mnwninlove

Yulna si Adik Cantik


Part of Reunited Universe
↳ Yulna/Wonwoo/Mingyu centric
↳ tw: hospital, infusion needle, fluff, a little bit drama.

Tepat jam 2 pagi itu, tangan Wonwoo dikejutkan dengan badan anak gadisnya yang panas luar biasa. Dia mengambil ponselnya, menelepon Joshua yang ada di kamar lainnya untuk membantunya menggotong Yulna. Tidak terjawab. Sudah pasti kakaknya itu sedang tertidur pulas sekarang.

Gue harus bawa Yulna ke IGD. hanya itu satu-satunya yang dapat Wonwoo fikirkan. Dengan tangannya yang bergetar, dia menggendong balita cantik itu kedekapannya sembari meringis karena panasnya yang cukup tinggi — 39,5 derajat tertulis di thermometer.

“Kak Josh. Please!” Suaranya parau — hampir menangis mungkin — sembari mengetuk kamar Joshua. Ketakutan, beginilah Wonwoo bila anaknya sedang sakit, kalut rasanya. Tidak bisa tenang.

“Kak! Wake up!!” Dengan ketukan yang tak sabaran. Setiap Jum'at malam, Asih selalu pulang ke rumahnya dan akan kembali Sabtu siang, jadi malam ini hanya ada Wonwoo dan Joshua, sedangkan, pria ramping ini tidak yakin bisa membawa mobil dengan keadaan panik seperti saat ini.

Joshua membuka pintu kamarnya dengan mata yang masih menyipit dan suara yang serak, “Kenapa?”

“Yulna 39,5 panasnya, please kita harus ke IGD like right now!” Pinta Wonwoo, mata Joshua langsung membelalak dan keluar kamar, tanpa berganti piyama, mengambil kunci mobil dan bergerak cepat berjalan mendahului Wonwoo. Sama paniknya, namun dia masih bisa berfikir dan menyetir.

“RS mana anjir deket sini?” Tanya Joshua. Jangan salahkan siapapun, mereka hanyalah dua pria dewasa yang sedang panik saat ini. Mata Yulna masih terpejam dengan nafas yang berat dan hidung yang tersumbat di dalam pelukan Wonwoo.

“Kak, Ke RS Brawijaya aja.” Kata Wonwoo dengan suara bergetar.

“Antasari?” Tanya Joshua yang dibalas anggukan yakin. Joshua segera mengatur GPS yang ada di mobil dan segera menancapkan gas nya sesuai dengan panduan audio dari tape mobil.


“Ngga pa-pa kok, Pak. Putrinya demam tinggi diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan karena terdapat virus atau bakteri. Adik cantiknya nginep dulu di sini ya, Pak?” Kata dokter yang menggunakan name tag bertuliskan Dr. Lee Sangyeon, Sp.A.

“Besok kita coba periksa untuk paru-paru, cek darah dan lainnya untuk memastikan saja apakah ini hanya sekedar sakit flu biasa atau ada yang lainnya?” Kata pria berjas putih di hadapan Wonwoo. Wonwoo mengangguk.

“Silahkan ke loket administrasi untuk melanjutkan prosedur berikutnya ya, Pak. Adik cantiknya biarkan tidur di sini dulu, sudah saya berikan infus untuk menghindari dehidrasi. Nanti akan kita pindahkan ke kamar. Sekarang, saya permisi dulu.” Kata pria itu. Wonwoo mengucapkan terima kasih dan kembali terduduk di sebelah ranjang Yulna. Kemudian Joshua datang dan mengelus pundak Wonwoo.

“Administrasi, kak. Gue kayaknya ngga bawa dompet.” Kata Wonwoo.

“Gue bahkan ngga bawa handphone, Won.” Kata Joshua. Iya, sama diapun tidak membawa apa-apa. Ternyata, tanpa sadar mereka datang ke sini tanpa membawa apa-apa.

Terus ini gimana? gumam Wonwoo.

“Lo bahkan pake sendal beda sebelah.” Kata Joshua, melirik kaki putih Wonwoo. Wonwoo hanya tertawa kecil, mengingat keterburu-buruannya di seperempat malam ini.

“Ini bayarnya gimana coba? Yulna disuruh nginep pun.” Kata Wonwoo. “Kartu asuransi gue di dompet. Haha.” Tawa Wonwoo — miris.

“Gue balik ke apart dulu kali ya, ambil dompet sama handphone. Nanti balik ke sini, sekalian bawain baju Yulna sama lo.” Kata Joshua.

“Lo ngga inget nomer siapa-siapa?” Tanya Joshua. Hanya satu yang dia ingat, nomor ponsel Kim Mingyu.

“Cuma inget nomer Mingyu. Dia tidur ngga sih jam segini, Kak? Udah jam 3.” Kata Wonwoo.

“Coba telepon deh, dari mba-mba administrasi di depan. Siapa tau lagi ngapain kek dia.” Bujuk Joshua.

“Baru aja chat gue di bales, kak. Masa minta tolong?” Tanya Wonwoo dengan nada tak enak.

“Coba dulu, gue ambil barang-barang di apart, terus, lo hubungin gue ke sini kalau ada apa-apa. Semoga ngga ada apa-apa. Gue balik dulu. Ya?” Kata Joshua, yang sudah memberikan notes kecil berisi nomor teleponnya dan meninggalkan Wonwoo di IGD dengan Yulna yang wajahnya masih pucat pasi. Wonwoo hanya memijat batang hidungnya yang sedang memikirkan untuk membayar administrasi malam ini.

Kak Mingyu, Wonu bingung. adu nya dalam hati.


“Dek..” suara pria terengah, seperti habis berlari mengagetkan Wonwoo. Dia hafal suara ini, suara ini bagai bunga tidur. Ya, mungkin kini Wonwoo sudah tertidur terlalu lelap. Beberapa kali suara itu memanggil, bukan, itu bukan suara dari mimpinya.

Wonwoo membalikkan badannya dan menemukan sesosok pria tinggi, berkacamata, tatanan rambut belah tengah, berhidung mancung, menggunakan hoodie hitam dengan celana training panjang yang sedang mengatur nafasnya sehabis berlari.

“Kak?” Tanya Wonwoo, membelalakkan matanya, kaget karena bingung bagaimana pria itu kini ada di sini, di IGD ini. Tempat yang tak mungkin menjadi suatu kebetulan bila dilihat dari gaya pria yang kini sudah berjalan menuju Wonwoo.

“Kamu ngga papa?” Tanyanya. Wonwoo menjawab dengan gelengan kuat.

Pria itu adalah Mingyu, pria yang sedari tadi ia panggil namanya. Air mata sudah menggenang dimata Wonwoo, membuat penglihatannya kabur. Mingyu tahu, sangat tahu raut wajah yang Wonwoo tunjukkan saat ini, raut takut, kalut dan bingung serta lega yang bersamaan. Mingyu semakin mendekatkan dirinya pada Wonwoo dan Wonwoo berhambur memeluk pinggang Mingyu, wajahnya tenggelam diperut Mingyu.

“Ngga pa-pa, ada aku.” Kata Mingyu, mengelus sayang surai Wonwoo, memeluk pria itu. Pecah tangisnya, menjadikan perut Mingyu sebagai peredam suara isakannya, agar Yulna tak terbangun dan melihat papanya sedang menangis.

“Aku ke administrasi dulu. Tunggu di sini ya?” Tanya Mingyu, ketika mendengar tangisan Wonwoo mulai mereda, meregangkan dekapannya.

Tak butuh waktu lama, Yulna segera dipindahkan ke ruang inapnya. Dan di sanalah mereka, duduk di sebelah ranjang dan melihat anak mereka yang masih tertidur, dengan wajah pucat pasi, jarum infus yang ditusukan pada bagian punggung tangannya yang dibelit dengan papan di telapak hingga pergelangan tangannya, agar infus tersebut tetap diposisinya. Wonwoo meringis melihat jarum tertancap di sana. Mingyu mengajak Wonwoo ke sofa, memberikannya sebotol air mineral yang tadi dia bawa setelah dari loket administrasi.

“Kamu tau aku di sini dari siapa, Kak?” Tanya Wonwoo, memecah keheningan.

“Joshua, tadi dia nelfon aku dari ponsel kamu, dia bilang kamu IGD. Aku kaget dan langsung ke sini.” Jawabnya.

“Aku takut kamu atau Yulna kenapa-napa.” Katanya lagi. “Ternyata dugaan aku bener.”

“Kamu belum tidur memangnya?” Tanya Wonwoo berhati-hati.

“Udah tidur, terus jam setengah dua kebangun, abis itu ngga bisa tidur lagi.” Jawab Mingyu.

“Ke sini naik apa? Kenapa baju kamu kaya bau angin malem?” Tanya Wonwoo, dia menghirup wangi itu saat dia menangis di IGD tadi.

“Naik motor, biar cepet sampe.” Katanya.

dia masih Kak Mingyu yang khawatir, dia masih Kak Mingyu yang selalu menjadikan aku sebuah prioritas, dia masih Kak Mingyu yang selama ini aku kenal. gumam Wonwoo.

“Padahal, nanti pagi datengnya juga ngga apa.” Kata Wonwoo mencicit.

“Terus, anak aku di IGD sampe pagi?” Tanyanya.

Dadanya berdegup kencang mendengar kalimat anak aku, ingin terbang rasanya, Wonwoo sangat lega mendengar kalimat itu keluar dari bibir Mingyu, butuh waktu lama untuk ia mendengarnya.

“Kan nanti Kak Joshua dateng.” Kata Wonwoo.

“Ngga pa-pa, udah ada aku.” Kata Mingyu, mendekatkan duduknya dan memeluk bahu Wonwoo dari samping. Meletakkan lembut kepala Wonwoo di bahunya, mengelus lengannya dengan hangat. Seperti yang selalu Wonwoo butuhkan. Seandainya dari awal Yulna sakit dan tubuh di samping ini selalu merengkuhnya, mungkin dia tidak akan sepanik tadi.

“Kok Yulna bisa sakit? Hmm?” Tanya Mingyu mengelus surai Wonwoo, yang ditanya hanya mengendikkan bahunya dan kembali menghirup tenang harum tubuh pria yang selalu membuatnya nyaman, sedang menikmati belaiannya. Wonwoo rindu seperti ini, maka Wonwoo akan menikmatinya.

“Ngantuk?” Tanya Mingyu, melihat mata Wonwoo yang mulai sayup karena kantuk yang menyerang serta efek belaian Mingyu yang membuatnya semakin ingin terlelap. Wonwoo menganggukan kepalanya pelan. Rasanya kedua mata bermanik rubah itu tidak sanggup lagi untuk terbuka, tengah malam ini sangat melelahkan.


Pagi ini Wonwoo dikejutkan oleh suara gelak tawa gadis kecil yang semalaman membuatnya khawatir. Entah bagaiamana, dia bisa tertidur di sofa dengan bantal di kepalanya dan selimut yang menutupi badannya, terasa nyaman-nyaman saja.

Morning!” Sapa Wonwoo yang bangun terduduk dan menghampiri anak gadisnya yang sedang bermain dengan Mingyu yang masih menggunakan hoodie dan celana trainingnya, seperti semalam.

Semalam, bukan mimpi. gumamnya.

“Mol.. ning.. hehehe..” cengir anak gadis itu ketika melihat papanya, tampaknya anak gadis itu sudah baik-baik saja.

“Atit, pappapa..” keluhnya sembari menunjukkan tangan kanannya, manja. Wonwoo langsung menggapai tangan yang sedang diinfus itu dan meniupnya sebagai mantra agar cepat sembuh, dan mengecup pucuk kepala anak gadisnya.

“Sabar ya, princess. We will go home, soon. Be patient, okay?” yang dijawab anggukan melemah oleh sang anak.

“Kamu ngomong bahasa Inggris sepanjang itu, memang Yulna ngerti?” Tanya Mingyu, membawa Wonwoo duduk dipangkuannya. Lagi-lagi Wonwoo dibuat terkejut.

Bukankah Mingyu benci sama gue? tanya Wonwoo.

Pipinya memanas, seakan malu dengan posisi mereka saat ini. Malu dilihat Yulna, walaupun dia tahu Yulna belum mengerti apa-apa.

Princess, memang ngerti tadi Papa ngomong apa?” Tanya Mingyu, gadis yang dipanggil putri itupun mengangguk.

See? Anak kita pinter kok.” Kata Wonwoo, keceplosan. Iya, tak sengaja lepas kalimat 'anak kita' dari bibirnya. Mungkin karena terlalu bahagia dengan apa yang ia alami pagi ini. Rasanya hanya ingin menghentikan waktu agar terus merasakan kebahagiaan seperti ini dalam waktu yang lama.

“Hmm..” Wonwoo berdehem.

“Kak Joshua mana?” Tanya Wonwoo. Membuka suaranya dari suasana yang terbilang cukup aneh — dia sedang memproses apa yang terjadi.

Wonwoo mencoba berdiri dari haluan Mingyu, namun tertahan — Mingyu menahannya.

“Joshua sama Mba Asih aku suruh pulang tadi pagi sehabis anter baju kamu dan Yulna.” Jawab Mingyu, memeluk perutnya erat seakan tak ingin Wonwoo pergi kemana-mana.

Won, bisa yuk! Jangan panik sendiri. gumamnya.

“Kok gitu?” Tanya Wonwoo, menenangkan degupan jantungnya.

“Ngga pa-pa, biar bisa bertiga.” Jawab Mingyu. Menempelkan dagunya di bahu Wonwoo dan mengintip anak gadisnya bermain di atas kasur, menggambar acak dengan tangan kirinya.

“Aku baru tau Yulna kidal.” Jawab Mingyu.

“Ya gimana mau tau, ketemu aja baru sekali. Pulangnya juga pas Yulna tidur.” Jawab Wonwoo dengan nada sarkasnya. Tidak bermaksud, tapi itu yang keluar dari bibirnya.

Wonwoo merasakan senyuman tersungging di wajah Mingyu. Tidak menjawab apa-apa. Wonwoo hanya tidak tahu bahwa Yulna sering hang out dengan ayahnya saat pulang sekolah. Wonwoo saja yang tidak up to date.

“Maaf ya, kita ngga jadi pergi, malah di rumah sakit.” Kata Wonwoo, meletakkan kepalanya di kepala Mingyu yang ada di bahunya.

“Ngga apa-apa, masih ada hari lain, yang penting Yulna sembuh dulu.” Kata Mingyu. Yang diajawab anggukan dari pria yang ada dipangkuannya itu.

“Dokter udah visit?” Tanya Wonwoo yang melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10.30.

“Udah, sample darah Yulna juga udah diambil tadi pagi, tinggal nunggu hasilnya, besok.” Kata Mingyu. “Kamu tidur nyenyak banget kecapean ya?” Tanya Mingyu.

“Pasti kamu belum tidur kan, kak?” Tanya Wonwoo balik, membelai surai Mingyu dari posisi yang aneh itu.

“Belum, nanti aku tidur setelah Yulna makan siang aja. Kamu mau tidur lagi? Atau mau bebersih?” Tanya Mingyu.

“Pengen bebersih aja. Aku mandi dulu ya.” Izin Wonwoo, Mingyu meregangkan pelukannya, membiarkan Wonwoo berdiri.

“Sayang, papa mandi dulu, kalau mau sesuatu minta ke ayah atau tunggu papa ya.” Kata Wonwoo kepada anak gadisnya yang masih sibuk.

Ayah, tanpa uncle. Mungkin sudah waktunya untuk dibiasakan. gumam Wonwoo.

“Pa” panggilnya.

Yes?” tanya Wonwoo.

“Mau bobo.” Kata Yulna.

“Ngantuk? Mau bobo aja? Ngga mau nunggu makan siang dulu?” Tanya Wonwoo yang dijawab gelengan oleh gadis bongsor itu. Wonwoo langsung merapihkan tempat tidur Yulna dan merebahkan anak gadisnya di sana.

“Kamu boleh bantuin aku, Kak?” Tanya Wonwoo kepada Mingyu yang sedang mengambil tas titipan Joshua.

“Ya?” Tanya Mingyu.

“Bacain ini, sambil tiduran di sampingnya ya.” Kata Wonwoo ketika sudah menemukan buku dongeng favorite anaknya di dalam tas Yulna yang dibawa oleh Joshua di tangan Mingyu.

“Aku gede, Dek.” Akunya, ya memang sih.

“Iya, Yulna kan kecil, cukup kok. Kamu tidur di kirinya, biar bobok. Kasian anaknya ngantuk tuh!” Kata Wonwoo.

“Kok ya kaya kamu, tidurnya harus dibacain buku.” Protes Mingyu.

“Ya kan anak aku. Haha. Cepet!” Pinta Wonwoo, mendorong sang kaka ke sisi kasur dan memastikan pria itu naik dan tidur sembari menjadikan lengannya yang berotot itu bantal untuk Yulna.

Wonwoo bergegas mandi sebelum perawat mengantar makan siang untuk Yulna dan Mingyu sedang menceritakan dongeng untuk Yulna yang sudah berada di dadanya, tertidur dengan nyaman.

“Mohon maaf, permisi. GoSend, kak.” Kata pria yang baru saja masuk membawa tas yang diyakini adalah baju ganti untuk Mingyu.

“Tidur, Ming?” Tanya pria itu.

“Iya, baru aja.” Jawab Mingyu.

“Nih baju lo! Wonu mana?” Tanya pria itu.

“Mandi.” Jawab Mingyu dengan tenang.

“Gimana? Udah diberesin rekonsiliasi hatinya?” Tanya pria itu.

“Belum, ini princess mendadak masuk rumah sakit. Ya kali, mendadak gue bahas. Ngga pas aja waktunya.” Kata Mingyu.

“Ya gimana jugakan Wonu harus tau. Dari pada ternyata dia nungguin lo gimana?” Tanya pria itu.

“Iya, nanti gue kasih tau.” Kata Mingyu.

“Jangan lama-lama, kasian Ming.” Kata pria itu.

“Iya, Dik.” Jawab Mingyu, tanpa Mingyu dan pria di sampingnya yang dipanggil Dik itu tahu, Wonwoo mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

Gue harus tau apa? gumamnya. Jangan lama-lama karena kasian, isn't a good signal. kata Wonwoo. Apa tentang soulmate yang pernah dibilang Dika waktu itu di twitter?. Overthinking Wonwoo dibuatnya.

Wonwoo berjalan sedikit canggung dengan handuknya, menyapa Dika yang sudah datang.

“Baru dateng, Dik?” Tanya Wonwoo, memberikan minuman kaleng yang ada di kulkas kamar itu ke arah Dika.

“Iya, nganter baju Mingyu. Bentar lagi gue balik, tapi mau ketemu Yulna.” Kata Dika santai.

“Aku mandi dulu ya.” Kata Mingyu yang dijawab anggukan dari Wonwoo.

“Kenapa bisa masuk rumah sakit, Nu?” Tanya Dika sembari membuka kaleng minuman itu.

“Panas tinggi banget semalem, kata dokter infeksi karena bakteri. Padahal, dibekelin terus setiap ke sekolah.” Kata Wonwoo. Dika menjawab dengan anggukan dan gestur bibirnya yang melingkar, tanpa suara.

“Dik, Can I ask you something?” Tanya Wonwoo, nadanya sudah serius,

Go ahead.” Jawab Wonwoo.

“Kak Mingyu tuh udah—” kalimat Wonwoo terpotong.

“Makan siang, Adik Cantik.” Kata sang perawat. Wonwoo memukul bahu Dika seakan berkata 'sebentar' dan menghampiri sang perawat untuk mengambil makan siang Yulna.

“Tidur ya?” Tanyanya.

“Iya, sus. Tadi bangun-bangun main.” Jawab Wonwoo dengan senyum.

“Obatnya udah dicampur sama makanan ya, Pak. Kalau bisa sih habis.” Kata sang perawat.

“Iya, nanti saya suapin. Tadi udah ketawa, harusnya sudah mau makan ya.” Kata Wonwoo.

“Kalau mau minum susu tunggu 1 – 2 jam setelah makan ya, biar obatnya tercerna dulu.” Kata perawat mengingatkan, dan meletakkan makanan Yulna di atas meja yang tidak jauh dari ranjang putrinya.

“Oke, sus. Terima kasih.” Dan sang perawat itu meninggalkan ruang inap Yulna.

Wonwoo berjalan lagi ke Dika, dan duduk di sampingnya. Dia masih curious dengan pembicaraan mereka yg tak sengaja dia dengar.

“Mau nanya apa, Nu?” Tanya Dika ketika Wonwoo sudah duduk.

“Dia tuh udah punya pacar?” Tanya Wonwoo. Pertanyaan pertama berhasil.

“Dia? Mingyu?” Tanya Dikey. “Kalau itu sih tanya langsung aja.” Kata Dika.

“Padahal, iya juga ngga apa. Ngga usah ditutupin. Dia di sinikan juga buat Yulna, bukan buat gue, Dik.” Kata Wonwoo dengan kalimat yang melemah. Dika hanya tersenyum getir.

You think, Nu? gumam Dika.

“Dengerin aja apa nanti yang Mingyu sampein. Semoga ketemu titik terangnya, Nu.” Kata Dika, menepuk bahu Wonwoo.

“Kalau memang ngga bisa bareng, semoga lo nemuin jalan yang lurus tanpa berliku untuk ke sananya. Nemuin, pengganti Mingyu yang jauh lebih baik, baik untuk Yulna juga, Nu.” Kata Dika. Entah kenapa mata Wonwoo memanas. Ingin menangis kencang rasanya. Perandaian yang Dika tuturkan bukan jawaban yang Wonwoo ingin dengar saat ini.

“Gue balik dulu, salam buat Yulna. Sore kayaknya Hao dateng sama Jun.” Ujar Dika berdiri, Mingyu masih di kamar mandi.

Wonwoo mengantar Dika sampai di depan pintu, menutupnya dan duduk di sebelah ranjang Yulna. Mengelus pipi chubby milik Yulna, tersenyum dengan bebrapa tetes air mata jatuh di sana. Wonwoo menghapus air matanya.

“Pap?” Tanya Yulna.

Yes?” Jawab Wonwoo, berusaha tersenyum.

Yulna, hungry? Ingin makan siang?” Tanya Wonwoo pada sang buah hati, Yulna tersenyum dan mengangguk.

Okay, let'g grab some lunch. Wait a minute.” Kata Wonwoo, mempersiapkan sang buah hati untuk makan siang.

“Tapi, sehabis makan, Yulna tidak minum susu dulu ya.” Ujar Wonwoo, Yulna mengangguk pasrah.

“Anak papa pinter bangeeett...” kata Wonwoo memeluk putrinya, kini posisinya Wonwoo sudah berada di kasur untuk menyuapi Yulna makanan rumah sakit.

“Gimana kalau nanti Papa buatin nasi tim ayam suwir rendang kesukaan Yulna, mau?” Tanya Wonwoo sembari menyuapi anaknya.

“Ya ya ya...” kata Yulna bersemangat.

“Cepet sehat, biar pulang. Emang ngga kangen sama Nanny Asih?” Tanya Wonwoo, Yulna cemberut yang berarti dia ingin bertemu Nanny-nya.

“Sayang papa apa Nanny?” Tanya Wonwoo iseng.

“Papa” jawabnya.

Uncle Joshua atau Papa?” Tanya Wonwoo lagi.

Uncle.” Jawab Yulna dengan wajah polosnya.

“Wah, So hurt!” Jawab Wonwoo sembari memegang dadanya. Yulna hanya tertawa melihat tingkah laku papanya.

“Dah.. Stop! Penuh.” kata Yulna. Sudah kenyang katanya sembari memegang perut gembulnya.

No, you have to finish this. Mau ya?” Tanya Wonwoo, merayu sang putri.

“Biar aku aja yang suapin sisanya.” Kata Mingyu, membuat Wonwoo kaget, jujur Wonwoo lupa kalau ada Mingyu di ruangan itu.

Ah iya, lupa. Ada Kak Mingyu. gumamnya. Masih tak terbiasa, karena biasanya kalau keadaan seperti ini, selalu hanya ada dia atau ditemani oleh Joshua.

“Ok. Ini.” Kata Wonwoo menyerahkan piringnya kepada Mingyu.

“Kakak mau lunch apa? Aku mau beli makan siang.” Kata Wonwoo.

“Samain aja sama kamu. Di daerah sini ngga ada makanan, kamu mau beli di mana?” Tanya Mingyu.

“GoFood?” Jawab Wonwoo dengan pertanyaan.

“Oh, oke. Apa saja.” Jawab Mingyu, yang dijawab anggukan oleh Wonwoo. Wonwoo mengambil ponselnya dan memesan dua paket teriyaki yakiniku bowl dari sebuah restoran Jepang cepat saji. Agar makanannya segera datang, dan bisa mengisi energi selama di rumah sakit agar tidak tumbang.

“Soonyoung nelfon aku tadi, pas kamu mandi. Katanya mau dateng soren. Hao juga.” Kata Mingyu, sembari pelan-pelan merayu anaknya agar menghabiskan makanannya.

“Tuan putri pintar. Nanti kita jalan-jalan kalau sudah sembuh ya.” Ajak Mingyu.

“Jangan dijanjiin, Kak. Nanti ditagih, anaknya ngga gampang lupa,” kata Wonwoo memperingati Mingyu.

“Iya, ngga apa toh, nanti aku ajak jalan-jalan?” Tanya Mingyu, merapihkan piring-piring kotor dari hadapan Yulna agar anaknya itu bisa bergerak bebas di tempat tidur.

“Kenapa harus aku larang. Kalau kamu ngga sibuk ya, silahkan.” Jawab Wonwoo. Nada sedih yang tertahan. Entah mengapa tapi kalimat Dika terus terngiang di kepalanya. Kepalanya penuh dengan tanda tanya.

Ruangan hening untuk Wonwoo, walaupun di sana Yulna sedang bermain bersama Mingyu. Mingyu sedikit bingung melihat perubahan raut muka Wonwoo yang seperti sedang berpikir keras. Mingyu meninggalkan Yulna untuk bermain sendiri dan menghampiri papa Yulna itu.

“Mikirin apa?” Tanya Mingyu yang kini sudah duduk di sebelah Wonwoo. Pria yang ditanya tidak menjawab.

“Ada apa, hmm?” Tanya Mingyu lagi, mengelus punggung Wonwoo tanpa canggung.

“Ngga ada apa-apa, Kak.” Senyum Wonwoo.

“Aku tahu kamu lagi mikirin sesuatu. Yulna ngga pa-pa, Insya Allah sembuh. Besok atau Senin paling sudah bisa pulang. Anaknya juga sudah ketawa. Terus apa yang dipikirin?” Tanya pria di sebelah Wonwoo.

“Ngga tau. Penuh aja pikiran aku, Kak. Maafin ya.” Kata Wonwoo, menepuk paha sang kakak dan beranjak meninggalkannya di sofa.

“Lagi apa, anak papa?” Tanya Wonwoo ketika sudah sampai di depan Yulna, tak mengkhiraukan Mingyu dan pikirannya.

“Pa, ngantuk.” Kata Yulna.

“Bobok yuk!” Kata Wonwoo, Wonwoo langsung naik ke tempat tidur yang tidak senyaman kasur apartemennya itu, tidur di samping Yulna dan membacakan gadis itu dongeng hingga tertidur.


“Hasil tes darahnya bagus, hasil lendirnya juga bagus. Tidak ada yang berbahaya, adik cantik sudah bisa pulang besok ya, Pak.” Kata Dokter Spesialis Anak itu.

“Syukurlah kalau hasilnya baik. Terima kasih, dok.” Kata Mingyu lega, Wonwoo yang mendengarnya pun sangat lega.

“Nanti sore kita lepas ya infusnya, Adik Cantik? Sakit ya?” Tanya Dr. Lee Sangyeon itu menatap iba ke arah Yulna yang dijawab anggukan yakin.

“Ketemu lagi nanti sore ya.” Kata Dokter itu, melambaikan tangannya ke Yulna dan berlalu.

“Benerkan?” Tanya Mingyu kepada Wonwoo.

“Alhamdulillah kalau ngga ada apa-apa.” Kata Wonwoo.

“Besok kamu kerja?” Tanya Mingyu.

“Aku udah izin sampai Selasa, Rabu baru masuk lagi. Aku ngga mau ninggalin Yulna dulu.” Kata Wonwoo, menjelaskan yang entah untuk apa, dia baru menyadarinya ketika setelah selesai bicara.

“Oke kalau gitu.” Kata Mingyu. “Aku harus pergi sekarang, nanti malam aku balik lagi ya?” Katanya lagi.

“Ada pemotretan kah?” Tanya Wonwoo, Mingyu menggeleng.

Any appointments?” tanya Wonwoo, kali ini pertanyaan yang memburu dan ingin tahu.

“Iya.” Jawab Mingyu.

“Penting banget sampe harus ninggalin Yulna?” Tanya Wonwoo. Wonwoo cemburu.

“Kan ada kamu, aku pergi sebentar kok.” Kali ini Mingyu dibuatnya bingung dengan nada suara Wonwoo yang sedikit asing.

“Ngga usah balik juga ngga apa. Aku besok pulang sama Kak Joshua dan Asih.” Kata Wonwoo. “Don't worry I'll pay the bill. Thank you for yesterday. Have fun!” kata Wonwoo, membalikkan badannya menghadap Yulna dan mengelus surai gadis kecilnya itu.

“Hmm.. aku ngga pengen berangkat kalau kamunya kaya gitu sih.” Kata Mingyu, masih di tempatnya.

“Ngga usah berangkat.” Jawab Wonwoo. Dan memang itu yang dia inginkan. Wonwoo takut Mingyu akan bertemu dengan soulmate-nya. Mingyu kenal betul nada ini. Cemburu.

“Yulna, uncle eh ayah pinjem papa dulu ya, sayang.” Izin Mingyu, menarik tangan Wonwoo menjauh dari jangkauan telinga Yulna.

“Bilang sama aku, kamu kenapa?” Tanya Mingyu ketika sudah sampai di depan pintu kamar Yulna yang masih memegang tangan Wonwoo.

“Yulna jangan ditinggalin sendirian.” Kata Wonwoo, mengintip gerak-gerik Yulna dan berusaha melepas genggamannya dari Mingyu.

“Kamu kenapa? Dari kemaren sore tuh aneh!” Kata Mingyu. “Jadi jaga jarak sama aku. Ada apa?” Tanya Mingyu.

“Buat apa aku deket kamu? Kamu kan di sini karena Yulna?” Ketus Wonwoo.

“Kata siapa? Siapa yang bilang?” Tanya Mingyu.

“Aku!” Kata Wonwoo. “Lepasin tangannya, Kak! Itu Yulna nangis.” Wonwoo melewati Mingyu dan langsung masuk ke dalam, meraih tubuh putrinya.

“Kenapa, anak papa?” Tanya Wonwoo yang dijawab gelengan. Pria yang melahirkan Yulna langsung memeluk anaknya yang masih menangis dan pria itupun ikut menangis dipelukan Yulna.

Mingyu kaget melihat kedua papa dan anak itu menangis, dia melangkahkan kakinya menghampiri mereka dengan terburu-buru.

“Loh, ini kenapa nangis dua-duanya?” Tanya Mingyu, kaget dan memeluk Yulna yang ada dipelukan Wonwoo.

Setelah cukup lama adegan tangis menangis itu, Mingyu langsung sibuk dengan ponselnya.

“Dek, aku beneran harus pergi, ditunggu orang.” Kata Mingyu, yang dijawab anggukan oleh Wonwoo, dengan menatap wajah Mingyu sekilas.

“Berangkat dulu ya.” Kata Mingyu, mencium pucuk kepala Yulna dan Wonwoo bergantian.

Degup jantung Wonwoo dibuat tak karuan. Apa ini artinya? Kenapa begini? Apa sih ini? Kok dia ngga nunjukkin benci sama gue? Apa karena Yulna? Terbawa suasana mungkin? gumam Wonwoo bertanya-tanya.


Iya, ma. Mingyu lagi di jalan mau ke rumah.” kata pria tinggi tegap dan memiliki badan atletis itu.

Yulna besok udah bisa pulang kok. Ketemunya nanti aja. Nanti dia kaget Mama tiba-tiba dateng.” katanya lagi.

Yaudah, iya. Nanti ikut. Siap oke. Sampai ketemu, ma.” katanya menutup sambungan teleponnya.

Red Flower Headband


part of Backstage 🔞 Universe
cw: informal & harsh word, matured explicit content, romance, fluff, friendship.
tw: detailed naration, Kinky kinda sex, blowjob, fingering, licking, foreplay.

Wonwoo masuk ke apartemennya bersama dengan adik kandungnya sembari menenteng beberapa kresek makanan yang akan menjadi makan malam untuk semua orang yang ada di ruangan itu. Pria tinggi berkulit sawo matang langsung dengan sigap menghampirinya, mengambil kresek bening yang ada ditangannya dan mengecup bibir pria berkacamata itu sekilas, berlalu menuju meja makan yang diikuti oleh Wonwoo.

Mingyu mengeluarkan satu persatu styrofoam yang ada diplastik bening tersebut. “Genks! Makan dulu!” Ucap Wonwoo memanggil teman-temannya untuk datang.

Acara makan malam sederhana di tengah ruang TV itu berjalan seperti biasanya, ada Jihoon dan Seungkwan yang selalu dijahili oleh Soonyoung, Hao yang bergossip dengan Jun tentang selebriti yang baru melahirkan dan entah ada hot news lainnya, ada juga Seokmin yang dengan pergerakan kecilnya menunjukkan perhatian-perhatiannya kepada Jeonghan. Seperti halnya sekarang, Jeonghan tersedak dengan jokes Pak RW yang dilontarkan Soonyoung, Seokmin langsung berdiri menuju dapur dan mengambil segelas air untuk kakak tingkatnya itu. Jeonghan hanya mengucapkan terima kasih disela-sela batuknya, tidak hanya itu, tepukan-tepukan haluspun diberikan Seokmin di punggung Jeonghan untuk mengeluarkan sisi-sisa batuknya. Dan sekali lagi, Jeonghan hanya mampu mengucapkan terima kasih dan melanjutkan makannya. Serta, ada Wonwoo dan Mingyu yang sedang makan malam dengan tenangnya.

Big Guy, nanti fotoin akukan?” Tanya Wonwoo disela makanannya, yang dijawab oleh anggukan oleh Wonwoo.

Should I naked?” Tanya Wonwoo jahil yang dibalas suara batuk dari Mingyu, gantian kini Mingyu yang tersedak oleh makanan. Wonwoo tertawa sembari berlari kecil ke dapur untuk mengambil minum, dan menyerahkan segelas air putih untuk kekasihnya.

“Ehem.. jail bgt sih, keselek aku!” kata Mingyu membersihkan kerongkongannya.

“Haha. Sorry, harusnya kamu udah terbiasa ngga sih? Kaya baru jadian sama aku.” kata Wonwoo.

“Ngga pernah siap aku sama nakalnya kamu.” Jawab Mingyu yang dijawab kedipan Wonwoo.

“Abis makan kita set up kamar kamu ya?” Ajak Mingyu dalam sebuah pertanyaan yang tentu dijawab Wonwoo dengan anggukan.

Setelah makan malam selesai, mereka semua merapihkan bekas-bekasnya yang berserakan, dari mulai membuang sampah dan mencuci gelas. Wonwoo mengeluarkan PSnya dan beberapa mainan lain agar tamunya tidak rewel saat dia tinggalkan nanti.

“Gue mau bikin tugas dulu, lo semua maen aja!” Izin Wonwoo yang sudah berdiri dan mengaitkan jemarinya dengan Mingyu.

“Sejak kapan bikin tugas disuruh ngewe? Nyobain kondom?” Tanya Soekmin sambil memasang PS dan mengatur mainan itu agar dapat disambungkan ke TV dengan santainya.

“Ih, asli beneran gue bikin tugas. Kenapa sih? Iri aja.” Jawab Wonwoo.

“Udah udah, sana kerjain tugasnya! Tugas kita bertiga mah udah kelar, tinggal cetak.” Kata Hao. Karena mereka sekelas untuk mata kuliah fotografi, jadi Hao memaklumi tugas temannya itu.

“Oh, beneran!” Timpal Jeonghan yang sedari tadi diam.

“Suudzon aja sih lo! Udah sana main. Have fun!” Kata Wonwoo yang menarik tangan Mingyu untuk masuk ke dalam kamarnya dengan membawa tas besar yang berisi kamera dan dua lensa andalan Mingyu.


“Ini coba aku singkirin dulu.” Kata Mingyu menyingkirkan beberapa benda yang berada di tengah kamar utama apartemen itu. Kamarnya cukup luas, ada beberapa bagian kosong yang dapat dijadikan backdrop untuk foto, jadi tidak sulit saat mengeditnya.

“Aku ganti baju dulu.” Kata Wonwoo. “Kamu balik badan, jangan liatin, malu.” Kata Wonwoo lagi sembari membalikkan badan kekasihnya.

“Ngapain malu sih? Biasanya juga aku liat semuanya.” Kata Mingyu menghampir kekasihnya yang sudah menanggalkan t-shirt oversized-nya. Meletakkan kamera nya di dalam lemari yang terbuka dan memeluk tubuh kekasihnya.

Memeluknya dari belakang dan mulai mengecupi bahu yang tak terhalang sehelai kainpun. Sembari membisikkan kalimat-kalimat sayang di daun telinga Wonwoo yang membuat bulu halusnya meremang. Bagaikan mantra yang dapat meluluh lantahkan semua pertahanan Wonwoo — yang memang tidak pernah dia buat sedari awal.

“Nghh..” desah Wonwoo ketika bibir kenyal Mingyu sudah berada diperpotongan lehernya dan tangan Mingyu sudah mengelus puncak pada dadanya, memilinnya.

“Mingyu sayang.” Panggil Wonwoo halus yang hanya dijawab deheman dari bibir Mingyu yang masih sibuk dengan leher jenjang kekasihnya.

“Mau ciumph..” pinta Wonwoo, mencoba meminimalisir desahannya.

Mingyu membalikkan badan Wonwoo, menggendong kekasihnya, membiarkan kedua kaki sang kekasih melingkar dipinggangnya, dengan kedua tangan yang sudah menglingkar manis di lehernya. Wonwoo menundukkan wajahnya yang kini sudah lebih tinggi dari Mingyu dan mengecupi benda kenyal itu penuh sayang — awalnya, yang kemudian sepersekian detik lainnya, berubah menjadi lumatan-lumatan menuntut dari Mingyu juga Wonwoo. Mengaitkan lidah masing-masing dan bertukar saliva di sana.

Pria tinggi dengan badan bulky itu menggendong kekasihnya ke tempat tidur yang ada di sana dan mengukungnya. Wonwoo mengelus surai yang menutupi wajah sang kekasih. Mingyu menciumi acak wajah kekasih yang kini sudah terkurung di bawahnya dan meletakkan kepalanya dicuruk leher sang kekasih.

“Mau dilanjutin ngga?” Tanya Mingyu, menciumi kulit putih orang yang ada di depannya. Dijawab dengan anggukan yakin oleh Wonwoo. Mingyu berdiri, melucuti semua kain yang menutupi badannya, termasuk jeans yang dia gunakan. Meletakkannya secara berserakan di lantai kamar Wonwoo, dan melepaskan celana training yang digunakan Wonwoo sedari tadi dan membiarkan tonjolan yang sedikit berdiri di sana tertutup oleh celana dalam berbahan katun itu. Kembali memeluk sang kekasih.

Mulai dari menciumi kening sang kekasih, turun ke pelipisnya, kemudian kedua pipinya, ciuman yang lama kelamaan terasa sangat sensual untuk Wonwoo, sampai pada bibir Mingyu yang berada disudut bibir Wonwoo. Pria itu mulai menciumnya perlahan, kemudian menjilati bibir sang kekasih dan seakan sedang memakan bibir kekasihnya itu. Mingyu melucuti satu-satunya kain yang masih menempel di tubuh Wonwoo.

Headband bunga merah yang tadi siang kamu pake mana?” Bisik Mingyu sembari mengecup daun telinga Wonwoo.

“Di atas meja.” Jawab Wonwoo lirih. Mimgyu berdiri dan menghampiri tempat yang ditunjuk Wonwoo, mengambil rangkaian bunga merah palsu cantik yang sudah di lem rapat dibando.

“Pake deh. Terus, kamu berdiri pake lutut ngadep kepala kasur! Liat ke arah aku.” Kata Mingyu, dia berjalan ke arah lemari, tempat terakhir dia meninggalkan barang favoritenya dan mengambil kameranya.— si barang favorite itu.

“Kaya gini?” Tanya Wonwoo.

“Iya, kaya gitu. Coba kamu agak nungging deh yang, yes. Liat ke sini. Okay. Gitu.” Kata Mingyu mulai membidik tubuh Wonwoo.

“Cantik banget. Coba kamu, tiduran deh. Sambil terlentang, yang.” Pinta Mingyu.

“Hah? No! Aku malu!” Kata Wonwoo menolak permintaan sang kekasih.

“Buat aku.” Kata Mingyu.

“Tetap no. Coba kamu, gantian aku yang moto.” Kata Wonwoo, merebut kamera dari kekasihnya dan membidik tubuh atletis sang kelasih yang tak berlapiskan sehelai benangpun.

“Oh shit, kamu sexy banget!” Kata Wonwoo ketika melihat badan sawo matang sang kekasih di layar kamera — hasil jepretannya, sembari mengocok kejantanannya.

“Mingyu.. help!” kata Wonwoo, menunjuk kejantanannya, meminta tolong untuk dipuaskan oleh Mingyu.

“Haha. Bagus ya badannya sampe kamu makin horny gini?” Tanya Mingyu, yang dijawab anggukan pasrah oleh Wonwoo.

Ride me, Daddy!” Pinta Wonwoo

“Sangenya di depan aku aja ya, sayang.” Kata Mingyu, mengambil kameranya, membidik kamera tersebut, dan memotret wajah horny kekasihnya hingga setengah dada. Kemudian, Mingyu kembali berdiri meletakkan kameranya di atas meja belajar Wonwoo. Dan kembali ke tempat tidur.

“Biar aku yang puasin kamu hari ini, kamu nurut aja ya, cantik.” Bisik Mingyu yang kemudian mencium belah bibir Wonwoo dengan intens tanpa keinginan untuk melepasnya.

Kitten, coba deh kamu berdiri kaya tadi, ngadep kepala kasur.” Kata Mingyu setelah memberikan ciuman-ciuman hingga mereka kehabisan oksigen.

Wonwoo menurutinya tanpa bertanya apa yang kekasihnya inginkan. Karena melakukan hubungan badan dengan Mingyu selalu menjadi hal yang menyenangkan bagi Wonwoo, apapun gayanya.

Kini kepala Mingyu sudah ada di antara selangkangan sang kekasih, melihat kekasihnya dari bawah sana dan tetap menjadi pemandangan yang indah untuknya, ditambah lagi dengan hiasan bunga merah di atas kepala Wonwoo. Mingyu mulai mensejajarkan tubuhnya dengan kejantanan milik Wonwoo.

What are you gonna do, Big Guy?” tanya Wonwoo.

Give you a blowjob” jawab Mingyu sembari mengambil lubricant yang ada di nakas sebelah kasur kanan Wonwoo, dia sudah hafal letaknya.

“Ngh..” desah Wonwoo ketika merasakan sensasi dingin di kedua bola yang menggantung diantara selangkangannya, Mingyu memijitnya pelan di sana, seakan-akan benda yang menggantung itu sangat berharga — memang sangat berharga bagi pemiliknya.

Pria yang sedang duduk itu menjilati kejantanan milik Wonwoo, seolah menggodanya.

Don't tease.. aaaaahh!” Teriaknya terkejut karena ada satu jari dingin yang masuk ke dalam lubang yang ada di antara bokong sintalnya. Jari itu berputar di dalam, seperti sedang mencari sesuatu. Kepala Wonwoo terpental kebelakang, menikmati sentuhan itu.

“Angh! Tambah nhgga sih?” Tanya Wonwoo.

“Apah yang mau ditambah?” Tanya Mingyu jail.

“Jaringhhh.. Mingyu~ satu lagi.” Kata Wonwoo sembari mendesah dan mengeluarkan nada manjanya, meminta Mingyu untuk menambah jari di bawah sana.

“Hmmm?” Tanya Mingyu yang kini sudah mengulum habis kejantanan Wonwoo, memijat batang itu dengan tangan yang bebas dan tangan satunya lagi sudah sukses menambah jarinya untuk masuk ke dalam sana. Tempo bibirnya yang sedang melahap kejantanan Wonwoo disamakan dengan tempo jarinya yang kini sudah masuk tiga. Desahan kenikmatan meluncur bebas dari mulut Wonwoo.

“Haaa.. angh.. Fuck, Ming.. angh.” Desahnya tak karuan, diserang dari sisi depan dan belakang, Wonwoo tak kuasa menahan pinggulnya yang ikut bergoyang mengikuti bibir dan jari kekasihnya, dia mulai mengacak rambut Mingyu frustasi.

Big Guy, oh No! Aku mau keluar. Ah! Sumpah! Ngh.” Kata Wonwoo, bicaranya sudah berantakan, tubuhnya bergetar hebat, lututnya terasa lemas, namun Mingyu belum juga melepaskan tautannya, semakin mempercepat gerakannya.

Erangan panjang yang disertai dengan cairan putih yang mengisi rongga mulut Mingyu keluar dari kejantanan Wonwoo, saat dirasa sudah bisa dia lepas, Mingyu langsung mencium kekasihnya, berbagi putih milik kekasihnya, melumat habis bibir merah jambu itu.

Sharing yours.” Kata Mingyu seraya tersenyum.

“Enak?” Tanya Mingyu.

“Punyaku ya enak.” Kata Wonwoo tertawa, mencium lagi pria dihadapannya. Dan berbisik “Mau dimasukin kamu.” Pintanya.

“Isep dikit boleh?” Tanya Mingyu menyodorkan kejantanannya. Wonwoo melakukan apa yang diperintahkan.

“Ah! Yes, lebih dal.. aahhz! Fuck, your tongue.” Erangnya sembari membuka bungkusan kondom yang diberikan ke Wonwoo, pria manis itu dengan sigap membungkus kejantanan sang kekasih.

“Udah.” Katanya, sambil mencium kejantanan itu sebelum di bawa Mingyu ke depan lubang Wonwoo yang sudah mulai gatal. Mingyu menundukkan badannya, mensejajarkan wajahnya dengan lubang Wonwoo dan menjilatinya.

“Ngh! Gyu.. ah!” Desah Wonwoo. Geli, ada perasaan aneh ketika benda tak bertulang hangat itu menyentuh lubangnya dan menelusup masuk ke sana. Ini bukan yang pertama, namun masih terasa tak biasa. Beberapa detik kemudian, hanya perasaan nikmat yang Wonwoo rasakan. Tubuhnya sudah melengkung bak busur panah, pemandangan yang selalu indah di indera penglihatan Mingyu.

Anjing, pacar gue sexy banget gumamnya yang semakin intense memainkan lidahnya

“Yang, please.. masukin sekarang ahhh aja. Udah tegang lagi.” Pinta Wonwoo, sembari menunjukkan kejantanannya yang mulai kembali menegang.

Pria tinggi itu menghentikan kegiatannya dan mulai memainkan kejantanannya, menggoda kekasihnya di lubang sana.

Stop tease me, please!” Kata Wonwoo dengan nada memohon dengan suara erotisnya.

“Ahhng!” Satu desahan akibat satu hentakan yang membelah tubuh Wonwoo. Kegiatan Mingyu terhenti melihat kekasihnya merintih karena kelakuannya, senyum menyeringai terlukis di wajahnya.

“Serius? ngh.. Sakit! Aku harus bikin tugas lho, yang!” Omel Wonwoo.

“Siapa suruh kamu nhghh makin sexy ngh..” Mingyu mulai menggoyangkan pinggulnya yang disambut dengan rintihan dan desahan nikmat dari bibir cantik Wonwoo, memanggil nama pria yang ada di atasnya dengan lantang. Panggilan itu selalu dijawab Mingyu dengan suara baritone-nya dan dibalas dengan memanggil nama Wonwoo sembari menghentakkan pinggulnya. Berkali-kali.

Desahan demi desahan, tumbukan dan suara kulit basah akan keringat yang saling bergesekan memenuhi kamar milik Wonwoo, penuh dengan peluh. Pencapaian Wonwoo datang untuk yang kedua kalinya terlebih dahulu setelah dikocok acak oleh Mingyu, mengotori perutnya dan tangan Mingyu. Tak lama Mingyu pun sampai pada puncaknya. Wonwoo merasakan ada sesuatu yang mengalir di dalam lubangnya, menyembur mengisi kondom yang digunakan Mingyu.

“Peluk, jangan lepasin!” Pinta Wonwoo yang dituruti Mingyu.

“Pusingnya udah ilang?” Tanya Mingyu.

“Udah, tapi mau satu ronde lagi boleh?” Tanya Wonwoo nakal.

“Haha. Kamu tuh literally full of surprises. Aku kira kamu capek.” Kata Mingyu, mengecupi wajah sang kekasih.

I will ride you tonight” kata Wonwoo.

“Bandonya jangan dilepas ya.” Pinta Mingyu. Wonwoo menyentuh benda di kepalanya sembari tersenyum.

“Okay, Love.” Kata Wonwoo.

Why Always You?


Part of Backstage Universe
cw: harsh words, family problem, feeling hurt.

Mobil Honda Civic Sedan 2020 putih itu sudah terparkir rapih di plataran parkir salah satu cafe yang terkenal di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Salah satu dari kedua pria yang berada di dalamnya sudah keluar dari mobil dan berjalan santai melewati pintu kaca yang memiliki pinggiran kayu berwarna cokelat. Sedangkan, pria yang satunya lagi turun dari mobil dengan langkah yang meragu. Ngapain gue di sini? itu terlihat jelas dari raut wajahnya. Pria berambut blonde itu berjalan mengikuti jejak pria yang sudah mengambil tempat duduk lebih dulu.

“Kopi?” tanya pria itu ketika melihat pria blonde yang bingung tadi duduk di hadapannya.

Lemon squash aja.” kata pria itu, masih memandangi pria di hadapannya — Kembarannya.

“Lo ngapain ngajak ngobrol di sini? Emang di rumah ngga bisa?” tanya pria itu, pria yang memiliki struktur wajah sempurna, dengan rambut blonde bergaya mullet-nya.

“Gue pengen keluar aja sama lo, udah lama kan kit ngga q-time. Yakan?” tanyanya.

Ya sih, tapi ini aneh banget. Jangan-jangan bener kata Wonu, kembaran gue jadi psikopat. gumamnya dalam hati.

Setelah seorang pramusaji mencatat pesanan mereka berdua, meja itu hening, sepasang pria kembar itu tidak ada satupun yang ingin memecahkan keheningan, mereka hanya tenggelam dalam pemikiran mereka masing-masing. Sampai dengan waiter mengantarkan pesanan mereka dan membuyarkan lamunan si kembar itu.

“Lo diem aja, lo yang mau ngomong sama gue kan?” tanya pria berambut mullet — Jeonghan, kepada saudara kembarny.

“Kalau gue ngomong lo pasti bakal marah banget ke gue. So gue mau mikir dulu, better ngomong atau gue simpen sampe mati.” kata pria di hadapannya.

“Mending lo ngomong, at least kalau lo mati, mati lo tenang. Ngga kebayang punya omongan yang belom kelar sama gue. You know what I mean right, Twinny?” tanya Jeonghan. Suaranya tidak tinggi, cukup menusuk dengan nada nyinyiran ala Jeonghan, yang banyak ditakuti orang.

“Oke kalau itu mau lo, bear with me and brace yurself.” tantang pria itu.

Go ahead, give me a shoot!” dibalas dengan tantangan.

“Lo tau kenapa gue jadian sama Cheol?” tanya pria itu.

“Josh? Jangan mulai.” kata Han — panggilan Jeonghan — masih dengan nada biasa.

No.. No.. gue ngga bisa tidur sepuluh bulan, gara-gara ini. Ini yang akan gue bahas, anyway.” kata pria yang dipanggil Josh itu.

Shit! gue ngga mau denger, anjing!” omel Jeonghan, dengan nada emosi yang tertahan karena berada di tempat umum. Kini Jeonghan mengerti kenapa kembarannya membawanya ke sini.

“Gue sebel sama lo! Dari dulu lo selalu dibebasin sama nyokap bokap buat pilih apapun pilihan lo. Lo selalu dapet apa yang mau, sedangkan gue? Gue udah kaya barbie. Tau ngga rasanya diatur sampe ke cita-cita lo?” tanya Josh yang bernama lengkap Yoon Joshua itu. Jeonghan terdiam, kaget mendengar kalimat dari saudara kembarnya.

“Lo ngga tau rasanya, soalnya lo ngga pernah diposisi gue. Gue capek banget jadi kakak kembar lo yang selalu dibanding-bandingin sama lo! Bahkan saat ngga ada lo! Capek banget.” ujar Joshua, wajahnya masih datar.

“Bukan salah lo emang gue diginiin, tapi sesekali, gue pengen lo tau rasanya ngga ngedapetin apa yang lo mau. Karena selama ini, Baginda Raja which is elo selalu dapet semuanya.” kata Joshua lagi. Jeonghan menelan ludahnya, kali ini sakit, seperti sedang menelan bongkahan batu yang turun dari kerongkongannya.

“Gue ngga tau dosa gue di mana sampe gue kayaknya jarang banget punya yang gue mau. Jadi, gue harus korbanin apa yang gue sayang, biar lo tau, kalau dunia ngga muter di lo!” kata Joshua.

“Anjing, Josh! Don't say lo pake Cheol buat bales dendam ngga penting lo?” tanya Jeonghan.

“Iya, kocak ya. Gue kira dia ngga bakal mau sama gue, kirain gue dia bucin banget sama lo. Taunya ngga, Han. Dia bucinin gue.” kata Joshua.

“Josh, lo salah banget anjing! Lo yang bego!” kata Jeonghan.

“Kenapa gue harus bego? Lo suka Seungcheol, Seungcheol bucinin gue. Lo patah hati karena ngga dapetin Seungcheol, kan itu goals gue.”

“Lo dendam sama gue, terus manfaatin orang tuh salah, njing!” Nada Jeonghan sudah lebih meninggi.

“Gue tanya, lo sedih ngga pas tau gue pacaran sama Seungcheol?” Jeonghan terdiam mendengar pertanyaan itu.

Sangat sedih adalah jawabannya. Bila dirunut kembali, Jeonghan dan Seungcheol berkenalan saat mereka menjadi mahasiswa baru, mereka sangat dekat, bahkan Jeonghan berfikir hati Seungcheol akan berlabuh padanya, namun, kenyataan memang tidak seindah di drama Korea, Seuncheol justru memintanya untuk menjadi cupid untuk Joshua dan gebetannya itu.

“Sedihkan? Itu yang gue mau. Seneng banget liat lo murung.” kata Joshua enteng.

“LO SAKIT JIWA, ANJING!” suara Jeonghan meninggi. “CHEOL BENERAN SAYANG SAMA LO, BANGSAT!”

Easy, twinny. Kita di cafe. Ngga usah teriak, gue denger!” kata Joshua masih dengan wajah datarnya.

“Gue cuma sayang sama Seokmin, Han.” kata Joshua, tersenyum ketika mengucapkan nama itu.

“Tapi lo ngewe di penjuru rumah sama Cheol, Josh! Bukan sama Seok!” kata Jeonghan, menggeretakkan giginya. Kini emosinya sudah hampir berada di puncak. Dia tidak menyangka kalau kembarannya akan seperti ini. Setega ini pada hati seorang yang benar-benar memberikan hatinya.

“Gue ngga suka lo deket sama Seokmin!” kata Joshua, mengerucutkan bibirnya.

OH MY GOD! KEMBARAN GUE BENERAN GILA!!! itu yang ada di dalam fikiran Jeonghan saat ini.

“Lo ngga boleh dapetin Cheol, lo ngga boleh sama Seokmin, Han.” kata Joshua, kini nadanya memohon.

“Lo sakit ya, Josh? Lo tuh taukan lo salah kaya gini?” tanya Han.

“Gue pengen liat lo menderita, tapi kenapa sejak lo deket sama Seokmin, lo keliatan bahagia banget. Dan gue yang menderita. Gue iri lagi. Haha.” kata Joshua.

“Yang salah bonyok, Josh! Bukan Cheol, atau Seokmin. Waraslah! Lo bales dendam ke gue tuh ngga bikin nyokap bokap nurutin mau lo!” kata Jeonghan.

“Lo deketin Seok karena gue kan? Pengen gue sedih kan?” tanya Joshua.

“Ngga pernah terpikirkan sama gue kalau pikiran lo sebusuk itu, Josh! Lo mau ke carwash ngga? Biar gue bersihin otak lo!” kata Jeonghan, marah.

“Lo tau siapa yang lo sia-siain? Pria baik, pria pengertian yang udah bisa nyinarin hari lo walaupun lagi gelap. Lo tau? Lo nyiain orang yang salah buat bales dendam lo yang menurut gue ngga perlu!” kata Jeonghan, nadanya tertahan, rasanya ingin dia ledakkan, namun dia tahan karena posisi mereka kini ada di tempat umum.

“Kalau lo ada masalah sama gue dan bonyok, beresin dengan orang yang tepat, ngga usah sembunyi di orang yang bener-bener tulus sayang sama lo, saat itu Seok dan saat ini Cheol! LO TUH NGGA WARAS, JOSH!” kata Jeonghan menekankan kalimat terakhirnya. Jeonghan sudah berdiri, ingin meninggalkan kembarannya, namun, terhenti saat mendengar kalimat berikut yang Joshua keluarkan.

“Lo tau ngga, nyokap maksa gue kuliah di New Zealand buat ambil business perbankan?” Jawabannya Jeonghan ngga tau.

See? Bahkan lo ngga tau kalau kembaran lo tertekan. Gue berangkat beres untarvolution, gue udah transfer semua nilai gue. Gue akan putusin Seungcheol saat itu.” Kata Joshua.

“Sisanya terserah lo, toh dunia akan balik ngelilingin lo lagi. Gue cuma mau bilang ke lo, kalau bener kata lo, gue gila cuma karena pengen liat lo menderita. Tapi, asal lo tau di sini gue juga menderita.” Kata Joshua.

“Josh?” Tanya Jeonghan. “Gue ngga tau bonyok —”

“Lo ngga akan pernah tau, karena yang lo tau cuma diri lo sendiri. So, yeah gitu deh.” Kata Joshua, tersenyum getir.

“Lo sebenci itu sama gue?” Tanya Jeonghan.

“Sebenci itu. Haha.” Tawanya. “Padahal, gue cuma punya lo. Tapi, bahkan lo ngga peduli. Its okay, gue lagi ngga mau playing victim sekarang.” Kata Joshua.

“Abisin minum lo, kita balik!” Pinta Joshua. Han masih terpaku. Diam membisu, sedang memproses apa yang terjadi padanya saat ini.

“Lo duluan aja. I'm processing this situation right now, and I want to be alone.” kata Jeonghan.

Joshua pergi meninggalkan Jeonghan yang meminta untuk sendiri. Kini kepala Jeonghan penuh, tidak mampu berfikir jernih, dan hanya ingin pergi menemui temannya kali ini. Wonu mana Wonu.

How Can Love to be Love


inspired by BITTERSWEET — MinWon Unit

Tepat di waktu dan tempat dengan perasaan yang sama gue menunggu si dia datang, memberikan senyumnya yang akan gue simpan selama 24 jam ke depan untuk memberikan kekuatan di hari-hari gue yang melelahkan setiap harinya.

Dia datang, namun malam ini tidak datang sendirian, dia berjalan beriringan dengan seorang wanita yang menawan. Wanita berambut gelap, panjang, dengan senyuman manis yang membingkai wajahnya setiap dia berbicara dengan pria yang selalu gue tunggu.

“Gyu, udah lama?” Tanya pria itu, ketika melihatku. Pria yang selalu gue tunggu kepulangannya. Gue tegakkan badan gue yang sedang menyender di salah satu tembok di tempat biasa gue menunggunya dan mencoba tersenyum kepada wanita itu juga.

“Belum, Kak.” Jawab gue, melepaskan sebelah earpod yang masih tertancap di salah satu daun telinga gue. Mata gue memandang wanita itu bergantian dengan memandang pria yang gue panggil Kak dihadapan gue, mengisyaratkan bahwa ingin tahu siapa wanita ini.

“Oh iya, Mingyu kenalin ini Sohee. Sohee, ini Mingyu.” Kata pria yang hari ini menggunakan blazer mocha dan kaus putih di hadapan gue, tersenyum. Tampan seperti biasanya. Pria itu tersenyum lebar begitu menyebutkan nama wanita yang ada di sampingnya. Gue ulurkan tangan gue untuk menjabat tangan wanita itu yang ternyata disambut ramah, dan kami saling bertukar nama.

“Sohee ikut kita makan malam, ngga apakan, Gyu?” Tanyanya ke gue, tentu ingin menjawab tidak boleh namun apalah daya gue. Gue jawab dengan anggukan dan kembali berusaha tersenyum, menyembunyikan kegetiran gue seorang diri.

Kita jalan bertiga beriringan, sampai gue memperlambat langkah gue dan berada di belakang mereka berdua. Seakan gue merasa tidak pantas berada di antara mereka. Mereka asyik berbincang hingga kami sampai di tempat biasa gue dan si dia makan setiap malamnya.

“Gyu, lo mau makan apa? Biasa kan?” Tanya pria berambut blonde itu kepada gue yang kini sedang memproses dan bertanya untuk apa gue di sini, gue jawab dengan anggukan, tanpa suara.

“Kamu mau pesen apa, Sohee? Di sini yang paling enak udonnya, favorite Mingyu.” Kata pria itu kepada wanita yang malam ini dia bawa.

“Boleh, Won. Samain aja, aku ikut. Karena emang laper banget.” Jawab wanita itu. Wonwoo menjawab dengan senyuman dan beranjak untuk memesan makanan untuk kami bertiga di salah satu counter yang berjarak sedikit jauh dan mengambil antrian di sana.

“Mingyu, kuliah di mana?” Tanya wanita itu memecahkan keheningan antara kami.

“Pledis University, Kak.” Jawab gue dengan kesopanan yang gue miliki.

“Oh, emang ngga jauh ya dari sini. Sering jemput Wonwoo ya?” Tanyanya lagi.

Wonwoo adalah pria itu, pria yang selalu membuat debaran jantung gue berdetak lebih cepat saat di sampingnya. Pria yang selalu dengan sukarela gue biarkan menghabiskan waktu gue hanya untuk memikirkannya.

“Hampir setiap hari, kalau memang ada waktu.” Jawab gue datar. Bohong. Gue selalu menyisihkan waktu gue untuk menjemputnya pulang bekerja. Karena gue harus memastikan pria itu sampai di rumah dengan selamat. Harus.

“Kalau kakak?” Tanya gue. Ini pertanyaan basa-basi yang entah kenapa keluar dari bibir gue.

“Kenapa aku?” Tanyanya.

“Temen kerja Kak Wonwoo?” Tanyaku.

“Iya. Udah 3 bulan ini kebetulan kerja bareng sama Wonwoo, dia sering cerita tentang kamu dan I'm curious, so here I am now.” kata wanita itu santai.

Cerita tentang gue?

“Cerita?” Tanya gue dengan alis yang terpaut dan kening yang mengkerut.

“Hayo, lagi ngomongin apa? Pasti ngomongin gue.” Kata Wonwoo, dari belakang badan gue dan menepuk salah satu bahu gue.

Sejak hari itu, Sohee selalu ada di antara gue dan Wonwoo. Tempat makan yang biasanya hanya gue dan Wonwoo kunjungi setiap makan malam, kini selalu diisi oleh Sohee disalah satu kursi kosongnya.

Jujur, gue sedikit terganggu dengan kehadiran wanita sempurna dalam bentuk Sohee, namun tak ada yang bisa gue lakukan, gue hanya melakukan keseharian gue seperti biasa. Kuliah, menjemput Wonwoo, makan malam bersamanya dan mengantarnya pulang.

Malam ini, gue masih melakukan hal yang sama, menunggu si dia di jam yang sama, bedanya malam ini hujan mengguyur kota dan membasahi jalan, sehingga gue menunggu sedikit lebih dekat dari gedung kantornya. Membuka payung yang lebih besar agar bisa cukup untuk kami berdua dan menunggunya keluar, untuk memastikan malam ini dia tidak terkena hujan.

“Kak.” Kata gue ketika melihat si dia keluar dari lobby utama gedung itu.

“Hai. Udah lama?” Tanyanya.

“Baru sampe.” Jawab gue. Bohong. Lagi lagi gue berbohong. Gue sudah menunggunya 30 menit dengan payung terbuka, memastikan tak ada air yang berani menyentuh tubuhnya.

“Sohee?” Tanya gue melihatnya keluar sendiri.

“Pulang duluan katanya, ada urusan. Yuk! Gue laper, Gyu.” Katanya dengan nada lemah.

“Pelan-pelan jalannya, licin kak.” Kataku, merangkul bahunya mendekat agar tidak terkena air hujan dan berjalan beriringan di bawah payung berdua. Dan jantung gue kembali berdebar ketika menggapai bahunya yang bidang ke dalam pelukan gue. ​Malam ini, sama seperti malam sebelum Sohee datang, hanya ada kami berdua.

Sesampainya di tempat makan langganan kita berdua, kami segera memesan makanan berkuah dan air hangat untuk menghangatkan tubuh kami. Semua terasa kembali pada tempatnya. Hanya ada seorang Mingyu dan Wonwoo sedang berhadapan di meja makan salah satu restoran favorit kami.

“Mingyu, menurut lo, Sohee gimana?” Tanya si dia pada gue yang sedang menikmati keindahan nya yang berada di hadapan gue.

“Gimana apanya?” Tanya gue balik.

“Gue suka Gyu sama Sohee. Menurut lo?” Tanyanya.

Gue tidak akan menyalahkan siapapun untuk pertanyaan yang Wonwoo keluarkan malam ini, bukan salahnya, juga bukan salah Sohee yang mempesona di mata seorang Wonwoo. Sedangkan gue tidak akan pernah mempesona dihadapannya. Tidak akan pernah. Ini semua adalah salah gue yang selalu meragu untuk menunjukkan perasaan gue yang sesungguhnya kepada pria di hadapan gue. Dan gue membenci diri gue untuk itu.

If you like her, go for it. Kenapa harus ragu dan nanya ke gue, Kak?” Kata gue. Lagi, gue menyembunyikan perasaan gue dan berlagak seolah gue baik-baik saja. Tidak. Gue tidak baik-baik saja.

“Menurut lo, dia suka sama gue ngga?” Tanya Wonwoo.

“Ngga tau, Kak. Mungkin? Kenapa ngga dicoba tanya dulu ke orangnya?” Sok kuat dibalik senyuman adalah jalan ninja gue.

Apapun itu, yang gue tahu saat ini pria di hadapan gue memiliki tatapan yang sama ke gue, namun dengan perasaan yang berbeda dengan apa yang gue rasakan untuknya. Tatapan manis yang selalu gue rindukan setiap hari, kini akan terasa sangat pahit untuk gue bayangkan. Mungkin ini saatnya gue untuk melepaskan Kak Wonwoo, karena sejujurnya gue ngga mau kehilangan dia.

Karena hati yang berbeda, kamu yang ada dihadapanku berhenti dihadapannya. I'm okay, not okay.


3 minggu setelah hujan deras malam itu, Mingyu tidak pernah muncul di tempat yang sama seberapa lamapun aku menunggunya di sana. Kuhubungi ponsel-nya, dia hanya akan menjawab bahwa tugas kuliahnya sedang banyak.

“Maaf kak, gue ngga bisa jemput ya, tugas gue lagi banyak.”

“Okay.” Jawabku.

Sejujurnya aku kecewa ketika tidak menemukannya di malam ketika tubuhku lelah akan pekerjaanku seharian. Pria itu selalu mencerahkan malamku, menemani langkahku setiap malam dan menguapkan rasa lelahku, bagaikan bulan. Terang walaupun awan gelap selalu menyelimutinya.

“Kak, pulangnya hati-hati ya! Jangan ambil jalan yang gelap.”

“Kak Won.”

“Hmm?” Gumamku.

“Di luar hujan, jalanan licin dan udara makin dingin. Jangan lupa pakai jaket dan payung ya.” kalimat terakhirnya sebelum menutup panggilan telepon ku yang bahkan belum aku jawab.

Kugunakan long coatku dan membuka payung kecil ketika hendak melangkahkan kaki dari lobby kantorku.

“Wonwoo?” Sapa seorang wanita di belakangku. Sohee. Wanita cantik yang belakangan ini aku sukai. Wanita yang belakangan ini menjadi pusat perhatianku — pikirku. Dan wanita ini pula yang seminggu terlihat sedang menghindariku.

“Boleh ngobrol, Won?” Tanyanya, kujawab dengan anggukan, kita berjalan beriringan dengan menggunakan payung yang berbeda. Tanpa berkata.

Kini aku dan Sohee sudah ada di salah satu café dekat kantor, kami memilih duduk di samping jendela, memandangi hujan sesekali. Hanya hening, hingga tak lama pesanan kami datang.

“Ngga bareng Mingyu, Won?” Tanyanya membuka keheningan antara kami berdua.

“Ngga, So. Dia lagi sibuk ngerjain tugas kuliah katanya.” Jawabku, menyesapi amerikano cokelat hangat di hadapanku.

“Kamu mau ngomong apa, by the way?” Nada suaraku tak pernah seragu ini.

“Aku langsung to the point aja ya, Won?” Tanya Sohee. Aku berikan gesture tanganku untuk mempersilahkannya berbicara.

“2 minggu sebelum aku coba jaga jarak sama kamu, kamu tahu kalau kamu berubah?” Tanya Sohee.

“Berubah?” Tanyaku.

“Tatapan kamu kosong, saat kita berdua kayak gini, aku ngerasa kamu ngga di sini sama aku.” Kata Sohee.

“Aku tahu, aku ngga akan pernah bisa menggantikan posisi seseorang di hati kamu. Kamu hanya belum menyadari betapa berartinya orang itu, Won.” Kata Sohee. Kalimat itu seperti tamparan bagiku, namun aku masih belum mengerti maksud dibalik kalimat itu.

“Maksudnya?” Tanyaku. Coba jelaskan agar aku dapat mengerti apa yang sedang terjadi.

“Tapi Sohee, yang aku suka itu kamu.” Kataku. Akhirnya, kalimat itu keluar dari bibirku setelah beberapa minggu ini aku simpan dalam diam.

“Mingyu— kamu hanya membutuhkan Mingyu, Wonwoo. Mingyu orang yang kamu suka. Bukan aku. We just don't feel the same, mungkin kamu terkecoh dengan perasaan kamu sendiri. Mungkin kamu ternyata memang hanya menyayangi Mingyu, Won.” Katanya.

Terkecoh dengan perasaanku?

We're not in the same page. Pikirin lagi siapa yang kamu butuhkan? Siapa kamu inginkan? Dan siapa yang kamu suka?” Tanya wanita itu, sekali lagi menamparku dengan kalimatnya.

“Aku pamit, Wonwoo. Think about it. Jangan sampai kamu menyesal setelah dia benar-benar hilang di dalam hidup kamu.” kata Sohee berdiri dari tempat duduknya.

“Good luck, Won.” katanya dan berlalu.

Aku pulang dengan pikiran yang ramai. Aku pikirkan matang-matang tentang apa yang aku rasakan untuk Sohee dan apa maksud kalimat dari Sohee tentang aku dan Mingyu?

'Menggantikan seseorang di hati? Mingyu?' gumamku dalam hati. Memang 3 minggu ini terasa sangat janggal tanpa kehadiran pria yang selalu memberikan senyum terbaiknya hingga memamerkan dua gigi taringnya untukku setiap malam sebelum aku memasuki pintu rumah.

Mingyu. Mingyu. Mingyu.

Meskipun aku menutup mata, pikiran ku tentang Mingyu membuat malam ini terasa sangat riuh. Entah kini aku di mana, antara mimpi atau nyata dadaku mulai berdetak cepat dan darahku mulai bergemuruh ketika memikirkan tentang Mingyu malam ini.

Sesampainya aku di dalam rumah, hanya satu hal yang ingin kulakukan. Kuambil benda pipih di sakuku, kutekan dial number 2, nama Mingyu tertulis di sana. Deringan ketiga, seorang pria mengangkat panggilanku.

“Halo?” sapanya, suara yang sangat aku hafal. Suara yang selalu menenangkanku. Dan suaranya yang mendadak membuat jantungku berdegup hebat.

“Mingyu..”

“Ya, Kak?”

“Di luar hujan.” Kataku. Di luar masih hujan, dan aku tahu bila dia juga tahu di luar hujan tanpa aku beritahu.

“Iya, kak. Di luar hujan.”

“Lo di luar? Kok hujannya jelas banget?”

“Gue di balkon, kak. Kenapa kok nelpon malem-malem gini?” tanyanya.

“Mingyu, gue sama Sohee kayaknya ngga mungkin bareng.”

“Kok pesimis gitu?” tanyanya, aku tidak bisa membaca nada suaranya, entah apa yang Mingyu fikirkan tentang ini.

“Sohee bilang, dia ngga bisa menggantikan posisi satu orang dihati gue.” Kataku jujur.

“Seseorang? Di hati lo? Ada siapa lagi, kak selain Sohee?” tanyanya.

“Kata Sohee, ada elo yang ngga bisa dia gantiin. Mingyu—” kalimatku terpotong.

“Apa mungkin selama ini gue cuma butuh lo?” Tanyaku.

“Apa mungkin perasaan gue ke elo berubah cinta?” Tanyaku lagi.

“Kak—”

“Mingyu, do you love me?” Tanyaku dengan berani, entah keberanian yang datang dari mana.

“Kak Won—” kupotong lagi kalimatnya. Tolong biarkan aku yang bingung ini bicara.

Just tell me. Aku butuh jawaban.” Kataku.

If I give my heart in the first place, and expect for your heart ketika gue tau lo suka sama yang lain, gue egois dan akan kehilangan lo. Gue ga mau.” jawaban yang tak pernah aku duga akan diucapkan oleh Mingyu. Jawaban yang tidak pernah aku sangka. Aku terkejut.

“Aku ngga mau kehilangan kamu, Kak. So I let you go.” katanya lagi.

“Mingyu, do you know? I miss you. Aku kosong tanpa kamu.” Benar, aku terasa hampa belakangan ini tanpa kamu di sisi.

Please, don't let me go.” Tanpa terasa air mata jatuh dipipiku. Tolong, Mingyu.

“Apakah kita bisa melihat ke arah yang sama sekarang? Will our eyes ever meet each other again, Mingyu?” Tanyaku. Aku mohon, jangan pergi, Gyu.

I miss you too, kak. Can you open the door? Aku di depan.” Katanya, dengan refleks kuberlari ke arah pintu rumahku dengan terburu-buru, aku ngga mau kehilangan pria ini, kini aku tak mau hidup tanpanya seperti 3 minggu belakangan ini.

Kubuka pintu rumah dengan jantung yang berdebar bukan main. Kutemukan dia, Mingyu berdiri di sana dengan baju dan rambut yang sedikit basah terkena hujan, menyambutku dengan senyuman manisnya di hadapanku dan segera membawaku kepelukannya. Kini, biarkan aku membalas pelukannya. Biarkan aku ada didekapannya untuk waktu yang lama.

“Kak, gue sayang banget sama lo.” Katanya. Aku mengangguk lirih, menjawab ucapan cintanya.

Dan ternyata inilah arti dari kalimat Sohee. Aku memang hanya membutuhkan pria ini, pelukan hangatnya, senyuman manisnya, tatapan lembutnya, hanya dia — Mingyu.


Yang Wonwoo tidak tahu adalah setiap hari dalam 3 minggu waktu yang tak mereka lewati bersama, Mingyu selalu bersamanya, melihatnya dari kejauhan. Masih menunggunya, memastikan Kakaknya itu selamat hingga di depan pintu rumah. Mingyu tak terlihat namun selalu ada.

Sama dengan malam ini saat hujan deras, sebelum kakinya melangkah pergi dari area rumah Wonwoo, pria berkacamata bundar itu menghubunginya.

Saat kalimat “Please, don't let me go.” terucap dari bibir Wonwoo, dengan impulsive-nya, dia langsung menghampiri pintu utama rumah itu, tanpa memperdulikan hujan yang mengguyurnya.

“I miss you too, kak. Can you open the door? Aku di depan.” Kata Mingyu, karena hal yang pertama ingin dia lakukan adalah memeluk tubuh ramping Wonwoo saat itu juga dan merapalkan sebuah kalimat untuk berusaha tidak akan melepaskannya lagi.

Mirrors


[Narasi 22]

Part of Reunited Universe

Pagi ini, suara anak kecil bongsor berumur hampir dua tahun sudah menggelegar di salah satu unit apartemen yang cukup luas milik pria yang biasa dipanggil Wonu oleh teman dekatnya.

Anak kecil yang berjenis kelamin perempuan itu terlihat hanya menggunakan popok, berlari ke sana ke mari tanpa menggunakan pakaian, mengitari sofa, meja makan, kembali lagi ke sofa, sedangkan seorang pria dengan kacamata bundar dan baju piyama ungu sedang membawa t-shirt berukuran kecil dan celana santai yang disampirkan di pundaknya sedang mengejar perempuan kecil itu.

“Yulnaaaa, pake baju duluu.. kamu kok malah lari-larian sih?” Kata pria itu masih mengejar gadis cantik yang sangat lincah itu.

“Eheehehe.. papapapapa...” katanya, masih berlari.

Oh My God, Darling.. It's still early for you to sugar rush, Princess. Papa tired.” Kata pria yang dipanggil papa oleh gadis itu, menyerah dan terduduk di lantai. Sedangkan anaknya masih berlari, bahkan kini mengitari ayahnya, saat ingin ditangkap dia berlari ke sebuah pintu kamar.

“Papa lemah ya, Na? Ngejer kamu aja tired.” Ejek seorang pria manis yang keluar dari salah satu pintu kamar yang tadi dihampiri gadis bernama Yulna. Pria kurus berambut blonde itu menangkap gadis kecil dan menggendongnya.

“Kok lo gampang banget ngambil dia?” Tanya si papa.

She wants to play with her father, that's why she's like that. Lo kan jarang di rumah.” Kata pria yang lebih tua itu.

Come here.” Kata sang papa mengambil gadis cantik itu ke dalam pelukannya. “Papa, will hug you like tomorrow never comes.” katanya lagi sembari mengusak-usakkan kepalanya ke perut gadis yang masih bertelanjang dada dipelukannya. Tawa gelak kembali memenuhi ruangan itu, tawa yang membuat hari-hari Wonwoo terasa berwarna. Walaupun jarang bertemu, tapi Wonwoo selalu menyempatkan diri bermain dengan anaknya kala weekend.

“Hari ini lo sama Yulna mau ke mana, Nu?” Tanya pria yang lebih tua.

“Di rumah aja, mau main sama bayik.” Jawab pria ramping yang kini sudah duduk di sofa sedang sibuk memakaikan baju buah hatinya sambil mengecup acak muka anak satu-satunya itu.

“Ya? Main sama papa ya?” Tanya Wonwoo kepada wanita gembul di hadapannya yang dijawab dengan senyuman dan pelukan.

“Gue mau cek apart gue, katanya minggu depan udah bisa pindahan.” Kata pria blonde itu menghampiri Wonwoo dengan segelas air mineral untuk yang lebih muda, botol susu untuk si penghuni apartemen yang paling kecil dan teh manis hangat untuknya sendiri.

“Oh, udah siap?” Tanya Wonwoo yang dibalas anggukan.

“Nanti yang jagain Yulna siapa?” Tanya Wonwoo lagi.

“Gue bukan nanny Yulna, gue uncle Joshua.” Kata pria yang bernama Joshua itu sambil mencubit pelan pipi Yulna.

“Kel kellll..” gumam Yulna menjawab omongan Joshua.

See that?” kata Joshua menaikkan satu alisanya, meminta pengakuan dari Wonwoo.

Whatever.” Kata Wonwoo malas, menggendong anaknya yang sedang meminum minumannya dari botol berukuran sedang.

“Asih lo kasih libur sampe kapan, by the way?” Tanya Joshua. Asih adalah nanny full time yang dibawa Wonwoo untuk menjaga Yulna jika dia sedang bekerja, dan Joshua kadang ikut membantu untuk mengasuh malaikat kecil itu.

“Selasa, gue masuk kantor hari Rabu, Kak.” Jawab Wonwoo dengan suara yang agak tinggi agar pria yang dipanggil Kakak itu mendengar ucapannya.

Kini Wonwoo sedang berkutat menyiapkan sarapan untuknya, Kak Joshua dan buah hatinya.

“Chris kapan balik ke Indonesia, Kak?” Tanya Wonwoo ketika Joshua sudah bergabung dengan mereka di dapur. Chris adalah suami Joshua yang kini sedang bertugas ke Thailand.

“Minggu depan, sebelum pindahan sih kalau based on schedule ya. Kalau molor sih ya, bye deh. Gue masih harus nonton drakor sama Asih.” Yang dijawab tawa renyah Wonwoo.

Yulna sedang mengunyah bubur merah instannya saat papa dan uncle Joshua-nya sedang berbincang di meja makan.

“Mingyu belum ada kabar juga, Nu?” Tanya pria itu.

“Udah hampir sebelan, belum ada kabar dan mungkin ngga akan ada.” Jawab Wonwoo sembari menyuapi anaknya.

“Kok lo pasrah gitu sih?”

“Ya mau gimana lagi, Kak. Ngga tau malu banget gue dateng ke dia. Padahal gue nyuruh dia lupain gue dan nyari kebahagiaan dia. Dan dengan sombongnya gue bilang kalau hidup sama Yulna udah cukup. Angkuh banget gue, kalau difikir-fikir.” Kata Wonwoo, menjelaskan perasaannya.

“Siapa yang tau masa depan sih? Buktinya nih sekarang, lo iri kan ada anak-anak seumuran Yulna jalan sama orang tuanya, sedangkan lo cuma jalan berdua?” Tanya Joshua.

“Udah deh, Kak. Lo ngingetin gitu kan gue sedih.” Kata Wonwoo lagi. “Ini kan salah gue, ya gue harus tanggung jawab lah. Kaya sekarang, tanggung jawabnya.”

“Emang, tapi bukan salah Yulna, Wonu. Salah yang lo tanggung itu berakibat ke anak lo kan jadinya?” Kata Joshua menjelaskan.

“Ya iya sih, lo ngga salah. Guekan impulsive.” Aku Wonwoo.

“Parah! I still can't get it, if you love him! Go for it. Why you so damn stubborn? Kasian anak lo.” Kata Joshua.

“Lo udah—” kalimat Joshua terhenti ketika mendengar suara bell tanda ada tamu yang berkunjung pagi ini. Benar saja, Wonwoo melihat layar intercom-nya dan terdapat dua sosok pria tinggi yang sebentar lagi akan meresmikan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Sahabat karibnya saat berkuliah Jun dan calon suaminya Minghao.

“YULNAAAAAAAA...” teriak salah satu dari mereka berhamburan mencari Yulna ke arah ruang tengah, kamar dan menemukannya di meja makan, sedangkan yang satunya masuk dengan santai sembari membawakan sekaleng susu Yulna dan beberapa kotak cemilan untuk anak semata wayangnya di dalam shopping bag besar berwarna ungu.

“Buat Yulna? All of this? How 'bout me?” tanya Wonwoo ketika menintip isi shopping bag yang tamunya bawa.

“Itu ada Pringles deh seinget gue. Kalau kurang, lo bisa beli sendiri, kalau Yulna Uncle yang bawain jajanan.” Kata Jun berkata manis kepada anaknya, sembari menggendong Yulna dari meja makan ke ruang tengah.

“Eh, itu anak gue belum kelar makan!” Tegur Wonwoo.

“Sini, Uncle Jun suapin.” Kata Jun, mengembalikan Yulna ke kursi khususnya dan menyuapi anak sahabatnya sesuap demi sesuap.

Thanks banget dateng pagi-pagi.” Kata Wonwoo ke arah Minghao.

“Ngga papa, laki gue kangen sama anak lo.” Jawab Minghao yang sering dipanggil Hao.

“Lo mau minum apa, Hao? Gue banyak jus-jusan mau? Kayaknya ada kopi literan deh. Coba gue cek.” Tanya Wonwoo berjalan meninggalkan Hao yang masih belum menjawab pertanyaannya.

Wonwoo nih, kebiasaan nanya sendiri jawab sendiri. Kata Hao dalam hatinya.

“Nu, gue pergi dulu. Kabarin kalau butuh apa-apa ya. Titip Yulna sama Wonu ya, Jun — Hao.” Kata Joshua meninggalkan apartemen itu.


“Tumben dateng pagi-pagi, It's not even 10 yet” kata Wonwoo, membiarkan anaknya bermain di karpet empuk di ruang tengah setelah usai sarapan, mengisi gelas temannya dan membawa kembali gelas berisi kopi susu dari botol satu liter merk café kekinian yang ada di kulkas.

“Iseng. Pengen main ke sini, sekalian bawain titipan.” Kata Jun tenang, Hao sedikit terkejut dengan perkataan tunangannya itu.

“Titipan?”

“Itu shopping bag titipan dari Dika buat Yulna, kan belum pernah ketemu.” Kata Hao menimpali.

“Oh, I see. Sampein makasih ke Dika ya.” Kata Wonwoo tersenyum.

“Nanti sampein sendiri aja. Mau dateng katanya ke sini.” Kata Hao yang sedang memerhatikan kekasihnya sedang bermain dengan Yulna di karpet.

“Wah, udah lama banget ngga ketemu Dika.” Kata Wonwoo, bahagia, yang dibalas anggukan oleh Hao.

By the way, persiapan nikah gimana, Hao?” Tanya Wonwoo memecah keheningan.

“80% lah.” Jawab Hao.

“Kenapa nikah akhir tahun sih? Masih lama banget. Males ya lo berdua nyiapinnya?” Tanya Wonwoo asal.

“Haha enak aja. Tahun baru tuh banyak kenangannya.” Jawab Jun.

“Jadian tahun baru 2022 ya, Yang?” Tanya Hao yang dijawab anggukan oleh Jun.

“Lamaran sebulan sebelum tahun baru 2023.” Jawab Jun.

“Ngerusuhin gue tahun 2021 ngga sih?” Tanya Wonwoo sampai tertawa.

“Ini hasil tahun baru 2021 lo kan?” Tanya Jun iseng sembari merapihkan surai hitam yang menutupi kening Yulna. Wonwoo langsung terdiam dari tawa renyahnya. Jun langsung ikut terdiam, ketika menyadari perkataannya sedikit membuka luka. Jun bangun dari tempat duduknya dan berpindah ke samping Wonwoo, memeluk teman kesayangannya.

Sorry, gue ngga maksud, Won.” Katanya mengelus punggung sang teman dekat.

“Ngga apa, hehe.” Kata Wonwoo, tersenyum hambar. “Kalaupun emang ini hasilnya, disuruh ngulang lagipun gue mau, tapi mungkin nextnya ngga pake kabur kali ya.” Kata Wonwoo tersenyum getir.

“Kak Mingyu—” kata Wonwoo terputus karena bel apartemen kembali berbunyi, tanda ada tamu.

“Gue bukain, lo ngobrol sama Hao aja.” Kata Jun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pintu. Jun sedikit terkejut. Tapi raut wajahnya kembali tenang.

“Kenapa, Won?” Tanya Hao, ingin Wonwoo melanjutkan pertanyaan tentang sahabatnya.

“Kak Mingyu, masih benci sama gue ya, Hao?” Tanya Wonwoo dengan nada yang sedikit bergetar.

“Mingyu ya? Masih butuh—” Omongan Hao terpotong ketika Yulna mendadak memeluk kaki Wonwoo.

“Kenapa, sayang?” Tanya Wonwoo, menggendong anak gadis itu ke dalam pelukannya. Mengambil mainan agar Yulna bermain di pangkuannya.

“Wonuuuu... Long time no see!” Kata Dika.

Wonwoo tersenyum mendongakkan kepalanya ingin membalas sapa ramah Dika sampai dia melihat sesosok pria tinggi, berbadan atletis, berkulit sawo matang, bermanik elang yang selalu dia rindukan — sangat dia rindukan kehadirannya — ada di belakang Dika. Kim Mingyu, dia datang hari ini. Kim Mingyu ada di sini, di depan wajah Wonwoo.

“Kak?” Wonwoo langsung berdiri sembari menggendong gadis cantik yang tadi ada dipangkuannya. Kaget. Dia belum mandi, belum memperelok penampilannya, hanya berbekal piyama ungu favoritnya dan Yulna digendongannya.

Pertemuan kedua setelah berpisah sekian lama, terasa mendebarkan. Kini jantung Wonwoo seperti ingin loncat dari tempatnya, otaknya membeku. Tak tahu apa yang harus dia ucapkan, lidahnya kelu.

“Dek.” Jawab pria itu dengan suara baritone-nya, suara yang sangat ingin Wonwoo dengar setelah pria itu mengabaikan message dan telefonnya beberapa minggu ini.

Jun mengambil Yulna dari Wonwoo yang masih bengong di tempatnya.

“Yulna sapa duluuu, ini uncle Dika. Yang ini uncle ayah. Haloo!! Say Hi!” Pinta Jun, mengambil tangan Yulna untuk dimainkan menyapa Om Dika dan Om Ayah(?)-nya.

“Kel kel Ka ka?” kata Yulna memanggil Dika.

“Haloo, anak cantiikkkk..” sapa Dika gemas — terlalu gemas. “Uncle Ayah juga di sapa dong, sayang!” Kata Dika, memposisikan tubuh Yulna di gendongan Jun tepat berada di depan badan Mingyu.

Yulna membuka lebar tangannya saat melihat Mingyu, meminta untuk digendong seraya berkata “Kel Yah?” Katanya.

Entah mengapa pagi itu mata Wonwoo terasa sangat panas melihat adegan di depannya, di satu sisi hatinya terasa lega karena Yulna akhirnya bertemu dengan Mingyu — ayahnya. Sedangkan di sisi lainnya dadanya sakit, merasa menyesal karena telah memisahkan mereka.

Yulna sudah ada di dekapan Mingyu, berbicara dengan cerewetnya. Mingyu sesekali menanggapi celotehan Yulna yang dia sendiri tidak tahu apa.

Mingyu mengambil langkah untuk mengajak Yulna mengitari apartemen yang sangat dia hafal bentuknya. Meninggalkan Dika, Hao, Jun dan Wonwoo ketika melihat interaksi anak dan ayah itu.

“Yulna ngga seakrab itu waktu gue pertama kali ketemu.” Kata Jun, tampak iri.

“Biarin aja, sayang. Itukan bapaknya. Detak jantungnya sama.” Kata Hao memeluk tunangannya.

“Nanti aku mau langsung punya debay ya, Hao?” Tanya Jun manja yang ditanggapi anggukan oleh Hao dan tatapan jijik oleh Dika.

“Iyuh! Najis!” Kata Dika.

“Dika! Bahasanya, awas kalau anak gue ngikutin!” Kata Wonwoo, menutup mulut Dika.

Sorry sorry. Gue lupa!” Kata Dika menutup mulutnya sendiri.

“Kok lo bisa bawa Mingyu?” Tanya Hao.

“Gue jemput, gue geret! Gue bilang mau ke IGD. Haha.” Kata Dika tenang.

“Pas sampe sini, apa ngga kaget?” Tanya Hao lagi.

“Ya kaget, mau kabur malahan tadi. Cuma ya geret lagi lah. Tadi masuk aja ditarik Jun.” Kata Dika lagi.

“Padahal, kalau belum mau ketemu ngga usah, Dik. Ngga enak sama kakak.” Kata Wonwoo, wajahnya lesu, air matanya mulai menggenang di pelupuknya ketika mendengar perkataan Dhika.

“Ngga mau ketemu gimana? Lo liat!” Kata Jun, mendongakkan kepala Wonwoo dan membalikkan badannya.

Pemandangan yang selalu menjadi mimpi untuk Wonwoo, melihat Mingyu sedang memangku Yulna dan membacakan dongeng di balkon apartemennya. Memeragakan beberapa jenis hewan yang ada di dalam buku dongeng untuk dijelaskan pada Yulna dan kemudian ditiru oleh anaknya.

They're like a mirrors. gumam Wonwoo.

Wonwoo mengembalikan posisi duduknya saat bersitatap dengan Mingyu, jarak mereka jauh memang sekitar 10 meter, namun Mingyu dapat merasakan ada mata yang menatapnya dan memalingkan wajahnya dari buku dongeng ke arah seorang pria — Wonwoo yang sedang melihatnya. Jantung Wonwoo berdetak lebih kencang. Otaknya tidak mampu memproses apa yang sedang terjadi sekarang.

“Nggg.. Dika mau minum apa?” Tanya Wonwoo yang sedikit salah tingkah.

“Apa aja, samain.” Jawab Dika santai.

“Kalau Kak Mingyu, mau minum apa ya?” Tanya Wonwoo kepada teman-temannya.

“Tanya sendiri lah. Mana gue tau!” Kata Dika yang ceplas-ceplos, senang melihat keadaan ini.

“Jus aja kali ya. Jus mangga. Kak Mingyu masih suka jus mangga kan ya?” Tanya Wonwoo melihat Hao, berharap kali ini pertanyaannya akan dijawab.

“Ngga tau, menurut lo?” Tanya Hao balik.

Wonwoo bingung saat ini. Dia melangkahkan kakinya menuju dapur, menyiapkan minuman untuk Dika dan Kak Mingyu yang baru datang. Jus kemasan favorit mereka yang sangat dia ingat, sering Mingyu dan dia beli ketika berbelanja bulanan, baik untuk rumah Mingyu maupun apartemennya. Wonwoo menyimpan banyak rasa mangga untuk Yulna, Yulna sangat menyukainya, sama seperti Mingyu, Jus Mangga kemasan itu adalah rasa favoritnya.

Wonwoo melangkahkan kakinya, membawa dua gelas minuman, kopi yang langsung dia berikan ke Dika dan satu gelas jus yang dia letakkan di meja bundar di samping Mingyu yang sedang duduk. Tanpa berkata.

“Jus? Mawww.” Pinta Yulna ketika Mingyu memegang gelas itu, Wonwoo berbalik, menghampiri Yulna dan menggendongnya. Mingyu masih memproses gerakan Wonwoo yang secara tiba-tiba, dia terdiam sembari memegangi gelasnya.

“Hei. Tidak boleh, cantik. Itu punya Uncle, punya Yulna ada di kulkas. Yuk ikut papa.” Kata Wonwoo, Yulna berontak, menggoyangkan kakinya di tubuh ramping Wonwoo dan menangis.

“Ndaaaa... jusss nnaaaaa..” teriaknya menatap gelas yang dipegang Mingyu, sembari menghisap tangannya. Mingyu kaget melihat itu.

“No. Itu bukan punya Yulna. Cep cep.. Kita ambil punya Yulna ya.” Kata Wonwoo dengan sedikit berbisik, mengelap air mata anaknya itu, dan mengecup penuh sayang pipi gembilnya.

Ketika Wonwoo hendak melangkahkan kakinya, Mingyu menghentikannya.

“Ehem. Ngga pa-pa, minum bareng aja sama uncle ayah. Uncle lagi ngga sakit kok.” Kata Mingyu, menghampiri mereka berdua. Mengambil alih untuk menggendong Yulna yang masih terisak dan membiarkan anaknya meminum jus mangga dari gelasnya.

S-sorry, Kak. Ngga biasanya Yulna minta yang bukan punya dia.” Kata Wonwoo, memelintir ujung piyamanya. Entah harus berbuat apa dia di hadapan Mingyu. Dia bingung.

“Iya, ngga pa-pa. Namanya juga anak kecil.” Jawab Mingyu, memberikan gelasnya kepada Wonwoo yang sudah diminum Yulna dan mulai menggendong anak gadis bongsor itu lagi untuk masuk ke dalam.

Wonwoo masih terpaku. Mungkin ini kali ya rasanya punya pasangan, bisa gantian jagain Yulna. Pasangan you said? Don't ever ever dream about it, Jeon Wonwoo. Kim Mingyu is too far away. gumam Wonwoo. Pria berkacamata itu langsung mengambil buku dongeng Yulna dan menutup pintu balkon. Menghampiri teman-temannya dan meletakkan gelas jus milik Mingyu di sana.

“Oh, by the way Dika, gue udah terima shopping bag dari lo buat Yulna, thank you.” Ucap Wonwoo berusaha untuk tersenyum.

Shopping bag? Gue? Mingyu kali, kan kemaren yang belanja Mingyu. Yakan, Hao?” Tanya Dika santai, Hao terlihat sedikit panik. Dan nyengir, begitupun Jun. Wonwoo menatap kedua pasangan itu penuh curiga.


“Kita bertiga balik dulu kali ya, Won?” Kata Hao setelah berbincang-bincang mengenai rencana pernikahannya dengan Jun kepada Wonwoo.

“Mingyu gimana?” Tanya Dika.

“Biarin aja, punya kaki. Lagi asik kali main di kamar. Daritadi ngga ada suaranya.” Kata Jun, berdiri dan pamit.

Setelah temannya pulang, Wonwoo pun mengecek keadaan di dalam kamarnya dan benar saja, kini yang dia lihat adalah Yulna sedang tertidur di dada bidang Mingyu yang juga tertidur di atas tempat tidur. Dada yang selalu menjadi tempat ternyaman untuk Wonwoo, ternyata tempat yang nyaman juga untuk Yulna. Mendengar detak jantung Mingyu yang teratur saat tertidur adalah dentingan nada indah yang akan membawa Wonwoo ke mimpi indahnya, mungkin itupun yang sedang Yulna rasakan saat ini.

Dilangkahkan kakinya ke dalam ruang tidur utama itu, diselimutinya kedua manusia kesayangannya secara perlahan takut membangunkan keduanya — dia lupa bahwa Mingyu dan sang anak adalah dua makhluk yang sulit terganggu saat sudah lelap.

Perlahan Wonwoo itu melangkahkan kakinya keluar, kembali ke ruang tengah dan merapihkan ruang yang sedikit berantakan karena kehadiran ketiga tamunya tadi. Setelah itu, dia terdiam menatap layar televisi yang menyala di hadapannya dengan fikiran yang melayang entah kemana.

Dan siang ini, ada Wonwoo yang tertidur di ruang tengah terbangun dengan tubuhnya yang sudah diselimuti. Wonwoo terduduk dan tak berapa lama dia segera berlari menuju kamarnya, ketika terdengar suara Yulna menangis dan terduduk sendirian — Mingyu sudah tidak ada di sana.

Wonwoo segera menggendong anak gadisnya, berusaha menenangkannya. Menimang-nimangnya dan jurus terakhir adalah memberikannya sebotol susu.

Wonwoo yakin tadi dia sedang tidak bermimpi, namun, semua itu terasa seperti tidak mungkin. Dan kini dia yakin, itu memang mimpi.

The Game that Never Ends


[Narasi 6] – Part of Backstage 🔞 Universe
CW// harsh and informal words, explicit matured content 🔞
TW// kinky kinda sex, blowjob, fingering, licking, foreplay, drunk etc.

Tepat hari Sabtu di mana anak-anak the Basecamp menjadikan kontrakan Mingyu, Ichan, Jihoon dan Seokmin sebagai point meeting kali ini, Wonwoo yang tadi pagi mengantarkan Seungkwan berangkat kuliah sudah sampai di sana. Menelepon Jihoon untuk dibukakan pintu karena lupa membawa kunci cadangan yang pernah diberikan Mingyu.

“Cimol, please banget gue udah di depan.” kata Wonwoo ketika nada ke tiga dia mendengar sapaan halo dari seberang sana.

“Dan urusan gue adalah?” tanya sahabatnya itu acuh.

“Bukain ih! Gue mau masuk!” kata Wonwoo yang sudah memarkirkan mobilnya di samping selokan kecil yang berada di depan rumah kontrakan yang cukup besar itu.

“Ngga mau, bangunin aja si Mingyu!” kata pria kecil di seberang sana yang sudah melihat Wonwoo keluar dari mobil dan berada di depan pagar berwarna abu-abu itu dari jendela kamarnya.

“Gue manjat nih ya!” kata Wonwoo.

“Manjat aja, paling dikira maling!” tantang Jihoon.

“Sumpah ya! Cepet ih! Dingiin, mau ngangetin badan.” keluh Wonwoo.

“Lagian ini masih jam 8, Jeon Wonwoo. Dan gue lagi enak tidur.” kata Jihoon.

“Ngomong sama siapa sih lu, masih pagi! Sini bobok lagi!” ada suara serak seorang pria lainnya di ujung sana.

“Suara siapa, Mol?” tanya Wonwoo yang kini foksusnya sudah terdistraksi dengan suara pria lain dari sambungan itu.

“Suara apaan? Kagak ada. Handphone lo ada hantunya kali!” elak Jihoon.

Let me pretend that I don't know, now, open this fucking gate, Lee — Ji — Hoon!” kata Wonwoo menekankan nama sahabatnya itu. Jihoon langsung mematikan sambungan teleponnya dan muncul di depan teras rumah itu.

“Ganggu! Gue lagi enak tidur!” kata Jihoon sambil membukakan gerbang dengan malas-malasan.

“Enak tidur sama siapa sih semalem?” tanya Wonwoo jahil, melangkah masuk ke pelataran rumah kontrakan itu, dan menggembok pagarnya lagi. Berjalan mengikuti Jihoon untuk masuk ke dalam.

“Bukan siapa-siapa.” jawab Jihoon menggaruk lehernya.

Your neck simply answers it all. Ngga usah dijawab, nanti aja. I'm sleepy.” kata Wonwoo setelah melihat ada beberapa tanda kemerahan dilekukan leher temannya dan beberapa tanda kebiruan yang terpampang di belakang tengkuk bawah, terlihat samar tapi tidak juga untuk mata jeli Wonwoo.

Wonwoo berjalan meninggalkan Jihoon yang sedikit bingung akan kalimat teman dekatnya, karena sejujurnya dia bahkan belum melihat dirinya yang berantakan pagi ini di depan kaca. Sehingga, dia tidak mengindahkan kalimat yang menurutnya acak datang dari mulut seorang Jeon Wonwoo. Wonwoo menghilang dibalik pintu kamar kekasihnya yang tidak terkunci pagi ini dan Jihoon ke kamar mandi sebelum kembali ke kamarnya.

“ANJING!!! KWON SOONYOOOUUUUNG!!!!” teriak seorang dari kamar mandi atas — jelas itu suara Jihoon. Yang membuat Seokmin, Ichan dan orang yang dipanggil terbangun dari tidurnya dan keluar, menuju arah suara.

“Heh! Hoon! Kenapa lo?” tanya Seokmin sambil mengetuk pintu kamar mandi pagi itu, bangun dengan keadaan kaget yang membuat kepalanya sedikit berdenyut.

“Kenapa, Bang?” tanya Ichan yang segera naik ke lantai atas sambil mengucek mata dengan punggung tangannya, bertanya dan berdiri di samping Soekmin — di depan pintu kamar mandi, yang dijawab gelengan tak tahu dari Seokmin.

Orang yang namanya dipanggil tadi masih menggunakan boxer bermotif macan pendek yang dipadu padankan dengan kaos kutang berdiri sambil menggaruk lehernya.

“Lo kapan sampe?” tanya Seokmin sedikit kaget melihat ada temannya di sini.

“Semalem deh. Ini anak kecil kenape teriak?” kata pria yang ditanya dengan suara yang serak.

“Ngga tau, manggil nama lo, Bang!” kata si yang paling kecil di antara mereka bertiga.

“Gue ngga kenapa-napa! Lo semua mending tidur lagi!” kata pria yang ada di dalam sana.

“Bener lo ya! Jangan mati dulu, Hoon!” kata Seokmin, berbalik dan kembali ke kamarnya, begitupula Ichan yang turun dan kembali ke kamarnya.

“Ssstt.. Ssstt.. Chan, kenapa?” tanya Wonwoo mengintip dari pintu kamar Mingyu — berbisik, sebelum pria yang dipanggil masuk ke kamarnya.

“Astaghfirulloh!” kata Ichan tersentak kaget ketika melihat kepala Wonwoo dari pintu kamar abangnya. “Kaget, gue kira kuyang!” katanya lagi.

“Sembarangan!” kata Wonwoo yang akhirnya menampakkan badannya di depan daun pintu kamar Mingyu. “Masih manusia belom jadi kuyang.” kata Wonwoo lagi.

“Jihoon kenapa?” tanya Wonwoo masih fokus dengan niatnya membuka pintu kamar Mingyu.

“Ngga tau tuh, katanya ngga pa-pa.” jawab Ichan yang dijawab anggukan oleh Wonwoo, berbalik meninggalkan Ichan seakan puas dengan jawaban adik tingkatnya itu dan menutup serta mengunci kamar Mingyu.


Wonwoo yang kini sudah membuka celana jeans-nya, hanya menyisakan sweat-shirt oversized milik Mingyu, menyusupkan badannya ke selimut Mingyu dan merebahkan badannya di samping tubuh bulky sang kekasih.

Kebluk!” kata Wonwoo sembari mengecup wajah Mingyu asal. Masih tak bergeming pria di sampingnya itu, Wonwoo-pun memeluk erat perut Mingyu yang masih terlelap tanpa sadar dan sesekali mengelus perut kekasihnya yang keras karena otot jadi di dalam sana.

“Kim Mingyuuu~” Bisik Wonwoo, di telinga Mingyu. Mingyu bergeming, menarik dan memeluk Kitten-nya itu kedalam pelukan.

“Ihs, bangun dong, main sama aku.” kata Wonwoo dengan nadanya yang manja.

“Tidur.” kata Mingyu dengan suara seraknya, semakin merapatkan tubuh mereka, menyilangkan kakinya ke pinggang Wonwoo seakan Wonwoo adalah guling.

“Udah pagi tapi, Gyu.” kata Wonwoo dari dalam dekapan Mingyu. Menciumi dada sang kekasih yang masih berbalutkan sleeveless shirt berwarna hitamnya.

“Don't you dare to tease me.” bisik Mingyu dan mengecup pucuk kepala sang kekasih.

“Okay.” jawab Wonwoo tenang dengan senyuman jahilnya.

Wonwoo tidak dapat tertidur lagi, dia hanya memandangi dada kekasihnya, sudah berlangsung sekitar sepuluh menit. Waktu masih menunjukkan pukul 9 pagi dan Mingyu masih tertidur.

'Ya Tuhan, bosan. Gangguin ah!' gumam Wonwoo. Wonwoo mulai menyisipkan tangan rampingnya yang bebas ke dalam sleeveless shirt sang kekasih melalui celah dari bahan yang ada di bawah ketiak Mingyu.

“Wonwoo..” kata Mingyu yang dijawab oleh cengiran dari Wonwoo dan semakin menjelajahi kulit sang kekasih di sana. Mengelusnya, menggesekkan halus jari telunjuknya dengan kulit Mingyu dan seakan menuliskan sesuatu di sana.

“Hmm.. I love you more.” jawab Mingyu menanggapi gesture sang kekasih, masih memejamkan matanya.

“Kok tau?” tanya Wonwoo yang dijawab oleh kecupan Mingyu dipinggir bibir sang kekasih.

Wonwoo mengulangi lagi gesture yang sama dengan tulisan yang berbeda dan membuat sang kekasih membuka matanya.

“Berasa emang?” tanya Mingyu mengangkat kepalanya, kaget.

“Iyalah, nabrak 'punya' aku.” kata Wonwoo sembari tertawa, hidung berkerutnya yang menggemaskan, tawanya yang tergelak tak luput dari tatapan Mingyu. Digigitnya hidung kekasih gemas.

“Ah, Mingyu! Sakit!” kata Wonwoo mengeluarkan tangannya dari balik kain fabrik sang kekasih dan mengelus hidungnya.

“Lagian gemesin.” kata Mingyu, kembali dengan posisi sebelumnya.

“Serius ngga mau?” tanya Wonwoo dengan nada nakalnya. “Kamu tidur aja, biar aku bantuin. Aku bosen.” kata Wonwoo lagi.

“Ngilangin bosen kok blowjob?” tanya Mingyu masih memejamkan matanya, membalik tubuh kekasihnya dan memeluk sang kekasih dari belakang, masih menjadikan tubuh Wonwoo sebagai gulingnya.

“Kan, sekarang malah nabrak belakang aku!” kata Wonwoo.

“Ini kamu sengaja ngga pake boxer?” tanya Mingyu, melepaskan tautan kakinya dan mengelus paha kekasihnya yang polos dan menciumi tengkuk belakang Wonwoo berkali-kali.

“Ngh.. iya..” jawab Wonwoo, bulu halus tubuhnya terasa meremang dengan kecupan dan belaian tangan Mingyu yang kini sudah berada di bawah belahan benda sintal di belakang sana, mengelus hingga ke depan, dan ke dalam selangkangannya.

“Ihs.. mph—” desahan pelan mulai keluar dari bibir manisnya.

“Yang! Ahh.. Licik..” kata Wonwoo yang merasakan pinggulnya dijepret oleh karet celana thong yang ia gunakan pagi ini.

“Terus ini sengaja pake celana gini?” tanya Mingyu, mengelus pinggul yang terkena sentuhan keras dari karet tadi.

“Iya, semua sengaja.. ngh—” desahnya perlahan ketika Mingyu sudah mulai mengelus tonjolan di bawah sana.

“Wait!” Wonwoo melepaskan tangan Mingyu dari kejantanannya. “Kamu licik! Ming—nghh—” kata Wonwoo yang diimbuhi dengan desahan lagi saat Mingyu mulai menyesapi tengkuk Wonwoo yang memiliki harum manis, dan selalu memabukkan Mingyu.

“Mingyuu! Tunggu bentar, ini kamu licik dari belakang dan ngunci aku gini. I can't take revenge.” protes Wonwoo.

“Siapa yang bandel duluan?” tanya Mingyu, membalikkan badan Wonwoo untuk menghadapnya dan mengaitkan kaki mereka di bawah bedcover tersebut.

“Aku. Hehe.” cengir Wonwoo sembari mengelus lembut surai kekasihnya yang berantakan seperti singa pagi ini. “Abis tadi nabrak.” jawabnya lagi.

“Ngga pa-pa, Kitten. Nanti aku yang keenakan.” kata Mingyu, mengecup singkat bibir kekasihnya yang dibalas oleh senyuman Wonwoo.

“Baiklah.” kata Wonwoo bangun dari tempat tidur dan mencari sesuatu dilaci kamar kekasihnya.

“Ngapain?” Tanya Mingyu, Wonwoo hanya menggeleng.

Pria yang memvuat Mingyu selalu menggila itu suda membawa sebuah tube yang bertulisakan intimate lube and massage gel bersamanya dan menelusupkan tubuh rampingnya kembali ke bawah bedcover kali ini, bukan mengincar tubuh Mingyu namun gundukan di selangkangan kekasihnya yang sedari tadi mengganggunya — membuat kejantanannya pun terbangun walaupun belum mengeras sepenuhnya. Membuka boxer Mingyu dan membiarkan benda kenyal yang mulai mengeras itu mencuat keluar.

Wonwoo tersenyum, mulai mengecupi puncak benda itu, mengambil lube yang dia bawa, mengambil sedikit untuk memijat gundukan kembar di bawah sana, sedangkan mulai mengulum benda itu dengan rongga mulut hangatnya. Suara Mingyu mengerang, mendesah, dan memanggil nama Wonwoo berkali-kali tanpa meminta Wonwoo untuk menghentikannya, malah dia menyampirkan bedcover yang menutupi badan sang kekasih dan melihat kekasihnya yang sedang 'bekerja' dibawah sana, sembari mengelus surai Wonwoo.

“Oh, shit Wonwoo.” Mingyu mulai mengangkat pinggulnya, memasukkan kejantanannya lebih dalam ke dalam rongga Wonwoo.

Easy, Big Guy!” kata Wonwoo dengan senyumnya yang menyeringai ketika kejantanan Mingyu semakin menegang di hadapannya.

“Ngga usah lanjut ya? Katanya ngga mau.” kata Wonwoo lagi sembari menggoda Mingyu yang kini sudah dalam keadaan totally bangun, baik dirinya maupun kejantanannya. Pun dengan kejantanan Wonwoo yang mulai berontak ingin keluar dari thong-nya.

Fuck Jeon Wonwoo!” kata Mingyu yang melihat Wonwoo tersenyum jahil sudah terduduk bersila menghadapnya. Mingyupun mendudukkan badannya dan menyenderkan badannya di dashboard tempat tidurnya.

“I told you, don't tease me. I can wreck your body this morning, Kitten.” jawab Mingyu sembari menggenggam miliknya di bawah sana.

“No no.. Don't touch it. Thats mine!” kata Wonwoo menghempaskan tangan Mingyu dari kejantanannya. “Go ahead and wreck me.” kata Wonwoo berbisik dengan desahannya di depan wajah Mingyu.

Mingyu langsung mengambil tengkuk Wonwoo dan mengulum bilah manis bibir Wonwoo yang tipis, dari bibir bawahnya, ke bibir atasnya, begitupun dengan Wonwoo yang menyeimbangi gerakan Mingyu. Pria dominan itu melepaskan sweat-shirt dan kain tipis yang menutupi penis Wonwoo, mendudukkan sang submissive di pahanya, meremat dan mengelus benda kenyal Wonwoo di belakang sana dengan desahan demi desahan yang tenggelam didalam bibir mereka yang bertaut.

Mereka melanjutkan permainannya hingga kejantanan mereka mengeluarkan muatannya, Mingyu yang mengeluarkannya di dalam lubang Wonwoo yang berlapis kondom di sana dan putih Wonwoo yang berhamburan di perut Mingyu.

Wonwoo menciumi dada kekasihnya sembari tertawa, mengingat kejahilannya pagi ini yang berakhir dengan tubuhnya yang membusung dan desahan-desahanya yang memenuhi kamar Mingyu ketika Mingyu menghantakkan kejantannya berkali-kali di lubang sempit milik Wonwoo ketika Wonwoo berada di atasnya — barusan tadi. Sedangkan Mingyu mengelus punggung telanjang kekasihnya yang berkeringat sama dengannya ikut tertawa.

“Never ever do this anymore, Kitten. You know that I can't reject you.” kata Mingyu mengecupi pucuk kepala Wonwoo.

I know. Makanya, nghh.. No no.. wait!” kata Wonwoo saat merasakan Mingyu ingin melepaskan tautan mereka.

“Kenapa?” tanya Mingyu.

“Tunggu sebentar, aku lagi enak.” jawab Wonwoo dengan asal.


Jam 12, seperti yang dijanjikan oleh panitia inti UNTARVOLUTION 2021 kini rumah kontrakan Mingyu, Jihoon, Seokmin dan Ichan yang biasanya tampak luas terasa sempit karena ada 13 manusia yang sedang berkumpul di ruangan tengah secara melingkar. Di tengah-tengah sudah ada berbagai jenis minuman kaleng dan cemilan yang sudah Seokmin siapkan untuk meeting kali ini.

“Won, lo ngga mau duduk normal aja? Harus dipangku Mingyu?” Tanya Jeonghan ketika melihat Wonwoo duduk dipangkuan Mingyu.

“Sempit, Kak Han.” alasan Wonwoo, ya memang sempit sih, tapi sebenarnya Wonwoo bisa menggunakan kekuatan super nya — menciut. Namun hari ini tampaknya tidak akan dia gunakan karena dia masih ingin berada dipelukan Mingyu.

“Biarin aja, Kak Han. Nanti juga Mingyu pegel.” kata Jihoon yang kini sudah menggunakan turtleneck shirts-nya, menutupi lehernya.

By the way, lo ngga panas pake turtleneck siang melompong gini di Jakarta?” tanya Kak Han.

“Hari ini lo banyak nanya deh, Kak. Lo sugar rush?” balas Jihoon, yang dibalas oleh Jeonghan yang mengindikkan bahunya.

“Udah bisa dimulai belum ini rapatnya?” tanya Seuncheol melihat personilnya yang masih sibuk sendiri dan berbincang masing-masing.

“Bisa!” jawab yang lainnya dengan kompak ketika mendengar pertanyaan ketua event.

“Udah tinggal 2 bulan lagi, ada kesulitan ngga buat nyiapin semuanya?” tanya Seungcheol.

“Gue sih, Bang.” kata Wonwoo.

“Apa Won? Elo tuh pilar acara ini, jangan sampe kenapa-napa.” kata Seuncheol terkejut ketika mendengar Wonwoo mengajukan dirinya.

“Tiket sih. Tiket kita tuh masih berapa kemarin, Kwan? 5 ribu lagi?” kata Wonwoo. “Sedangkan waktu kita tinggal 2 bulan.” kata Wonwoo lagi.

“Kita kemarin cetak berapa? Kapasitas berapa?” tanya Seuncheol.

“30 ribu tiket. Kapasitas asli 50 ribu, kita kurangin untuk booths dan 2 panggung.” kata Seokmin.

“Anak UNTAR yang free udah berapa yang ngambil?” tanya si ketua panitia lagi.

“14.000 masih kurang 500 lagi sih. Kalau ngga salah harusnya ada 14.500 sarjana dan pasca ya.” jelas Seungkwan.

“Ya bagus, berarti udah 11ribuan. Profit kita udah diitung, Hoon?” tanya Seungcheol ke bendahara umum.

“Aman sih, semua masih aman banget malah.” kata Jihoon.

“Nanti H-7, baru kita jual buy 1 get 1 kalau memang masih belum habis, Nu.” kata Seungcheol.

“Gue yakin abis sih, guest star kita ada 2. Belum yang surprise guest star.” kata Joshi meyakinkan Wonwoo.

Surprise Guest Star langsung kejang se stadium. Yakin gue. Wonwoo emang sinting!” kata Soonyoung yang diikuti oleh gelak tawa teman-teman yang lain.

“Jadi, bukan masalah ya, Nu, Kwan? Ngga usah kebeban.” kata Seungcheol yang diikuti dengan anggukan oleh Wonwoo dan Seungkwan.

“Ada lagi ngga?” tanya Seungcheol lagi, sembari memakan potato chips digenggamannya.

“Dokumentasi volunteer lo ada berapa sekarang?” tanya Jeonghan ke Mingyu dan Hao.

“Ada 3, Kak. Nanti gue taro di booths-booths aja, gue sama Hao fokus di main stage, terus Jae di stage satunya.”

“Yang video-in stage satunya siapa?” tanya Joshi.

“Masih nyari, kak. Gue bingung ada sih anak tingkat 3 yang jago banget, pernah menang “Indie Motion*. Tapi ngga enak gue ngajaknya.” jawab Mingyu.

“Kenapa?” tanya Seungcheol.

“Segen aja, masa gue suruh-suruh kating. Kan ngga sopan, apalagi gue kan kepala sie-nya, nanti disangka nyuruh-nyuruh.” kata Mingyu.

“Sama gue kok lo kurang ajar?” tanya Seungcheol.

“Sama lo doangmah ciihhh.” jawab Mingyu yang dilempari “potato chips* oleh Cheol. “Bantuin kek. Malah lemparin makanan.” keluh Mingyu.

“Siapa sih?” tanya Seokmin, penasaran.

“Si Bang Ravi, Seok.” kata Mingyu.

“Wah, tampangnya sih tengil.” kata Seokmin setelah mendengar namanya.

“Oh yang tinggi pacarnya Kak Taeyeon bukan?” tanya Hansol, yang dijawab anggukan oleh Mingyu dan Seokmin.

“Ganteng ngga, yang?” tanya Wonwoo dengan nada yang centil, menggoda Mingyu, pria ramping itu masih dengan khidmatnya bertengger di paha sang kekasih.

“Gantengan akulah.” jawab Mingyu.

“Masa? Hmm.. penasaran.” kata Wonwoo mengambil ponsel-nya, berniat mencari tahu.

“Mau ngapain?” tanya Mingyu ketika melihat kekasihnya membuka benda pipih yang ada digenggamannya.

“Kepo!” kata Wonwoo.

“Kalau kamu cari tau yang namanya Ravi, asli, malem ini kamu pulang aja. Ngga usah nonton End Game.” kata Mingyu, mengancam.

“Serius?” kata Wonwoo, membelalakkan matanya yang dibalas dengan anggukan yakin oleh Mingyu.

“Tadi pagi aku udah dapet jatah kangen. Kalau kamu masih kurang ya, pikirin aja.” kata Mingyu santai dengan nada yang serius dipendengaran Wonwoo.

Damn, Kim Mingyu! When your dominant appears like this, you're sexy, really.” jawab Wonwoo mencium pipi Mingyu dan meletakkan ponsel-nya yang dibalas dengan senyuman menyeringai dan kecupan dari Mingyu di pipi Wonwoo serta pelukan gemas.

“Yak! Kambuh, guys! Lanjut!” kata Soonyoung mengembalikan sepasang kekasih itu pada realita, bahwa mereka kini masih ditengah-tengah meeting.

“Gue lagi ngga sawan, anjing!” kata Wonwoo melempar plastik roti utuh ke arah Soonyoung yang langsung ditangkap oleh sang sahabat dan dimakan. Mengangkat plastik tanda terima kasih sudah dilempar apa yang dia inginkan daritadi. Sial.

“Nanti gue ngomong ke Ravi. Lo urus sisanya, Ming.” Final Seungcheol yang dijawab dengan anggukan dari Mingyu.

Meeting hari ini berakhir agak malam, karena 60% dari mereka bercanda tidak karuan. Dan seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya di group kalau malam ini mereka akan pesta amer — anggur merah. Hansol sudah membawa botol amer yang cukup banyak untuk ditenggak habis malam ini. Joshua dan Seungcheol sudah menyiapkan pizza ukuran besar beberapa kerdus pipih, sedangkan tuan rumah sudah menyiapkan 3 basket ayam goreng crispy untuk mereka semua. Wonwoo sudah menyiapkan beberapa obat mabuk untuk membantu hangover anak-anak esok pagi dan sisanya hanya membawa tubuh mereka dan berniat menghabiskan semua.

Dari yang mereka menonton series di Netflix hingga berbincang-bincang ngalur-ngidul dan melupakan tontonan mereka — hampir setengah orang di sana mabuk. Wonwoo dan Jeonghan yang memiliki high alcohol tolerance masih memperhatikan teman-temannya. Sedangkan Jihoon, Seungkwan dan Joshua yang tidak minum alkohol melakukan hal yang sama sembari menyilangkan tangannya di dada. Mingyu yang setengah mabuk dan sisanya mabuk total. Jihoon membawa Soonyoung naik ke kamarnya. Wonwoo memberikan spare bantal dari kamar tamu yang diberikan Jihoon untuk teman-temannya yang akan tidur di ruang tengah. Jeonghan dan Joshua kini sedang merapihkan manusia-manusia mabuk dan masih meracau.

“Lo yakin kan udah ngga suka Seokmin, Josh?” racau Seungcheol saat Joshua membenarkan posisinya. Jeonghan, Wonwoo dan Seungkwan kaget ketika mendengarnya. Joshua tidak mengindahkannya.

“Kenapa masih disimpen anjing – hik – fotonya, yang?” tanya Seungcheol lagi. “Apus dong, Cinta. Aku cuma – hik – mau ada foto – hik – aku di sana.” keluh Seungcheol. Mata Jeonghan terbelalak, kaget. Seungkwan dan Wonwoo pura-pura tidak mendengarnya dan kembali memperbaiki posisi temannya yang lain.

“Kwan ah – hik – lo gemesin sumpah!” kata Hansol memegang pipi adik kandung Wonwoo itu. Wonwoo, Jeonghan dan Joshua yang melihat itu mengulum bibirnya menahan tawa ketika melihat wajah pria gemas yang tidak mabuk itu berubah menjadi merah padam.

“Lo sih – hik – susah banget pe – ka!” kata Hansol lagi. “Gue – hik – tunggu, Kwan. Hehe. Tenang aja. Hehe.” Cengir Hansol yang kemudian tertidur lagi. Detak jantung Seungkwan berdetak lebih cepat dari biasanya, confession yang mendadak itu membuatnya terkejut dan bingung.

“Chan, gue tidur di kamar lo ya!” izin Seungkwan yang tidak dibalas apapun oleh si yang punya kamar, tapi dia langsung berlari menuju kamar Ichan yang berada di lantai bawah — seberang kamar Mingyu, yang diikuti oleh gelak tawa Wonwoo, Jeonghan dan Joshua.

“Gue bawa Seokmin ke kamarnya ya.” kata Jeonghan yang dibalas anggukan oleh Wonwoo dengan Joshua yang terdiam membatu.

“Kak Josh tidur di mana? Ada ruang tamu di atas ya! Sebelah kamar Ichan.” kata Wonwoo, sudah menganggap kontrakan ini rumahnya. “Aku masuk dulu bawa anak beruang ini.” kata Mingyu yang linglung karena sudah setengah mabuk yang sudah memeluk Wonwoo dari samping.

“Oke, Nu. Thanks.” jawab Joshua. Dan Wonwoo meninggalkannya di sana, kembali terdiam mengingat apa yang dia lihat — melihat kembarannya membawa orang yang pernah mengisi hari-harinya — dulu.


Kitten, take off your clothes! Aku kepanasan masa.” keluh Mingyu.

“Kalau kamu yang kepanasan, ya kamu yang buka baju, Big Guy.” kata Wonwoo melucuti semua pakaian kekasihnya yang setengah mabuk itu. Mingyu membiarkannya. Pasrah.

“Jadi nonton End Game ngga?” tanya Mingyu berdiri dengan tubuhnya yang kini sudah full naked ke arah TV 36 inch yang ada dikamarnya dan menyalakan film secara acak.

“Kamu tuh mabuk ngga sih?” tanya Wonwoo.

“Dikit. Aku masih sanggup 3 ronde. Haha.” tawanya.

Sedikit mabuk ya? Ronde ke 2 ambruk awas aja! gumam Wonwoo.

“Itu yang kamu play bukan End Game.” kata Wonwoo yang mengambil alih remote yang dipegang Mingyu.

Whatever the movie, toh filmnya yang nontonin kita. Hehe.” Cengirnya sembari memeluk kekasihnya yang masih menggunakan pakaian lengkapnya dan menciumi bahunya.

“Yaudah, sini!” tarik Wonwoo ke pinggir tempat tidur, memerintahkan sang kekasih untuk duduk dan mempertontonkan gerak tubuhnya saat sedang membuka fabrik yang menutupinya satu persatu.

Kitten, thong-nya jangan dibuka.” kata Mingyu menarik Wonwoo untuk duduk berhadapan dengannya. Mengecupi asal wajah Wonwoo.

Wonwoo menangkup pipi kekasihnya itu, mencium bibir ranum yang lebih tebal darinya dengan lumatan sayang awalnya, terasa pahit rasa amer di sana. Kemudian lumatan-lumatan itu berubah menjadi lumatan intens penuh dengan nafsu yang dikendalikan penuh oleh Wonwoo. Wonwoo mulai menjelajahi leher jenjang milik Mingyu, memberikan tanda kemerahan di sana, yang dibalas dengan desahan-desahan dari suara baritone milik Mingyu. Darahnya berdesir mendapatkan afeksi dari Wonwoo. Tangan bebas pria berkacamata itu sudah memilin dan mengelus puting Mingyu, kemudian bibir Wonwoo berhenti dilipatan leher dan bahu milik Mingyu, menggigitnya.

“Nghhh.. Sakit! Kitten!” kata Mingyu. “Don't bite! kita lagi ngga di ABO universe!” omel Mingyu yang dijawab tawa jahil oleh Wonwoo, mencium bekas gigitan kecilnya dan kembali menjelajahi collarbones sang pria yang lebih tinggi darinya itu.

Saat ini tubuh Mingyu sudah menyender di kepala tempat tidur dengan Wonwoo yang sedang mengulum satu sisi tonjolan kecil di dada milik Mingyu dan yang satunya lagi sedang dipilin dengan gerakan memutar. Mingyu mendesah.

Kitten” panggil Mingyu saat merasakan telapak tangan Wonwoo yang dingin sudah menyentuh kejantanannya yang sudah sedikit terbangun. Wonwoo menjelajahi perut berotot Mingyu dengan kecupan-kecupan dan tangan yang lincah menggoda di bawah sana.

Call me by my name, Kim Mingyu.” pinta Wonwoo.

“Ngghh.. Jeon Wonwoo sayaaanghh.” Rintih Mingyu.

Yes, like that.” kata Wonwoo. Kini bibirnya sudah mengecup kepala kejantanan Mingyu yang belum tegak sempurna, Wonwoo mengulumnya bagaikan permen lollipop di sana sembari memijit bola yang menggantung di bawahnya. Mingyu mendesah memanggil nama Wonwoo dengan suara nikmatnya. Wonwoo suka itu.

“Angh! Damn Jeon Wonwoo.” erang Mingyu.

Pria yang memiliki tubuh ramping itu merasakan kejantanan milik Mingyu sedikit demi sedikit semakin membesar dan mengeras. Wonwoo melepaskan kulumannya, menjauhkan badannya, membuka celana thong-nya dengan gaya erotis, mengambil lube yang tadi pagi mereka gunakan dan 'menyiapkan' dirinya sendiri. Satu persatu jarinya yang sudah basah masuk kedalam lubang analnya, mendesah dan meracau memanggil nama Mingyu. Mingyu menonton pertunjukkan sang kekasih dengan memijit kejantanannya sendiri.

“Oh Shit Wonwoo, kamu sexy banget. Nghh.” Erangnya yang melihat Wonwoo yang kini sedang menliuk-liukkan tubuhnya.

“Sini! Aku lanjutin!” kata Mingyu lagi, menarik kekasihnya.

Pria berkulit pale itu sudah berbaring dengan Mingyu yang berada di antara kaki Wonwoo, kini sudah memasukkan satu jarinya ke dalam lubang Wonwoo di bawah sana yang sudah basah, satu jari masuk dengan lancar.

Make it three! Nghhh.. udah bisa masuk tiga, Mingyu! Ahh!” Rintihnya ketika 3 jari Mingyu sudah masuk dan mengacau di dalam sana. Mengincar sweet spot milik kekasihnya yang sangat dia hafal dimana letaknya. Wonwoo berantakan dengan perasaan yang nikmat di sana, mencengkeram seprai tempat tidur itu yang sudah semakin berantakan.

Yes, there Babe. Mph.. ngghh..” desah Wonwoo ketika Mingyu menumbuk titik sensitifnya dengan ketiga jarinya.

Call me by my name, Jeon Wonwoo.” balas Mingyu, dengan suara beratnya.

Damn you so hot, nghhh Mingyu.” racau Wonwoo yang semakin acak.

“I love your hole. Yes. Wonwoo.” jelas Mingyu saat mengacaknya.

“Yang, masukin I can't handle this any.. ih—” rintih Wonwoo.

“Minta tolongnya mana?” Tanya Mingyu, merubah tempo gerakannya menjadi pelan yang menghasilkan keluhan dari Wonwoo.

“Kok pelan? Ihs.. Please do it faster, Big Guy.” pinta Wonwoo yang dibalas gelengan.

Wrong password, sayang.” Kata Mingyu menjilati puting Wonwoo dan menggigit gemas tonjolan pink kecoklatan itu, menggoda kekasihnya habis-habisan.

Please, Daddy? Nghh..” tanya Wonwoo yang masih dijawab gelengan.

Still wrong, cintaku.” Kata Mingyu, menurunkan bibirnya ke arah kejantanan sang kekasih yang sudang menegang sempurna dengan jilatan-jilatan seperti sedang menikmati popsicle yang membuat Wonwoo semakin berantakan.

Babe, I can't take any longer, please fill me.. nghhh.. I wanna cum. Hngg..” desah Wonwoo, mencoba menahan keinginannya untuk mengeluarkan putihnya.

No, you can't” kata Mingyu, menghentikan kegiatannya.

Mingyu memijat kejantannya, melapisinya dengan kondom yang sudah disiapkan Wonwoo di meja sebelah tempat tidurnya, menggendong Wonwoo ke dalam pelukannya, memojokkan pria ramping itu ke tembok yang berwarna abu-abu muda, Wonwoo melingkarkan kakinyan di pinggal Mingyu dan Mingyu memasukkan sekaligus kejantanannya di sana.

“Aaaaaghhh! Wait! Sakit gila!” Omel sang submissive memukul lengan kekasihnya lemah, matanya berair merasakan perih.

Sorry.. sorry. Aku diem dulu, let me know kalau kamu udah siap.” Yang dibalas oleh anggukan dan Mingyu mengusap mata kekasinya yang berair, kemudian mengulum bibir sang pria di dekapannya, mencoba membantu mencari distraksi untuk mengurangi rasa sakitnya. Mengelap keringat di kening Wonwoo, mencoba menenangkan dan mengecupnya penuh sayang.

“Ngh.. You can move slowly.” Kata Wonwoo memeluk leher kekasihnya, menenggelamkan kepalanya di sana.

Perlahan Mingyu mulai menggoyangkan pinggulnya, hingga gerakan maju-mundur yang acak dan hentakan-hentakan antara kulit yang basah karena keringat terdengar jelas di ruangan itu. Desahan Wonwoo dan Mingyu saling beradu memanggil nama masing-masing. Satu tangan Wonwoo mengocok kejantanannya, sedangkan kejantanan Mingyu sudah mulai berkedut di bawah sana.

“Mph.. Mingyu, aku mau keluar.. nghh..” kata Wonwoo, merengek.

“Iya anghhh.. bolehhh...” desah Mingyu yang masih menggoyangkan pinggulnya, mencari pelepasannya.

“Haaaaaaaa.. anghh..” erang Wonwoo, kakinya bergetar hebat dipinggul Mingyu, merapatkan lubangnya, membuat Mingyu semakin mengerang. Putihnya mencuat ke perut dan dada Mingyu. Tapi, bukan itu fokus kekasihnya kini.

“Babe.. your hole clenching. Don't do that!” Mingyu membawa Wonwoo yang sudah lemas karena pelepasannya ke tempat tidur, menidurkannya hati-hati seakan dia adalah barang yang mudah rusak dan kembali menggenjotnya ketika lubang anal itu sudah lebih relax dengan tusukan-tusukan semakin dalam yang membuat Wonwoo mendesah nikmat hingga menggila.

“Eeeeeeeeeenghhhh..” erangan panjang yang berakhir dengan Wonwoo merasakan kedutan di bawah sana, dan ada desiran pelepasan Mingyu. Mingyu terjatuh di atas badan Wonwoo dengan peluh.

Big Guy, berat! Ugh!” Protes Wonwoo.

“Lepas ya?” Tanya Mingyu ketika ingin bangkit dari tubuh Wonwoo.

“Hmm.. Aku yang lepas.” Kata Wonwoo. Mingyu membalikkan tubuh Wonwoo agar berada di atasnya.

“Ah!” Ketika Wonwoo merasakan kejantanan Mingyu semakin dalam “Tadi.. ngh.. berat ngga gendong.. ah.. akunya.” Kata Wonwoo yang perlahan-lahan melepaskan tautan mereka.

“Ehm.. ngga, kamu enteng banget.” Kata Mingyu merengkuh tubuh kekasihnya ke dalam pelukannya.

“Password yang bener apa?” Tanya Wonwoo yang kini merebahkan kepalanya di dada. Mengingat dia berkali-kali salah saat meminta Mingyu mengisi lubang diantara bokongnya.

Please, Mingyu.” Jawab Mingyu mengecup pucuk Wonwoo. “And call me Daddy when I call you Baby. jangan sembarangan manggil Daddy, aku ngga sanggup.” Jelas Mingyu yang dibalas dengan bibir Wonwoo yang membulat tanpa suara dan kemudian menopangkan wajahnya dibahu Mingyu.

“Mau satu ronde lagi ngga, yang?” Tanya Mingyu beberapa saat di daun telinga Wonwoo, menjilati daun telinga itu. Libidonya masih dipuncak.

“Kamu udah sober?

“Totally sober.” jawab pria bekulit sawo matang itu.

“Aku boleh panggil Daddy?” Tanya Wonwoo manja.

“Boleh, Baby.” Jawab Mingyu.

Dan mereka melanjutkan permainan panas mereka untuk ronde berikutnya. Ternyata, Mingyu sanggup.

The Real Cemburu Menguras Hati

[NARASI 5]


Part of Backstage 🔞 universe
CW// details matured content implisit — informal & harsh words
**TW// Jealousy — the 3rd person **

You can call me stupid, tapi kayaknya rasa cemburu gue sudah naik setinggi gunung, apalagi saat mengetahui kalau kekasih gue sudah berkenalan dengan orang yang jelas-jelas mendeklarasikan dirinya sedang menyukai Kim Mingyu — pacar gue. Sekarang, perasaan gue semakin kacau, perut gue mules.

Gue awalnya ragu masuk ke café temen Kak Han ini, gue capek sendiri sama perasaan cemburu gue sampai Soonyoung chat kalau Mingyu mendadak badmood. Seharusnya gue ngga sih yang badmood di sini? Sekarang gue masih di mobil, menimbang-nimbang untuk turun atau ngga.

Gue harus masuk sih supaya that bitch ngga seenaknya mendadak nyelonong masuk ke backstage.

'Fuck Chanyeol and his friend!' gerutu gue.

Okay, inhale — exhale, itu yang sedang gue lakukan di mobil gue sekarang. Gue harus turun penuh percaya diri, supaya cowo yang berniat godain pacar gue itu benar-benar enyah. Mengesampingkan insecurity gue belakangan ini yang bikin gue ngambek terus ke Mingyu yang jujur dia bahkan ngga tahu apa-apa.

Kini gue sudah melangkahkan kaki gue ke dalam café, gue langsung menemukan pria lucknut itu sedang duduk di meja yang berada di tengah café, dekat panggung. One more time, dekat panggung. Tatapan kami bertemu, dia melihat gue saat gue melihatnya. Cakep, cowo itu wajar mendapat julukan Maskot Teknik ya karena emang ganteng. Gue yang kayak gini hanya emping dari sate padang kalau dibandingin sama dia. Bukan sate padangnya. Ngertikan?

Gue mengacuhkan pandangan gue, dan langsung berjalan ke backstage. sorry kalau gue punya privilege berada di samping cowo gue, sedangkan lo duduk di sana.

“Hai!” Sapa gue renyah saat melihat orang-orang yang gue kenal sedang berkumpul di dalam satu ruangan tunggu. Orang-orang berisik menyapa gue, sedangkan satu orang menubrukkan badan kingkongnya ke badan gue yang ringkih ini.

“Hai. Kangen.” Kata pria itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah kekasih gue, si Kim Mingyu.

Miss you too. Tapi kayaknya semalem kita bobok bareng.” Kata gue, melingkarkan tangan gue di leher Mingyu, menyisir pelan surai hitamnya. Hal yang gue yakini dapat menenangkan Mingyu yang lagi gelisah, seperti saat ini.

Jujur gue emang tipe cowok yang manja, apalagi di hadapkan sama sesosok Kim Mingyu. Tadi pagi gue bahkan merengek supaya dia ngga latihan dan ikut gigs hari ini, dan sekarang entah kenapa jadi dia yang super clingy. Apa mungkin dia takut gue marah karena tahu tadi dia berkenalan sama pria yang jelas-jelas semua orang tahu kalau pria itu menyukainya?

Tiba-tiba ada sebuah ketukan di belakang gue. Ketukan dari daun pintu yang terbuka, semuanya diam. Mingyu pun terdiam, gue menengok ke balakang dan ikut terdiam. Hanya satu orang yang berdiri menyambut ketukan itu.

“Eunwoo! Masuk aja!” Kata pria tinggi yang gue yakin tiang kalau disejajarin sama dia pasti minder — Chanyeol.

“Eh, temen gue boleh masuk kan?” Tanya Chanyeol, meminta izin kepada semua orang yang ada di dalam. Chanyeol menatap mata Kak Han intens, menunggu kakak tingkat gue memberikan izinnya walau hanya dengan anggukan. Dan iya, Han melakukannya.

Damn it! berbagi udara dengan orang yang lo anggep saingan is a bad idea, gue susah bernafas.

Mingyu menggendong gue dengan santai, seperti biasa. Melihat gue dan Mingyu PDA —Public Display of Affection— adalah hal yang biasa buat anak-anak the basecamp, seperti peluk-peluk, cium-cium atau sampai ngeliat Mingyu menggerayangi tubuh gue atau saat gue iseng menggerayangi tubuh Mingyu. Jadi, kalau hanya gendongan ala bridal style yang Mingyu lakukan sekarang juga bukan hal yang patut dipertanyakan. Kecuali 2 pasang mata yang gue ngga peduli keberadaannya.

Mingyu mendudukan badannya yang masih menggendong gue di salah satu sofa di ruangan itu. Memeluk pinggang gue posesif, memaksa gue untuk tetap dipangkuannya. Gue sih seneng banget.

Ini nih, saatnya lo liat kalau lo ngga punya celah sama sekali ke Mingyu. Sama sekali. Gue bold ya? sama sekali. Tapi, somehow gue ngga mau takabur sih, takutnya Mingyu suatu hari akan bosan sama sesosok Jeon Wonwoo. Tapi yang sekarang dulu deh, kita usir dulu hama weréngnya.

Gue memijit bahu kekasih gue dan bibir Mingyu sudah menjamah wajah gue dengan acak, dari kening, hidung, pipi, rahang sampai kini stop di perpotongan leher gue. Menjilatnya, gue rasakan hangat nafasnya dan basah karena salivanya. Oh yeah, that part makes me wanna him to touch me more.

Big guy, banyak orang.” Kata gue berbisik. Dalam hati gue 'Yes, Baby. Lick me more.' gue memang jalang yang diciptain Tuhan hanya untuk Kim Mingyu. Gue yakin 100%, karena gue ga pernah kaya gini sama mantan-mantan gue. Gue mengulum bibir gue untuk menahan desahan yang pengen banget gue keluarin.

Seperti sekarang, tangan bebas Kim Mingyu sudah ada di dalam kaos hitam yang dilapisi cardigan oversize cokelat yang gue gunakan. Mengelus perut gue dengan sensual. Jujur I wanna blow him job like right now. Pipi gue memanas, bibir gue masih gue kulum. Pengen banget mendesah, Mama!! Tapi gue harus tahan, beres manggung gue akan culik dia, itu mission gue malam minggu ini.

“Heh!” Tegur salah satu teman gue dengan melemparkan kulit kacang ke arah gue dan Mingyu. Gue hafal banget nih suara Jun yang pengen banget gue geplak.

“Apa sih?” Tanya Mingyu yang menghentikan kegiatan mengulum perpotongan leher gue.

“Ada Chanyeol sama Eunwoo!” Kata Jun. Duh, lagi enak, kenapa di ingetin sih? Jun emang sialan.

“Ya, sorry. Enak.” Kata gue santai. Melihat ke arah pria yang bernama Eunwoo dan bergantian ke arah orang pertama yang akan gue bunuh kalau bunuh orang tiba-tiba halal — Chanyeol.

“Berapa menit lagi naik panggungnya, Kak Han?” Tanya gue, masih diposisi yang sama.

“Setengah jam lagi, kurang lebih.” Jawab orang yang gue panggil Kak Han itu

“Gue bawa Mingyu ke mobil ya? Telfon gue kalau udah mau mulai. Handphone gue ngga gue silent.” Kata gue mengangkat smartphone gue dan menarik kekasih gue pergi dari ruangan itu tanpa persetujuan siapapun.

Bilang libido kita tinggi, iya, tinggi banget. Kayaknya setan ngewe demen banget ngedeketin kita dan berbisik 'Ayo, dong ngewe lagi. Masa gitu doang!' kalau kita lagi berdua. shit! setan ngewe bangsat, bikin gue sange terus di deket Mingyu, plus gue lagi cemburu ngga jelas dan lagi ininsecure-insecure-nya, bikin gue makin-makin. Seperti sekarang.

Sekarang kita berdua sudah di mobil gue, mobil SUV yang ngga gede-gede banget, tapi cukup untuk gue mengatur jok kursi penumpang di samping supir lebih ke belakang dan duduk dipangkuan Mingyu. Mengulum rakus bibirnya, melumat habis bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Nafas kami menderu berat, seperti pemburu bertemu dengan mangsanya. Tapi, masalahnya di sini gue ngga bisa tahu siapa yang memburu, siapa yang jadi mangsanya. Karena kami berdua predator untuk satu sama lain.

Gue mulai membuka kancing kemeja putihnya yang akan dia pakai untuk manggung malam ini, gue mengecupi rahangnya, menggigit lehernya.

“Aish! Sakit, Kitten.” Keluhnya, dengan nafas yang mulai teratur.

“Aku cemburu!” Kata gue dengan nafas yang masih sedikit tersenggal.

For what?” tanyanya.

“Kamu hmph—” kata gue yang terpotong dengan desahan karena Mingyu sedang memilin puting gue dengan lidahnya di sana. Sumpah, lidah Mingyu tuh—. Gue mau mendesah gila!

“Kamu kenapa?” Tanyanya disela kegiatan licking and twist my nipples.

“Nghh.. udah kenalan sama dia.” Kata gue masih mendesah. Ini enak banget, tapi ngga enak banget kalau disela-selanya lo mau ngomong serius kaya gue. Karena fokus Mingyu hanya pada desahan gue, bukan kalimat yang gue mau gue omongin. Jujur, gue kenal banget sama otak Mingyu. Mingyu menuntun tangan gue mengelus celana bahan hitamnya. Keras.

“Kan aku udah bilang sama kamu, yang bisa bikin aku gila kaya gini cuma kamu. Mau kenalan sama siapapun.” Kata Mingyu, menjelaskan ke gue lagi dan lagi, berkali-kali.

Gue mulai ngga enak karena gue selalu overthinking dan overreacting sama apapun yang menyangkut Mingyu. I don't wanna lose him. I love him, really! Really really love him, like alot!

“Maafin aku yang ngga pedean ini ya.” Kata gue, memeluk kekasih gue itu.

“Aku berjuta kali bilang. I love you, cuma kamu yang aku mau. Stop overthinking-nya. Aku ngga mau kamu capek mikirin hal yang ngga penting, Kitten.” Kata Mingyu. Nada suara memohon yang selalu membuat gue bertekuk lutut untuk menurut. Mingyu mengecup sayang kening gue, pindah ke pelipis, pipi, hidung dan sekarang lumatan penuh dengan nafsu pun kembali. Di mobil gue, saat ini hanya ada desahan dengan jari Mingyu bermain di lubang anal gue. Gue bahkan ngga inget kapan kekasih gue memasukkan tangannya ke sana.

Waktu kita ngga banyak, sebentar lagi gue yakin temen-temen gue rewel menelfon ponsel gue untuk meminta Mingyu masuk ke sana. Tapi, gue ngga mau siapapun liat kalau kejantanan Mingyu sedang mengeras sekarang. Gue mencium sayang kening Mingyu, pindah ke kursi pengemudi, duduk menghadapnya, membuka resleting celana bahannya, dan mengeluarkan benda kenyal berurat yang sekarang mengeras itu. Emang dari di backstage gue ingin memberikan dia blowjob kan ya? Dan my dream come true, gue bersihkan kejantanannya dengan tissue basah yang ada di mobil gue sambil memberikan pijatan-pijatan sensual sebisa gue. Mingyu meringis, enak.

“Aku ngga usah ke pijat plus plus kalau gini.” Katanya.

“Enak aja, sejak kapan boleh!” kata gue mengerucutkan bibir gue. Setelah gue rasa preparation-nya cukup, langsung gue kulum benda itu layaknya lolipop yang berwarna-warni dan manis.

“Ahhng.. Damn your tongue Jeon Wonwoo!” dan desahan-desahan lainnya yang pasti memanggil nama gue. Sampai benda keras itu berkedut di dalam rongga mulut gue dan mengeluarkan segala isinya — di dalam sana. Tanpa fikir panjang, gue langsung melakukan apa yang pernah dia lakukan ke gue dan itu sexy banget menurut gue. Transfer sperma. Gue lumat bibirnya yang masih mengatur nafas karena pelepasannya dengan bibir gue yang masih ada setengah sisa putihnya, gue berikan di sana sembari melumat bibirnya rakus.

Love you, Kim Mingyu.” Kata gue setelah gue melihat si dia yang berantakan karena gue, dengan senyum bangga.

Love you more, Jeon Wonwoo.” Kata Mingyu.

Your sperm taste sweet.” kata gue. Karena memang setahun belakangan ini Mingyu mengganti rokoknya dengan vape sesekali. Namun saat dia merasa bibirnya pahit, dia lebih suka melumat bibir gue sih.

“Aku udah ngga ngerokok lagi, remember?” Tanya Mingyu yang kini sedang merapihkan bajunya. Yang kemudian mencium pucuk kepala gue.

I will make you satisfy tonight. Maaf ya, aku keluar sendiri.” Katanya mengecup pipi gue.

No worries. Kita masih banyak waktu.” Kata gue.

“Udah rapih? Yuk! Yang lain nanti bawel. Kita masih ada 5 menit lagi.” Kata gue, keluar mobil yang diikuti Mingyu.

Gue yakin, yakin banget, kalau ada sepasang mata yang merhatiin gue dan Mingyu sedari kita turun dari mobil sampai gue dan Mingyu masuk ke ruang tunggu.

“Udah puas?” Tanya Han yang dibalas cengiran oleh gue dan Mingyu.

“Mingyu udah ngga bete ya, batre full.” Ejek Soonyoung yang dibalas cacian oleh Mingyu.

Stand by ya, 5 menit lagi kalian naik!” Kata orang yang gue tahu banget itu pemilik café — Bang Bambang.

“Eh Wonwoo! Udah sehat lo?” Tanyanya ketika melihat gue.

“Udah bang, alhamdulillah.” Jawab gue.

“Minggu lalu, Mingyu dapet banyak banget free drink. Hari ini juga udah ada nih satu.” Katanya lagi santai. Wah, ngga tau aja dia gue lagi insecure. Yang gue jawab dengan cengiran gue.

“Kasih Soonyoung aja, Bang. Gue nyetir.” Jawab Mingyu santai yang dijawab dengan acungan jempol oleh si empunya café.

Café ini tuh kaya Bar juga sih, karena selain berbagai macam kopi, mereka juga menyediakan bermacam jenis alkohol mahal dan dessert yang enak-enak, favorite gue cheesecake matcha.

Jihoon and the band naik ke atas panggung, tempat ini mendadak ramai. Adek gue yang emang suaranya bagus mulai membuka suara, memperkenalkan lagu yang akan mereka bawakan malam ini. Satu lagu sudah dibawakan, lagu kedua sedang berkumandang, lagu kesukaan gue sama Mingyu kalau lagi cuddling — Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki dari Sheila On 7. Ichan makin keren saat memetik bassnya. Itu adek ipar gue.

Sorry, boleh ngobrol?” Seseorang mencolek bahu gue. Gue kaget karena yang nyolek gue ya si Eunwoo itu.

“Ya?” Tanya gue males-malesan.

“Gue mau ngobrol! Boleh?” tanyanya lagi.

“Buat apa?” Tanya gue acuh.

“Kalau lo izin ngerebut laki gue, ngga akan pernah gue kasih.” Kata gue judes.

“Gue ngga pernah ada niat bagi Mingyu.” Kata gue lagi.

“Saingan sportive gimana?” Tanya Eunwoo. Oh waw, bernyali.

“Gue udah di finish ngga sih? Ngapain balik lagi ke start?” Tanya gue.

Please, gue mau mengkhayati lagu gue, lo enyah aja anjing! rutuk gue.

“Mingyu bahkan belum kenal gue. Jadi, kita berdua ngga tau kan ending-nya seperti apa? Siapa tau dia berubah fikiran pas dia kenal gue?” Kata cowo itu. Ya Tuhan, pengen banget nonjok orang. Sumpah! Tapi, ngga, gue sabar. Gue masih diem.

“Lo berani potong titit lo kalau Mingyu ternyata ngga mau sama lo?” Gue menawarkan sebuah offering yang cukup gila.

“Ewh, lo sadis banget.” Kata Eunwoo masih santai.

“Biar gue yakin, titit lo dan lo ngga akan ganggu gue sama Mingyu ke depannya.” Kata gue.

Apa gue yakin sama perasaan Mingyu yang emang cuma untuk gue setelah kenal pria di samping gue? Jawabannya ngga. Gue ngga yakin. Siapa tau cowo ini bisa jadi sangat manulipulatif ke depannya? Selalu playing victim kaya istri kedua yang bikin gue akan berantem sama Mingyu terus-terusan sampai hubungan kita yang asic jadi toxic. Ngga mau. Gue ngga mau hubungan gue sama Mingyu kaya di drama-drama korea.

“Lo ngga yakin kan, kalau Mingyu akan milih lo? Muka lo nunjukin semua.” Kata cowo itu sambil tersenyum picik dan memberikan gestur tangannya di depan mukanya yang Demi Tuhan pengen banget gue tonjok sekarang.

Whatever, gue ngga mau bertarung sportive atau apapun itu yang lo tawarin ke gue. Titik!” Kata gue.

“Kalau emang lo suka sama Mingyu, silahkan itu hak lo. Tapi lo ngga berhak ngerusak hubungan orang.” Kata gue. Meninggalkan pria tolol itu sendirian dan berjalan ke ruang tunggu.

Kalau emang suatu hari magnet gue dan Mingyu udah saling melemah ya gue bisa apa?

There is a Rainbow After the Rain

[Narasi 4]


tw//explisit matured content — Details — Harsh words 🔞
Please be wise readers

Seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya sedari hari Minggu lalu kalau panitia inti atau biasa dipanggil the Basecamp akan berkumpul Jum'at ini di apatemen Wonwoo dan Seungkwan untuk membahas update masing-masing dari ketua sie panitia.

Wonwoo dan Hao sampai duluan ke apartemen Wonwoo. Salah satu pria dengan badan langsing yang selalu bergaya modis dan potongan rambut mullet-nya langsung mengambil posisinya di sofa ruang tengah Wonwoo, menyalakan TV.

“Masuk aja, anggep rumah sendiri!” kata Wonwoo menyindir Hao yang sudah dalam posisi enaknya di sofa itu dan dibalas oleh tawa renyahnya.

“Kok gue jarang liat lo sama Mingyu sih, Won?” tanya Hao setengah berteriak, karena kini Wonwoo sudah ada di kamarnya.

“Lagi berantem!” kata Wonwoo dari dalam kamarnya, suaranya juga setengah berteriak.

Setelah selesai mengganti pakaian yang dia gunakan dari pagi menjadi t-shirt berwarna putih kegedean yang Hao yakini itu adalah t-shirt Mingyu dan celana berpinggang karet di atas lutut, keluar dari kamarnya menghampiri Hao.

“Kenapa berantem?” tanya Hao ketika melihat sahabatnya sudah keluar dari kamarnya.

“Sebel sama cowo ganjen yang suka sama Mingyu.” jawab Wonwoo.

“Tapikan Mingyu ngga ngapa-ngapain, anjim!” omel Hao.

“Iya emang, mukanya aja dia ngga tau yang mana! Tapi, gue sebel like bisa ngga sih lo tuh udah jangan gebet cowo gue.” kata Wonwoo kesal, menyenderkan badannya di senderan sofa. “Terus, dateng ke cafe tempat Mingyu nge-gigs saat gue ngga ada tuh maksudnya apa sih, anjing!” dumelnya.

“Di otak sama tititnya Mingyu tuh cuma ada lo, Won. Ya kali!” kata Hao merebahkan kepalanya ke paha Wonwoo.

“Tetep aja guekan insecure, Hao! Coba lo bayangin, cowo yang ngegebet pacar lo tuh ganteng! Malah ada yang bilang Maskot Teknik saking gantengnya.” kata Wonwoo.

“Lo cari tau tentang dia? Sumpah?” tanya Hao terlonjak, Wonwoo menganggukkan kepalanya.

“Gue harus tau siapa musuh gue kan? Kata pepatah keep your friends close and your enemies closer.” kata Wonwoo ambisius.

“Udah gila! Udah deh, ngga usah macem-macem. Makin deket sama lo, makin seneng liat Mingyu gratis. Secara lo sama dia udah kaya bijik!” kata Hao. “Stop apapun yang ada di otak lo!” perintahnya.

“Should I?” tanya Wonwoo yang dijawab yakin oleh anggukan temannya itu. Kini Wonwoo berfikir keras.

Kata Hao bener juga.nNo No. Gue akan menjatuhkan lo tanpa harus bikin lo deket sama gue. Gumam Wonwoo dalam hatinya, tersenyum sinis.

“Eh by the way, lo kok ngga ngambil minum sih?” tanya pria berkacama bundar itu ketika melihat meja di depan mereka masih kosong.

“Kan gue tamu, Nu. Kata pepatah lo, tamu adalah raja.” kata Hao santai, kembali sibuk menonton berita.

“Oh tamu tuh kelakuannya kurang ajar kaya gini ya? Gue baru tau!” kata Wonwoo melihat tingkah Hao yang saat ini sedang menaikkan satu kakinya ke atas sofa, menumpukan badannya miring ke hadapan TV dengan siku dan pria itu hanya membalas dengan tawanya yang semakin ke sini semakin menyebalkan bagi Wonwoo.

Wonwoo berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan minuman untuk meeting nanti, karena biasanya teman-temannya akan membawa snack dan hanya meminta air putih atau minuman manis. Wonwoo sedang sibuk hingga tak mendengar seseorang menekan beberapa digit password apartemennya dan pintu itu terbuka, seorang masuk ke dalam diam-diam seperti maling.

“Di mana?” tanya orang yang baru memasuki apartemen Wonwoo dengan berbisik kepada Hao dan langsung dijawab oleh mata Hao yang mengarah ke dapur. Pria itu langsung berjalan menuju tempat Wonwoo berada, sebelumnya memberikan jempol kepada Hao yang artinya Oke, makasih.

Wonwoo kaget ketika ada dua tangan merengkuh pinggulnya dan sebuah dagu menusuk bahunya. Tanpa menolehpun dia sudah tahu siapa pria yang ada di belakangnya karena wangi parfum bercampur keringat itu sudah sangat dia hafal di luar kepalanya.

“Hehe.” Cengir pria itu — Mingyu, mengecupi pipi sang kekasih berkali-kali dan memeluk erat perut Wonwoo.

“Kamu bolos kelas ya?” tanya Wonwoo, masih sibuk membuat teh tarik kemasan dalam teko ukuran besar untuk dirinya dan para tamu yang akan datang nanti.

“Enak aja, aku udah beres dari jam setengah dua, aku chat kamu ngga di bales, jadi langsung ke sini. Terus, di depan macet.” kata Mingyu seraya mengerucutkan bibirnya. Wonwoo memukul pelan bibir itu sambil tersenyum kecil.

“Tega banget aku dicuekin lima hari.” kata Mingyu lagi dan membalikkan tubuh kekasihnya.

“Jangan cuekin lagi. Kan aku bilang waktu itu, beneran ngga ada siapa-siapa selain kamu, sampe sekarang bahkan aku ga mau tau orangnya yang mana.” kata Mingyu, mendorong punggung kekasihnya agar lebih dekat dengannya.

“Kamu jangan insecure gitu dong, kamu udah paling cantik, ganteng, manis, baik dan yang paling-paliiiing aku sayang.” kata Mingyu, meraih jari lentik kekasihnya dan mengecupinya berulang kali. Mencium kening pria di hadapannya.

Wonwoo tersenyum melihat tingkah laku prianya. Sebenarnya, dia hanya insecure terhadap dirinya sendiri belakangan ini, karena si pria yang menyukai kekasihnya dapat dikatakan lebih menarik dari dirinya, seperti yang dia jabarkan beberapa saat yang lalu ke Hao. Menurut Wonwoo.

Namun yang Wonwoo tidak tahu, detak jantung Mingyu masih berdetak kencang di dekatnya, darah Mingyu selalu berdesir bila sedang memikirkannya, libido Mingyu memuncak bila membayangkan tubuhnya tanpa sehelai kainpun. Yang intinya, Mingyu masih untuk Wonwoo dan Wonwoo masih magnet selatan untuk Mingyu yang merupakan manget utara itu — Selalu menarik Mingyu dengan sangat kuat.

Wonwoo memegang bahu sang kekasih, sedikit berjinjit dan mencium bibir kekasinya, tanpa berfikir panjang Mingyu langsung membalasnya dan meletakkan tangannya ditengkuk pria di hadapannya itu, agar ciumannya tidak segera berakhir, membayar rasa rindu. Mereka sudah saling melumat. Sedangkan, tangan Mingyu yang bebas, meraba masuk ke dalam t-shirt kebesaran yang digunakan Wonwoo, mengelus kulit kekasihnya yang halus tak terhalang kain.

Dengan refleksnya, Wonwoo melingkarkan tangannya di leher Mingyu, memagut bibir bawah sang kekasih, menelusupkan lidahnya dannmasuk ke dalam rongga hangat milik Mingyunya. Tangan Mingyu yang sedari tadi sudah tidak menekan tengkuk Wonwoo turun ke bawah, meraba bongkahan sintal sang kekasih di bawah sana.

“EHEEEEMMMM...” dehaman panjang dari seseorang yang tidak jauh dari tempat Wonwoo dan Mingyu berdiri, mengejutkan sepasang sejoli yang sedang nikmat dengan saling melumat nikmat di dapur. Wonwoo terperanjat sedangkan Mingyu yang juga terkejut namun masih memeluk pinggang sang kekasih.

“Astaghfirullah!” kata Wonwoo.

“Alhamdulillah masih inget Tuhan.” kata pria dengan perawakan kurus dan pipi gembil yang sekarang sedang menyilangkan kedua tangannya di depan dada, disebelah pria yang berdeham panjang tadi.

“Ganggu aja! Heran!” keluh Mingyu singkat.

“Gue deh yang suka heran sama kalian, doyan banget ciuman di depan umum.” kata Han, pria yang berdeham panjang tadi.

“Ini apart gue kalau lo lupa, Kak. Dan ini bukan tempat umum ihs.” decak Wonwoo.

“Anak-anak udah ngumpul, ngga ngeuh?” tanya Han lagi.

“Ngga, kan lagi serius yang lain. Hehe.” kata Wonwoo menyunggingkan senyum cerianya, tenaganya kini seperti sudah terisi penuh dan siap berperang untuk meeting sore ini.

“Yaudah, ayo assemble!” ajak Han yang langsung memutar balik tubuhnya. Sedangkan, pria kurus berpipi gembil itu masih menggeleng-geleng melihat kelakuan kakaknya.

“Gue suruh mama nikahin lo berdua aja ya? Biar ngga zinah terus. Sia-sia gue sama lo sholat, setannya tetep dateng lagi – dateng lagi liat kelakuan lo berdua.” kata Seungkwan menghampiri Wonwoo dan mengambil teko besar yang sudah kakaknya siapkan. Meninggalkan mereka berdua dengan pipi yang bersemu merah karena perkataan Seungkwan sedikit menohoknya. Kalimat itu bukan kalimat yang baru pertama kali mereka dengar, dan mereka hanya menertawakan kalimat Seungkwan barusan.

“Bawain gelasnya, lo mau kita gantian neguk dari teko?” kata Seungkwan ketika berhenti, melihat ke belakang dan memperhatikan Wonwoo serta Mingyu mengikutinya dengan tangan kosong.

“Oh iya, lupa!” kata Wonwoo kembali ke dapur dan mengambil gelas sesuai dengan tamu yang datang hari ini.

Monthly meeting panitia inti Fastival Musik Tahunan pun di mulai, dari update yang tidak penting hingga merundingkan hal-hal yang crucial untuk kelangsungan dan kelancaran event ini.

“Tenda sama panggungnya kemaren akhirnya lo udah dapet, Han?” tanya Seungcheol.

“Dapet.” jawab Han singkat.

“Harganya?” tanya Seungcheol.

“Budgetnya cukup.” jawab Han singkat, lagi.

“Terus, udah kasih tau kan kapan?” tanya Seungcheol lagi. Ketua panitia Untarvolution 2021 ini tampak seperti sedang membangun pembicaraan dengan Sekertaris satunya itu.

“Udah.” jawab Han, masih singkat.

“Lo sakit apa gimana?” tanya Seungcheol.

“Gue keliatan sakit?” tanya Han balik, sedikit nyolot. Seungcheol terdiam, menyudahi pertanyaannya dan berpindah ke panitia lain.

“Lo gimana, Nu? Poster?” tanya Seungcheol.

On progress, gue masih nunggu fix guest star nanti. 2 bulan sebelum acara sih udah final harusnya.” jawab Wonwoo.

“Ya, lo pikirin timeline-nya aja. Jangan sampe mepet. Lo taukan kita harus jualin tiketnya?” tanya Seungcheol, tiba-tiba badmood.

“Taulah, Bang.” kata Wonwoo.

“Berapa sekarang orang yang udah daftar jadi performer?” tanya Seungcheol.

“Yang daftar ada 50, Bang. Udah kita eliminasi, tinggal 25. Minggu depan kita eliminasi lagi 10 band. Sisa 15 band.” kata Seungkwan yang diberikan anggukan oleh Seungcheol. “Jadikan seleksi ke tiga hari Selasa, Kak?” tanya Seungkwan ke kakaknya yang dibalas anggukan jelas dan yakin oleh Wonwoo.

“Yaudah, apalagi yang belom? Tempat penyewaan alat keamanan jadinya gimana?” tanya Seuncheol lagi.

Semuanya ditanya, jam 5 ngga kelar sih~ gumam beberapa kepala yang ada di ruangan ini.

Based on discussed di grup, akhirnya ketemu 3 tempat, kita sewa dari tiga-tiganya, Bang.” jawab Hansol.

“Yaudah kalau semuanya udah aman, please banget update gue. Gue mau kok bantuin kalian di lapangan. Gue bukan raja.” kata Seungcheol mengingatkan teamnya, dijawab oleh anggukan para anggota lainnya.

Dismissed deh biar lo semua bisa beresin yang belom rampung. Kamis minggu depan gue udah mau liat design poster ya, Nu. Gyu, Seok dan Nyong tolongin Wonwoo sama Hao.” pinta Seungcheol.

“Okay, bang!” jawab Mingyu, Seokmin dan Soonyoung bersamaan.

“Yaudah, gue balik kalau gitu. Han, lo mau ikut gue sama Joshi balik ngga?” tanya Seungcheol kepada Jeonghan secara tiba-tiba.

“Ngga, gue balik sama Seokmin.” kata Han langsung menolak dengan tanpa rasa bersalah, sedangkan seisi ruangan itu terkejut mendengar pernyataan Jeonghan barusan.

“Oh, ok.” kata Seungcheol sembari menggenggam tangan kekasihnya keluar apartemen Wonwoo. “Gue pamit kalau gitu. Won, Kwan thank you for the hospitality.” kata Seungcheol menutup pintu besi yang berwarna abu-abu muda itu.

“Emang?” tanya Seokmin ke Jeonghan.

“Ya engga, boong sekali-kali kenapa sih? Kaya ngga pernah!” kata Jeonghan judes sembari berdiri dari tempatnya bersila.

“Ya, tungguin! Katanya mau bareng!” kata Seokmin menarik Jeonghan untuk tetap duduk.

“Gue mau beresin poster dulu sama Nu, Hao, Mingyu. Lo tungguin, nanti gue anter balik.” kata Seokmin. “Daripada lo bohong, kan dosa.” sambungnya tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih dan rapih.

Orang yang dipertontonkan adegan tersebut di ruangan tertutup itu semakin terkejut dibuatnya karena perlakuan Seokmin terhadap Jeonghan dan semakin dikagetkan lagi oleh wajah putih pale Jeonghan yang bersemu merah. Semerah bibirnya.

“HEH! Lo semua ga usah bengong lama-lama. Gue mau beresin poster ini! Let's go!” kata Seokmin yang memperhatikan teman-temannya membeku.

“Bentar, gue ambil leptop dulu. Dek, pinjem leptop lo juga, biar cepet ini ngelarinnya.” pinta Wonwoo yang berdiri bersama Seungkwan dan ke kamar masing-masing mengambil keperluan yang dibutuhkan dan mulai serius menyelesaikan tugas dari sang ketua penyelenggara event.

Beberapa orang yang tidak terlibat dalam pembuatan design pamit pulang agar dapat mengerjakan tugas kuliah mereka atau melanjutkan kerjaan untuk event ini yang belum selesai.


“Wah! Jam 11, anjing!” kata Seokmin loncat dari depan leptop Seungkwan, melihat ke arah sofa dan ternyata Jeonghan sudah tertidur di sana. “Lah, molor!” kata Seokmin lagi.

“Biarin aja tidur di sini, nanti gue bangunin ke kamar gue.” kata Seungkwan santai, memberikan teh manis hangat untuk kakak-kakak tingkatnya yang masih berkutat di karpet ruang tengah apartmennya — dan Wonwoo.

“Kalau mau lo bawa pulang, naik mobil gue aja. Besok gue balik naik vespa lo.” kata Mingyu seperti dapat membaca pikiran Seokmin.

“Oh iya bener, gue bawa pulang Chan juga entar sekalian.” kata Seokmin, menganggukkan kepalanya dan fokus kembali pada leptop di hadapannya.

“Chan udah balik sama Jihoon sama Soonyoung tadi, lo bawa Kak Han aja.” kata Wonwoo yang sedang tiduran dipaha Mingyu, sedangkan Mingyunya masih fokus menyelesaikan designnya, sembari sesekali mengelus surai kekasihnya ketika layar LCD di depannya bertuliskan loading.

“WAH EDAN!” kata Mingyu meregangkan badannya. “KV udah beres nih! Buru balik, gue mau ngewe!” kata Mingyu dengan santainya.

“Bangsat!” kata Hao melemparkan bantal sofa yang sedari tadi dia peluk saat menuntun Seokmin menyelesaikan design pamflet. “Gue sama Seok belum kelar!” kata Hao lagi.

“Aw! Yang, temen kamu kasar banget!” kata Mingyu, mengadu kepada pacarnya.

“Temen kamu juga!” kata Wonwoo santai, masih diposisnya.

“Share KV lo dong, begok! Biar gue kelarin ini pamfletnya!” pinta Seokmin. Mingyu langsung mengirim data yang dibutuhkan Seokmin.

“Sent!” kata Mingyu lega.

“Gue masuk dulu, kunci mobil ada di meja makan ya, gantungannya yang Iron Man Miniso. Lo taro aja tuh kunci motor lo di sana.” kata Mingyu. Menutup leptop Wonwoo, menggendong kekasihnya itu untuk masuk ke kamar, tanpa penolakan dari Wonwoo dan malahan memeluk leher prianya agar tidak terjatuh.

“Bangsat emang si Mingyu, gue iket tititnya biar tau rasa, anjing!” dumel Seokmin yang ditinggal Mingyu dan Wonwoo.

“Mau lo bawa aja kerjaannya balik, Seok? Kasian Kak Han.” kata Hao melihat Han yang tertidur pulas di sofa.

“Gitu aja?” tanya Seokmin, meminta persetujuan.

“Iya, gitu aja.” kata Hao merapihkan barang-barangnya.

“Lo baliknya gimana?” kata Seokmin.

“Gue bawa mobil.” kata Hao masih sibuk merapihkan barangnya, yang diikuti oleh Seokmin.

“Sip.” kata Seokmin yang kemudian berdiri membangunkan kakak tingkat yang sedari tadi menunggunya untuk pulang. Hao langsung ke kamar Seungkwan untuk izin pulang agar Seungkwan dapat mengunci ganda tempat tinggalnya.

“Kak.. Yuk, balik!” ajak Seokmin.

“Hah?” tanya Jeonghan terkejut mendapatkan dirinya masih di apartmen Wonwoo.

“Udah setengah duabelas lebih. Yuk!” kata Seokmin, mengambil tas Jeonghan dan menyampirkannya dipundak.

“Malem banget, pulang naik apa? Gue ga bawa jaket.” kata Jeonghan dengan suara serak baru bangunnya. Seokmin segera membuka jaketnya dan memberikannya ke Jeonghan.

“Pake ini aja. Nanti kita balik naik mobil Mingyu kok.” jelas Seokmin, mengambil kunci mobil sesuai dengan arahan Mingyu dan menggunakan sepatunya.

“Lo bisa pake sepatu sendiri, apa gue yang harus pakein?” tanya Seokmin yang masih melihat Jeonghan memegang jaket dan diam terpaku di depan Seokmin yang sedang menggunakan sepatu, sedang mengumpulkan nyawanya setelah tertidur di sofa.

“Pake sendiri. Gue masih bisa pake sendiri. Ehemm.” kata Jeonghan mengambil sepatunya dan berdeham untuk menghilangkan suara seraknya.

Hao sudah kembali dengan Seungkwan, menghampiri Seokmin dan Jeonghan. Namun, pandangan Hao masih tidak lepas dari interaksi yang tidak biasa antara Seokmin dan Jeonghan.

Kenapa si Seokmin manis banget sama Jeonghan? Hmm.. suspicious. gumamnya.

Hao mengikuti langkah kedua pria yang sedari siang tadi bertingkah aneh yang sedang berjalan di depannya ke arah lift yang akan mengantarkan mereka ke pelataran parkiran apartemen Wonwoo.


Mingyu dan Wonwoo sudah menanggalkan semua pakaian yang mereka gunakan seharian tadi. Wonwoo sedang mengisi bathtub di kamar mandinya dengan air hangat dan memberikan shower bomb dengan wangi lavender yang bercampur dengan tonka fragrance untuk merilekskan tubuh mereka nantinya.

Mingyu duduk di pinggir tempat tidur Wonwoo dan memanggil pria tak berbusana yang berjalan santai ke sana kemari di kamarnya sendiri untuk menghampiri Mingyu yang bosan menunggu.

“Kamu ngga bisa diem deh! Sini!” pinta Mingyu memukul kedua pahanya, Wonwoo langsung menghampirinya. Pria bermanik rubah itu duduk dipangkuan Mingyu, memunggungi kekasihnya dengan tangan Mingyu yang melingkar posesif di diperutnya. Mingyu mengecup punggung putih kekasihnya, sesekali memberikan tanda di sana. Wonwoo membiarkannya dan meloloskan desahan merdu yang sangat Mingyu sukai.

“Wanna kiss you.” kata Mingyu berbisik di daun telinga Wonwoo yang membuat bulu kuduk Wonwoo meremang, tempat itu adalah salah satu titik sensitive Wonwoo yang Mingyu tahu dengan menyentuh tempat itu akan menambah hasrat Wonwoo untuk disentuh olehnya.

Wonwoo membalikkan badannya, terduduk dipaha sang kekasih dengan lutut menopang badannya dan kaki yang menekuk, melingkarkan tangannya ke leher sang dominan.

“Hai, cantik.” kata Mingyu dengan senyuman manisnya, mengelus paha mulus kekasihnya yang kini sudah berada di samping paha berotot milik Mingyu.

“Hai, ganteng.” balas Wonwoo membelai lembut tengkuk sang kekasih yang ada di hadapannya itu. Mingyu masih tersenyum, mendekatkan wajahnya dan melumat bibir plum sang kekasih dengan rakusnya.

“Ah!” desahan Wonwoo yang tenggelam di dalam lumatan-lumatan mereka ketika merasakan tangan Mingyu sedang memijat kedua bola berwarna merah jambu yang tergantung di bawah sana — milik Wonwoo.

Bibir Mingyu sudah menjelajahi leher jenjang Wonwoo dengan kecupan-kecupan serta beberapa hisapan untuk meninggalkan tanda merah muda keunguan disambut dengan tubuh Wonwoo melengkung bagaikan busur saat menerima afeksi Mingyu yang penuh dengan nafsu itu.

“Liat kamu kaya gini aja, aku udah kenceng, Nu.” bisik Mingyu di telinga Wonwoo dan memperlihatkan kejantanannya yang sudah berdiri. Terlebih lagi, tanpa Wonwoo sadari kejantanan Mingyu bergesakan dengan miliknya yang juga sudah menegang saat dia bergerak menikmati rangsangan Mingyu tadi.

“Me.. nggh.. too” kata Wonwoo mendesah resah saat Mingyu menggabungkan kejantanan mereka dan menggosokan benda yang mengeras itu secara bersamaan, dari tempo yang pelan hingga menjadi tempo acak yang membuat milik mereka sama-sama berkedut.

“Aah! Wait, lagi enak.. anghh!” desah Wonwoo ribut dan menutup kejantanannya sendiri dengan meletakkan jempol Minggu di lubang kecilnya untuk menunda pelepasannya yang hampir datang.

“Kenapaaahh? Nggh, Kitten—” desah Mingyu, masih melakukan kegiatannya. Wonwoo memberikan dadanya pada Mingyu, membiarkan bibir Mingyu bebas menjamah tonjolan berwarna merah muda kecoklatan itu dengan menjilat dan mengulum tonjolan itu dengan lidahnya.

Yesss.. Damn, Kim Mingyu!” desah Wonwoo sambil menjambak pelan surai gelap lebat milik kekasihnya.

Wonwoo mulai meliuk-liukkan pinggulnya saat merasakan ada jari yang mulai bermain di luar lubang analnya. Desahan demi desahan melantun di kamar utama apartemen itu.

“Mphh.. Oh, Shit aku mau keluar!” kata Mingyu. Wonwoo menggeleng ribut dan melahap bibir kekasihnya. Desahan mereka kembali tenggelam.

Fuck Jeon Wonwoo! Enggghhhhh..” erangan panjang Mingyu yang dijawab dengan desahan Wonwoo yang mencicit ketika mereka sudah mencapai pelepasan pertama mereka. Putih Wonwoo dan Mingyu terhambur di perut mereka dan tangan Mingyu.

Mingyu langsung menggedong Wonwoo dengan koala style dan membawa pria yang sangat dia cintai itu ke dalam bathtub yang sudah terisi air cukup penuh dengan busa, kemudian mereka berdua masuk. Kembali melanjutkan kegiatan mereka dan kembali melepas rindu dan libido yang tertahan lima hari itu.


KV: Key Visual. Main design yang akan diubah menjadi beberapa ukuran, dan digunakan untuk semua kebutuhan visual lainnya.

4 Months To Go


[Narasi 3]

tw//explisit matured content — please never imitate this scene — Harsh word 🔞
All scenes from my imaginations.
The name of the University from this AU is a real name. I just borrowed the name and logo. Bear with me
Please be wise readers

Seperti dua bulan sebelumnya, Seungcheol dan teman tongkrongannya yang menyebut nama mereka the basecamp memutuskan menjadi panitia inti untuk Annual Music Campus yang dinamakan UNTARVOLUTION 2021 yang semakin hari semakin sibuk dengan persiapan untuk menjadikan acara tahunan itu acara yang tak terlupakan, terlebih lagi untuk Seungcheol, Joshi dan Jeonghan, ini merupakan event terakhir mereka, karena tahun depan mereka sudah disibukkan oleh magang dan skripsi.

Belum jam 2 di Gedung C ruang 201 tapi sudah ada satu pria berambut merah yang sedang disibukkan dengan tab-nya, memutar-mutar tab pen dengan jari dan sesekali menggigitnya, kemudian membuka binder catatannya lalu melihat ke arah tabnya lagi.

“Sibuk banget lo, Kak?” tanya seseorang yang memasuki ruangan itu dan berjalan ke arahnya. Pria yang sedari tadi sibuk sendiri itu terkejut dibuatnya.

“Hah? Anjing! Kaget gue! Gue kira penculik!” tanya pria berambut merah itu.

“Siapa taik kak yang berani nyulik lo? Yang ada juga elo yang nyulik penculiknya.” kata pria kurus yang baru datang tersenyum manis.

“Yeeee!!” tangkis pria yang kaget itu. “Tumben lo mood ikutan rapat?” tanya pria yang kembali sibuk dengan catatannya.

“Haha. Cepet rapat cepet kelar. Gue kira lo juga ngalamin yang sama?” tanya pria itu mengambil tempat duduk di samping pria yang menjabat sebagai Sekretaris 1 untuk event ini.

“Jangan sedih, bahkan gue pernah ngeliat mereka ngewe di meja bar rumah.” kata pria itu santai, tatapannya tidak dapat dibaca dan senyuman yang menyeringai.

“Dan lo baik-baik aja? Apa nyolo karena ngeliat gebetan lo ngewe sama kembaran lo?” tanya pria itu sembari mengeluarkan buku sketch ukuran A5.

“Hah? Siapa gebet siapa, anjing?”

“Gue kira lo lagi confess gebet pacar kembaran lo?”

“Lo patah hati ngajak-ngajak ya, Seok? Ngga nyangka gue!” kata pria itu masih tersenyum, senyumnya aneh bila orang menyuruh Seokmin untuk mendefinisikannya.

Ini orang penuh luka, tapi jago banget nutupinnya, anjing! Gue harus berguru! gumam Seokmin.

“Bukan ngajak, kalau emang patah hati dan ada temennya kenapa lo harus patah hati sendiri sih, Kak Han?” kata pria itu.

“We're not that close that I have to tell you about this, anyway.” kata pria yang dipanggil Han itu.

“Ya terserah, I'm all ears kalau lo mau cerita.” kata Seokmin santai dan menyapa satu demi satu orang yang memasuki ruangan.

“Loh kalian cuma berdua? Kok akrab?” tanya Wonwoo iseng.

“Diem lo, ganteng! Sini lo!” panggil Han menepuk kursi sampingnya untuk Wonwoo.

Wonwoo dan Han sebenarnya merupakan teman dekat se-organisasi, tapi karena kesibukan masing-masing mereka jadi kurang memiliki waktu quality time berdua, padahal saat jadi panitia ini mereka bertemu terus, tapi malah sibuk dengan urusan event dibandingkan dengan urusan pribadi mereka.

“Lo ngga sama Mingyu, Won?” tanya Seokmin.

“Tuh ada lagi nge-vape diluar. Hari ini wangi vape-nya aneh banget! Gue usir jangan deket-deket gue.” Jawab Wonu.

“Bau apa? Peju?” tanya Jun dari belakang.

“Bangsat! Tukang nguping lo, anjing!” omel Wonwoo dan melempar tissue yang sedaritadi pria berkacamata itu genggam.

Satu persatu panitia inti, anggota team dan beberapa volunteer datang memenuhi ruangan itu. Kecuali, ketua panitia dan sekretaris 2 yang tak kunjung datang.

Chat Bang Cheol deh atau Kak Joshi! Udah setengah tiga ini, mau mulai meeting jam berapa?” celetuk Jihoon. Karena jam 5 nanti, dia ada janji temu dengan pemilik cafe bersama teman band-nya dan Han.

“Janjiannya kan masih jam 5, Hoon.” kata Han santai.

“Tetep aja, kalau Bang Cheol ngomongkan kaya kepala sekolah, lama. Emang cukup 2jam setengah?” tanya Jihoon. Tak biasanya Seungcheol dan Joshi terlambat.

“Gue coba cari deh, bentar. Lo mulai yang bisa dibahas dulu aja Kak Han.” kata Wonwoo mengambil inisiatif.

“Gue temenin deh!” kata Soonyoung berdiri. “Catetan di elo kan ya, Sol?” tanya Soonyoung yang dibalas dengan anggukan oleh adik kelasnya itu — Hansol.

“Aku di sini ngga apa-apa ya, Kitten?” tanya Mingyu, menahan tangan Wonwoo.

“Ngga apa. Kamu mulai duluan aja. Team aku udah lengkap kok. Soalnya, kalau nunggu gini lama.” kata Wonwoo. “Aku takut, suara yang aku denger tadi beneran suara Bang Cheol.” kata Wonwoo berbisik.

Iya, sekitar 10 menit yang lalu Wonwoo izin ke kemar mandi lantai 2 gedung C ini dan mendengar suara desahan dan erangan yang yaaaa dia taulah apa yang sedang orang lakukan dengan suara seperti itu. Hingga dia tidak jadi masuk dan akhirnya memutuskan buang hajat kecilnya di lantai 3.

Gedung C memang terkenal sepi, apalagi kamar mandi lantai 2, karena memang tidak ada kelas. Ruangannya hanya 2 berbentuk auditorium atau biasa dibilang ruang seminar yang akan penuh bila sedang diadakan sidang atau ada seminar-seminar dari berbagai fakultas.

Wonwoo berjalan beriringan dengan Soonyoung, menuju kamar mandi yang sempat tadi dia kunjungi yang berakhir dengan dia urungkan niat untuk menggunakannya, dan pergi ke tempat lain.

“Kok kamar mandi sih? Lo pengen pipis lagi? Tadikan udah!” kata Soonyoung rewel.

“Curiga gue mereka di sini deh. Bentar lo diem—” pinta Wonwoo, menutup mulut Soonyoung dengan telapak tangan kanannya.

“Aaahhhng!!!” desah seseorang dari satu bilik.

“Anjing!” bisik Soonyoung ketika mendengar desahan itu. “Itu suara siapa?” tanya Soonyoung lagi semakin kecil. Wonwoo menggindikkan bahunya.

“Eunghh~ Cheol aah!” kata pria itu memanggil nama seseorang yang sangat mereka kenali. Wonwoo dan Soonyoung mengangguk yakin, kalau yang ada di bilik itu memang orang yang mereka kenal.


15 menit yang lalu sebelum Wonwoo serta Soonyoung mencari Seungcheol dan Joshi.

Di dalam bilik itu, Seungcheol sedang menggendong kekasihnya, menghimpit kekasinya antara tubuh kekarnya yang kini penuh dengan keringat dan tembok bilik kamar mandi lantai 2 di gedung C itu.

“Ahh.. Kamu yakin.. ngghhh.. di luar.. Ohhh.. Cheol! Pelan-pelan.” kata pria berambut gelap itu sedikit berbisik yang kini sudah ada digendongan sang kekasih.

“Kenapa sempit banget sih? Emang aku kurang prep kamu ya?” tanya pria yang dipanggil Cheol itu, mengacuhkan kekhawatiran sang kekasih.

Mengeluarkan lagi kepunyaannya, melumat habis bibir pria yang kini sudah ada di gendongannya, sedang mendesah. Di saat yang sama Seungcheol memijit kejantanan kekasihnya yang sudah mengeras dan mengeluarkan pre-cum itu, menenggelamkan desahan sang kekasih yang semakin menggila diantara ciuman panas mereka.

Seungcheol mulai memasukkan jarinya yang penuh pre-cum sang kekasih ke dalam lubang yang berada di antara bongkahan kenyal yang berwarna putih pale itu. Jari Seungcheol masuk satu persatu ke dalam sana, menggali dan mencari titik sensitive sang kekasih, mengeluarkan dan masukkan jarinya hingga sang kekasih mengerang keenakan, dengan kaki yang mulai lemas karena jiwanya sudah tidak di sana. Terbang keenakan.

“Angghhh.. Iyah itu, enakkhh~” kata pria itu. Tak lama, Seungcheol membuat gesture menggunting untuk membuka lubang berkerut itu dan menggantikan jarinya dengan miliknya yang sudah menegang sedari tadi ditambah dengan desahan sang kekasih.

“Aaahhhng!!!” desah seseorang dari dalam bilik itu, ketika Seungcheol berhasil memasukin kejantanannya dalam satu tumbukan. Wonwoo dan Soonyoung mendengarnya dengan sangat jelas.

“Eunghh~ Cheol aah!” kata pria dalam pelukan Seungcheol ketika pria berotot itu mulai menggoyangkan pinggangnya maju dan mundur.

Pria itu memanggil nama seseorang yang Wonwoo dan Soonyoung kenali. Mata mereka membelalak kaget, Soonyoung berbisik dan memanggil semua binatang yang bisa dia ingat saat itu.

“Ahh!! Babe.. That's good.. nggghhh.. harder, please.” Kata pria yang Wonwoo dan Soonyoung yakin itu suara Kak Joshi.

Fuck you, Josh! eeungh.. Your hole is clenching hhng by the aah..” erang Seungcheol sembari menyandarkan kekasihnya, terus menanam dan menumbuk kejantanannya di bawah sana.

Don't do this, I can't, babe nggghhh... pelan-pel aahh..” erang Joshi ketika tumbukan Seungcheol semakin kencang, bunyi tumbukan dan sentuhan antar kulit pun semakin terdengar.

Wonwoo menarik Soonyoung keluar dan terkejut ketika melihat Han ada di depan pintu kamar mandi yang tertutup.

“Ngapain lo, Kak? Kamar mandinya rusak! Better pee upstairs, gue tadi di atas. Mau gue temenin?” tawar Wonwoo, terkejut. Soonyoungpun dibuat terkejut oleh kehadiran kakak tingkatnya.

“Kenapa pada melotot kaya abis liat hantu? Ada hantu di dalem?” tanya Han, mencoba mengintip, Wonwoo dan Soonyoung langsung menutup pintu kamar mandi rapat-rapat. Wonwoo membalikkan badan Han.

“Serius, kamar mandinya rusak!” kata Wonwoo meyakinkan Jeonghan.

“Oh, beneran rusak. Tadi gue ke sini masih bener padahal. Ya oke deh, gue naik.” kata Han diikuti oleh Wonwoo. Wajah Wonwoo yang menyiratkan rasa bersalah itu, membuat Han sedikit bertanya tapi malas dia ungkapkan.

“Lo balik ke kelas aja sama si anak macan. Gue naik sendiri.” kata Han, berlalu berjalan lebih cepat dan meninggalkan Wonwoo yang akhirnya kembali ke Soonyoung yang masih terdiam membeku di depan pintu kamar mandi.

“Yuk! Lo mau bengong sampe mereka beres?” tanya Wonwoo, menarik tangan Soonyoung lagi.

“Lo tau, Won?” tanya Soonyoung.

“Tau apa? Mereka ngewe di bilik kamar mandi tadi?” tanya Wonwoo, yang dijawab anggukan.

“Kan tadi gue bilang gue curiga mereka di sana, tadi gue sampe pipis ke lantai atas soalnya.” jawab Wonwoo.

“Taunya bener, bangsat! Jiwa binal lo emang berguna ya nangkep orang-orang yang lagi ngewe. Sering soalnya kan lo!” kata Soonyoung terbahak-bahak sembari mendapat berbagai tinjuan dari Wonwoo di lengannya dengan sedikit merintih kesakitan.

“Sorry, gue ngga suka ngewe di kamar mandi. Sempit. I prefer dry kitchen.” kata Wonwoo santai memasuki kelas tempat mereka berkumpul.

“Setan emang Kucing Sange!” kata Soongoung menjitak pelan kepala teman dekatnya dari SMA itu.

“Gue punya tempat pemuasnya, ngga yang nyolo!” ejek Wonwoo menendang paha Soonyoung.

“Tapi semalem kata Kwan lo nyolo?”

“Bangsat emang ade gue, cepu banget! Ke twitter lagi!” celetuk Wonwoo melihat tajam ke tempat Seungkwan duduk. “Udah seminggu ngga ketemu, Unyoung! Cari pacar biar tau rasanya!” kata Wonwoo mengerucutkan bibirnya ingin di iyakan argumennya oleh si teman dekat.

“Iya serah lo!” Soonyoung mengalah. “Sekarang gue mau ngumumin dulu ini Ketua Panitia sama Sekretaris Dua lagi asik ngewe di kamar mandi.” kata Soonyoung Jahil.

“Guys! Attention, please!!” kata Soonyoung membuat orang-orang yang ada diruangan itu memberikan perhatian pada pria mata sipit itu. Wonwoo membelalakkan matanya terkejut, takut Soonyoung mengatakan kalimat yang dia dengar sebelumnya, karena apa yang tidak bisa Soonyoung lakukan. Soonyoung ya? Pria itu gila! kata Wonwoo sesekali bila ditanya adik kelasnya tentang si sahabatnya yang suka bertingkah aneh itu.

“Bang Cheol sama Kak Joshi telat, nanti jam 3an kurang paling. Ada urusan dadakan soalnya.” kata Soonyoung memberi alasan. Wonwoo tersenyum lega dan melangkahkan kaki meninggalkan sahabatnya.

Wonwoo menghampiri kekasihnya yang memang sudah duduk di sampingnya sejak awal mereka sampai di sini. Wonwoo berhenti di kursi sang pacar dan duduk di paha Mingyu. Mingyu kaget dibuatnya.

“Kenapa?” tanya Mingyu, mengelus punggung kekasihnya.

“Mau ciuman.” kata Wonwoo berbisik.

“Di sini?” tanya Mingyu yang sedang membelalakkan matanya.

“Iya. Aku mau ciuman.” kata Wonwoo yakin, masih berbisik dengan nada erotis di daun telinga Mingyu, kemudian mengecup daun telinga kekasihnya.

“Ini bahaya kalau pria kecil di bawah sana bangun di sini, sayang.” kata Mingyu berbisik.

“Jangan sampe bangun. Aku cuma mau ciuman.” bisik Wonwoo jahil. Mingyu langsung mengelus rahang kekasihnya dengan tangan kanan dan mendekatkan wajahnya, mengikis jarak mereka, merasakan nafas satu sama lain. Melumatnya perlahan yang dibalas oleh Wonwoo.

“SORRY!!!!! find your own place, Dude!” kata Seokmin yang ada di samping mereka berjarak dua kursi, terhalang oleh Han yang sudah kembali dan masih sibuk sendiri dengan pikirannya.

Seokmin melempar tempat pinsil kain ke arah Wonwoo dan Mingyu yang dapat ditangkis sigap oleh Mingyu sebelum kena wajah Wonwoo. Suara Seokmin sampai mengalihkan pandangan orang di ruangan itu ke arah mereka.

Ups! Sorry.. lagi pengen.” kata Wonwoo. Kembali melihat wajah kekasihnya, membersihkan bibir Mingyu yang mengkilap karena air liur mereka, merapihkan surai kekasihnya yang tadi dia acak dan kembali ke kursinya.

“Kamu kenapa?” tanya Mingyu kaget, tidak biasanya sang kekasih melakukan afeksi se-extreme itu dihadapan puluhan orang. Biasanya paling banyak ya kalau lagi sama anggota The Basecamp saja.

“Nanti deh, I will tell you the truth! But to ask for a kissed earlier, I really mean it. Aku emang lagi pengen ciuman.” kata Wonwoo sambil tersenyum yang meneduhkan hati Mingyu.


Tepat perkiraan Soonyoung, Seungcheol dan Joshi datang jam 3 kurang, dengan keadaan yang sudah lebih rapih — ya tentu saja. Mereka meminta maaf atas keterlambatan mereka dan memulai rapat karena semua anggota sudah berkumpul. 30 menit dihabiskan dengan perkenalan team kecil dan volenteer. Membicarakan rencana selanjutnya selain Jihoon and the band yang akan mulai latihan dan gigs mereka untuk membantu pemasukan.

“Gue udah dapet approval dari direktorat kampus buat anggaran dana. Semua bakalan diurus sama Han, Joshi dan Jihoon. Atur-atur aja ya.” Kata Seungcheol, sembari menggenggam tangan kekasihnya. Tak salah bila Han dan Seokmin memalingkan pandangannya saat itu.

“Gue juga udah terima nih susunan acara dari Ryujin. Thank you Wonwoo and team. Kita udah bisa mulai eksekusi ya untuk nanyain available si Guest Starnya. Abis itu discuss sama Han dan Jihoon. Joshi biar ngurusin keperluan logistik sana Jihoon nanti.” pinta Seungcheol.

“Hao sama Wonwoo udah mulai bikin poster kali ya, in parallel” pinta Joshi.

“Iyes, rencananya within this week, dibantuin beberapa anak seni rupa, Mingyu, Soonyoung sama Seokmin.” kata Hao menjawab.

“Okay deh kalau gitu. Peralatan-peralatan udah pada disubmit semua belum?” tanya Seungcheol ke Seokmin, Jun, Mingyu, Hao, Hansol dan Ichan.

“Dari keamanan sih gue udah masukin ya, Kak Won. Buat HT dan lain-lain.” kata Hansol, yang dibalas anggukan yakin oleh Wonwoo.

“Udah gue share juga ke Jihoon kok. Ada lagi ngga sih?” tanya Wonwoo.

So far itu aja sih, kak.” kata Hansol. Wonwoo memberikan jempolnya yakin.

“Yaudah, kalau ada apa-apa buat kalian anggota tim, langsung ke PIC nya ya, jangan sampe ada apa-apa pas udah mau jalan acaranya, tinggal 4 bulan lagi. Kita harus makin cekatan.” kata Seungcheol mengingatkan orang-orang yang ada di auditorium itu. Semua orang menjawab rusuh yang artinya sama, Oke bang, baik bang, sip bang.

“Untuk hari ini kita dismiss ya. Sampai ketemu lagi dengan meeting berikutnya!” kata Seungcheol membubarkan meeting yang berakhir sore itu.

Ada benarnya kata Jihoon, sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 5 lebih 10 menit, mereka-mereka yang sudah janjian dengan teman Han, si pemilik cafe sudah terlambat dan berbondong-bondong berangkat ke sana.

“Aku berangkat ya, Kitten. Kamu pulang sama Kwannie dulu. Nanti malem atau besok, aku nginep di apart ya. Sayang kamu.” kata Mingyu terburu-buru namun tetap menyempatkan mencium kening Wonwoo dan pamit berangkat duluan.

“Hati-hati, Big Guy! Love you, more!” kata Wonwoo, sedikit meninggikan suaranya karena Mingyu sudah berlalu.

Let's go, Kak. Gue mau makan dulu sama Hansol. Ikut aja!” kata Wonwoo yang mengangguk menuruti perkataan adiknya.

“Sorry ya, Sol. Hari ini aja. Besok-besok lo bebas pedekate.” ledek Wonwoo dengan berbisik. Hansol membelalakkan matanya, khawatir gebetannya mendengar suara Wonwoo.

Emang ngga ada rahasia nih si Kiming anjing sama Kak Wonu! gumam Hansol dalam hatinya.

Public Display of Affection


[Narasi 2]

tw//mild matured content — PDA — 🔞
Please be wise readers 🙏

Setelah huru-hara di group Mingyu dan teman-teman dekatnya dari Jurusan Seni Rupa akibat dari Soekmin yang tiba-tiba tantrum karena cemburu buta dengan pasangan yang masih bahagia — Seungcheol dan Joshua. Kini Mingyu, Ichan, Wonwoo dan Seungkwan sudah berada di rumah Hansol untuk meeting update perhelatan event musik tahunan kampusnya, sesuai dengan yang dijanjikan.

Seperti yang dapat ke empat orang tadi dapat lihat di ruang tengah rumah berarsitektur modern ini, ada pria dengan perawakan kurus, hidung bak perosotan, bibir mengerucut yang sedari tadi membuat onar di chat group kini sudah merengut, jelek.

Ya Tuhan, sahabat gue jelek amat! Untung laki gue ganteng. gumam Mingyu dalam hatinya.

“Soonyoung belum dateng?” Tanya Wonwoo kepada sang pemilik rumah yang tadi membukakannya pintu.

“Belum dateng. Soalnya, dia berangkat dari Depok.” Kata Hansol. Wonwoo mengangguk, mendudukkan dirinya di samping Seokmin. Ichan dan Seungkwan kini sudah sibuk di depan TV 42 inch milik Hansol dan mengutak-atik channel TV, lebih memilih untuk menonton, tidak ingin ikut campur urusan kakak tingkatnya yang sedang bermuram durja.

“Seok, are you okay?” Tanya Wonwoo dengan nada pelan, khawatir bila Seokmin akan tersinggung.

“Ngga usah peduliin gue. Gue ngga papa, Nu.” Jawab Seokmin dengan nada yang dibuat selembut mungkin, menghormati Wonwoo yang memberikan nada khawatirnya.

You are not. Better cerita sebelum anak-anak yang lain dateng. It's okay, I can keep a secret.” Kata Wonwoo. Seokmin sedang mempertimbangkan tawaran Wonwoo saat Mingyu datang yang kemungkinan dari kamar mandi, karena sepanjang perjalanan pria itu ngedumel kebelet pipis.

Mingyu bergabung dengan mereka berdua. Duduk di samping Wonwoo, memeluk prianya dan menyandarkan dagunya di bahu sang kekasih. Sesekali mengecup leher kekasihnya dan dibalas usapan halus pada tangan Mingyu yang melingkar diperut Wonwoo.

“Jadi gini—” Omongan Seokmin terpotong. “Harus banget mesra-mesra-an di depan gue?” Tanya Seokmin yang mengurungkan niat ketika melihat apa yang sahabat dan kekasih sahabatnya itu lakukan.

Go ahead, Mingyu cuekin aja.” Kata Wonwoo — berusaha maksimal untuk — santai. Mengaitkan jemari Mingyu dan miliknya agar Mingyu tidak mengelus mesra perutnya, menambah rangsangan dari sebelumnya.

Dan yang dua pria itu tidak tahu, kini Wonwoo sedang mencoba mengembalikan konsentrasinya, karena saat ini difikiran Wonwoo hanya ingin duduk di atas Mingyu, menggesekkan kejantanannya dengan sang kekasih dan menyentuh kulit tan serta tubuh bidang berotot itu. Melumat habis bibir kekasihnya.

Mingyu, please stop! Aku ngga konsen dengerin Seokmin! And, this baby of Wonwoo is getting hard! rengek Wonwoo dalam hati. Rengekan itu berasal dari kecupan di leher yang Mingyu berikan, naik menjadi kecupan di belakang daun telinganya, sesekali menjilat pelan bawah daun telinga Wonwoo. Salah satu titik sensitif milik Wonwoo.

“Lo taukan gue sama Joshi pernah deket? Ya itu, gue muak aja liat Bang Cheol pake handphone Joshi bales chat group! Ya ngga usah pake nama dia juga kali! Mau pamer?” Keluh pria yang biasanya selalu ceria dan ramah pada setiap makhluk hidup di bumi layaknya matahari di Teletubies. Wonwoo sedikit kaget mendengar keluhan Seokmin. Wonwoo berdeham.

“Gue tau sih ceritanya, jadi gue ngerti keadaan lo. Nah, kalau Bang Cheolnya tau ngga? Lo kaya gini?” tanya Jeon Wonwoo. “Kalau ngga tau terus lo kesel gini yang capek kan lo sendiri, Seok. Nghhh..” Lanjut Wonwoo, desahannya terlepas karena Mingyu sedang meniup melumat tengkuk leher Wonwoo dan meremas paha dalamnya.

“Ah! ANJING KIM MINGYU! Gue lagi cerita sama laki lo, Bangsat!” Kata Seokmin yang melihat kelakuan sahabatnya, kembali emosi.

“Maaf.. maaf.. keceplosan.” Kata Mingyu, menarik tangannya dari tubuh sang kekasih yang dihujami pukulan dari bantal sofa yang dipegang Seokmin.

Pria dengan perawakan tinggi dan tampan yang bernama Kim Mingyu itupun pergi menjauh ke tempat 3 adik tingkatnya duduk — Kwan, Hansol dan Ichan — mulai ikut menonton serta mengganggu mereka. Seperti mengambil minuman di hadapan Seungkwan dan mengambil makanan dari tangan Ichan.

“Lo bisa ngga sih diem, Bang?” omel Ichan ketika mendapati Mingyu mengambil sebungkus astor dari tangannya.

“Ya ngga tau sih Bang Cheol tau atau ngga! Masa Joshi ngga ngasih tau?” Tanya Seokmin.

“Kadang ngga semua bisa diceritain, Seok.” Kata Wonwoo. “Mungkin dia belum cerita ke Bang Cheol?” Wonwoo melanjutkan.

“Karena ngga penting? Gue pedekate sama dia dua bulan ngga penting?” Tanya Seokmin sembari memberikan gesture tangannya saat mengatakan dua.

“Ya enggak. Ngga gitu!” Kata Wonwoo. “Mungkin Kak Joshi juga bingung kali gimana ngejelasinnya ke Bang Cheol.”

“Alah! Emang dasarnya aja gue ngga pernah dianggep!” Kata Seokmin, emosi lagi.

“Masih aja lo marah-marah.” Kata suara yang sangat mereka kenal. Pria yang selalu mengaku bahwa dia adalah jelmaan macan. “Daripada lo ngamuk sama Wonu yang gue yakin bentar lagi lo dihantem sama lakinya dan Kwan. Mending lo jadiin aja tuh kembarannya Joshi.” kata pria itu, Soonyoung namanya.

Wonwoo tertawa saat menangkap arah pembicaraan Soonyoung. Diikuti oleh orang-orang yang ada di ruangan itu. Soonyoung duduk di seberang sofa Seokmin dan Wonwoo.

“Sama Han aja! Sama kan pabriknya?” Kata Soonyoung mengulang sarannya, semua orang tau itu saran yang tidak masuk akal. Susah menembus hati Kak Han, jangankan menembus hatinya, kalian harus menjadi orang yang sangat istimewa bila ingin dekat atau didengarkan ceritanya oleh seorang Yoon Jeonghan — Nama lengkap Han.

“Han terlalu punk rock buat gue yang indie, Nyong!” Balas Seokmin. Tidak lain yang artinya Seokmin menciut bila di dekat Han, Han terlalu intimidatif untuk Seokmin yang nyalinya segede Smurf.

“Lagian si mau kali Kak Han sama Seokmin yang kaya gini?” Tanya Hansol yang datang membawa kaleng minuman untuk para tamunya yang berkumpul di ruang tengah dan sudah datang duluan.

“Gini tuh gimana?” Tanya Seokmin. “Ganteng?”

“Yaaaa, ngaca aja babik! Ganteng dari sedotan!” Kata Hansol lagi, melihat temannya dari ujung kaki hingga kepala, menggeleng.

“Lagian gue pikir, Kak Han sukanya sama Bang Cheol tau!” Celetuk Seungkwan ketika datang menghampiri meja tempat Hansol meletakkan minuman kaleng.

“Hah?” Tanya orang di ruangan itu serempak. Tidak ada yang tahu hal itu, dan dari mana asalnya pernyataan adik kandung Wonwoo itu.

“Ya gue pikir. Karena aura Kak Han, ngga jauh dari aura Bang Seokmin. Tau deh tapi gue.” Kata Seungkwan sedikit meralat kalimatnya.

“Tapi, mending gue ngukus bakpao!” Kata Seungkwan beranjak dari duduknya dan menarik Hansol untuk membantunya mengukus bakpao yang ada di freezer sang pemilik rumah.

“Seungkwan sama Wonwoo sama ya? Kalau ngalihin pembicaraan jago banget!” Kata Soonyoung ketika melihat punggung dari Seungkwan menghilang ke arah dapur rumah itu.

Aura? Aura kasih! dumel Soonyoung.

“Turunan itu mah!” Celetuk Mingyu yang langsung dihadiahi cubitan dari Wonwoo yang muncul dari belakangnya, awalnya Wonwoo memeluk sang kekasih dari belakang dan bergelayutan di sana. Namun, dengan refleks dia memukul punggung sang kekasih ketika mendengar celetukan Mingyu.

Mingyu berbalik ke arah Wonwoo dan menarik Wonwoo, memaksa dengan gesture tubuhnya untuk pria ramping berkacamata itu duduk di pangkuannya dan mengecupi ranum bibir Wonwoo dengan singkat berkali-kali hingga berakhir dengan ciuman yang hanya menyalurkan perasaan mereka berdua terhadap satu sama lain.


Tepat jam 1 siang hari Minggu di kediaman Hansol, kini anggota the Basecamp sudah lengkap. Membicarakan program kerja dan progress masing-masing seksi panitia. Yang paling alot adalah pembicaraan yang terkait dengan biay. Saat ini mereka sedang sibuk mencari jalan keluar untuk sponsorship yang sudah beberapa Minggu ini mereka sebarkan proposalnya. Namun, belum ada feedback dari perusahaan manapun.

“Kita harus fokus sih sama sponsor sih ini, belum ada uang yang masuk. Uang kampus juga belum approve.” Kata Jihoon membuka suaranya dengan nada khawatir. “Sedangkan kita udah harus book singers nya jauh-jauh hari.” katanya lagi.

“Coba fokusin ke Parent's Sponsorship sih kata gue.” Kata Joshi. “Tapi, masih on progress ini proposalnya. Lusa paling ngga baru selesai. Kelamaan ngga ya?” Tanya Joshi ke anggota lainnya.

“Ngga apa-apa sih, yang penting ada.” Kata Mingyu.

“Terus ya langsung sebarin, berarti dua hari ini kita harus cek nih siapa keluarga yang bisa nyumbang banyak buat event kaya gini.” Kata Hao, penuh semangat.

“In parents we trust!” Ucap Jun.

“Eh bentar, ada yang nelfon gue.” Kata Han meninggalkan kerumunan panitia inti itu dan berjalan ke balkon untuk menerima panggilan dari nomer yang tak dikenal yang terlihat dari layar handphone-nya.

Sisanya 12 orang lainnya sedang berbincang-bincang dan sibuk sendiri dengan kegiatan mereka masing-masing, ada yang sedang sender-senderan seperti yang dilakukan Joshi dan Seungcheol dengan Seokmin yanh gondok dan meninggalkan kerumunan tersebut, beranjak ke balkon yang diikuti oleh Ichan dan Seungkwan bermaksud untuk menghibur serta memberikan energi posiitf-nya untuk teman kakaknya mereka itu.

“Gue mau ke dapur, ada yang mau nitip?” Tawar Wonwoo ketika sudah berdiri, kepalanya pusing, dia butuh asupan gula — teh manis hangat.

“Kak, aku mau beng-beng aku taro di kulkas.” teriak Seungkwan dari balkon. Yang di balas jempol tanda setuju oleh Wonwoo. “Bang Seok minta apa aja yang seger. Kalau bisa racun tikus.” Sahut Ichan. Tanpa mereka sadari kalimat Ichan membuat seseorang membelalakkan matanya.

“Anyone?” tanya Wonwoo.

“Cola lagi dong, Won!” Ujar Bang Cheol dan disambut dengan yang lainnya. Setelah itu, Wonwoo berjalan ke arah dapur yang diikuti oleh kekasihnya.

“Ngapain kamu ikutin aku?” Tanya Wonwoo, heran melihat Mingyu mengikutinya.

“Kasian kamu, titipan anak-anak banyak. Aku bantuin.” Kata Mingyu, beralasan.

Wonwoo sudah menaruh cola pesanan beberapa orang, dengan beng-beng pesanan Seungkwan ditambah dengan beberapa pesanan lainnya di meja counter yang ada di dapur. Sedangkan Mingyu hanya memperhatikannya. Kini, Wonwoo sedang sibuk membuat teh manis hangat karena kepalanya sudah mulai pusing memikirkan ini itu yang masih banyak kurangnya perihal event musik kampus yang harus diselenggrakan lima bulan lagi.

“Hey, tumben teh manis anget?” Tanya Mingyu menghampiri sang kekasih ketika melihatnya mengaduk gula dengan air panas di satu cangkir.

“Pusing kepala aku, banyak banget yang masih ngambang buat event nanti. Kayaknya aku butuh banyak gula.” Jawab Wonwoo yang kini sudah dipeluk dari belakang oleh Mingyu.

Mingyu meletakkan kepalanya di bahu Wonwoo dan mendekap sang kekasih erat.

“Jangan pusing-pusing, Kitten. Aku bisa kasih kamu yang lebih manis.” Ujar Mingyu, mengecupi bahu sang kekasih dan mengelus perutnya.

“Aku tau apa yang lebih manis.” kata Wonwoo mengelus tangan Mingyu yang ada di perutnya. Dan berbalik menghadap kekasihnya yang tinggi itu. Mingyu menaikka kedua alisnya, yang artinya dia sedang bertanya apa maksud dari perkataan Wonwoo.

“Mmmm.. A little kiss from you, maybe it will be better, Big Guy.” kata Wonwoo, melingkarkan tangannya di leher Mingyu, sedangkan Mingyu dengan senang hati menarik tubuh ramping kekasihnya, memberikan ruang yang tak berjarak antara mereka dan mencium bibir tipis Wonwoo yang sudah menjadi candunya.

Awal ciuman ringan tersebut, menjadi lumatan hangat penuh nafsu dengan nafas mereka yang saling menderu. Tangan Mingyu dengan lincahnya sudah membuka kancing celana jeans Wonwoo, sedangkan tangan Wonwoo sudah masuk ke dalam t-shirt putih dan mengelus kulit halus punggung milik Mingyu.

Sedangkan tangan Mingyu sudah masuk ke dalam celana boxer Wonwoo tanpa underware, seperti yang dia katakan saat mereka bertukar pesan pagi tadi.

Am I today don't have to wear panties, Kim Mingyu? Then it's a surprise. Guess me 😉

Diremas pantat sintal sang kekasih yang langsung ia sentuh kulitnya di bawah sana dengan gemasnya. Desahan Wonwoo mulai terendam di dalam mulut mereka karena kuluman yang mereka lakukan sedari tadi, yang kini sudah berubah menjadi kaitan pada lidah mereka satu sama lain.

Mingyu baru ingin memasukkan satu jarinya ke dalam lubang berkerut di bawah sana dan Wonwoo sudah hampir memijat kejantanan kekasihnya, sampai

“Ehemm.. get a room, dude!” suara Soonyoung terdengar dari seberang meja counter. Mereka langsung melepaskan tautannya. Wajah Wonwoo memerah menahan malu, berbalik ke arah cangkir tehnya dan seakan mengaduk tehnya kembali. Sedangkan Mingyu berusaha mengancing celana jeans Wonwoo yang tadi sudah terlepas akibat tangan jahilnya.

“Gue cuma mau ngambil pesenan anak-anak, soalnya lo ngga balik-balik—” kata Soonyoung. “Oh iya, sekalian mau ngasih tau kalau kita mau lanjutin meeting lagi.” Soonyoung berkata dengan nada santai. Ini bukan pemandangan pertama untuk Soonyoung. Dia bahkan pernah memergoki Wonwoo sedang masuk ke dalam t-shirt Mingyu ketika di perpustakaan. Tidak tahu apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka lakukan setelahnya. Soonyoung hanya tidak perduli.

“Emang otak udah di titit, senggol dikit sangé!” celetuk Soonyoung.

“Tahan dulu sangé-nya sampe pulang. Beresin rapat panitianya dulu.” Saran Soonyoung dan berlalu meninggalkan mereka berdua membawa beberapa kaleng minuman. Sedangkan Wonwoo dan Mingyu kini salah tingkah.

“Ke-gep Nyong lagikan!” Keluh Wonwoo.

“Sial banget Unyoung. Kasian jomblo!” Kata Mingyu santai, merapihkan wajah dan surai Wonwoo yang berantakan karena ciuman tadi, ulahnya.

“Iiiiih... bukan itu sayang. Tapi, aku malu.” Kata Wonwoo, memukul kecil dada yang berotot milik kekasihnya itu, ditangkapnya tangan tersebut dan dikecupi punggung tangan Wonwoo.

“Ngga pa-pa, bukan yang pertama kalinya juga. Kenapa merah banget muka kamu?” Tanya Mingyu, jahil.

“Tau ah, Mingyu! Sebel akunya. Just wanna little kisses bukan jari kamu almost into my hole!” Omel Wonwoo.

“Aku punya privilege tho'!” Ucap Mingyu, masih jahil. “Kamu yang bilang tadi jari aku selalu disambut kalau mau masuk?” Ucap Mingyu.

“Nih buktinya, mana tuh chat kamu tadi pagi.” Mingyu merogoh kantong celananya.

“Iya iya. Okay. Sekarang kita balik dulu ke ruang tengah. Nanti kita lanjutin di kontrakan kamu.” Kata Wonwoo. Mengambil tehnya dan berjalan meninggalkan kekasihnya di dapur.


“Tadi gue di telefon sama Pocari, mereka mau ngadain meeting sama kita dan pengen kita present konsep kita. Di Pondok Indah.” kata Han, memberi kabar gembira.

“Alhamdulillah, ada yang nyantol.” kata Seungkwan.

“Iya, gue butuh Wonwoo aja sih buat present bareng gue. Kalau Cheol sama Joshi mau ikut juga boleh.” tawar Jeonghan.

“Hari apa, Kak? Semoga gue ngga ada kelas.” kata Wonwoo bersemangat.

“Rabu depan! Hari ini gue akan beresin proposal yang mau dipresent, lo siapin aja rundown acaranya sama calon pengisi acara. Sama Jihoon, Budgeting tolong double check ya!” kata Han tak kalah semangat. Jihoon dan Wonwoo mengagguk tanda setuju.

Meeting berakhir sore, tidak terlalu membawa banyak perubahan, kecuali panitia akan membentuk band agar bisa mendapatkan saweran dari penontonnya, mencoba mencari gigs dalam waktu satu bulan ini. Serta Jihoon dan Wonwoo yang harus segera mempersiapkan proposal untuk first meeting dengan pihak sponsor untuk yang pertama kalinya.