela.

***

Lebaran kali ini satu persatu sanak saudara Wonwoo datang untuk bersilahturahmi, dari keluarga Oma dan Opa, teman-teman SMA Wonwoo, hingga Jihoon dan Suaminya yang kebetulan juga memang teman sekelas Wonwoo di SMP — Soonyoung, Dikey juga datang — Sahabat Mingyu yang baru kembali dari dubai sekitar Tahun lalu.

Open House banget nih? Rame banget!” kata Dikey menyenggol lengan Ichan dan Yuvin.

“Ngga tau nih, kaya lagi lamaran ya?” kata Yuvin asal yang dibalas anggukan Icha, karena sedang asyik menonton youtube rekomendasi Bonon —Video kucing.

“Dikey, kenalin ini Soonyoung, suaminya Jihoon. Kenalan dong, ngobrol sama temen-temen gue.” kata Wonwoo dengan senyum penuh bersahabat menarik Dikey yang sedari tadi lengket dengan Yuvin dan Ichan yang sedang asik dengan dunia mereka.

Mingyu menghampiri Wonwoo dan memeluk pinggang kekasihnya, membuat Wonwoo sedikit terperanjat. “Kaget aku, Masyang. Aku kira siapa!” kata Wonwoo.

“Ya aku, siapa lagi.” kata Mingyu santai.

“Kamu dari mana?” tanya Wonwoo.

“Dari dapur, ambil minum. Nih, minum dulu. Ngga kering apa tenggorokannya dari tadi ngobrol sama tamu?” tanya Mingyu, menyodorkan gelas kaca yang berisi air mineral itu dan nimbrung pembicaraan Dikey, Wonwoo, Soonyoung dan Jihoon.

Thank you, sayang.” kata Wonwoo mengambil gelas yang ada ditangan Mingyu dan mengecup pipi kekasihnya sebelum menenggak habis air mineral yang diberikan.

***

“Pin, kamar aja kali ngga? Adem!” ajak Ichan.

“Chan, Vin, kalian liat Oma sama Opa ngga? Di mana deh?” tanya adik Wonwoo satu-satunya itu, mencegat Ichan dan Yuvin ketika mereka hendak menginjakkan kaki di anak tangga pertama.

“Di belakang Om, lagi liat ikan Koil.” jawab Yuvin dan disetujui oleh anggukan dari Ichan, adik Wonwoo yang bernama Jeon Eunwoo itu langsung berjalan menuju tempat yang disebut oleh Yuvin.

“Rame banget buset.” kata Ichan mengeluh ketika sudah merebahkan badannya di tempat tidur mereka. “Kayaknya tahun ini ngga gini deh, apa karena ada Ayah Ming sama elu ya?” tanya Ichan mengguling-gulingkan badannya di kasur.

“Ngga tau! Tapi, ini baru keluarga lo, temen bokap kita, belum keluarga gue.” kata Yuvin.

“Bukannya Ayah Ming anak tunggal ya?” tanya Ichan.

“Iya, tapikan sepupu gue seabrek! Liat aja entar kalau dateng.” kata Yuvin santai.

Gran Turismo 7 sabi kali, Chan!” ajak Yuvin yang sudah berlari ke depan televisi 46 inch itu dan menyalakan play station yang mereka bawa.

“Kuy lah!” kata Ichan yang langsung mengikuti langkah remaja pria yang lebih tua 3 bulan dari dia itu.


Lebaran ke dua

“Huwaaa... enak banget bangun siang!” kata Yuvin yang sudah turun dan menghampiri Wonwoo yang sudah berada di ruang tengah, menyenderkan kepala kepada sang calon Papa.

“Masih ngantuk ya tidur aja, kenapa turun?” tanya Wonwoo mengelus surai Yuvin lembut.

“Pengen bangun aja, nanti bablas. Kata Ayah Ming eyang mau dateng.” kata Yuvin sembari mengucek matanya dengan jemarinya.

“Iya, tapi masih jam 2 siang kok. Inikan baru jam berapa? Jam 10.” kata Wonwoo.

“Ichan masih tidur pasti?” tanya Wonwoo yang dibalas gelengan.

“Aku bangun ngga ada di kamar.” kata Yuvin. Karena diapun mendapati dirinya bangun sendiri tadi pagi dan mencari Mingyu disekitar rumah, namun tidak ada. Ponsel kekasihnya itupun tergeletak rapih di atas nakas.

“Loh? Ayah kamu juga ilang.” Kata Wonwoo sedikit terkejut.

“Paling sepedaan pagi, Pap.” jawab Yuvin yang merebahkan kepalanya di paha Wonwoo dan kembali tertidur, semakin dalam karena belaian lembut Wonwoo.

Ngga anak ngga Ayah, emang gini ya kelakuannya? Disuruh tidur di kamar malah milih paha. gumam Wonwoo seraya tersenyum.

Selang 45 menit, Wonwoo dan Yuvin masih pada posisinya, Wonwoo memindahkan channel TV-nya sembarang.

“Lho, Papa Ichan, kok itu Yuvin ngga dibangunin disuruh tidur di kamar?” kata pria yang sudah lanjut usia itu, mendudukan badannya di sofa single sebelah Wonwoo.

“Udah tadi, Opa. Tapi katanya ngga mau, malah rebahan di sini.” kata Wonwoo santai.

“Kalau diliat-liat dari tingkah lakunya, Yuvin tuh manjanya sama kaya Ichan ya, Nu?” tanya Oma yang menyusul duduk di sebelah Opa.

“Iya, Mingyu juga gini.” jawab Wonwoo.

“Sayang banget kayaknya mereka sama kamu ya?” tanya Oma lagi. Tanpa Wonwoo sadari, kini pipinya sudah merona.

“Iya kayaknya, Ma.” jawab Wonwoo.

“Ya kamu liat aja kelakuannya Mingyu, Yuvin sama Ichan ke Wonu kaya gimana pas di sini. Semua Papa Nu.” jawab Opa Ichan, membuat pipi Wonwoo semakin merona.

“Di Jakarta juga gitu?” tanya Opa, yang dijawab anggukan malu-malu oleh Wonwoo.

“Nanti, kalau orang tuanya Mingyu dateng ngga ngelamar, kita aja lah yang ngelamar Mingyu, Pa.” kata Oma menyenggol lengan Opa.

“Tapi kita belum siapin apa-apa.” Jawab Opa tenang. Mereka tidak tahu kalau di sana, di sofa panjang yang sedang ada kepala anak pria berusia 15 tahun di pahanya itu sedang menarik nafasnya perlahan untuk mengontrol debaran jantungnya yang tidak karuan.

Bila membahas tentang pernikahan, entah kenapa dada Wonwoo terasa ingin meledak, jantungnya berdegup dengan kencang. Perasaan Exciting sekaligus nervous menjadi satu, membuncah di sana.

“Gak apa, nanti nyusul aja pas akad. Ya?” jawab wanita paruh baya yang biasa dipanggil Oma Ichan itu.

“Papa emang ngga liat itu mereka udah kaya keluarga bahagia? Ichan sama Yuvin juga udah kaya kembar, kemana-mana bareng. Baru nih Oma liat dia sendirian sejak sampai Bandung.” kata Oma Ichan lagi.

“Oh iya, ngomong-ngomong Ichan, anak itu kemana ya? Oma liat? Mingyu juga ngilang?” tanya Wonwoo kepada kedua orang tuanya.

“Sama Wowo lagi jalan-jalan naik sepeda.” jawab Opa.

“Kok tumben Yuvin ngga diangkut?” tanya Wonwoo.

“Yuvin tadi udah dibangunin sama Oma berkali-kali ngga mau ikut katanya. Lagian, bentar lagi juga mereka pulang. Udah dari jam 7 pagi kok.” jelas Oma. Kini Oma sudah beranjak.

“Mending kamu bangunin Yuvin, terus bantuin Oma di dapur yuk, buat nyambut orang tuanya Mingyu.” ajak Oma yang dijawab anggukan oleh Wonwoo.

“Oma duluan aja ke dapur, aku bangunin Yuvin dulu.” kata Wonwoo.

Wonwoo mengelus surai Yuvin perlahan, membangunkan si anak yang sedang pada masa pubernya itu untuk membuka matanya.

“Yuvin, bangun yuk! Papa mau ke dapur. Papa Nu ngga bisa gerak lho ini!” kata Wonwoo dengan suara lembutnya.

“ASSELAMAAATTT PAGEEEEE~” teriak remaja pria lainnya dari arah pintu yang kini sedang berlarian ingin segera memeluk leher Wonwoo.

“Dari mana kamu?” tanya Wonwoo mengelus lengan pria remaja yang selalu disapa dengan Ichan itu.

“Sepedahan sama Ayah dan Om Woo” kecupnya meluncur di pipi Wonwoo.

“Mandi gih! Bau matahari gitu.” Pinta Wonwoo.

“Iya, Pa. Masih keringetan ini. Eh itu si Upin ngapain?” katanya, langsung melepas pelukannya dan duduk di atas perut Yuvin.

“ANJ! Akkkkkkhhh!” erang Yuvin.

“Bangun! Udah jam 11!” sapa Ichan sembari berdiri dari duduknya ketika mendengar erangan sahabatnya.

“Ichan, kok Yuvinnya didudukin?” Tanya Opa.

“Biarin! Dia pernah nyiram aer segayung ke Ichan pas mau ngaji.” kata Ichan penuh dendam dengan tawa nakalnya.

“Sakit, bangsss...” kata Yuvin yang langsung terduduk dan menutup mulutnya ketika dia menyadari di sana sudah ada Opa.

“Hayo! Mulutnya!” tegur Wonwoo.

“Maaf, Pap. Ini lagi apaan sih dudukin gue. Sakit!” keluhnya.

“Ya lagian~”

“Lagian apa lagian?”

Dan seperti itulah kedua remaja itu. Selalu. Sesekali sang Opa terlihat tertawa, menertawakan kelakuan cucu-cucunya.

Ditinggal 10 menit juga udah baikan lagi. kata Wonwoo.

Wonwoo melangkahkan kakinya ke dapur dan melihat 2 pria dewasa yang sedang duduk sambil menikmati kopi susunya siang ini — Mingyu dan Eunwoo. Wonwoo menghampiri sang kekasih, melingkarkan tangannya ke bahu Mingyu yang dibalas tangan Mingyu yang melingkar di pingganganya dan Eunwoo yang sedang asyik memperbincangkan entah apa.

“Udah makan emang? Kok udah minum kopi?” tegur Wonwoo kepada sang kekasih.

“Udah, tadi kita beli nasi kucing.” jawab Mingyu, “Kamu udah sarapan?” tanya Mingyu.

“Udah tadi sama Opa sama Oma.” jawab Wonwoo.

“Lho? Anakku?” tanya Mingyu.

“Bangun-bangun ke ruang tengah, terus tidur lagi di pahaku. Tuh, lagi adu mulut sama Ichan di depan Opa.” jawabku.

“Susah ya, punya dua remaja, ini masih beda rumah lho! Gimana kalau udah satu rumah.” kata Eunwoo sembari mengedipkan matanya pada sang kaka. Pipi Wonwoo kembali merona.

Iya juga ya? Kalau udah nikah pasti satu rumah ngga sih? Ngebayanginnya deg-deg-an juga ya. gumam Wonwoo.

“Belajarlah, kan udah pendekatannya 2 tahun ya, buat kenalan sama anak-anak.” kata Wonwoo yakin, mengelus pundak sang kekasih. Mingyu menganggukan kepalanya sembari menutup mukanya dengan satu tangannya. Malu.

Ketemu Wonwoo setiap hari ya? Deg-deg-an juga ternyata ngebayanginnya. gumam Mingyu.

“Nak! Yuk! Bantuin Oma.” kata Oma memanggila Wonwoo.

Be right there!” jawab Wonwoo.

“Aku ke dapur dulu! Kamu jangan lupa mandi, jam 2 mama papa kamu dateng.” kata Wonwoo mengingatkan Mingyu dan mendaratkan ciuman dipipi ayah Yuvin itu.

“Lo juga! Mandi!” pinta Wonwoo kepada adiknya.


Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, orang tua Wonwoo, Wonwoo, Eunwoo, Mingyu, Yuvin dan Ichan sudah wangi dan rapih. Entah ada apa, tapi Mingyu memandatkan kekasihnya menggunakan baju yang rapih dengan dalih dia juga menggunakan pakaian yang rapih, sehingga mau tak mau anak-anak merekapun menggunakan baju yang rapih pula.

Seorang wanita paruh baya yang terlihat sudah berkerut namun masih terlihat cantik keluar dari mobil Toyota Camry berwarna hitam, kemudian pria paruh baya yang tak kalah gagah, diikuti dengan 2 pria tinggi yang keluar dari pintu penumpang depan dan kemudi, yang tak kalah tampannya dari Mingyu. Diikuti dengan 3 mobil Toyota Camry hitam lainnya yang menyusul. Mingyu dan orang tuanya total membawa 4 mobil. Banyak.

“Bantuin Om Dikey, Vin.” pinta Mingyu berbisik dibalas anggukan. Wonwoo langsung menghampiri pria dan wanita paruh baya itu bersama dengan Mingyu. Mengucapkan Minal Aidin Walfaidzin dan mengajak mereka masuk ke dalam rumah yang cukup luas itu. Diikuti dengan 2 pria tinggi putih yang tadi semobil dengan orang tua Mingyu.

“Yuk, duduk.” tawar Oma yang disambut hangat oleh sang tamu.

“Kenalkan terlebih dahulu sebelumnya, saya Mama dari Kim Mingyu dan eyang putri Yuvin, Kim Sohee dan ini papanya, Kim Hyun Bin. Dan yang kedua ini sepupu kembarnya Mingyu yang sudah seperti kakaknya, Yoon Jeonghan dan Yoon Jisoo.” kata Ibunda dari kekasih Wonwoo itu. Dibalas oleh Oma yang memperkenalkan keluarga Jeon.

Wonwoo datang dengan nampan yang berisi cukup banyak gelas, mengingat tamunya ada sekitar 10 orang siang ini, dibantu oleh Ichan. Sedangkan Ichan membelalakkan matanya ketika melihat barang-barang yang terbungkus rapih yang dibawa oleh sepupu Mingyu dan Om Dikey. Wonwoo tak kalah terkejut.

Kini barang-barang itu sudah tertata rapih di depan meja ruang tamu, keluarga Jeon dan keluarga Kim sudah lengkap, Wonwoo berada di tengah sofa panjang bersebelahan dengan anaknya, begitupun dengan Mingyu yang sudah ada di seberangnya dan Yuvin di sampingnya.

“Niat kita sebenarnya ke sini ingin bersilaturahmi tentunya dengan Keluarga Pak Jeon.” kata ayahanda Mingyu membuka suara.

“Sekaligus, tanpa berbasa-basi ingin melamar resmi anak sulung dari keluarga Jeon yang ada di hadapan kami, Nak Wonwoo.” lanjutnya. Pipi Wonwoo merona, jantungnya berpacu dan fikirannya mendadak kosong. Lamaran ini cukup tiba-tiba untuknya.

Wonwoo terkejut, begitupun dengan Ichan. Namun, Eunwoo, Oma dan Opa tampak biasa saja, seperti sudah mengantisipasi hari ini memang akan terjadi.

“Terima kasih atas kehadirannya dari keluarga besar Kim. Senang sekali kami mendapatkan tamu seperti Anda.” kata Opa dengan sangat tenang.

“Namun, bila membicarakan perihal lamaran. Saya akan serahkan semuanya kepada Wonwoo. Apakah dia ingin menerimanya, memikirkannya atau menolaknya.” kata Opa lagi.

“Bagiamana, Papa Ichan?” tanya Oma sembari mengelus lembut tangan Wonwoo yang berada di sampingnya. Membuat Wonwoo kembali tersadar, sedangkan Ichan deg-deg-an, karena kalau difikir-fikir cara pikir Papanya memang cukup unik. Takut ditolak. Gagal dong Ichan punya ayah?

Wonwoo menundukkan kepalanya dan mengangguk tanda setuju untuk menerima lamaran ini ketika sempat terdiam beberapa saat. Kedua keluarga pun saling mengelus dada tanda lega.

Kini waktunya Oma memakaikan secara resmi cincin lamaran untuk Mingyu. Cincin yang Mingyu beli khusus untuk Wonwoo dan sudah pernah diberikan sebelumnya saat melamar Wonwoo bulan lalu. Cincin yang sempat di minta kembali oleh Mingyu saat mereka sampai di Bandung sampai membuat bibir Wonwoo mengerucut sempurna seharian. Begitupun sebaliknya, Mama Mingyu pun memasangkan cincin dari kotak beludru cantik yang sama dan memasangkannya di jari manis kanan Papa Ichan ini.

Setelah acara tukar cincin tersebut kedua belah keluargapun mulai menentukan tanggal pernikahan dan rencana pernikahan sesuai dengan keingin calon pengantin.

“Jadi kapan, Nak?” tanya Mama Mingyu ke arah Wonwoo.

“Aku belum ada tanggal sih, Ma.” Jawab Wonwoo sopan banget, sampe Eunwoo kaget mendengarnya.

“Sebenarnya, aku udah DP sih di 2 gedung, tanggal 19 Juni sama tanggal 17 Juli setelah pihak keluarga OK, nanti baru kita lunasin. Takut keisi aja.” Kata Mingyu.

“Tapi 1 bulan apa cukup, Ayah Yuvin?” tanya Oma.

“Lebih cepat lebih baik sebenarnya, Oma. Tapi, kita balikin lagi ke keputusan keluarga besar saja.” jawab Mingyu.

“Satu bulan bisa sih, saya sama Jisoo kebetulan emang disuruh tante bantu-bantu untuk nikahan ini, kita juga tetap sewa Wedding Orginazer aja. Jadi, saya, Jisoo dan Wonwoo bisa supervise. Tante sama Mama Wonwoo tinggal dateng aja nanti.” jawab sepupu Mingyu yang bernama Jeonghan itu dengan yakin.

“Pun ada Dikey, Tante. Aku bisa bantu walaupun jadi supir.” kata Dikey yang diikuti tawa para tetua.

“Kamu gimana, Papa Ichan?” tanya Opa.

“Boleh, kalau memang kedua pihak keluarga sudah setuju. Wonu ikut aja.”

“Kita ngobrol lagi nanti untuk konsep ya, Nu. Gue sama Jeonghan udah nyiapin banyak banget kamu tinggal pilih. No ribet-ribet club kita sih.” kata kembaran dari sepupu Mingyu itu membuka suara dengan keyakinan yang sama seperti kembarannya.

“Ya, bagus. Semakin cepat semakin bagus. Saya suka!” kata Papa dari Mingyu.

Acara kemudian diisi dengan bincang-bincang para orang tua, baik dari keluarga Jeon dan keluarga Kim.

Sedangkan di belakang sana, Yuvin dan Ichan kembali disibukan dengan ponselnya.

WonGyu_Day

Part of — AU Shall We


↳ 800k Words ↳ Mingyu/Wonwoo ↳ fluff, implicit mild matured content


Mingyu memarkirkan mobil fortuner putihnya di sebelah mobil HRV putih yang sudah terparkir di sana. Dia keluar dengan membawa kotak kue yang tadi sore sempat dia titipkan ke rumah sahabatnya — Hao dan Jun, sembari mengantarkan Yuvin dan Ichan yang tiba-tiba ingin menginap di rumah Koh Hao dan Om Jun.

(“Yah, kita kayaknya nginep di rumah Koh Hao aja deh, mau nyobain games baru.” kata Yuvin ketika melihat Mingyu keluar dari kamar Wonwoo.

“Loh kok tumben? Ichan juga?” tanya Mingyu.

“Iya, Om Jun juga janji mau bikinin kita Spagetti Seafood Lasagna.” kata Ichan, menimpali. “Tumben banget” tanya Mingyu sedikit bingung.

“Lagian Ayah Ming juga mau ke rumah Om Jun kan?” tanya Ichan.

“Iya, mau ambil cheesecake buat Papa Nu.” jawab Mingyu.

“Yaudah, sekalian aja! Ga usah pulang ke rumah, biar ga muter-muter. Yakan, Chan?” tanya Yuvin sembari menyenggol tangan Ichan meminta bantuan. Ichan mengangguk yakin.)

Dan di sinilah Mingyu di depan pintu kayu jati berwarna cokelat tua, pintu utama rumah Wonwoo sembari memegang kunci rumah di tangan kirinya. Iya, setelah ajakan Mingyu untuk menikah bulan lalu, mereka sudah bertukar kunci rumah. Tidak hanya Mingyu, Yuvin pun memiliki kunci rumah Ichan dan begitupun sebaliknya.

Just, come. Aku di kamar ya, Masyang.. pesan terakhir yang dikirim Wonwoo dan membuat badan Mingyu keringat dingin malam itu.

Rencananya, memang ingin merayakan anniversary mereka, tapi, entah apa yang ada dipikiran Wonwoo sampai dia harus mengirimkan foto yang membuat darah Mingyu berdesir. Bohong jika Mingyu tidak merasakan apa-apa saat melihat kulit mulus sang kekasih di chat box mereka tadi. Sempat terfikirkan untuk berbalik saja, karena ini memang sangat tiba-tiba.

Tapi, berbalik pasti akan mengecewakan Wonwoo yang sudah menunggu, bukan? pikir Mingyu.

Setelah 15 menit bertarung dengan pikirannya, di sinilah Mingyu, sudah masuk ke dalam rumah Wonwoo yang hanya dihiasi lampu remang saat melewati ruang tamu, ruang tv, dan meja makan. Mingyu mampir sebentar ke kulkas, dan menaruh kuenya di sana. Kemudian, dia melanjutkan langkahnya untuk naik ke tempat yang di sebutkan Wonwoo di chat tadi.

Tok tok

“Sayang..” panggil Mingyu lirih, dia berharap agar Wonwoo dapat mendengarnya.

“Yes, Masyang. Just come in!” pinta seorang dari dalam. Mingyu membuka pintu itu dengan perlahan. Jujur saja, dia sedikit takut. Dia sangat mewaspadai apa yang akan muncul di hadapannya.

Wonwoo sudah ada di atas tempat tidurnya menatap ke arah pintu yang terbuka dengan kepala seseorang yang sangat ia sayangi mengintip di balik daun pintu itu.

What are you doing there? Masuk!” pintanya, menepuk kasur sebelahnya yang kosong.

Sebenarnya, menginjak dan menginap di kamar utama dari rumah ini bukan hal pertama untuk Minyu. Dia beberapa kali menginap dan mereka hanya tidur bersama saling berpelukan, tidak pernah lebih dari itu.

Mingyu melangkahkan kakinya ke dalam kamar yang sudah mulai meredup, hanya lampu di sudut kamar yang dibiarkan menyala berwarna ke kuningan. Lampu tidur Wonwoo. Mingyu kini sudah duduk di pinggir tempat tidur berukuran king size itu dengan Wonwoo yang sudah memamerkan kaki putih jenjangnya dengan t-shirt bergaris hitam putih yang hanya sedikit menutupi selangka paha dalamnya, sama persis seperti gambar yang dikirim oleh Wonwoo tadi.

“Sini..” ajak Wonwoo. Jantung Mingyu berdegup ribut, walau demikian dia tetap menuruti perintah sang kekasih.

Posisi Wonwoo kini sudah tidur memeluk Mingyu dan menjadikan lengan pria dominannya sebagai bantal.

Why are you so tense?” tanya Wonwoo ketika merasakan hal yang tidak biasa pada sang kekasih.

No, I just.. Ngga tau. Kamu kenapa malam ini?” tanya Mingyu keheranan.

I just want to give you something, sesuatu yang berharga dari aku. Ngga boleh?” tanya Wonwoo balik.

“Ngga, bukan itu. Ngga biasanya. Kamu ngerti kan maksud aku?” tanya Mingyu seraya menyisir surai Wonwoo. Wonwoo menjawab dengan anggukan.

Mingyu terduduk kembali, membuka cardigan yang sedari tadi dia gunakan dan meyisakan white t-shirt fit size di badannya, kembali menidurkan badannya dan membawa kepala Wonwoo kembali kelengannya, diambilnya dagu sang kekasih dan dikecupi seluruh wajah pria yang sudah mengisi hari-harinya beberapa tahun belakangan ini. Wonwoo memejamkan matanya, menikmati nafas hangat pria yang lebih tua di hadapannya.

Menyatukan bibir mereka dengan lumatan secara perlahan adalah yang Mingyu lakukan setelah menjelajahi wajah manis sang kekasih dengan kecupannya.

“Aku sayang banget sama kamu, Wonwoo.” Bisik Mingyu di telinga Wonwoo, dan mencium rahang Wonwoo.

“Hari ini aku bisa tahan, sayang. Jangan kaya gini lagi ya. Aku ngga tau ke depannya.” kata Mingyu lagi, semakin mendekap tubuh Wonwoo dan membiarkan Wonwoo merasakn detak jantungnya.

I love you more, Masyang.” kata Wonwoo dengan suara yang sedikit terendam karena dekapan Mingyu.

Wonwoo memeluk Mingyu, mengelus punggung sang kekasih dan menyilangkan satu kakinya di pinggang Mingyu seperti sedang memeluk guling.

I'm ready, Masyang. Eat me.” rengek Wonwoo sembari menatap Mingyu. Mingyu menatap lirikan rubah itu, mengecup puncak kepala Wonwoo.

“Nanti ya. Aku yang belum siap.” kata Mingyu. Mengelus paha lembut Wonwoo tak berbalut yang sudah berada dipinggangnya. Membiarkan sang empunya rumah mengerucutkan bibirnya — cemberut — karena penolakannya.

Mingyu berusaha membuat Wonwoo tertidur di dalam dekapannya, agar mereka tidak benar-benar melakukan “kagiatan positive” yang sebenarnya ingin Mingyu lakukan dengan Wonwoo. Tapi, ternyata setelah pria itu pikirkan lagi, Mingyu belum siap melihat Wonwoo mendesah dan menangis di bawah kuasanya.

Happy anniversary, sayang.” ucap Mingyu, mengecup puncak kepala Wonwoo untuk yang kesekian kalinya.

“Semoga kita bisa ngerayain anniversary kita sampai aku ubanan, keriput di mana-mana, punya cicit, Yuvin dan Ichan punya cucu.” ucap Mingyu.

Happy anniversary, Masyang. I wish, nothing has changed until we die ya, mas.” Doa Wonwoo tulus, mengecup bibir Mingyu yang dibalas oleh Mingyu, menjadi lumatan kecil. Dan berakhir dengan Mingyu yang mengecup pelipis Wonwoo sebelum mereka sama-sama terlelap.

Offering from Kim's

Reunited — Narasi 20


TW//Mention death, bribery.

6 April 2022

Malam di hari ulang tahun gue, gue menyetir sekitar 45 menit hingga sampai ke salah satu komplek perumahan mewah. Menyetir sambil berfikir, apa saja yang ingin gue sampaikan lalu berniat langsung pulang.

Sampai ke alamat yang gue tuju, gerbang pagar hitam besar langsung terbuka secara otomatis, guepun langsung menerobos masuk tanpa basa-basi. Gue membiarkan mobil di depan pintu utama rumah dan masuk ke dalam rumah yang sudah seperti kastil di daerah bilangan Pondok Indah. Rumah orang tua gue, Kim's Mansion kalau kata orang-orang yang kerja sama bokap gue.

Di depan gue sudah ada wanita paruh baya — Nyonya Kim — yang bernama asli Oh Yeon Seo dan di sebelahnya ada Kim Bum, yes, bapak gue. Nama yang pengen banget Wonwoo jaga sampai dia harus kabur entah kemana — walaupun sekarang sudah tau dia kemana, tapi tetap ngga ada yang jelas.

“Kok tumben udah pada pulang?” tanya gue memecahkan keheningan ketika kita bertiga sudah duduk di ruang keluarga rumah besar ini. Lebih banyak asisten rumah tangga dibandingkan dengan penghuni aslinya, aneh baget memang.

“Kamu kan ulang tahun, terus mau ke sini. Ya mama suruh papi ngga kerja, lagian kerjaan bisa ke sini jalan kaki.” kata wanita paruh baya di sebelah gue, emak gue.

“Tumben banget kamu ke sini, mau ngerayain ulang tahun bareng?” tanya pria di depan gue yang sedang menggunakan vape-nya. *Oh, jadi wangi ruangan ini tuh dari asep vape? Pantes enak.* pikiran gue entah kemana. Memang belakangan ini gue gampang banget ke distrak karena masalah sepele.

“Ya sekalian juga, tapi ada yang lebih penting.” kata gue to the point.

“Pasti yang tadi kita bahas di chat kan?” tanya nyokap gue, sudah tau ternyata dia apa yang ingin gue sampaikan malam ini.

“Kamu mau lamarannya diudahin aja?” tanya bokap gue yang biasa gue panggil papi itu.

“Yaiya, sejak kapan sih aku pengen?” tanya gue dengan nada sedikit sinis.

“Tapi kemarin pas berita itu muncul, Dika bilang kamu terima-terima aja, soalnya kamu bilang kamu mau nurut sama orang tua kamu. Which is papi dan mama.” kata bokap gue. Dika cepu juga! hmm.. gumam gue.

Iya, memang gue bilang itu, karena gue lagi emosi banget. Gue iya-iya aja waktu nyokap ngejodohin gue sama mantan gue di SMA, tanpa ada willing mau dibawa kemana nih sandiwara gue. Gue juga marah karena alesan yang Wonwoo gunakan adalah buat jaga nama baik nyokap, bokap serta gue dan ga mau nyusahin hidup gue lagi, terlebih dia masih bilang kalau dia yang menyebabkan kematian Bang Cheol. Ditamah lagi dengan Wonwoo yang pergi tanpa pesan dan bawa bayi dikandungannya yang notabene itu anak gue. Pecah pala gue!

Kata orang dunia ini panggung sandiwara kan? Tapi, sandiwara gue ada sandiwara lagi, pura-pura jadi anak yang penurut. Biarin Wonwoo baca berita itu dan balik ke gue. Tanpa gue sadar gue malah kaya suicide, nyakitin Wonwoo dan juga mungkin menyakitkan untuk tunangan gue. Yang terakhir sebenarnya gue ngga peduli sih, soalnya gue udah ngomong juga sama dia untuk ngga ngarepin gue, gue juga nggga ada keinginan buat nikah sama dia gitu.

“Ya biar Wonwoo baca terus balik!” kata gue santai. “Tapi sampai sekarang orangnya ngga terpengaruh sama berita konyol kaya gitu. Buat apa?” tanya gue ke papi gue.

“Terus, ini udah gede beritanya sampe ke temen-temen serta ke kolega papi, gimana kita beresinnya?” tanya papi gue. Ya gue tau sih, gue bikin semuanya jadi runyam karena keegoisan gue. Tapi ya mau gimana? Gue ga mau nikah kalau bukan Wonwoo pendampingnya.

“Bilang aja aku hamilin anak orang! Cerita beneran, ga bohong!” kata gue santai.

“Tapi yang dihamilinnya ga tau di mana?” tanya mama ke gue.

“Gyu, mama tuh sayang sama kamu. Pas Wonwoo izin sama mama kalau dia mau ngejalanin lagi dan kali ini dengan proper, mama seneng banget, papi kamu jadi saksinya. Mama juga sayang sama Wonwoo, Gyu—” ucapan nyokap gue terpotong.

“Tapi, ya masa dia hilang hanya karena dia hamil, Mama tuh ngga abis pikir. Ini udah setahun, Gyu. Mau sampe kapan kamu nunggu?” tanya nyokap gue.

“Sampai selamanya kalau bisa, Mingyu pengen Wonwoo sama anak Mingyu aja. Udah. Mingyu ngga mau yang lain lagi. Ini juga Mingyu nyari Wonwoo.” kata gue. Putus asa? Tentu saja iya.

Udah satu tahun Wonwoo hilang, gue tau dia di Inggris, tapi entah dibagian mananya. Kalau gue samper, gue tau banget orangnya bakalan pergi lebih jauh lagi. Dan gue ngga mau itu terjadi, makanya gue cuma diem dan nunggu. Bukan ngga mau usaha, tapi Wonwoo semakin dicari, semakin dikejer, dia lari. Kalau emang mau sendiri, yaudah, gue kasih dia waktu. Gue rela kok nunggu selamanya kaya yang barusah gue bilang ke nyokap gue — Kalau memang dia perlu.

“Tadi di chat, katanya mama lagi mikirin caranya?” tanya gue, memecah keheningan, nyokap gue tetap cuek menyeruput gelas teh hangat yang baru saja dibawakan salah satu mbak-mbak di mansion ini.

“Hmm.. Ya mama harus ngomong dulu sama Chae. Dia mau ngga?” tanya mama gue. Duh, mana mau sih si Chae itu diajak kerja sama, orangnya freak gitu. decak gue dalam hati. Gusar.

“Ya kali anaknya mau, Ma. Orangnya gitu.” kata gue literally hopeless seada-adanya.

“Jadi, kita tanya lagi ke kamu. Mau sampai kapan nunggu Wonwoo?” tanya papi. Gue harap ini pertanyaan terakhir karena jawabannya masih sama.

“Sampai Wonwoo yakin kalau Wonwoo ngga sayang Mingyu lagi. Abis itu Mingyu nyerah.” kata gue yakin, yakin banget kalau Wonwoo masih sayang sama gue, walaupun disurat yang dia kasih dia nyuruh gue buat lupain dia. Tidak semudah itu Jeon Wonwoo.

“Kalau ngga mau dibatalin ya ngga usah, tapi Mingyu ga mau lebih dari tunangan. Nikahnya tetep sama Wonwoo. Gimana?” di sini gue mencoba bernegosiasi. Ide gila memang, gue udah gila karena Wonwoo.

“Mama.. coba deh kamu urus, ini anakmu udah hilang kewarasannya.” kata papi, memijat batang hidungnya, nyokap gue mengangguk sembari berfikir, gue hafal betul wajahnya yang sedang berfikir keras.

Ya, papi ngga salah kewarasan gue emang udah hilang dari satu tahun yang lalu, jadi ngga usah ditanya lagi.


17 July 2022

Entah kenapa saya di sini, sempat sedikit lupa. Oh iya, membatalkan pertunangan anak yang tinggal semata wayang itu, karena dia tetap bertekad untuk menunggu sang kekasih pulang yang saya tahu sampai sekarang sang kekasih masih bersembunyi. Entah di mana. Jangan tanyakan, apakah saya mencarinya atau tidak, tentu saya mencarinya. Namun, tampaknya Wonwoo sangat gesit dalam bersembunyi. Saya hanya tahu dia ada di mana, tapi tidak pernah terbukti bahwa dia ada di sana. Jujur, saya sangat ingin bertemu cucu dengan saya.

Entah apa yang ada dipikiran anak semata wayang saya itu, tapi jujur permintaan pertamanya sungguh merepotkan. Membuat deal dengan wanita muda yang sedang saya tunggu di salah satu restoran hotel bintang lima, sungguh melelahkan untuk saya.

“Halo, Tante!” sapa wanita yang sedari tadi saya tunggu.

“Hai, Chae. Duduk, langsung pesen aja mau makan apa?” tawar saya, tidak berdiri untuk sekedar basa-basi.

Sebenarnya, kalau dibandingkan dengan Wonwoo, Chae ini memang tidak ada apa-apanya sih. Wonwoo sudah type idaman saya memang sedari dulu, bahkan saat dia berpacaran dengan abang pun saya memang bercita-cita menjadikan Wonwoo menantu saya. Sebegitu besarnya pengaruh Wonwoo di Kim's. Bahkan Bum juga menganggap Wonwoo adalah anaknya.

Waktu Wonwoo hilang untuk yang pertama kalinya, Bum menyewa banyak detektif, tapi lihai sekali anak itu, kita tidak bisa menemukannya. Hingga kini pun, saya ngga tau dia lari kemana kala itu.

“Tan?” tanya wanita di depan saya, membuyarkan lamunan saya yang berlari kemana-mana tidak di sini bersamanya. Kasihan juga ya? pekik saya dalam hati.

“Oh iya, saya sudah pesan kok. Kamu coba sekarang yang pesan.” pinta saya sambil memanggil waiter yang melayani meja saya.

“Ada apa, Tan? Tumben, biasanya Kak Pras yang dateng ke aku.” Pras itu sekertaris saya, memang saya tugaskan untuk menyampaikan semua amanah saya ke Chae, saya punya kesibukan sendiri soalnya.

“Tante mau bahas hal penting yang ngga mungkin lewat Pras, Chae.” jawab saya, jujur. Wanita di hadapan saya ini mengangkat kedua alisnya, tampak bingung karena tidak adanya gurat khawatir di wajahnya.

Kita mulai saja ya pembicaraan ini agar cepat selesai masalahnya dan tidak berlarut. Supaya Mingyu juga fokus pada tujuannya tanpa adanya hambatan orang lain. Walaupun, hambatannya saya dan Bum yang buat.

“Tampaknya, pertunangan kamu dan Mingyu bisa kita akhiri ya, Chae?” tanya saya. Lancar sekali.

“Gimana, Tan?”

“Iya, kita sudahi saja ya pertunangan ini, Mingyu tetap tidak merubah pendiriannya, Chae.”

(Chae ya, kalau ditanya kenapa saya memilihkan Chae sang model untuk anak saya, itu mudah sekali, saat Mingyu sedang kalut, entah kenapa butik saya diketuk oleh seorang wanita yang seingat saya memang mantan kekasih Mingyu saat di high school.

Dia bilang dia ingin bersama dengan Mingyu dan lain-lain sebagainya. Dan entah apa yang saya pikirkan, saya langsung berfikir mungkin lebih baik Mingyu menikah dengan wanita ini saja, daripada terus-menerus menunggu Wonwoo.

Awalnya, Mingyu marah mendengarnya, tapi entah bagaimana dia mengiyakan setelah berbicara dengan Bum. Tapi, dia kembali protes lagi saat ulang tahunnya — April lalu. Sepertinya saya harus bertanya dengan Bum apa yang mereka bicarakan waktu itu.)

“Tapi, tante. Aku sayang banget sama Mingyu!” kata Chae dengan nada yang ngotot sedikit, membuat saya agak kaget.

“Saya tidak bisa memaksakan perasaan dan hati seseorang, Chae.” jawab saya yakin.

“Tapi gimana sama nama baik Tante dan Om? Dan aku mau taruh di mana mukaku, tan?” tanya Chae. Ya, memang itu yang kemarin-kemarin saya pikirkan, sampai saya menemukan solusinya dan mengubungin wanita ini secara langsung.

“Kamu tahu Model Scouts Agency di New York City sedang mencari model baru yang berwajah Asia?” tanya saya.

“Itu adalah agency ternama di NYC sana, saya tahu karena mode dan model adalah ranah saya, kamu ingat kan Chae?” kata saya lagi. Chae mengangguk. Mendengarkan saya dengan seksama, sepertinya dia sudah menyadari bahwa arah pembicaraan ini akan menjadi sebuah penawaran. Pilihannya adalah menarik atau tidak.

“Kita akan putuskan lamaran ini, dan kamu pindah ke Scouts tanpa audisi. Bagaimana penawaran saya?” tanya saya dengan sangat berhati-hati. Wanita itu berfikir.

“Untuk berita, jangan khawatir, saya akan buat agar kamu yang memutuskan pertunangan dengan anak saya karena kamu pindah ke sana dan Mingyu tidak bisa long distance. Begitu? Nama kamu tetap terselamatkan bukan?” tanya saya lagi. Wanita di depan tersenyum.

“Apa tidak masalah tante nama Mingyu menjadi seperti itu? Kesannya tidak bisa memperjuangkan kami.” tanya Chae dengan tatapan yang tidak bisa saya jabarkan sesungguhnya.

“Tidak masalah, yang penting ini cepat terselesaikan. Setelah kamu ke New York kita akan tayangkan beritanya. Sehingga, tidak ada yang curiga. Saya akan membantu kamu hingga sampai di Scouts.” kata saya, menjaminnya.

“Kita harus bikin perjanjian tante, karena ini tentang masa depanku.” kata wanita itu.

“Tentu saja. Saya akan mengirimkan kamu surat perjanjian yang akan disahkan oleh hukum. No problem untuk saya.”

“Okay, tante bisa kirim surat perjanjiannya. Kalau agencyku setuju dan kontraknya menarik, aku akan tanda tangan dan tante boleh eksekusi untuk sisanya.” kata Wanita itu.

Kini saya jadi mengerti, mengapa Mingyu tidak ingin bersama wanita di hadapan saya. Dia pintar, namun tatkala dia juga memiliki pemikiran yang cukup licik. Wanita memang harus seperti itu sih, agar tidak dibohongi oleh dunia yang kejam ini.

Tapi tadi dia bilang sayang sama Mingyu, namun mengiyakan penawaran saya? Saya yakin, pilihan saya hari ini memang sudah tepat.

Makanan kami datang, dan kami makan dengan khidmat tanpa perbincangan yang penting. Akhirnya, sedikit lagi. Semoga.

Cupid — Narasi 2


Cast: Wonwoo/Mingyu/Soonyoung
POV: Wonwoo/Soonyoung

Tepat jam 2.30 gue yang sedang asyik bertelfon dengan pacar gue diganggu oleh suara ketukan pintu dengan beberapa kali orang itu memanggil nama gue.

“Ka, bentar deh, kayaknya si Migu udah dateng. Ini aku matiin atau —” kata gue yang sambil berdiri menghampiri daun pintu, “Ga usah dimatiin deh.” kata gue lagi sambil membuka pintu.

Pria di ambang pintu itu gue minta masuk dengan menggunakan kode lambaian kedua jari gue. Gue ngga merhatiin sih gimana wajah itu, yang pasti pria tinggi di sana tampak tidak senang karena gue sibuk bertelfon saat dia baru datang.

“Haha. Terus, Kak?” tanya gue pada pria di seberang sana.

“Ya, ngga ada terusannya, ntar nabrak!” kata dia, jayus sih kadang becandaannya, tapi entah kenapa gue sayang dan seneng aja ngeliat tingkah laku si kakak angkatan yang terpaut satu tahun lebih tua dari gue ini.

“Ngga nabrak dong, yang. Jayus banget astaga.” kata gue yang sudah kembali ke tempat tidur dan berguling-guling disana.

“Itu Mingyu udah dateng kamu mau cuekin aja?” tanya si dia.

“Biarin aja, lagi megang handphone tuh.” kata gue laporan. “Paling laporan sama ceweknya, diakan bucin banget.” hina gue sambil menatap ke arah pria yang gue bicarakan, mata kami bertemu. Wajah Mingyu bener-bener asem dan kembali melihat layar ponselnya.

“Udahan kali telfonnya! Gue ke sini mau ngerjain tugas, bukan cosplay jadi batu!” teriaknya masih memandang layar pipih yang ada digenggamannya dan didengar jelas oleh pacar gue di seberang sana.

“Udahan dulu aja, Nu. Nanti malem aku nyanyiin nina bobo.” kata pacar gue setelah mendengar celotehan kurang ajar Mingyu.

“Hmm... Yaudah deh, ini bayi buto ijo nya juga udah makin cemberut, yang. Nanti malem telfon aku ya!” pinta gue.

“Yes, baby! Jangan macem-macem kamu sama Mingyu!” katanya sambil bercanda.

“Yeeeu, kamu mah! Mau ngapain aku tuh!”

“Haha. Ya pokoknya jangan khilaf. Love you!”

“Love you too, Kak.”

Gue langsung memutuskan panggilan dan menghampiri pria yang sedang menekukkan wajahnya sembari mengerucutkan bibirnya sambil scroll-scroll timeline Instagram dengan jempolnya di karpet dan duduk di sebelahnya. Dih, kenapa ni pria?

“Udah pacarannya?” Tanya pria itu, masih melakukan kegiatannya.

“Udah! Lo udah izinkan ke cewek lo?” tanya gue bangkit, mengambil beberapa keperluan untuk mengerjakan tugas ini, seperti leptop, binder yang berisi catatan, modul, catatan dan pulpen.

“Ngga, gue ga izin.” katanya memperhatikan langkah gue yang sedang ke sana-sini mencari modul, catatan, charger leptop dan kebutuhan lainnya.

“Lah? Lo lupa semester kemaren dia jambak rambut gue di sini?” tanya gue dengan nada yang cukup tinggi. “Tobat deh gue berurusan sama cewe lo, Gu!” kata gue lagi.

“Salah paham kan.” kata dia sembari mengambil leptop dari tasnya. Kini kita sudah duduk bersebelahan di atas karpet yang berada di tengah kamar gue ini.

“Yeu, pokoknya—” kata-kata gue terpotong dengan Mingyu menutup mulut gue dengan telapak tangannya.

“Kalau ga ada yang bilang, dia ngga tau. Jadi, stop protes. Kerjain aja tugasnya biar cepet beres, Nu.” kata Mingyu dengan nada suaranya yang serius. Sorry, gue kaget karena ini kali pertamanya gue denger dia dengan nada seserius itu. Gue kaya terhipnotis dan mengangguk yang akhirnya dia melepaskan bekapannya.

“Kita mulai dari sini aja, Gu!” kata gue memecah keheningan, karena sudah lebih dari lima menit kita bergelut dengan pikiran masing-masing, ngga ada yang memulai untuk membuat pendahuluan atau hanya iseng google modul online untuk menguatkan teori yang akan kita gunakan di proposal.

“NU!” teriak seorang yang sangat gue hafal dari depan daun pintu kamar gue, menerobos masuk.

“Nyong! Kebiasaan banget ih! Ketok pintu!!” omel gue pada pria yang sudah berada dihadapan gue dan Mingyu.

Sorry, urgent! Gue ga bisa!” Soonyoung langsung berlari ke kamar mandi yang berada di dalam kamarku dan berteriak, “Gue numpang boker! Kebelet!” ucapnya.

Jawab ngga boleh juga orangnya udah masuk kamar mandi, jadi yaudahlah pasrah aja guemah punya temen kurang ajar gitu. Untung temen deket dari SMA, kalau ngga beneran gue masukin kandang macan.

Gue berdiri dan menutup kembali pintu kamar gue yang dibiarkan Soonyoung terbuka tadi, lalu kembali ke tempat duduk gue lagi — sebelah Mingyu.

“Sampe mana Gu?” tanya gue, seinget gue tadi kita emang lagi ngga ngobrol sih, kenapa gue nanya sampai mana pembicaraan kita coba?

“Kita belum bahas apa-apa.” kata Mingyu datar, menyenderkan badannya pada pinggiran tempat tidur gue.

“Oh, okay. Kita harus mulai bahas sesuatu, I hate this air. Awkward anjir!” kata gue mulai melemaskan sendi-sendi gue yang sempat menegang. Mingyu tersenyum menyeringai.

“Lagian lo bahas cewe gue mulu dari kemaren. Capek tau!” suara Mingyu mencicit.

“Iya, maap. Gue watir aja, kalau botak yang mau tanggung jawab siapa? Kalau Kak Rowoon kabur yang gantiin dia siapa?” tanya gue, menyenderkan badan gue di pinggiran kasur, tepat di sebelahnya. Mingyu tertawa mendengar penuturan asal gue.

***

Gue keluar dari kamar mandi, abis numpang buang hajat besar di kamar mandi Wonwoo yang terletak di dalam kamar. Melihat Mingyu dan Wonwoo sedang menyenderkan badannya dipinggir kasur bersebelahan. Mingyu sedang tertawa sedangkan wajah Wonwoo sedikit memerah. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi tampaknya ngga penting.

“Heh! Tawa-tawa aja lo berdua, orang ketiganya setan!” kata gue iseng, menghampiri mereka.

“Ya elu ini setannya!” kata Wonwoo, si meng emang biadap deh mulutnya, gue heran kenapa Rowon mau aja sama dia dan brengseknya lagi hal itu disetujui oleh anggukan dari Mingyu.

“Wah, anying! Guekan penengah, biar gue yang sama setannya.” kata gue dan merebahkan badan gue di atas karpet Wonwoo yang super lembut.

“Sedih banget sih, saking jomblonya mau sama setan.” Kata Wonwoo tersenyum picik ke gue. Dia tau banget tuh guenga suka bahas-bahas status. Kali ini gue sumpahin beneran putus sama Rowoon. Mingyu lagi ketawa aja pas Wonwoo ngomong gitu, sama dia juga gue doain putus sama pacarnya.

“HEH, kenapa jadi betah?” Tanya Wonwoo ke gue. Gue cuma menggindikkan bahu.

“Si Cimol tuh sekelompok sama siapa tugas ini, Won?” Tanya Mingyu tiba-tiba menyebutkan satu nama sapaan yang selalu menggelitik perut gue. Entah mengapa, gue belum tahu alasannya.

“Sama Reine kalau ga salah.” Jawab Wonwoo singkat, si Wonwoo sekarang sudah sibuk dengan leptopnya, sedangkan Mingyu menatap gue sekilas, dengan senyum piciknya. Gue sumpahin mereka karena memberikan senyuman picik ke gue. Sumpahin apa ya? Kalau jadian, artinya dakjal sudah dekat.

“Si Soonyoung kenal ga sih sama yg namanya Cimol, Nu?” Tanya Mingyu santai.

“Unyoung bikin malu di depan dia pernah sih.” Kata Wonwoo dengan tenangnya menghina gue.

“Enak aja!” Elak gue, mengingat kejadian tempo hari. “Ngga sengaja gue!”

“Ajak aja si Unyoung Nu, mingdep kan kita mau ke museum sama group anak arsi.” Ajak Mingyu. Wah, gue mau salim sih sama si akhlakless ini kalau emang dibolehin ikut, siapa tau bisa kenalan, gue malu kalau sok kenal. Iya, gue masih punya malu.

“Emang lo mau Nyong, ke Musium Nasional?” Tanya Wonwoo, menatap gue sebentar.

“Tergantung sama siapa aja, gue anaknya kan ga gaul.” Kata gue, gue masih berharap nama-nama yang gue denger dari jawaban mereka adalah nama yang gue kenal.

“Cuma gue, Hao, Dika, Wonu sama Cimol.” Jawab Mingyu, “Lo kenal semua sih, harusnya ya kalau lo ikut juga mereka ga keberatan. Kebetulan kita mau momotoran nyambi poto-poto.”

“Oh iya, jadi kita bonceng-boncengan aja ga sih bawa 3 motor?” Kata Wonwoo.

“Gue belom jawab iya, Meng!” Kata gue.

“Hmm.. jujur gue ga butuh persetujuan lo sih, Nyong. Soalnya gue geret lo juga pasti ikut.” Kata Wonwoo semena-mena, ya tapi memang itu sih kenyataannya.

Gue mana pernah menolak paksaan Baginda Putra Mahkota, bahkan Bang Cheol, yang notabene adalah dedengkot kossan ini aja takut sama dia.

“Nanti gue kabarin lagi, Nyong. Santai, masih minggu depan.” Jawab Wonwoo, berdiri membuka pintu dan berdiri di hadapan gue, “Sekarang lo enyah! Gue mau bikin tugas ga kelar-kelar.” Katanya lagi menarik tubuh gue untuk bangun dan mendorong gue keluar. Mingyu hanya tertawa melihat apa yang dilakukan Wonwoo pada gue.

Wonwoo menutup pintu brak dan gue cuma berteriak “Hati-hati khilaf, entar keenakan.” Yang dibalas dengan suara tawaan Mingyu dan sapaan kebun binatang dari Wonwoo, “Soonyoung anjing!”

Gue menaiki tanggga, memasuki kamar gue yang berada di atas, kembali tidur di atas karpet yang sama dengan punya Wonwoo — maklum, beli di IKEA bareng. Dan gue mulai menerawang, wah, minggu depan bisalah ya gue kenalan yang bener sama adek gemes setelah gue bikin malu nyelonong masuk kamar, bikin dia kaget. Hehe.

Gue rogoh ponsel gue dari celana training abu-abu yang gue pakai dan langsung menyalakan lagu kesukaan gue belakangan ini.

I just wanna know you better, know you better, know better now. 'Cause all I know if we said, “Hello” And your eyes look like comin' home All I know is a simple name Everything has changed

Menyanyikan lagu itu dengan suara pas-pas-an dan gue ngga perduli kalau itu akan mengganggu populasi manusia di kossan gue. Bentar lagi paling Wonwoo chat gue ngamuk. Kan bener!!!

REUNITED ↳ Mingyu ↳ 1.021 words. [Narasi 19] — Surat di 06 April 2022

Mingyu membuka pintu rumahnya karena ada bel pintu yang terdengar sangat memekakan malam ini. Tukang ojek package delivery online datang mengantarkan satu paket yang dikirim oleh Jihoon, seperti yang dikatakan sahabat Wonwoo di pesan singkat tadi. Paket untuknya, sekotak hitam beukuran medium dengan inisial nama di depannya “M”, dengan ada stempel, perangko dari Inggris entah kota yang mana dan satu nama yang membuatnya membelalakkan mata elangnya, ada kertas di sana From: Jeon Wonwoo.

Setelah satu tahun, akhirnya dia mendapati kabar dari sang kekasih. Ya, besok adalah hari ulang tahunnya. Mingyu mengucapkan terima kasih kepada bapak pengantar paket, menutup pintu rumahnya dan terduduk di atas sofa ruang tengahnya. Memperhatikan paket tersebut dan memberi kabar ke Jihoon kalau dia sudah menerima kirimannya. Meletakkan paket tersebut di atas meja di depan sofanya, menatapnya lekat, seakan tak sabar ingin melihat apa isinya.

Jam 12, cepatlah datang gumamnya, menggigit jarinya dengan cemas. Dadanya berdegup kencang, terlalu exciting untuk membuka paket itu.


Tepat jam 00.00 di ponselnya, Mingyu tak menghiraukan semua pesan dan panggilan yang masuk, karena hanya kotak berukuran sedang yang dia pandangi dan yang menyita seluruh perhatiannya malam ini.

Segera ia ambil kotak itu dan membukanya perlahan. Ada sepucuk surat di sana, amplop coklat dengan kertas beruliskan tulisan tangan Wonwoo bertinta biru di atasnya.

To: Kak Mingyu..

Hai Half of My Life? How are you? Aku selalu berharap kamu baik-baik saja, karena akupun baik-baik saja di sini. I hope this letter arrives on time when you receive it :)

Happy Birthday to you who is always be the first-man in my life. Aku selalu berharap yang terbaik untuk kamu, semoga kamu panjang umur, diberikan kebahagiaan yang melimpah oleh Allah dan selalu dikelilingi orang yang menyayangi kamu.

As usual, aku ngga ngerti tentang perkameraan, jadi menurut google ini adalah kamera analog terbaik tahun ini, so I bought this only for you. Honestly, this analognya ga begitu special karena entah kenapa I can't found the gold one :( tapi, I wish you still like and happy to have it, like I do when I bought it for you. Hehe.

Kak, I just want to tell you that I'm the happiest man alive who ever had you. You can call me, aku orang yang paling ngga bersyukur dan bodoh karena selalu menjadi orang yang selalu meninggalkan kamu. Sorry to leave you again this time. Maaf juga karena berfikir terlalu lama untuk meminta maaf. Maaf karena kamu harus stuck di aku kemarin-kemarin.

Kak Mingyu, Aku harap kamu ngga akan nunggu aku lagi untuk kali ini ya. I heard some news, and I hope you will find your own happiness with her and without me.. Not easy to say this, it really hurts and but its okay because you have no idea how much I want you to be happy.

And now, I just want to think of our good times when we selflessly shared each other's joy and I hope you do the same. Jadi, aku harap kepergian aku bukan hal yang paling kamu inget karena menyakitkan dari semua kenangan yang pernah kita buat bersama ya, Kak Mingyu. Karena masih ada kenangan baik yang pernah kita share berdua. Dan aku sangat bahagia kala itu — In your arms, always.

It's just because I love you so I leave you. I lost you, not because of you but its me who was too stupid. I am the stupidest person in the world because of this. You can call me that too.

Kak, Kayaknya ada satu lagi yang harus aku bahas di surat ini. I heard that you know about “Kacang Mede”? Yes, it belongs to you and me, US. Tapi, biarin ya untuk kali ini aku egois dan bilang kalau dia milik aku, karena hanya dia sisa-sisa kamu yang aku punya, because your blood is on her :)

Semoga kamu benar-benar sudah bertemu dengan orang yang kamu cintai, bertemu dengan orang yang bisa membahagiakan kamu, maybe she's the right person. Semoga dia ngga pernah ninggalin kamu seperti yang selalu aku lakukan atas topeng I Love You dan menghilang dari hidup kamu.

Kalau suatu saat aku dan “Kacang Mede” sudah melihat kamu bahagia, I'll set you up with her. Nanti kita ketemu sama kamu ya, Kak..

Just for your TMI, this cashew sudah bisa berguling. Persis kaya kamu yang doyannya tengkurep and lying on your back because of boredom :) dia lagi suka joget-joget opening pororo dan makan pisang. Kalau aku pikir-pikir, mungkin sifatnya mirip sama kamu, clingy dan clumsy. Hari ini, dia udah numpahin susu bubuk karena ga sengaja dia seruduk. It's funny how I found you in her :)

Thank you so much, Kak.. Karena aku jadi bisa punya versi kecil kamu.

Nah kan, aku baru sadar kalau jadi ceritain dia ke kamu. Hehe. Tapi karena kamu udah tahu tentang dia dari Jihoon jadi aku pikir kamu juga perlu tau keadaan dia sekarang. She's fine with me, so don't worry. I will cherish and love her so much, like I always do for you.

Happy birthday again, Kak Mingyu. I will always love you, jadi jangan lupa bahagia ya, Kak. Karena itu satu-satunya harapan aku untuk kamu tahun ini :)

Love,

– Wonwoo -


Mingyu menutup surat dengan tulisan tangan Wonwoo itu, memasukkan kembali ke amplopnya dengan apik. Menggenggamnya di dada, menidurkan badannya yang terlihat tampak lelah di sofa ruang tengahnya dan menangis di dalam diam. Tangisan luka penuh rindu.

Gimana aku bisa bahagia Wonwoo, kalau kamu adalah kebahagiaan aku satu-satunya? Pulang ya, dek.. Aku nungguin kamu. rintihnya dalam hati.

Aku rela ninggalin semuanya asalkan sama kamu dan Kacang Mede, Nu. Aku pengen ketemu.

Apa benar kata Hao kalau kamu sebenarnya dekat sama aku? Kamu di mana sih, Nu? Surat ini dari Inggris? Kamu di Inggris? Tapi, Inggris jauh..

Hanya rindu dan rasa ingin bertemu dengan Wonwoo yang kini dia rasakan. Tak ia hiraukan hadiah yang sebenarnya ingin Wonwoo berikan di sana, tergeletak masih di dalam kotak, belum tersentuh.

Sebab ku sayang dia, sebab ku kasihi dia, sebab ku tak rela tak selalu bersama. Ku rapuh tanpa dia, seperti kehilangan arah.

REUNITED ↳ Mingyu ↳ 1.021 words. [Narasi 19] — Surat di 06 April 2022

Mingyu membuka pintu rumahnya karena ada bel pintu yang terdengar sangat memekakan malam ini. Tukang ojek package delivery online datang mengantarkan satu paket yang dikirim oleh Jihoon, seperti yang dikatakan sahabat Wonwoo di pesan singkat tadi. Paket untuknya, sekotak hitam beukuran medium dengan inisial nama di depannya “M”, dengan ada stempel, perangko dari Inggris entah kota yang mana dan satu nama yang membuatnya membelalakkan mata elangnya, ada kertas di sana From: Jeon Wonwoo.

Setelah satu tahun, akhirnya dia mendapati kabar dari sang kekasih. Ya, besok adalah hari ulang tahunnya. Mingyu mengucapkan terima kasih kepada bapak pengantar paket, menutup pintu rumahnya dan terduduk di atas sofa ruang tengahnya. Memperhatikan paket tersebut dan memberi kabar ke Jihoon kalau dia sudah menerima kirimannya. Meletakkan paket tersebut di atas meja di depan sofanya, menatapnya lekat, seakan tak sabar ingin melihat apa isinya.

Jam 12, cepatlah datang gumamnya, menggigit jarinya dengan cemas. Dadanya berdegup kencang, terlalu exciting untuk membuka paket itu.


Tepat jam 00.00 di ponselnya, Mingyu tak menghiraukan semua pesan dan panggilan yang masuk, karena hanya kotak berukuran sedang yang dia pandangi dan yang menyita seluruh perhatiannya malam ini.

Segera ia ambil kotak itu dan membukanya perlahan. Ada sepucuk surat di sana, amplop coklat dengan kertas beruliskan tulisan tangan Wonwoo bertinta biru di atasnya.

To: Kak Mingyu..

Hai Half of My Life? How are you? Aku selalu berharap kamu baik-baik saja, karena akupun baik-baik saja di sini. I hope this letter arrives on time when you receive it :)

Happy Birthday to you who is always be the first-man in my life. Aku selalu berharap yang terbaik untuk kamu, semoga kamu panjang umur, diberikan kebahagiaan yang melimpah oleh Allah dan selalu dikelilingi orang yang menyayangi kamu.

As usual, aku ngga ngerti tentang perkameraan, jadi menurut google ini adalah kamera analog terbaik tahun ini, so I bought this only for you. Honestly, this analognya ga begitu special karena entah kenapa I can't found the gold one :( tapi, I wish you still like and happy to have it, like I do when I bought it for you. Hehe.

Kak, I just want to tell you that I'm the happiest man alive who ever had you. You can call me, aku orang yang paling ngga bersyukur dan bodoh karena selalu menjadi orang yang selalu meninggalkan kamu. Sorry to leave you again this time. Maaf juga karena berfikir terlalu lama untuk meminta maaf. Maaf karena kamu harus stuck di aku kemarin-kemarin.

Kak Mingyu, Aku harap kamu ngga akan nunggu aku lagi untuk kali ini ya. I heard some news, and I hope you will find your own happiness with her and without me.. Not easy to say this, it really hurts and but its okay because you have no idea how much I want you to be happy.

And now, I just want to think of our good times when we selflessly shared each other's joy and I hope you do the same. Jadi, aku harap kepergian aku bukan hal yang paling kamu inget karena menyakitkan dari semua kenangan yang pernah kita buat bersama ya, Kak Mingyu. Karena masih ada kenangan baik yang pernah kita share berdua. Dan aku sangat bahagia kala itu — In your arms, always.

It's just because I love you so I leave you. I lost you, not because of you but its me who was too stupid. I am the stupidest person in the world because of this. You can call me that too.

Kak, Kayaknya ada satu lagi yang harus aku bahas di surat ini. I heard that you know about “Kacang Mede”? Yes, it belongs to you and me, US. Tapi, biarin ya untuk kali ini aku egois dan bilang kalau dia milik aku, karena hanya dia sisa-sisa kamu yang aku punya, because your blood is on her :)

Semoga kamu benar-benar sudah bertemu dengan orang yang kamu cintai, bertemu dengan orang yang bisa membahagiakan kamu, maybe she's the right person. Semoga dia ngga pernah ninggalin kamu seperti yang selalu aku lakukan atas topeng I Love You dan menghilang dari hidup kamu.

Kalau suatu saat aku dan “Kacang Mede” sudah melihat kamu bahagia, I'll set you up with her. Nanti kita ketemu sama kamu ya, Kak..

Just for your TMI, this cashew sudah bisa berguling. Persis kaya kamu yang doyannya tengkurep and lying on your back because of boredom :) dia lagi suka joget-joget opening pororo dan makan pisang. Kalau aku pikir-pikir, mungkin sifatnya mirip sama kamu, clingy dan clumsy. Hari ini, dia udah numpahin susu bubuk karena ga sengaja dia seruduk. It's funny how I found you in her :)

Thank you so much, Kak.. Karena aku jadi bisa punya versi kecil kamu.

Nah kan, aku baru sadar kalau jadi ceritain dia ke kamu. Hehe. Tapi karena kamu udah tahu tentang dia dari Jihoon jadi aku pikir kamu juga perlu tau keadaan dia sekarang. She's fine with me, so don't worry. I will cherish and love her so much, like I always do for you.

Happy birthday again, Kak Mingyu. I will always love you, jadi jangan lupa bahagia ya, Kak. Karena itu satu-satunya harapan aku untuk kamu tahun ini :)

Love,

– Wonwoo -


Mingyu menutup surat dengan tulisan tangan Wonwoo itu, memasukkan kembali ke amplopnya dengan apik. Menggenggamnya di dada, menidurkan badannya yang terlihat tampak lelah di sofa ruang tengahnya dan menangis di dalam diam. Tangisan luka penuh rindu.

Gimana aku bisa bahagia Wonwoo, kalau kamu adalah kebahagiaan aku satu-satunya? Pulang ya, dek.. Aku nungguin kamu. rintihnya dalam hati.

Aku rela ninggalin semuanya asalkan sama kamu dan Kacang Mede, Nu. Aku pengen ketemu.

Apa benar kata Hao kalau kamu sebenarnya dekat sama aku? Kamu di mana sih, Nu? Surat ini dari Inggris? Kamu di Inggris? Tapi, Inggris jauh..

Hanya rindu dan rasa ingin bertemu dengan Wonwoo yang kini dia rasakan. Tak ia hiraukan hadiah yang sebenarnya ingin Wonwoo berikan di sana, tergeletak masih di dalam kotak, belum tersentuh.

Sebab ku sayang dia, sebab ku kasihi dia, sebab ku tak rela tak selalu bersama. Ku rapuh tanpa dia, seperti kehilangan arah.

REUNITED ↳ Mingyu ↳ 337 words. [Narasi 18] — HE KNOWS?

Mingyu kini sudah ada di apartemen Wonwoo setelah 3 bulan terakhir dia selalu datang sesekali untuk sekedar duduk, menumpang masak, mandi atau bahkan tidur. Entah apa yang dia lakukan di sana. Deep down in his heart dia hanya sedang menunggu Wonwoo, mungkin hari ini si dia datang atau siapa tau besok dia tertinggal sesuatu dan mampir ke sini. Harapnya dan selalu seperti itu, berharap.

Dia masih berharap, terlebih lagi hari ini adalah ulang tahun sang kekasih, Siapa tau dia pulang? Katanya dalam hati.

Dia sedang berkeliling di kamar utama aparement itu, berharap ada sesuatu yang ditinggalkan oleh Wonwoo, apapun walaupun hanya kode. Dia ingin segera bertemu dengan prianya. Wonwoo, Kakak kangen banget, Dek itu mantra yang selalu dia ucapkan acap kali dia menginjakkan apartemen itu.

Ada satu tempat yang memang tidak pernah dia jangkau sejak Wonwoo tidak di sini, laci nakas sebelah tempat Wonwoo biasa tidur. Terakhir dia melihat ke laci itu hanya ada novel kesukaan dia dan Wonwoo yang selalu mereka baca bersama, seperti sedang membacakan dongeng kepada pasangan mereka.

Mingyu berjalan ke arah nakas itu, ada perasaan menggelitik ingin membaca novel yang sering dia baca dengan kekasihnya itu. Di sana tidak ada novel, melainkan buku kecil dengan ukuran A5 yang bertuliskan “Daily Pregnancy Checklist”, ada tulisan tangan Wonwoo di dalamnya. Mingyu terkejut.

Di dalamnya terdapat foto sebuah test pack dengan dua garis merah, yang terdapat tulisan tangan Wonwoo “Hi Cashew, You're 8 Weeks Now!” yang dipercantik dan ditambah dengan gambar hasli USG. Mingyu terkejut. Apa yang dia lihat sungguh mengejutkannya.

“Ini apa?” tanyanya, bermonolog. Hal yang pertama dia pikirkan adalah dengan segera mengambil handphone-nya dan mengetik sebuah pesan yang tidak pernah terkirim ke nomor Wonwoo, dan langsung mengetik pesan di dalam chat box bernama “Soonyoung” di sana, sahabat kekasihnya yang dia yakini pasti mengetahui sesuatu tentang apa yang dia temui hari ini dan bisa menjelaskannya.

Wonwoo hamil? Anak siapa? Dan kenapa dia kabur? Apakah dia pergi dengan lelaki lain? kelana pikirannya sudah tidak karuan.