mnwninlove

Closure


tw: implisit content. Last narration for Falling Fallen. Enjoy.

“Bian, aku udah di Ecolog— Oh, I see you.” kataku menutup sambungannya, masih kugandeng mas suami yang sedari tadi enggan berangkat karena tidak ingin bertemu lagi dengan pria yang bernama Bian.

Aku berjalan menghampiri meja yang sudah diduduki oleh 2 orang pria yang salah satunya adalah Bian dan yang satunya lagi aku yakini, di sebelahnya adalah pacar Bian yang berprofesi sebagai lawyer.

“Hai, Kak Arka! Kak Saka!” sapanya dengan nada ceria, priaku hanya tersenyum berusaha untuk menerima kenyataan bahwa aku memintanya untuk memaafkan pria itu.

“Hai, Bian. Ini ya Bang Yuta yang sering kamu ceritain?” tanyaku menatap pria yang menggunakan kemeja putih pajang dengan lengan yang dilipat hingga sikunya.

“Yuta.” pria itu mengulurkan tangannya yang aku sambut hangat.

“Arka, ini suami aku, Saka. Mas?” kataku memintanya untuk menjabat tangan kekasih Bian itu. Saka menurutiku dan menyebutkan namanya lembut, menjabat hangat tangan pria itu.

“Duduk, kak.” kata Bian masih berusaha tersenyum, ada mimik canggung di sana, sesekali menatap Saka. Aku tahu, dia segan bertemu dengan mas suami karena perasaan bersalahnya.

Kami memesan beberapa menu dan memakannya dengan tenang, sesekali menceritakan kegiatan yang kami lakukan, aku cerita tentang keberadaan Jenno, Bian menceritakan kehidupan barunya, dan Yuta pun bercerita ini itu. Sedangkan, Saka masih terdiam, menjadi pendengar setia dan sesekali tersenyum menatapku. Si dia, selalu seperti itu, matanya yang berbinar ketika melihatku, aku tak sanggup lagi menjelaskannya.

Tak lama, meja kami kembali hening, Bian memulai mengikis kekosongannya, “Kak Saka, aku mau minta maaf atas semua tindakan aku sebelum ini. Aku sangat menyesal.” Bian mengucapnya dengan nada yang tulus, aku tahu itu.

“Aku ngga bisa janji untuk jadi orang yang bisa sebaik dan selapang Kak Arka, tapi aku mencoba untuk lebih baik lagi, Yuta sangat membantu ku.” lanjutnya. “Aku—” kalimatnya terputus.

Mas suami menggenggam tanganku. “Sudah lewat, Bian. Aku berharap kamu belajar dari semua apa yang sudah kita alami, dan sudah kamu perbuat—” kalimatnya menggantung, ia menarik nafasnya. “Kakak sangat bahagia kamu bisa menemukan pria yang bisa menerima kamu apa adanya. Kakak juga harus minta maaf dengan apa yang sudah terjadi antara kita, aku sudah bahagia sekarang, dan aku harap Bian juga bisa bahagia dengan kehidupan baru kamu. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, Bian.” tuntasnya, Saka mengucapkan segala unek-unek di dalam hatinya, ia lega karena kudengar hembusan nafas tenang di sana.

Bian tersenyum mendengar kalimat Saka hingga ia menitikkan air matanya, aku tahu betapa lega hatinya mendengar apa yang selama ini ingin ia dengar. Mas Suami, pria terlapang dada yang menjadi manusia favorite-ku. Manusia yang akan aku sayangi hingga nafas terakhirku.

Ia mengecupi punggung tanganku yang ia genggam, sedangkan Yuta mengelus punggung Bian lembut.

Closure itu yang Bian butuhkan, menyampaikan pesan yang tertahan untuk mantan tunangannya, itulah yang mas suami-ku butuhkan. Hari ini, sekali lagi aku merasa sangat bahagia karena Mas Saka bisa menyudahi rasa dendamnya, dan Bian bisa melanjutkan hidupnya tanpa terbebani rasa bersalah.

Kita semua harus bahagia, bukan hanya aku dan mas suami, tapi Bian dan kehidupan barunya.

“Terima kasih banyak, Kak Saka, Kak Arka. Terima kasih.” pria itu masih menangis, suara nadanya tampak sangat lega dan aku senang mendengarnya. Hatiku menghangat.

“Iya, Bian ngga usah nangis lagi yaaa. Ini terakhir.” kataku, mengelus lembut tangan pria yang berada di hadapanku.

Setelah itu, kami berbincang hangat, sudah ku lihat kenyamanan di mata mas suami, ia sudah mulai bercerita ini itu, Bian juga tidak menangis lagi dan mulai bercerita tentang keinginan, serta cita-citanya. Sama halnya denganku, akupun banyak bercerita tentang Jenno dan hal lainnya, yang terkadang hanya sebuah TMI.

Kami bertiga, akhirnya menemukan pintu untuk berjalan keluar, mencari kebahagiaan dengan cara kami, yaitu, bergandengan tangan dengan pria yang berada di sebelah kami.


“Jenno masih di eyang?” tanya mas suami saat kami sudah berada di rumah.

“Masih.” kataku yang sedang membuka cardigan dan meletakkannya di keranjang baju kotor, begitupun Saka yang sudah membuka polo shirt hitamnya, memamerkan seluruh tubuhnya yang kekar dan berwarna tan. Hal biasa untukku melihat pemandangan ini, indah.

“Seneng?” tanya pria itu, menghampiriku, memeluk tubuhku dari belakang.

“Banget, kamu seneng?” tanyaku padanya yang mengecupi tengkuk dan bahuku acak.

“Lega. Karena masalah dengan Bian selesai pada akhirnya.” jawabnya, memutar tubuhku untuk menghadapnya, mengambil kedua tanganku untuk melingkar di lehernya.

“Terima kasih ya, sudah berani. Berani memaafkan dan kembali percaya.” kataku, mengelus rahangnya lembut dengan ibu jariku dan mengelus surainya.

“Terima kasih juga, karena kamu selalu di sana meyakinkan aku.” ucapnya, mengecup hidung bangirku dan memeluk tubuhku erat.

“Aku akan selalu di manapun kamu berada, mas suami.” kataku, mengelus punggung kekarnya. “Selalu.”

“Aku tahu, karena aku juga.” katanya mengecupi perpotongan leherku dan menghirup wangi tubuhku. Kebiasaannya yang lain.

Manik elang di hadapanku itu kini sudah menatap ke dalam manik mataku, tersenyum, memamerkan gigi taringnya yang menggemaskan. Ku majukan wajahku dan mengecup lembut bibirnya, mas suami membalasnya dan kami menyatukan bibir kami, memagutnya seperti tidak ada hari esok.

Bibir ini, bibir yang akan selalu aku kecupi tanpa rasa bosan.

Saka membuka t-shirt putih yang tersisa pada tubuhku, menggendongnya ke atas tempat tidur dan membawaku ke dalam kungkungannya.

Hari ini dan selamanya, biarkan kami selalu seperti ini, Tuhan. Aku hanya ingin pria ini yang menyentuhku setiap incinya.

I love you, Arkadia Wonwoo Putradinata. Selalu.” katanya sembari menjamah seluruh tubuhku yang mulai menggeliat di bawahnya. Mengabsen seluruh sisi tubuhku hingga tak ada yang terlewat. Mengecupinya dan memberi tanda seakan tak ada yang bisa menyentuhku selain dirinya.

I love you too — nghh — Nisaka Mingyu Putradinata. Always, selamanya.” jawabku dengan lenguhan yang terlepas.

Aku tak akan pernah bosan, untuk mengucapkan pada mas suami setiap detik bahwa aku sangat mencintainya. Aku sangat menyayanginya.

The End.

Mas Suami, Aku Sayang Kamu Banget!


tw: fluff, affections gesture. Enjoy this sweetness.

“Kita bahas masalah hari ini besok ya? Kamu istirahat dulu, kan capek seharian kerja.” itu kalimat pertama yang aku ucap setelah Saka keluar dari kamar mandi sembari memberinya piyama.

“Ngga mau malem ini aja?” tanya pria itu, aku tahu banget, bahkan sangat tahu kalau dia sedang lelah.

Lelah entah karena memang sedang banyak pekerjaan, atau memikirkan hal yang buruk akan terjadi padaku, sore tadi. Awal mulanya karena satu nama, Bian. Mantan tunangannya yang tiba-tiba datang ke kedai kopi di gedung kantor mas suami. Plus aku berbincang panjang dengannya hingga lupa bahwa telepon genggamku sudah dalam keadaan mati total. Part terakhir adalah salahku.

Kini si dia sudah menyusulku ke atas tempat tidur, merebahkan tubuhnya di samping tubuh rampingku dan menarik posisiku untuk semakin mendekat ke arahnya, memelukku seperti hari-hari sebelumnya.

“Aku tuh cuma takut kamu kenapa-napa, cantik.” katanya dengan nada kantuknya, mencium ujung kepalaku berkali-kali, mengelusnya dan sesaat kemudian napasnya mulai teratur saat ku usap lembut punggung kekarnya. Si dia sudah berada di alam mimpinya. Apa kubilang, dia sangat lelah bukan?

***

Sama seperti hari Sabtu lainnya, jam masih menunjukkan jam 9 pagi, sedangkan mas suami masih tertidur dan aku sudah grasak-grusuk di dapur, bangun pagi untuk menyiapkan sarapannya bersama dengan asisten rumah tangga yang lain.

“Mas Arka, hari ini Mas Saka mau dibuatkan sarapan apa?” tanya salah asisten rumah tangga yang bertugas di dapur, wanita yang sudah berumur itu lalu menyarankan beberapa menu, kemudian memintaku untuk menyerahkan sisa pekerjaan masak memasak itu padanya.

“Ngga apa-apa nih aku tinggal?” tanyaku.

Absolutely, Mas. Silahkan kembali beristirahat.” jawab wanita itu, dan aku segera melangkahkan kakiku kembali ke kamar utama dan menemukan tubuh mas suami yang masih tertidur pulas tanpa menggunakan atasan piyamanya.

Tidak, kami tidak melakukan hal yang disarankan Kenan semalam. Melepas baju diseperempat malam memang kebiasaan Saka, kadang ia merasa panas, atau memang fabric-nya tidak terlalu nyaman, walaupun terbuat dari bahan terbaik, namun, hal yang paling memungkinkan adalah itu salah satu habit-nya — memang seperti itu.

Aku buka jendela kamar dengan menekan salah satu tombol yang menempel di meja nakas samping tempat tidur, melihat si sayangku itu mengubah posisinya, lalu menarik tubuhku dan menenggelamkan wajahnya di perutku, karena saat ini posisiku adalah terduduk di samping tubuh bongsornya.

Morning.” sapaku yang hanya dibalas anggukan olehnya. “Bangun yuk, sarapan.” ajakku, dia mengangguk, namun, semakin mengeratkan pelukannya. Ia mengambil tanganku dan memintaku untuk mengelus surainya, kusisir rambutnya dengan jari-jemariku.

10 menit mungkin aku menyisir rambut gelapnya, lalu, ia mengusak wajahnya di perutku — ini juga salah satu kebiasaannya. Tak berapa lama ia memutuskan untuk bangun dan turun ke bawah untuk sarapan.

Sarapan yang sangat-amat tenang, tanpa pembicaraan, yang membuatku menjadi gelisah. Diam itu yang sedang kami alami. Dingin, itu yang aku rasakan. Mas suami masih ngambek.

Pasti ngambek beneran.

Setelah selesai sarapan, ia langsung meninggalkan meja makan dan duduk tenang di sofa ruang tengah yang luas, mengongkangkan kakinya sembari menonton berita internasional, aku menyusulnya dan meminta asisten rumah tangga untuk meninggalkan kami berdua di ruang TV.

Aku langsung menghampiri mas suami, memegang lututnya, melepaskan ongkangan kakinya, kemudian duduk dilahunannya seakan tak ada ruangan lagi untuk ku duduki, mengelus lengannya dengan penuh kasih sayang, memberinya afeksi, dan iya, saat ini memang benar aku sedang merayunya untuk bicara, aku tidak suka saat ia hanya memilih diam padahal ia bisa saja langsung menegurku.

“Kenapa, hmmm?” tanyaku padanya yang seketika menjadi sangat pendiam.

“Ngga apa-apa, memang kenapa?” tanyanya, menatapku dan mencubit pelan pipiku.

“Jadi diem aja, pagi ini aku belum dijailin.” kataku. Biasanya memang dia selalu menjahiliku, misalnya dengan tiba-tiba menggendongku ke kamar setelah makan, sampai seluruh asisten rumah tangga melihat dan tertawa oleh tingkah kami dengan aku yang berteriak tak karuan, atau menggelitikiku hingga aku minta ampun, lalu menciumku sesukanya. Tapi, hari ini tidak. Dia sangat tenang.

“Ngga suka kamu diem gini.” kataku, merapihkan surainya dan menyisirnya ke belakang dengan jariku.

100% Ngambek pasti.

Aku mengecup tahi lalat di hidungnya yang menjadi tempat favorite-ku. “Marahnya ngomong dong, aku mana bisa sih kamu diemin?” kataku, kulingkarkan tanganku ke lehernya, dan mendekap perutnya dengan kedua kakiku.

“Aku ngga marah kok, sayang.” si dia mengelus pinggangku dengan ibu jarinya lalu menjalar ke pahaku yang tidak terbalut apapun dengan lembut.

“Tapi aku tuh lagi mikir, kok bisa tiba-tiba kamu yang ketemu Bian? Aku ketar-ketir takut kamu kenapa-napa.” suaranya masih tenang, tangannya kembali ke pipiku, mengelus rahangku dengan ibu jarinya, lembut. Mas Saka selalu selembut ini. Walaupun, ada hal yang tidak pas menurutnya.

“Aku juga kesel kenapa kamu jadi orang kok baik banget? Dia bukan orang yang pantas kamu baikin, sayang.” dia meletakkan kepalanya di dadaku, memeluk tubuhku semakin masuk ke dalam rengkuhan tubuh besarnya.

Aku tahu dia sangat kesal. Aku ambil wajahnya, ku kecupi semua sisinya tanpa tersisa, memberikan banyak sayang untuknya.

“Aku cerita, kamu dengerin ya?” tanyaku menatap manik mata elangnya, dalam. Ia mengangguk.

“Jadi, ceritanya—” kataku mengelus pelan surai belakangnya, mengelus tengkuknya.

Aku bercerita seperti apa yang aku ceritakan kepada teman-temanku, bagaimana aku bisa bertemu dengannya, bagaimana aku bisa berbincang-bincang dengan mantan tunangan mas suami, dan hal-hal yang membuatku merasa pria itu sedang berusaha memperbaiki dirinya. Aku yakin setiap orang pasti ingin memperbaiki dirinya kan?

“Gitu.” kataku. “Dia udah minta maaf ke aku juga lho, mas. Dia mau minta maaf ke kamu, jadi, aku bilang sama Bian, nanti kita bisa double date, dia bawa pacarnya, aku bawa suami aku.” kataku lalu mengecup pipi kiri Saka.

“Kamu harus ketemu sama dia ya? Biar kamu bisa nilai sendiri sekarang Bian seperti apa. Okay?” kataku, mengecup ujung hidungnya.

“Iya, cantik. Iya, kamu atur aja ya.” jawab mas suami sembari mencubit pelan hidung bangirku.

“Tapi janji, kamu ngga akan bikin satu Putradinata jantungan lagi ya, sayang?” pinta Saka, menyingkirkan surai yang mengganggu mataku.

“Iya, maafin aku ya. Tapi yang penting kan aku di sini, baik-baik aja. Bahkan sekarang lagi sayang-sayangan sama kamu.” kataku memeluk suamiku itu dan mengecupi bahunya yang dilapisi piyama sutra berkali-kali. “Percaya sama aku ya? Percaya sama Bian juga, kalau dia mau memperbaiki dirinya.” kataku.

“Iya, cantik. Aku selalu percaya kamu. Tapi aku ngga janji ya bisa percaya Bian?” katanya, mengelus lembut kedua lenganku. “Aku tahu sekarang kamu di sini sama aku, tapi jangan sampai lengah ya, sayang. Aku ngga mau kehilangan kamu. Ngga mau, aku ngga rela.” katanya, lalu si dia mencium bahuku berkali-kali dan menghirup wangi tubuhku melalui perpotongan leherku.

“Iya, aku ngga akan kemana-mana. Kan kita mau gedein Jenno sama-sama.” kataku menatap manik matanya yang tenang, raut khawatir sudah memudar di sana.

Ah iya, Jenno.

Mas suami segera membaringkanku di sofa hitam besar yang sedari tadi kami duduki, lalu mengukungku, tersenyum manis memamerkan kedua taringnya yang sangat aku sukai, matanya sedang mengabsen seluruh wajahku. Mengecupinya tanpa henti. “Aku mau dipanggil Daddy ya, Papa Arka.” bisiknya yang membuat bulu-bulu halus pada tubuhku berdiri.

Yes, Daddy.I’m giggling, si dia menyisir suraiku dan tak lama menginvasi bibirku, menyatukan kedua bibir kita dan saling memagut lembut, aku kembali mengalungkan tanganku di lehernya. Aku sangat menyukai moment ini.

“Jenno udah bisa dijemput minggu depan, prosesnya udah selesai kemarin.” katanya saat tautan kami terlepas. Aku tersenyum, aku bersumpah aku sedang sangat-sangat bahagia dan hanya pria di atasku ini yang mampu membuatku seperti ini.

“Kita jemput sama-sama ya?” katanya menatapku, aku tahu aku akan menangis haru saat ini. Mungkin ia juga dapat melihat mataku yang berkaca-kaca, hingga ia menutup kedua mataku dengan menciumnya. “Seneng banget ya?” tanyanya, aku hanya mampu menganggukkan kepala.

“Nanti kamu atur semua kebutuhan Jenno ya, Papa Jenno.” lanjutnya. “Kebutuhan aku juga jangan lupa.” bisiknya. Aku tersenyum sembari menitikkan air mataku. Mengecup pipinya berkali-kali tanda terima kasih. Entah apa ini cukup untuk membayarnya.

Pria ini, hanya pria ini yang mampu membuatku seperti ini.

“Mas suami,” panggilku lembut. Ia menatapku sembari masih mengelus wajahku setelah menghapus butiran air mata yang terjatuh pada pipiku.

“Ya, cantik?” jawabnya.

“Aku sayang banget sama kamu, sayang banget sampe aku mau bilang ke dunia kalau aku sayang banget sama kamu. I’m about to explode for loving you.” kataku sangat yakin.

“Aku yang lebih sayang sama kamu, tapi aku udah bilang duluan ke dunia kalau aku sangat sangat sangat sangat menyayangi kamu. Maaf ya kamu keduluan.” balasnya mengecup bibirku berkali-kali yang selalu ku balas dengan kecupan lainnya.

Tatapan matanya yang hangat, ucapannya yang tulus, sentuhannya yang lembut, cintanya yang meledak-ledak.

Tuhan, aku menyayangi pria ini. Sangat mencintainya. Kemarin, hari ini, besok, dan selamanya, aku ingin selalu bersamanya.

Pria tampan itu membawa tubuhku kembali ke lahunannya, menarik tengkukku untuk mendekat ke wajahnya, menyatukan bilah bibir kami untuk kembali saling memagut. Tangannya yang mulai memasuki kemeja putih kebesaran miliknya yang kugunakan dan mengelus lembut punggungku, meremat pinggangku, dengan ciuman yang sudah mulai menuntut.

Untuk selamanya, Tuhan. Aku siap melayaninya, hanya Nisaka Mingyu Putradinata.

Efek rindu #2 — Aku Udah Boleh Cium Kamu?


Inggu sudah masuk ke ruangan VIP Sunflower bersamaan dengan salah satu perawat yang membawakan makanan dan obat siang untuk Wonwoo.

“Makasih, Sus.” senyum pria itu manis, kedua taring yang berada di jejeran gigi atasnya tampak jelas dan sangat menggemaskan — terutama untuk Wonwoo yang sedari tadi memperhatikan pria manis itu.

Hari ini ia menggunakan sweatshirt tipis dengan motif horizontal berwarna kuning yang sangat pas ditubuhnya, membawa tas kuliahnya yang berisi leptop, beberapa buku penunjang skripsinya, dan baju ganti. Inggu sudah diizinkan untuk menginap malam ini, menggantikan Chan yang belum pulang sedari kemarin dan Mommy yang sedang sibuk menyiapkan pesanan cattering untuk besok.

This is for your brunch, and coffee with salt in it.” kata Inggu tersenyum jahil, memberikan temannya itu kantung berwarna cokelat dengan logo franchise kopi terbesar di Indonesia.

“Serius garem?” tanya Chan, menerima kantung cokelat itu.

“Ya enggak lah, mana gue tega.” jawab Inggu.

“Buat aku mana?” tanya pria yang masih terkapar lunglai di hospital bed, dengan posisi sudah terduduk.

“Ini, buat lo orangnya aja.” Chan mendorong Inggu agar berjalan menuju ke arah kakaknya. Ia tahu masih ada yang belum selesai antara mereka, walaupun mereka sudah membicarakannya kemarin.

“Iya, emang maunya itu aja.” kata Wonwoo sembari tersenyum jahil, ia tahu wajah Inggu dapat mudahnya merona saat mendengar kalimat-kalimat isengnya yang menyebalkan untuk Inggu, karena hal tersebut dapat mengobrak-abrik perasaannya.

“Udah ada Inggu, bang. Gue jemput Kwan terus pulang ya.” izin Chan yang dibalas anggukan lemah oleh Wonwoo.

“Gue balik ya, Nggu. Kabarin kalau ada apa-apa.” pinta Chan, yang dianggukkan oleh Inggu. Chan menepuk bahu temannya pelan dan meninggalkan ruangan pasien inap VIP itu, dan kembali hening.

‘This awkward silence is killing me.’ rutuk Inggu.

“Nggu,” panggil Wonwoo.

“Ya?” Inggu langsung mendongakkan wajahnya, menjawab panggilan Wonwoo.

“Haus, boleh ambilin minum?” pinta Wonwoo, Inggu dengan sigap langsung memberikan segelas air mineral pada pasien yang masih lemah lunglai itu.

Wonwoo menarik dengan lemah lengan Inggu ketika pria itu meletakkan gelas dan ingin pergi menjauh darinya. Langkah Inggu tertahan.

“Udah maafin aku belum?” tanya Wonwoo, Inggu membalikkan tubuhnya perlahan, mengelus lembut tangan yang berada di pergelangan tangannya.

“Udah kok, kemarin aku udah ngomong unek-unek aku juga ke kamu.” jawab Inggu, mendekati wajah tampan yang sedang pucat itu dan merapihkan surai yang menutupi dahinya.

“Kok aku ngga denger? Atau aku lupa? Masa aku lupa?” jawab pria itu dengan wajah bingung, wajah yang lucu menurut Inggu.

“Ngga tau, pokoknya aku udah ngomong.” balas Inggu.

“Kamu bawa apa aja? Kok tas segembol?” tanya Wonwoo saat melihat tas hitam berbahan kulit di sofa abu-abu kamar VIPnya.

“Leptop sama buku iseng aja, takut aku butuh. Bulan depan aku harus sidang.” jawab Inggu.

“Oh iya, cepetan lulusnya ya, Nggu.” kata Wonwoo tersenyum.

“Iya, pusing.” keluh Inggu.

“Sekarang, biar kamu ngga pusing banget, aku boleh pinjem leptopnya buat nonton netflix ngga? Atau disney hotstar gitu? Aku bosen.” tanya Wonwoo, Inggu langsung menganggukkan kepalanya, mengambil leptopnya dan merapihkan posisi meja yang biasanya untuk meja makan, menjadi meja untuk menadah leptopnya.

Pria manis itu segera membuka password dengan sidik jarinya, dan menampilkan aplikasi menonton streaming berbayar yang disebutkan Wonwoo. “Selamat menonton.” kata Inggu, hendak meninggalkan Wonwoo agar menonton dengan tenang.

“Sini, nonton sama aku.” kata Wonwoo menepuk hospital bednya. “Temenin.”

“Cukup emang?” tanya Inggu menatap ruang kosong di tempat tidur berseprai putih itu.

“Cukup atuh, coba dulu naik sini.” Wonwoo segera menggeser tubuhnya, memberikan banyak ruang untuk Inggu berselonjor di hospital bed yang dua hari ini menjadi tempat tidurnya.

Walaupun dengan debaran jantung yang tak karuan, ia menuruti pinta Wonwoo, duduk di samping sang pasien dengan kaki sepenuhnya naik ke tempat tidur.

“Kenapa tegang banget?” tanya Wonwoo jahil, walaupun suaranya masih terdengar lemah.

“Ihs! Resek!” Inggu mencubit pinggang Wonwoo yang merintih kesakitan. “Eh, sakit ya? Biasanya juga ngga.” kata Inggu polos.

“Aku lagi sakit, Popok Bayi.” jawab Wonwoo, Inggu baru mengingatnya.

“Oh iyaaa, keceplosan, maaf.” kata Inggu mengelus tempat ia mencubit tadi.

“Ngga apa-apa, santai.” kata Wonwoo, mengambil lembut tangan Inggu yang mengelus pinggangnya dan mengaitkan jemari mereka.

“Ih, aku mau play dulu.” kata Inggu melepas tautan mereka, terduduk dengan pipi yang sudah memerah, dan jantung yang berdegup kencang.

Inggu menekan space pada keyboard leptopnya dan masih dengan posisi yang sama dengan sebelumnya, terduduk tegak, membelakangi Wonwoo yang berselonjor sembari tersenyum melihat tingkah laku pria yang berbeda 7 tahun lebih muda darinya itu.

“Ngga keliatan, Popok Bayi.” kata Wonwoo, membawa tubuh Inggu ke sampingnya, menjadikan lengannya untuk bantal Inggu dan memeluk bahu pria itu, mendekatkan tubuh keduanya.

Jantungnya yang ribut sungguh tak ia hiraukan, ia hanya ingin pria manis itu berada dipelukannya. Tak pergi kemana-mana sedetikpun dari pengelihatannya. Wonwoo masih merindukannya. 2 minggu dibayarkan dengan seperti ini, mungkin akan lunas, semoga saja.

“Tapi — ini — deket banget.” Inggu gugup, terakhir kali seperti ini, berakhir dengan dirinya yang hampir diperlakukan senonoh oleh mantan kekasihnya.

“Tangan aku ngga akan lebih dari ini.” kata Wonwoo, mengaitkan jarinya dengan jemari Inggu. “Atau kamu masih ngga nyaman? Aku ngga maksa.” lanjut Wonwoo, melepaskan pelukannya dari bahu Inggu dan tautannya pada kelima jari pria itu.

Inggu tau, Wonwoo tidak akan melakukan hal yang tidak ia sukai. Bang Wonwoo itu pasti akan bertanya dulu sebelum melakukan apapun pada dirinya. Pria yang tampan itu sangat menghargainya lebih dari siapapun dan apapun.

“Hmm?” tanya Wonwoo.

‘I feel comfortable here, I feel protected with this body, this man. Everything about him.’ racau Inggu dalam hatinya.

“Kaya tadi aja.” Inggu memeluk perut Wonwoo dan meletakkan kepalanya di bahu pasien itu.

Wonwoo kembali merengkuh tubuh popok bayinya itu dan memeberikan kecupan di ujung kepalanya. Entah apa yang ia lakukan, Wonwoo yang sedang lemah ini rasanya ingin berdansa karena perasaan bahagia yang ia rasakan — mendekap Inggu saat ini.

Wonwoo dan Inggu sedang serius menatap layar leptop 13inch milik pria manis itu, masih dalam posisi berpelukan. Sesaat Wonwoo merasakan baju rumah sakitnya basah, dan ia mendapati sang adik manis itu sudah menangisi film yang sedang mereka tonton. Inggu mendongakkan wajahnya ke arah Wonwoo sambil cemberut dan berurai air mata, “Jacknya mati, bang.” katanya.

Wonwoo tersenyum tak sanggup menahan kegemasannya pada makhluk ciptaan Tuhan yang ada di hadapannya ini.

“Iya, mati. Ngga apa-apa, kan pilihannya Jack.” kata Wonwoo menghapus air mata dipipi Inggu yang masih cemberut.

“Tapi, kenapa dia bisa milih mati? Kan Ally sayang banget sama dia.” kata Inggu.

“Mungkin banyak pertimbangannya, Popok Bayi.” Wonwoo tak sanggup menahan tawanya, Inggu memukul dada Abang Wonu-nya pelan, serta Wonwoo mengelus punggung tangan Inggu.

Terdengar Lady Gaga sedang menyanyikan I’ll Never Love Again dari leptop Inggu. Wonwoo menyentuh dagu Inggu dengan ibu jari dan telunjuknya, mendongakkan wajah pria itu untuk menatap manik mata elang yang masih berkaca-kaca di hadapannya, Inggu sedikit kaget dengan afeksi yang diberikan Wonwoo.

“Nggu, aku sayang sama kamu. I would be very happy if I could see you like this again asalkan bukan aku yang bikin kamu nangis.” kata Wonwoo, manik mata rubahnya menatap mata manik elang milik Inggu dalam, ia siap tenggelam di sana, berkali-kali.

Will you be mine? Aku mau jadi pria yang selalu jagain kamu, yang selalu ada buat kamu. Pria yang selalu kamu pikirin.” kata Wonwoo. Entah mengapa, Inggu kembali menangis. “Loh? Masih nangisin Jack?” tanya Wonwoo bingung.

“Ngga.” Inggu menggelengkan kepalanya cepat. “Kenapa kamu bilang ke akunya lagi sakit kaya gini? Aku sedih.” lanjutnya.

“Sakit ku ini membawa berkah tau, kalau aku ngga sakit, belum tentu kamu mau ketemu aku.” jelas Wonwoo. “Aku lagi bersyukur dikasih sakit, bisa berdua sama kamu kaya sekarang.” lanjutnya.

“Ih, jangan ngomong gitu! Aku ngga suka liat kamu sakit.” kata Inggu, mengelus pelan pipi Wonwoo, lalu bibirnya yang kering dan berwarna pucat.

“Jadi, gimana? Mau jadi pacar aku ngga?” tanya Wonwoo lagi, sembari mengambil tangan Mingyu yang ada di wajahnya, lalu mengecupnya telapak tangan itu lembut.

Inggu mengangguk yakin sembari tersenyum manis, mengelap air matany, memamerkan gigi taringnya yang membuat pria di hadapan Wonwoo itu menjadi sangat — semakin — lucu.

“Sekarang, aku udah boleh cium kamu belum?” tanya Wonwoo, Inggu menganggukkan wajahnya malu-malu. Si dia menitikkan sisa air mata saat memejamkan matanya.

Wonwoo membawa tubuh pria itu semakin mendekat, mengecup moles Inggu di pipi kirinya dan tip of his nose. Lalu, kecupannya berhenti, Inggu mengernyitkan keningnya, bingung.

Ia membuka kedua matanya, “Udah?” tanyanya.

Wonwoo tersenyum jahil saat pria itu bertanya, “Udah, emang masih mau yang mana lagi yang dicium?” pancingnya.

“Ini belum, ini belum, ini belum, yang ini juga belum.” semakin lama suaranya semakin mencicit, malu. Ia menunjuk bagian wajahnya yang belum dicium Wonwoo, kening, pipi kanan, dagu, kemudian bibirnya.

Wonwoo tersenyum, mencium kening Inggu, lalu ke pipi kanannya, dan dagu pria manis di hadapannya. “Bibir aku pahit lho, aku pasien kalau kamu lupa.” kata pria tampan itu sembari tersenyum.

“Ya ya ya, aku tahu.” jawab Inggu, menarik kerah baju pasien yang Wonwoo gunakan dan menyatukan bibir mereka, mengecupnya perlahan yang dibalas oleh Wonwoo. Menyatukan kedua bilah bibir mereka dan saling menghantarkan perasaan masing-masing.

Don't wanna feel another touch Don't wanna start another fire Don't wanna know another kiss Baby, unless they are your lips

Efek Rindu — 65% Kangen, 35% Sakit


“Mom, udah ah makannya, ngga enak.” kata Wonwoo kembali menolak makanannya.

“Iya, mana ada makanan rumah sakit enak sih, Bang. Makanya jangan sakit.” omel mommy dengan suara lembutnya ketika mendengar anaknya berkali-kali menolak makanan yang disediakan oleh rumah sakit.

“Makan sesuap lagi, abis itu abang minum obat, tidur ya.” pinta sang mama, menyodorkan sesendok nasi lembek dengan lauk yang akhirnya masuk ke dalam mulut anak sulungnya yang terkujur lemah di atas tempat tidur salah satu rumah sakit di daerah Jakarta Selatan itu.

Sesaat ketika Wonwoo sudah memakan obat, seorang wanita paruh baya yang seumuran dengan ibunya masuk ke dalam kamar dengan senyuman, menghentikan kegiatan yang mereka lakukan. Ibunda Wonwoo segera berdiri dengan wajah sumringah dan menghampiri tamunya.

“Ya ampun, udah dateng, terima kasih lho, bunda dan Inggu sudah sempetin jenguk abang.” kata Mommy memeluk wanita seumurannya dan pria manis yang masih berdiri sembari menunduk.

“Selalu dong, buat abang pasti aku sempet-sempetin.” Mommy mengajak wanita yang dipanggil Bunda itu untuk menghampiri Wonwoo, diikuti oleh pria yang malam ini menggunakan vest rajut kuning yang melapisi kemeja panjang putih dengan topi baret berwarna khaki.

“Inggu kok diem aja? Sini tadi katanya kangen abang?” celetuk sang Bunda. Inggu membelalakkan matanya, tak tahu bila bundanya akan membongkar rahasianya secepat ini, wajahnya yang sudah dipoles dengan blush on pink tipis itu semakin memerah karena malu.

“Owalah, sini, nak Inggu. Abangnya juga kangen kok, dari tadi manggilin Inggu terus.” kata mommy sembari menarik pelan tangan Inggu untuk mendekat sembari tersenyum.

Wonwoo masih menatap lurus ke arah Inggu, tatapan yang lemah hingga Inggu tak tega melihatnya seperti itu. Inggu tersenyum hangat membalas tatapan pria yang sedang diinfus itu.

“Aku cuma bawa angkak sama buah lho, mom. Ngga bawa apa-apa lagi, soalnya Inggu abis mandi langsung ngerengek minta ketemu abang.” bocor bundanya, yang membuat telinga Inggu memanas.

“Ngga apa-apa, padahal dateng aja. Kan aku bilang, bawa Inggu biar abang sembuh, udah cukup.” gurau sang mommy. “Tinggalin aja kali ya merekanya, biar bisa ngobrol. Chan lagi di Starbucks bawah, kita ngobrol di sana aja gimana?” ajak mommy.

“Oh, Chan ada di bawah? Boleh, biar Inggu yang ngurusin abang ya? Ngga apa-apakan, anak bunda?” tanya Bunda kepada anak bungsunya itu sembari menepuk punggungnya pelan dan memberi kode untuk menghampiri tempat tidur pasien.

Kedua wanita itu beranjak pergi meninggalkan anak-anaknya, sedangkan Inggu masih berdiri di tempatnya, membeku.

“Aku pusing kalau ngedongak terus.” 1 kalimat yang memecahkan keheningan di ruangan itu. “Mau liat muka kamu.” pinta si pasien.

Wonwoo menepuk tempat kosong di sebelahnya dengan lemah, meminta Inggu untuk duduk di sana. Inggu berjalan perlahan, menduduki tempat kosong yang disediakan pria yang lebih tua.

Si dia duduk, memposisikan tubuh Inggu agar menghadapnya, dan Wonwoo langsung merebahkan kepalanya yang masih berat dan sedikit berputar itu ke bahu bidang pria yang berada di hadapannya. Inggu terkejut, jantungnya berdetak cepat tak karuan. Ini semua terlalu cepat, bahkan ia tak sempat mengeluarkan sepatah katapun.

Pria yang selalu dipanggil abang itu mengambil tangan kanan Inggu dengan lembut dan meletakkannya di atas surai gelapnya, meminta Inggu untuk mengelusnya.

“Aku pusing, Nggu.” keluhnya, Inggu masih terdiam, mengelus pelan surai Wonwoo seperti yang pasien itu inginkan.

“Udah diminum belum obatnya?” akhirnya, pria di hadapannya membuka suaranya, suara yang sangat Wonwoo rindukan. Inggu merasakan pergerakan sang pria tampan yang belakangan ini mengisi harinya sedang menganggukkan kepalanya.

“Bagus, kalau gitu sekarang istirahat ya? Biar cepet sembuh.” kata Inggu lembut, pria itu menggelengkan kepalanya.

“Ngga mau merem, nanti aku tidur.” jawab pria itu lemah.

“Kan bagus, biar kamu istirahat.” kata Inggu.

“Nanti waktu bangun kamu ngga ada, ngga mau.” kata pria itu dengan nada manja, mengangkat kepalanya dan menatap Inggu dengan matanya yang lemah.

‘Bang Wonuu.. Inggu harus apa coba? Kenapa gemes banget, pengen aku urus kaya kucing.’ Inggu bertanya dalam hatinya.

“Inggu,” katanya, mengelus pipi mulus milik pria di hadapannya dengan tangannya yang menggunakan jarum infus. Inggu membalas tatapan pucat itu. “Maafin aku ya karena ngga nepatin janji ke kamu, aku ngga maksud ghosting. Temen aku nyasar, ngga ada yang bisa bantuin, aku mau ngabarin kamu—” kalimatnya terpotong.

“Tapi, aku lupa.” lanjutnya. “Aku ngga mau kamu nganggep aku making excuses, aku tahu kamu marah, aku tahu kamu kecewa sama aku, aku minta maaf.” kalimatnya melemah. Inggu masih terdiam, mencoba mengerti, mencoba mencerna alasan itu. Ia sangat tahu si dia sedang meminta maaf dengan tulus, walaupun dikeadaannya yang seperti ini.

“Namanya Yoon Jeonghan, temen sekantor aku, kita udah kerja bareng 4 tahun.” Inggu memegang lengan Wonwoo untuk merebahkannya. “Ngga bohong kalau aku pernah suka sama dia, 2 tahunan mungkin, sampai aku nyerah sendiri karena aku pengecut.” lanjutnya, kini si pasien sudah berbaring, lalu, memegang tangan Inggu.

“Tapi waktu aku bilang ke kamu, aku mau jagain kamu dan ngajak kamu jalan pelan-pelan, aku serius.” lanjut Wonwoo. “Aku bahkan ngga butuh closure ke Han, hidup aku udah ada kamu.” Wonwoo memainkan jari jemari Inggu yang masih duduk di sisinya, mendengarkannya.

“Aku beberapa minggu ini tau kalau dia suka sama aku, aku hanya bisa pura-pura bego, dan ngga mau bahas ini lagi ke Han untuk jagain hati kamu yang ingin aku minta, Inggu.” suaranya semakin melemah, matanya semakin sayu. Mengantuk.

“Aku sayang sama Inggu. Tolong udahan nyiksa akunya, aku kangen Inggu—” kalimatnya terputus, Wonwoo tertidur dengan memegang tangan Inggu.

“Bang Wonu, Inggu juga kangen sama abang. Inggu mau abang cepet sembuh, karena abang— Inggu juga sayang sama kamu.” Inggu mengelus punggung tangan pria yang tertidur itu, menyisir surainya agar tidak menusuk matanya dan mencium keningnya, lalu tersenyum.

mis·un·der·stand·ing : a failure to understand something correctly.

Aku Percaya, Kamu Juga ya?

“Kita bahas masalah hari ini besok ya? Kamu istirahat dulu, kan capek seharian kerja.” itu kalimat pertama yang aku ucap setelah Saka keluar dari kamar mandi sembari memberinya piyama.

“Ngga mau malem ini aja?” tanya pria itu, aku tahu banget, bahkan sangat tahu kalau dia sedang lelah. Entah karena memang sedang banyak pekerjaan, atau memikirkan hal yang buruk akan terjadi padaku. Awal mulanya karena satu nama, Bian. Mantan tunangannya yang tiba-tiba datang ke kedai kopi di gedung kantor mas suami. Plus aku berbincang panjang dengannya hingga lupa bahwa telepon genggamku sudah dalam keadaan mati total. Part terakhir adalah salahku.

Kini si dia sudah menyusulku ke atas tempat tidur, merebahkan tubuhnya di samping tubuh rampingku dan menarik posisiku untuk semakin mendekat ke arahnya, memelukku seperti hari-hari sebelumnya.

“Aku takut kamu kenapa-napa, cantik.” katanya dengan nada kantuknya, mencium ujung kepalaku dan napasnya kini mulai teratur. Si dia sudah berada di alam mimpinya. Apa kubilang, dia sangat lelah bukan?


Sama seperti hari Sabtu lainnya, jam masih menunjukkan jam 9 pagi, sedangkan mas suami masih tertidur dan aku sudah grasak-grusuk di dapur, bangun pagi untuk menyiapkan sarapannya bersama dengan asisten rumah tangga yang lain.

“Mas Arka, hari ini Mas Saka mau dibuatkan sarapan apa?” tanya salah asisten rumah tangga yang bertugas di dapur, wanita yang sudah berumur itu lalu menyarankan beberapa menu, kemudian memintaku untuk menyerahkan sisa pekerjaan masak memasak itu padanya.

“Ngga apa-apa nih aku tinggal?” tanyaku.

Absolutely, Mas. Silahkan kembali beristarahat.” jawab wanita itu, dan aku segera melangkahkan kakiku kembali ke kamar utama dan masih menemukan tubuh Saka yang masih tertidur pulas tanpa menggunakan atasan piyamanya.

Tidak, kami tidak melakukan hal terpuji semalam. Melepas baju diseperempat malam memang kebiasaan mas suami, kadang ia merasa panas, atau memang fabricnya tidak terlalu nyaman, walaupun terbuat dari bahan terbaik, namun, hal yang paling memungkinkan adalah habit-nya memang seperti itu.

Aku buka jendela kamar dengan menekan salah satu tombol yang menempel di meja nakas samping tempat tidur, melihat si sayangku itu mengubah posisinya, lalu menarik tubuhku dan menenggelamkan wajahnya di dadaku.

Morning.” sapaku yang hanya dibalas anggukan olehnya. “Bangun yuk, sarapan.” ajakku, dia mengangguk, namun, semakin mengeratkan pelukannya. Namun, tak berapa lama ia memutuskan untuk bangun dan turun ke bawah untuk sarapan.

Sarapan yang sangat-amat tenang, tanpa pembicaraan, yang membuatku gelisah. Diam itu yang sedang kami alami. Dingin, itu yang aku rasakan. Mas suami masih ngambek.

Setelah selesai sarapan, ia langsung meninggalkan meja makan dan duduk tenang di sofa ruang tengah yang luas, mengongkangkan kakinya sembari menonton berita internasional, aku menyusulnya dan meminta asisten rumah tangga untuk meninggalkan kami berdua di ruang tv.

Aku langsung menghampiri mas suami dan duduk dilahunannya seakan tak ada ruangan lagi untuk ku duduki, mengelus lengannya dengan penuh kasih sayang, memberinya afeksi dan saat ini memang benar aku sedang merayunya untuk bicara, aku tidak suka saat ia hanya memilih diam padahal ia bisa saja menegurku.

“Kenapa, hmmm?” tanyaku padanya yang seketika menjadi sangat pendiam.

“Ngga apa-apa, memang kenapa?” tanyanya, menatapku dan mencubit pelan pipiku.

“Jadi pendiem aja, pagi ini aku belum dijailin.” kataku. Biasanya memang dia selalu menjahiliku, misalnya dengan tiba-tiba menggendongku ke kamar setelah makan, sampai seluruh asisten rumah tangga melihat dan tertawa oleh tingkah kami dengan aku yang berteriak tak karuan, atau menggelitikiku hingga aku minta ampun, lalu menciumku sesukanya. Tapi, hari ini tidak. Dia sangat tenang.

Ngambek pasti.

Aku mengecup tahi lalat di hidungnya yang menjadi tempat favorite-ku. “Marahnya ngomong dong, aku mana bisa sih kamu diemin?” tanyaku, melingkarkan tanganku ke lehernya, dan mendekap perutnya dengan kedua kakiku.

“Aku ngga marah kok, sayang.” si dia mengelus pinggangku dengan ibu jarinya lalu menjalar ke pahaku dengan lembut.

“Tapi aku tuh lagi mikir, kok bisa tiba-tiba ketemu Bian? Aku ketar-ketir takut kamu kenapa-napa.” suaranya masih tenang, tangannya kembali ke pipiku, mengelus rahangku dengan ibu jarinya, lembut. Mas Saka selalu selembut ini.

“Aku juga kesel kenapa kamu jadi orang kok baik banget? Dia bukan orang yang pantas kamu baikin, sayang.” dia meletakkan kepalanya di dadaku, memeluk tubuhnya semakin masuk ke dalam tubuh besarnya.

Aku tahu dia sangat kesal. Aku ambil wajahnya, ku kecupi semua sisinya tanpa tersisa, memberikan banyak sayang untuknya.

“Aku cerita, kamu dengerin ya?” tanyaku menatap manik mata elangnya, dalam. Ia mengangguk.

“Jadi, ceritanya—” kataku mengelus pelan surai belakangnya.

Aku bercerita seperti apa yang aku ceritakan kepada teman-temanku, bagaimana aku bisa bertemu dengannya, bagaimana aku bisa berbincang-bincang dengan mantan tunangan mas suami, dan hal-hal yang membuatku merasa pria itu sedang berusaha memperbaiki dirinya. Aku yakin setiap orang pasti ingin memperbaiki dirinya kan?

“Gitu.” kataku. “Dia udah minta maaf ke aku juga lho, mas. Dia mau minta maaf ke kamu, jadi, aku bilang sama Bian, nanti kita bisa double date, dia bawa pacarnya, aku bawa suami aku.” kataku lalu mengecup pipi kiri Saka.

“Kamu harus ketemu sama dia ya? Biar kamu bisa nilai sendiri sekarang Bian seperti apa. Okay?” kataku, mengecup ujung hidungnya.

“Iya, cantik. Iya, kamu atur aja ya.” jawab mas suami sembari mencubit pelan hidung bangirku.

“Tapi janji, kamu ngga akan bikin satu Putradinata jantungan lagi ya, sayang?” pinta Saka, menyingkirkan surai yang mengganggu mataku.

“Iya, maafin aku ya. Tapi yang penting kan aku di sini, baik-baik aja. Bahkan sekarang lagi sayang-sayangan sama kamu.” kataku memeluk suamiku itu dan mengecupi bahunya yang dilapisi piyama sutra berkali-kali. “Percaya sama aku ya? Percaya sama Bian juga, kalau dia mau memperbaiki dirinya.” kataku.

“Iya, cantik. Aku selalu percaya kamu. Tapi aku ngga janji ya bisa percaya Bian?” katanya, mengelus lembut kedua lenganku. “Aku tahu sekarang kamu di sini sama aku, tapi jangan sampai lengah ya, sayang. Aku ngga mau kehilangan kamu. Ngga mau, aku ngga rela.” katanya, lalu si dia mencium bahuku berkali-kali.

“Iya, aku ngga akan kemana-mana. Kan kita mau gedein Jenno sama-sama.” kataku menatap manik matanya yang tenang, raut khawatir sudah memudar di sana.

Ah iya, Jenno.

Mas suami segera membaringkanku di sofa, lalu mengukungku, tersenyum manis memamerkan kedua taringnya yang sangat aku sukai, matanya sedang mengabsen seluruh wajahku. Mengecupinya tanpa henti. “Aku mau dipanggil Daddy ya, Papa Arka.” bisiknya yang membuat bulu-bulu halus pada tubuhku berdiri.

Yes, Daddy.I’m giggling, si dia menyisir suraiku dan tak lama menginvasi bibirku, menyatukan kedua bibir kita dan saling memagut lembut, aku kembali mengalungkan tanganku di lehernya.

“Jenno udah bisa dijemput minggu depan, prosesnya udah selesai kemarin.” katanya saat tautan kamu terlepas. Aku tersenyum, aku bersumpah aku sedang sangat-sangat bahagia dan hanya pria dia atasku ini yang mampu membuatku seperti ini.

“Kita jemput sama-sama ya?” katanya menatapku, aku tahu aku akan menangis haru saat ini. Mungkin ia juga dapat melihatnya, hingga ia menutup kedua mataku dengan menciumnya. “Seneng banget ya?” tanyanya, aku hanya mampu menganggukkan kepalanya.

“Nanti kamu atur semua kebutuhan Jenno ya, Papa Jenno.” lanjutnya. “Kebutuhan aku juga jangan lupa.” bisiknya. Aku tersenyum sembari menitikkan air mataku.

Pria ini, hanya pria ini yang mampu membuatku seperti ini.

“Mas suami,” panggilku lembut. Ia menatapku sembari masih mengelus wajahku setelah menghapus butiran air mata yang terjatuh pada pipiku.

“Ya, cantik?” jawabnya.

“Aku sayang banget sama kamu, sayang banget sampe aku mau bilang ke dunia kalau aku sayang banget sama kamu. I’m about to explode for loving you.” kataku sangat yakin.

“Aku yang lebih sayang sama kamu, tapi aku udah bilang ke dunia kalau aku sangat sangat sangat sangat menyayangi kamu.” balasnya, tatapan matanya yang hangat, ucapannya yang tulus, sentuhannya yang lembut, cintanya yang meledak-ledak.

Tuhan, aku menyayangi pria ini. Sangat mencintainya. Kemarin, hari ini, besok, dan selamanya, aku ingin selalu bersamanya.

Pria tampan itu membawa tubuhku kembali ke lahunannya, menarik tengkukku untuk mendekat ke wajahnya, menyatukan bilah bibir kami untuk kembali saling memagut. Tangannya yang mulai memasuki kemeja putih kebesaran miliknya yang kugunakan dan mengelus lembut punggungku, meremat pinggangku, dengan ciuman yang sudah mulai menuntut.

Untuk selamanya, Tuhan. Aku siap melayaninya, hanya Nisaka Mingyu Putradinata.

ANOTHER Day, ANOTHER Misunderstanding

Mobil Toyota Alphard tahun 2021 berwarna hitam mulus sudah melewati pagar hitam dan memasuki pekarangan rumah 2 tingkat berwarna putih yang sangat luas, dengan bangunan rumah bergaya Eropa dan berhenti di pintu utama yang terbilang sangat tinggi, berwarna senada.

Wanita paruh baya, turun dengan pasangannya dari pintu penumpang belakang mobil dan seorang pria dewasa lain yang hari ini berdandan rapih dengan menggunakan t-shirt putih yang tertutup oleh oversized cardigan bermotif kotak-kotak berwarna khaki, cokelat, hitam, putih itu dengan celana bahan berwarna khaki dan sepatu kets slip on berwarna cokelat dan clutch bag cokelat yang turun dari pintu penumpang di depan sembari membawa loyang yang cukup lebar.

Tidak perlu mengetuk pintu, seorang wanita paruh baya yang seumuran dengan wanita yang baru saja turun dari salah satu mobil keluarga mewah itu membuka pintu dan menyapa mereka bertiga dengan ramah — Mommy, ibunda dari Chan dan Wonwoo yang menjadi tuan rumah acara makan siang kali ini.

“Eh, udah dateng, Bunda, Ayah sama Inggu.” jawabnya, membuka pintu lebar untuk ketiga tamunya. “Yuk, masuk, Papski sama Abang lagi di jalan pulang dari Pondok Indah Golf. Mas Woozi sama Bang Soonyoung-nya mana?” tanyanya.

“Nyusul, Moms, kan sekarang udah beda rumah, katanya sih tadi ke adek udah on the way.” jawab wanita paruh yang elegan itu tersenyum. “Paling setengah jam lagi sampai.” lanjutnya.

“Oh ya? Ngga apa-apa, sampai makan malam di sini juga ngga apa-apa, aku seneng banget malah.” jawab Mommy Chan itu. “Eh ini, si manis Inggu bawa apa?” kata beliau lagi ketika melihat Mingyu mendekatinya dan menyodorkan loyang yang ia bawa malu-malu.

Desert, Mom.” jawab pria itu malu-malu, pipinya yang sudah diolesi blush on berwarna peach sudah semakin merona.

“Ngga usah repot-repot lho, Inggu.” kata ibu 2 anak itu kepada anak bontot dari keluarga Kim yang berjalan beriringan dengannya.

“Ngga apa-apa, Mommy. Aku kan suka ngerepotin Mommy.” kata Inggu mengikuti Mommy Chan ke arah dapur. “Itu Inggu sama bunda yang bikin lho, Mommy, semoga keluarga mommy suka ya.” jawab Inggu ketika wanita yang dipanggil mommy itu tersenyum melihat isi loyangnya dan memasukkannya ke kulkas.

“Inggu bikin Fries Ice Cream? Wow, Abang Wonwoo dan Chan pasti suka banget, soalnya, mommy gagal terus.” jujur mommy yang dijawab senyuman tulus oleh pria yang dipanggil Inggu itu.

“Duduk yuk, bareng sama Mommy, Bunda dan Ayah, sambil kita nungguin abang sama papski pulang.” kata Mommy, merangkul tangan Inggu ke ruang tengah dan bergabung dengan orang tuanya.

Benar perkiraan bunda, sekitar 30 menit Mas Woozi dan Bang Soonyoung datang, Chan turun setelah dipanggil oleh salah satu asisten rumah tangga keluarga Jeon itu, ia langsung menyalami punggung tangan kanan Ayah dan Bunda Inggu, lalu duduk di sebelah mommy-nya. Mereka masih menunggu kepulangan abang dan papski sembari berbincang hangat, entah apa saja yang dibicarakan, dari pekerjaan Bang Soonyoung, Mas Woozi, hingga kuliah Inggu dan Chan.

“Jadi, batal dong ya Mommy jodohin Inggu sama Bang Wonwoo?” tanya Mommy dengan nada yang sedikit kecewa, ketika mereka sudah sampai pada pembahasan pernikahan Mas Woozi dan Bang Soonyoung.

Inggu membelalakkan matanya terkejut dengan pertanyaan Mommy Chan yang tertuju padanya, ia bahkan tidak tahu masalah perjodohan yang orang tuanya lakukan. ‘Batal? Sejak kapan mulai?’ tanya Inggu dalam hatinya, jujur, ini adalah pertanyaan yang asing untuknya.

“Nda?” tanya Inggu kepada bunda yang sedari tadi duduk di sebelahnya.

“Inget ngga waktu kamu tiba-tiba chat Nda minta nikah? Nda tuh langsung ngobrol sama Mommy Chan, terus, ngga lama Nda sampe bilang ke Ayah, kata Ayah terserah kamu. Waktu bunda mau bilang kamu, kamu bilang lagi ke bunda kalau suka sama orang, jadi Nda bilang sama mommy, kalau ngga jadi jodohin kamu sama abang, soalnya kamu lagi suka sama orang.” jawab ibunda polos.

“Ih, ngga gitu—” kata Inggu sembari memanyunkan bibirnya yang diikuti gelak tawa orang tuanya, mommy, Chan, serta kedua kakaknya.

“Ya kalau ngga gitu, apa dong, dek?” tanya Mas Woozi setelah menyesap teh hangat yang disajikan oleh asisten rumah tangga mommy saat ia sampai.

“Mau—” jawab Inggu malu-malu, kini tidak hanya pipinya, namun, telinganya sudah memerah, wajahnya kini mirip dengan tomat.

“Mau apa?” pancing Chan. Chan tahu, ia tahu sesuatu, bahwa tampaknya abangnya sudah mulai menyukai teman seangkatannya yang manja ini.

“Anu—” suara Inggu yang mencicit itu menggantung ketika mendengar suara berat yang datang dari pintu utama.

Assalammualikum.” suara berat itu memasuki indera pendengaran semua orang yang berada di ruang tengah, saat mereka sedang asyik menertawakan tingkah laku Inggu yang sudah salah tingkah.

Wa’alaikumsalam” jawab seluruh orang yang ada di ruangan itu, termasuk Inggu walaupun suaranya masih mencicit.

“Oh, abang udah pulang. Sini dulu sayang, kenalin sahabat mommy sama keluarganya. Belum pernah ketemu sama Tante Kim kan, panggil aja Bunda.” kata sang ibunda, menghampiri anak sulungnya dan memeluk lengan sang anak, memaksa pria itu untuk mengikuti sang penguasa rumah itu, diikuti oleh seorang pria yang setiap hari selalu dipanggil Papski di rumah.

“Tapi aku belum mandi lho, mom.” jawab pria tampan, tinggi itu ketika sang mommy menyeretnya untukk bertemu dengan sahabatnya.

“Ngga apa-apa, abis kenalan, kamu langsung mandi, terus turun, biar kita semua bisa makan siang.” jawab mommy.

Sesampainya ia di hadapan para tamu, Wonwoo segera memberi salim kepada kedua orang tua Inggu dan bersalaman dengan kakak-kakak dari pria manis itu, lalu dengan yakin mengulurkan tangannya kepada Inggu. Pria 21 tahun itu berdiri lalu dengan ragu-ragu menjabat tangan pria yang lebih tua dengan wajahnya merona.

“Sehat, Mingyu?” tanya Wonwoo.

Pria yang dipanggil Mingyu itu mendongakkan wajahnya dan mengerucutkan bibirnya, melepaskan jabatannya, tak menghiraukan pertanyaan Wonwoo, sedangkan pria tinggi yang tadi bertanya kini dibuat bingung karena melihat tamu manisnya sedang cemberut dan terlihat kesal padanya.

“Mandi gih, bang! Jangan lama-lama ya, langsung turun.” pinta sang mama kepada Wonwoo, membuyarkan pikirannya.

“Oh ok. Permisi.” kata Wonwoo berpamitan kepada tamu dari mamanya itu dan naik ke lantai 2 menuju kamarnya.


“Ini buatan Inggu sama Bunda lho, Bang Won, ice cream goreng. Kan kamu penasaran banget karena ngga pernah nemuin ice cream goreng enak.” kata mommy memberikan Wonwoo desert dengan mangkuk berisi bola cokelat dengan wip cream dan buah cherry untuk topingnya.

“Ini sih cemilan favorite-nya si abang.” celetuk Chan, Wonwoo mengangguk pelan, menyendokkan makanan penutup itu dan membuka lebar matanya, saat ice cream goreng itu telah meleleh dimulutnya saat suapan pertama. Ini adalah pertama kalinya ia sangat menikmati memakan ice cream goreng, karena rasanya lebih enak dari pada makanan sejenis yang sebelumnya pernah ia cicipi.

“Enak.” Wonwoo berujar yakin, sedangkan pria yang sudah berusaha membuat makanan penutup itu tersipu malu. Inggu yang sedari tadi duduk di seberang meja Wonwoo memperhatikan cara makan pria yang kemarin membalas kaku chatnya. Tidak mendapati kebohongan pada mata bermanik elang itu, yang ia temukan justru ketulusan dari satu kata yang keluar dari bibir tipis pria tampan itu.

“Tuh, Nggu, Bang Wonwoo nya suka.” celetuk Mas Woozi dengan santai sembari menjahili adik bungsunya.

“Tapi, nanti kalau udah tinggal serumah, Bang Wonwoo ngga dikasih ice cream goreng setiap harikan, dek?” sambung Bang Soonyoung yang disambut gelak tawa para orang tua serta Chan — Selain Wonwoo yang masih mencerna ucapan Soonyoung.

Inggu tersedak mendengar ucapan kakak iparnya, Wonwoo dengan segala refleks yang ia miliki, memberikan gelas air putih miliknya, karena saat ini, gelas Inggu sudah kosong. Tanpa berfikir panjang Inggu mengambilnya dan meminum air dari gelas itu saat mommy sedang meminta kepada kepala asisten rumah tangganya untuk mengisi kembali gelas pria manis itu.

“Emang nanti kalau udah tinggal bareng, adek mau masakin apa buat abangnya?” tanya mommy masih menggoda pria manis yang sedari tadi sampai di rumah itu salah tingkah.

Wonwoo baru menyadari arah pembicaraan mereka, pria tampan itu terlihat sangat kikuk, namun, ia lebih memilih untuk tetap tenang dan menghabisikan makanan penutupnya, lalu ia bisa melakukan kegiatan apa saja asal tidak terhimpit pada pembicaraan ini.

'Kasian kan anak orang.' keluh Wonwoo dalam hatinya. “Mommy, jangan diisengin, kasian anaknya udah punya pacar juga.” Wonwoo kelepasan, seharunya kalimat ini ia simpan di dalam hatinya, bukan untuk ia utarakan.

Semua orang di ruang makan besar itu terdiam ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut anak sulung si tuan rumah. 8 pasang mata tertuju pada Wonwoo yang sedang mematung dan merutuki kebodohannya dalam hati.

“Kata siapa, bang?” tanya Chan, menyenggol kaki kakak semata wayangnya itu.

“Apa?” tanya Wonwoo, pura-pura tidak mendengar apa yang ia sendiri lontarkan, tadi.

“Tadi lo bilang Inggu punya pacar? Gue baru tau, emang iya, Gu?” tanya Chan kepada teman sekampus dan sefakultasnya itu. Inggu menggeleng ribut, karena memang dasarnya dia tidak memiliki kekasih, namun, memang benar apa yang ia katakan kepada bundanya, bahwa kini ia sudah memiliki tambatan hati, namu Wonwoo kini tampak sedikit acuh.

“Mmmm—” Wonwoo masih tampak dingin, tapi tidak di dalam hatinya. Pria tampan itu berdiri, menghindari suasana awkward yang baru saja ia ciptakan.

“Mom, Paps, dan yang lainnya, Wonwoo pamit sebentar ya, ada deadline kerjaan soalnya.” Wonwoo berjalan tenang menuju ke kamarnya.

“Wah!!! GOBLOK!” rutuk Wonwoo sesaat setelah ia mendaratkan tubuhnya pada tempat tidur queen berbalutkan seprai berbahan satin itu.

Sedangkan di lantai bawah, saat orang tua mereka masih berbincang sembari menonton televisi dengan kedua kakak Inggu.

“Maafin ya, Abang Wonwoo emang suka gitu kalau ketemu orang baru.” kata mommy kepada sahabatnya itu.

“Ih, ngga apa-apa, wajar. Lagian kan kita hanya casual lunch aja, lagi ngga mau lamaran.” kata bunda. “Tapi, aku berharap banget cowo yang Inggu suka itu abang, ya yah ya?” tanya sang bunda kepada suaminya itu, ayah mengangguk yakin.

“Abang Soonyoung juga belum ngobrol ya sama Bang Wonwoo, padahal kalau kalian deket pasti seru.” kata Bunda kepada mantunya.

“Kalau ngga salah itu Wonwoo yang kuliah di ITB bukan sih, bunda, mommy?” tanya Soonyoung kepada kedua ibu-ibu yang ada di hadapannya.

“Iya, Wonwoo emang kuliah jurusan Arsitertur di ITB, nak Soonyoung.” jawab papski.

“Oh, aku anak Teknik Arsi Paramadina, Om. Kita tuh punya Paguyuban Arsi Jakarta, pasti beberapa kali ketemu sih.” jawab Soonyoung.

“Oh gitu, sering ketemu ngga sih setahun sekali di Jakarta?” tanya Mommy.

“Iya, Mommy, bener. Kita baru ngumpul bulan lalu.” jawab Soonyoung.

“Owalah, pasti udah ketemu, tapi kayaknya ngga ngeuh ya.” kata sang mama anak sulung yang sedang dibicarakan itu.

Sedangkan Inggu, saat ini pria manis itu mengikuti kemanapun Chan berjalan. “Lo mau apa deh ngintilin gue?” tanya pria remaja itu kepada teman seumurannya.

“Ngga tau, yang penting ngga ngumpul sama ibu-ibu, nanti gue diledekin terus sama abang lo.” jawab Inggu ketus.

“Bukannya seneng?” tanya Chan jahil.

“Guenya seneng, kalau kakak lo yang denger kan risih.” jawab Inggu.

“Hahaha lo punya 2 kepribadian ya, Gu?” tanya Chan.

“Maksud lo?” tanya pria manis itu sembari nyisir lembut bulu mata lentiknya dengan pinggir buku-buk jari telunjuknya.

“Giliran sama orang tua manjanya kaya apa tau, coba lo bandingin kalau ngobrol sama temen-temen lo.” kata Chan.

“Masa sih? Kayaknya ngga gitu deh, gue biasa aja.” Inggu memanyunkan bibirnya tanda sebal. Chan hanya menertawakan teman seangkatannya itu.

“Lo mau nyamperin abang ngga di kamarnya?” tanya Chan ketika ia beberapa kali memergoki Inggu sedang menatap ke arah tangga.

“Ngga ah, lo ngga liat dia dingin banget sama gue?” tanya Inggu.

“Dingin sih, tapi lo keselek dia ngasih gelasnya ke elo tau!” Chan mengingatkan kejadian saat makan siang tadi.

“Ya, emang kalau lo ada di depan gue kaya abang lo tadi, lo ngga akan kaya gitu?” tanya Inggu kepada Chan yang sedang mengambil air putih dan beberapa camilan.

“Mau liat kolam ikan KOI di taman belakang ngga?” tanya Chan, berjalan ke arah kolam ikan yang terdapat di halaman belakang rumah kediaman keluarga Jeon itu. Inggu mengangguk.

Inggu mengikuti Chan yang berjalan di depannya tanpa sepatah kata, pria dengan model rambut mullet dan tundikkan di bibir bawah kanannya itu kemudian duduk kursi panjang kayu yang tersedia di halaman belakang rumahnya.

“Lo ngga kepanasan kan?” tanya Chan kepada pria yang sudah duduk di sampingnya dan membuka sekaleng cola yang sudah Chan siapkan.

“Ngga sih, semoga aja gue ngga mendadak jadi Khalid.” celetuk Inggu yang tentu saja bercanda, Chan hanya tertawa. “Lo mau?” tanya pria manis itu menyodorkan kaleng minumannya kepada teman sebangkunya itu.

“Ngga, gue ngga suka cola, lebih suka root beer.” kata Chan mengacungkan kaleng berwarna hitam dengan merk yang berwarna cokelat keemasan itu. Inggu tertawa.

Thanks ya, ngga nyuekin gue.” jawab Inggu.

Why should i?” tanya Chan. “Kalau lo bilang gitu karena si abang, dia aslinya ngga secuek itu, Gu, tapi emang kalau sama orang baru suka kaya gitu, kayak kanebo.” jelas Chan. “Ngga pernah maksud jahat, orangnya sebaik itu, nanti kalau udah kenal deket sama dia, lo pasti makin-makin mleyot.” lanjut Chan yang masih menjelaskan tentang abangnya yang hari ini terlihat dingin.

“Lo suka abangkan?” tanya Chan, lagi-lagi Inggu di kejutkan dengan pertanyaan dari temannya itu yang membuat ia tersedak.

Chan menepuk pelan punggung pria cantik yang hari ini berdandan all out karena ingin bertemu dengan pria yang beberapa hari ini ia pikirkan. Inggu masih terbatuk dan memegang lengan Chan, sama halnya dengan yang dilakukan oleh orang lain ketika sedang tersedak, tapi berbeda dengan pandangan pria yang sedari tadi menyesap vape-nya dan melihat ke arah 2 remaja 21 tahun yang sedari tadi terlihat sangat akrab sedang bercanda gurau di sana.

OUR FIRST NIGHT


tw: explicit content, fluff, romance, honeymoon, mature content, sex content, kissing, petting, hand job, foreplay, sex toys (egg vibrator, dildo, and many more), kinky sex, sex clothes, rimming, anal sex, blow jobs and many more.

Sama halnya dengan pasangan lain saat berbulan madu, itupun yang Saka dan Arka lakukan selama 3 hari ini. Berjelajah mengitari Santorini yang sangat cantik dengan bangunan berwarna putih disepanjang mata mereka menatap, hamparan lautnya yang berwarna biru, makanan yang memanjakan lidah dan mengenyangkan perut mereka, serta pemandangan dari tempat mereka menginap yang memperlihatkan pemandangan yang indah.

Kini sepasang suami itu baru tiba di kamar hotel suite room mereka, Arka segera masuk ke dalam kamar yang sudah 2 malam ini mereka inapi untuk segera meletakkan coat dan scarf panjang yang Saka gunakan dan menyimpan jaket berbahan suede cokelat yang ia kenakan ke dalam lemari pakaian dan kembali keluar menghampiri suaminya.

“Mas?” panggil Arka kepada Saka yang berada di balkon ruang tengah sembari memegang gelas yang berisi air mineral.

Arka menghampiri prianya ketika ia tidak mendapatkan jawaban dari Saka. Pria manis yang masih menggunakan black t-shirt itu mendekatkan tubuhnya, menyelipkan kedua tangannya dan melingkarkan tangannya yang ramping itu ke perut kekasihnya dari belakang. “Kamu beneran sebel sama aku ya?” tanya Arka dengan suara bass-nya yang lembut dari balik punggung Saka, sembari mengerucutkan bibirnya, mencoba untuk mengajak bicara pria yang sedari tadi terdiam.

“Hmm?” kata pria itu.

“Kita lagi bulan madu lho, masa diem-dieman?” kata Arka, berjalan ke depan tubuh pria yang lebih tinggi 5 sentimeter darinya, mengambil gelas yang Saka pegang, meletakkannya sembarang dan berdiri tepat di hadapan pria tinggi itu, mengambil tangan Saka, lalu, melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Arka, dan pria manis itu memberanikan diri untuk melingkarkan tangannya di leher suaminya, manja.

“Apa, sayang?” tanya Saka yang perlahan mulai meluluh.

“Udah mau bahas chat aku yang tadi pagi?” rengek pria yang lebih muda itu. Saka tersenyum, menangkup rahang Arka, mengelusnya lembut dan menarik pelan wajah manis itu, mendekatkan bibir mereka dan menyatukan kedua ranum merah keduanya, saling memagut mesra dengan lembut.

“Nanti aja ya, cantik? Aku ngga mau mikirin apapun selain kamu.” jawab Saka setelah memisahkan bibir merah jambu Arka dan mengelap benda kenyal itu dengan ibu jarinya, lalu mengecup berkali-kali, dengan pria yang lebih muda itu membalas kecupan Saka, sembari mengelus surai belakang suaminya dan tersenyum — menurut untuk tidak membahasnya lagi karena tak ingin melewatkan honeymoon serta perasaan bahagia yang kini sedang ia rasakan dengan keinginannya yang egois. Seorang Arkadia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan pria pujaan hatinya, Nisaka — berdua.

Take your time, hubby.” jawab Arka, berjinjit dan mengecup hidung suaminya. “I love you.” bisik Arka.

From: Kenan Hannie

saran gue, seduce him, tease him. jagokan lo bikin dia pusing sama kelakuan lo yang mendadak slut, Ka?

Chat yang diberikan Kenan sesaat sebelum mereka menikmati makan malam tadi.

Love you too.” jawab Saka masih memeluk pinggang ramping pria yang sudah menjadi miliknya sedari 4 hari yang lalu itu.

From: Kenan Hannie

trust me, kotak dari gue dan anak-anak akan membantu lo melewati ini semua dengan mulus. Can I sleep now?

Pop up pesan terakhir yang Arka terima dari sahabatnya itu. Masih tentang kotak cokelat yang selalu disebutkan sahabat-sahabatnya, apa sih isinya??


Sementara Saka mandi, Arka sudah mengambil kotak dengan volume sedikit tebal berwarna cokelat dan tidak tampak mencolok dan akhirnya, Arka memutuskan untuk membuka benda yang sedari kemarin selalu teman-temannya sebut itu, sekaligus mengambil piyama berwarna navy dengan garis putih vertikal yang akan digunakan Saka untuk tidur malam ini, pria manis itu meletakkan kedua benda tersebut di atas tempat tidur.

“Buka?” tanya Arka mulai membuka simpul pita pada kotak bertuliskan Formaje, salah satu nama toko keju. “Keju?” tanyanya bermonolog.

“Yang, baju aku kamu taruh di mana?” tanya Saka yang keluar dari kamar mandi dengan bathrobe-nya sembari mengusak-usakkan rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil, menuju ke arah Arka yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur, pria tampan itu mencari baju tidurnya.

“Di sini, Mas.” kata Arka lembut, menghampiri suaminya dan mengambil handuk Saka, mendudukkan prianya di kursi depan meja rias, serta membantu Saka untuk mengeringkan rambutnya.

Saka menatap lurus ke arah kaca, melihat suaminya yang cantik itu dengan tatapan kosong, tampak sedang memikirkan sesuatu. Si dia menghentikan kegiatan Arka, kemudian, membalikkan badannya, lalu menjatuhkan tubuh ramping pria yang selalu ia panggil cantik itu ke atas lahunannya.

Arka membelalakkan matanya, terkejut karena kejadian yang tiba-tiba itu dan “Ya?” tanya Arka ketika sudah berada dipangkuan Saka.

“Bengongin apa, Cantik?” tanya Saka. “Kalau masalah dosen-dosenan, nanti dulu ya, sayang, aku harus mikirin the concequences of that.” lanjutnya.

'It's like gue mau ngapain aja gitukan harusnya dipertimbangin konsekuensinya.' ucap Arka dalam hati. Pria manis itu tersenyum ke arah Saka, dan menganggukkan kepalanya. Saka kembali menghujami pria manis itu dengan kecupan.

Mysterious box?” tanya Saka sesaat menatap lurus ke arah tempat tidur — penasaran karena sempat melihat kotak ini beberapa kali namun Arka selalu mengalihkan perhatiannya dari pertanyaan itu kotak apa?.

Don't know, dari anak-anak, pasti aneh-aneh.” kata Arka. “Ngga usah dipikirin, nanti aku simpen lagi.” lanjutnya, berdiri dari lahunan Saka dan menghampiri benda kotak itu, Saka mengikutinya dari belakang.

“Ya kalau kado dibuka dong, sayang, seaneh apapun kan temen kamu udah usaha beliin kamu hadiah.” tegur Saka sembari memeluk pinggang suaminya itu.

“Aneh pasti, soalnya, Kenan sama yang lain udah mulai ngga jelas kalau bahas ini.” kata Arka. “Ini aku simpen di sini, kamu cuekin aja, aku mau mandi dulu. Aku udah siapin yang bisa kamu pake ya, mas.” Arka berbalik mencium pipi suaminya, dan berjalan ke arah kamar mandi, menghilang dibalik pintu yang berbahan frameless itu.

Saka menatap tubuh ramping yang menghilang di balik pintu kamar mandi, hendak mengambil piyama yang suaminya siapkan, namun, BRUG! tanpa sengaja menjatuhkan kotak yang semula berada di tempat tidur, pria tinggi yang berparas tampan dengan gigi taring di deretan atas giginya itu membelalakkan matanya ketika menemukan benda yang sedikit asing berserakan di atas carpet kamar, ia pun memungutnya dan memasukkan benda itu kembali pada kotaknya, dalam keadaan kotak yang masih terbuka, ia memperhatikan benda-benda berwarna putih serta pink yang sudah berantakan.

Saka sedang menyatukan kedua alisnya saat melihat dildo, egg vibrator, handcuff bulu berwarna merah jambu, lingerie, g-string dan stocking transparent dengan ujung brokat berwarna putih, dengan fur chocker berwarna pink serta cat ear headband, dan benda yang lebih mencengangkan adalah plug butt rabit dengan bulu yang terlihat lembut berwarna senada dengan borgol berbulu.

'What the?' kaget Saka dalam hatinya sambil memegang dagunya. 'Wow, his friends indeed very caring.' Saka tersenyum sembari menggelengkan kepalanya karena heran dengan teman-teman Arka yang kepikiran untuk memberi suaminya hadiah seperti ini.

Arka masih di dalam kamar mandi saat Saka sedikit berteriak untuk memastikan sesuatu, “Sayang, kamu suruh aku pake ini?” tanya Saka mengeluarkan dua benda yang menarik menurutnya dari dalam kotak itu, cat ears headband pink ditangan kanannya dan chocker fur yang memiliki rantai tali panjang berwarna senada di tangan kirinya.

“Iya, mas.” jawab Arka dari kamar mandi, tanpa mengetahui apa yang sedang ditunjuk oleh suaminya.

Saka menyatukan kedua alisnya, tersenyum jahil, memakai kedua benda yang ada di tangannya itu, dan membiarkan benda pemberian teman suaminya terbuka — hingga terlihat jelas apa saja yang berada di dalamnya.

Pria dengan sorot mata setajam elang dan senyum semanis puppy itu kemudian menanggalkan mantel mandinya, menggunakan celana dalam bermerk dari perancang pakaian dalam pria dari Paris dan menutupi setengah tubuhnya yang kering ke dalam selimut tebal yang ada di tempat tidur mereka berdua. Saka kini sudah berada diposisi duduk menyender pada headboard tempat tidur, dengan satu tangan menumpu kepala belakangnya dan tangan lainnya menggenggam ponsel sembari menanti suaminya selesai membersihkan diri, membaca pesan yang masuk ke benda pipih di hadapannya.

Saat ini, Saka sudah menggunakan bando yang memiliki kuping kucing berbulu di kepalanya, dan juga chocker dengan bulu merah jambu di lehernya ketika Arka berjalan santai keluar dengan mantel satin berwarna lylac. Pemandangan yang tak biasa — tentu saja, Arka terkejut ketika menemukan suaminya sudah berada di atas tempat tidur, dengan piyama yang masih terlipat sempurna dan kotak yang sudah terbuka, dengan ia sadari bahwa tutup kotaknya sudah berada di bawah tempat tidur. Arka menatap kotak terbuka itu dan suaminya yang sudah menggunakan benda aneh yang entah si dia dapatkan darimana — secara bergantian.

Pria manis itu langsung menyadari sesuatu dan berjalan cepat ke tempat tidur, “Oh my God!” kata Arka setelah melihat benda di dalamnya dengan isinya yang sudah berantakan. “Itu yang kamu — pake dari sini?” tanyanya lagi, Saka mengangguk dan memasang wajah senangnya.

“Bukannya tadi kamu yang nyuruh aku pake ini?” tanya Saka dengan senyuman jahilnya.

“Hah? Kapan?” tanya Arka.

‘Ini? Anak-anak tuh ngasih ini? Crazy bastard! I know something off, right! I knew it!’ teriak Arka dalam hati sembari membelalakkan matanya, namun, pandangannya masih tertuju pada benda yang dipakai suaminya itu.

“Gemes ngga?” tanya Saka iseng, pria tinggi itu beranjak dari king bed, memperlihatkan tubuhnya yang berkulit tan, berbentuk athletics kepada suaminya, dan memeluk pria manis itu dari belakang.

Tidak bohong, Arka saat ini sedang merasakan debaran jantung yang berdetak lebih cepat, dengan kupu-kupu yang menari di dalam perutnya. Bukan yang pertama ia melihat tubuh suaminya, namun, malam ini dengan bando telinga kucing dan chocker yang digunakan sang suami tanpa berbusana itu mampu membuat Arka ingin disentuh lebih oleh pria yang lebih tua. Darahnya berdesir, sesuatu ada yang sedikit terbangun di balik mantel satin yang ia kenakan.

“Ini dari Kenan sama anak-anak?” tanya Saka lagi sembari mengecupi tengkuk suaminya lembut dan mengambil g-string putih yang hanya berbalut lace kupu-kupu berwarna putih dengan tali disekelilingnya.

“Iya.” kata Arka pasrah, Saka tersenyum manis, meletakkan benda putih itu kembali, mengecup bahu pria yang berada di dalam dekapannya dan mengelus perut Arka lembut melalui sela mantel satin yang ia gunakan, sedangkan pria manis itu sudah mabuk akan sentuhan suaminya hingga hanya mampu pasrah dengan apa yang selanjutnya akan mereka lakukan.

Wanna try it?” tanya Saka dengan berbisik. “It’ll looks good on you, sayang.” lanjut Saka masih berbisik.

Seriously?” tanya Arka dengan nafas yang setengah berat saat tangan Saka sudah membuka tali mantel satinnya dan mengelus perut bawahnya dengan lembut.

“Hmm — I'll give you everything if you use that stuff, tonight.” kata Saka masih berbisik dengan suara baritone-nya yang menggoda.

Every—thing?” tanya Arka terbata karena kini tangan Saka yang lain sudah mengelus kedua puncak dadanya lembut dan tangan lainnya sudah mengelus lembut pahanya. Saka sadar suaminya tidak menggunakan sehelai kainpun di bawah sana, ia hanya menggoda selangkangan kaki Arka, sedangkan kini tangan Arka sudah mengelus paha Saka yang kekar.

“Hu-umph, sayang.” bisik Saka penuh dengan nafsu. Tak dapat dipungkiri, libido Saka sudah berada di puncaknya.

Your wish is my command.” lanjutnya dengan suara berat yang sangat sexy, bohong bila Arka tidak merasakan sesuatu pada kejantanannya. Saka mengecup pundak putih Arka yang sudah terekspos karena robe satin yang ia gunakan sudah meluncur turun dari tempatnya.

“Mas?” tanya Arka, suaranya tak kalah parau, ingin rasanya Saka untuk terus menyentuh seluruh bagian ditubuhnya.

“Hmm?” Arka berbalik, “Ngga akan sakit kaya waktu itu kan?” tanya Arka menatap lurus ke arah Saka dengan mata sayunya dan suara yang semakin erotis.

Nope, baby, aku janji. I will touch you soft and gently.” jawab Saka yakin dengan berbisik, nafas yang berat, lalu mengecup kening Arka penuh sayang. Pria manis yang biasanya menggunakan kacamata itu mengangguk.

“Aku pegang janji kamu, I'll be back.” suara Arka semakin menggoda. Arka berjinjit untuk mengecup bibir Saka, melepas chocker dan headband cat ear yang digunakan suaminya itu dan memasukkannya kembali ke dalam kotak.

Arka menatap kotak tersebut dan memilih beberapa barang yang bisa ia gunakan, seperti lingerie berbahan kain transparan, g-string yang berupa tali serta hiasan lace dengan bentuk kupu-kupu, stocking transparan senada dengan brokat di ujungnya, lalu beberapa benda lainnya. Tak membutuhkan waktu yang lama, Arkapun meninggalkan Saka, dan kembali menghilang di balik pintu kamar mandi dengan mantel satinnya yang sudah terjatuh disepanjang perjalanan — menggoda sang suami.

Arka menemukan dirinya dan beberapa barang aneh yang sudah ia bawa tadi, 'What’s wrong with this g-string? Bahkan ini ngga bisa nutupin si cutie.' kata Arka merutuki kain transparent dengan lace putih berbentuk kupu-kupu yang dibuat untuk menutupi kejantanannya, ketika sudah sampai di depan kaca besar kamar mandi di hotel itu.

'Ini cuma karet, isn't it?' kata Arka dalam hatinya lagi sembari memutarbalikkan sembari melihat benda tipis dan minim bahan yang berada di tangannya. 'Damn, Kenan Jeonghan!' rutuk Arka masih menatapi benda itu.

Kemudian, pandangan Arka teralihkan saat melihat kembali sehelai kain lain dengan fabric putih transparan yang tak kalah tipisnya berbentuk kemben, dibeberapa sisi terdapat kupu-kupu dengan bahan lace, hanya ada tali yang seharusnya diikat dengan simpul pita di punggungnya saat digunakan, tanpa alat bantu lain yang akan menutupi bagian belakang tubuhnya.

Kini Arka sudah menggunakan seluruh two pieces lingerie dari sahabat-sahabatnya, dan menatap dirinya yang terpantul pada kaca — berputar. Pria manis itu juga sudah menggunakan cat ears headband.

'Ini ngga aneh kan ya?' katanya, merapihkan surai cokelat gelapnya dan memegang punggungnya yang hampir tidak tertutup apapun. Lalu, si cantik menggunakan stocking tinggi setengah paha untuk pelengkapnya.

‘Oh my! Ini nih.’ katanya saat ia melihat benda kecil dengan bulu dan memasukkannya ketika Arka sudah mengolesi benda itu dengan lotion pada ujungnya — bunny butt plug. “Nggh” lenguhnya ketika benda tumpul itu memasuki lubangnya. Tidak perlu tanggung-tanggung lagi, Arka bahkan sedikit bersolek dengan menggunakan pelembab bibir strawberry yang ada di tas perlengkapan mandinya.

'Okay!' katanya setelah yakin dengan penampilannya yang luar biasa tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Arka membuka pintu kamar mandi dan berdiri dengan malu-malu, pipinya merah merona, Saka yang sudah menantinya dari tempat tidur menatap Arka dengan tatapan penuh puja, dari atas ke bawah, naik lagi ke atas lalu kembali ke bawah, menatap seluruh tubuh suaminya.

“Wow, kamu — indah banget, sayang.” kalimat pertama yang keluar dari bibir Saka.

Come here, baby.” panggil Saka sembari menepuk pahanya, ketika ia terduduk di pinggir kasur dan menanti suaminya keluar dari kamar mandi.

Nghh, alright, daddy!” jawab Arka dengan malu-malu, ia menurunkan posisinya, membuat posisi menungging dan mulai merangkak menuju tempat Saka berada, menggoyangkan kedua buntalan sintalnya dengan gaya yang erotis di mata Saka, tanpa ia sadari ia pun mengeluarkan sedikit suara desahan karena gesekan yang dihasilkan oleh bunny butt plug yang dia gunakan.

Saka terkejut melihat kucing kecil manisnya kini sedang merangkak menuju ke arahnya, karena ia pun tidak pernah melihat pemandangan ini sebelumnya.

Oh My Gosh, Arkadia.” kata Saka bangun dari tempatnya terduduk ketika melihat suaminya sudah berada di dekatnya, menggesekkan wajahnya pada kaki Saka seperti kucing yang meminta untuk disayang. Pemandangan saat ini adalah Arka sudah berada di depan tempat tidur, seperti kucing yang sedang menunggu tuannya untuk mengambilnya, Arka terduduk dengan kaki yang terlipat ke belakang dan menumpu badannya dengan mata berbinar penuh melas.

Nghhh —” desahnya. Saka segera menggendong tubuh Arka untuk naik ke lahunannya, tak perlu mendengar desahan lainnya, Saka sudah kalah.

You look so beautiful, why?” tanya Saka dengan matanya yang berbinar, mengelus surai Arka.

Sorry.” jawab Arka dengan suara yang memelas, membuat jantung Saka berpacu tak karuan, seakan ingin segera mengukung dan menghukum pria yang kini berada di pangkuannya.

Yes, you should feel sorry, because I want to eat you right now.” kata Saka, mengubah posisi Arka agar mereka dapat saling berhadapan dengannya.

I'm not letting you go tonight, baby.” kata Saka, his hit Arka's ass and clench it, pria manis dengan bando kuping kucing itu mendesah pelan.

Pria cantik bermata tajam itu dengan reflex mengalungkan kedua tangannya ke leher Saka, dan menyatukan kedua bibir mereka, saling memagutnya penuh dengan nafsu, lidah yang saling bertautan, dengan desahan mereka yang tenggelam di dalam sana. Perlahan Saka menurunkan bibirnya ke rahang Arka, lalu menjilati lehernya, menghisapnya dan memberikan tanda biru keunguan sebagai bukti kepemilikan atas dirinya. Tangan Saka yang tak ingin kalahpun mengelus tubuh Arka dari luar kain tipis yang ia kenakan, memilin salah satu nipples milik suaminya dan membiarkan suara berat Arka mendesah keluar seperti untaian melodi indah di gendang telinganya, sedangkan bibirnya sibuk memberikan semakin banyak tanda di leher, perpotongan leher, collarbones, dan bahunya. Sedangkan Arka, mengelus lembut pundak suaminya itu, tangannya mulai menjelajahi lengan kekar milik suaminya, dan dengan perlahan memijat kejantanan Saka yang sudah mengeras saat melihat suaminya merangkak dengan sangat sexy ke arahnya — tadi.

“Ahh! Cantik—” desah Saka ketika Arka mulai intense memijat kejantanannya, Arka menyukai desahan itu, membuatnya semakin terangsang, selain sentuhan, hisapan dan kecupan yang Saka berikan pada tubuhnya saat ini.

“Ahhhngggg—” desah Arka panjang ketika Saka mulai menghisap kembali salah satu nipples-nya di atas kain transparan yang masih menempel pada tubuhnya, gundukan dada lainnya sudah mengeras karena rangsangan dari tangan Saka. Gesekan kain tipis dan nipplesnya yang sudah mulai mengeras, membuat jantungnya semakin berpacu ribut, dan kejantanannya yang berontak hampir keluar dari lace kupu-kupu karena mulai mengeras.

“Mas, aaahhhhng—” desahnya, Arka melingkarkan kakinya dipinggang Saka, tangannya mengelus surai belakang suaminya dan sesekali menggesekkan miliknya dengan milik sang suami, apalagi saat Saka mulai memainkan buntut kelincinya pada lubang Arka.

“Hmm?” tanya Saka dengan tangan dan bibirnya yang sedang sibuk menjamah suaminya itu.

Can you fill me in? Like — ngggg — yes.” desah Arka saat butt plug itu kembali dimasukkan dan keluarkan Saka ke dalam lubangnya.

“Sabar ya, kitten.” Bisik Saka, lalu melumat bibir Arka dan pria manis yang berada di lahunan itu membalas lumatan suaminya dengan acak. Dia sudah sangat terangsang saat ini.

Saka mengambil handcuff berbulu di samping bantalnya, mengambil kedua tangan Arka yang sedang mengelus lembut lehernya ke belakang punggung sang pria manis dan memborgolnya lembut. Arka membelalakkan matanya, terkejut.

“Mas?” tanya Arka.

You’re arrested for being too sexy and too hot rigth now, baby.” bisik Saka, lalu kembali menjilati bagian tubuh Arka acak, karena malam ini tubuh pria di atasnya terasa sangat manis pada saat indera pengecapnya menjelajahi tubuh putih mulus suaminya.

“Nggghhhh —” lenguh Arka.

Saka juga mengambil alat yang bulat berbentuk seperti telur dengan tali yang menyambungkannya dengan volume vibrator di ujungnya dan sudah siap ia gunakan di nakas tempat tidur yang berada di dekatnya. Ia mencabut kasar benda berbulu yang masih menyumbat lubang pria kesayangannya itu.

“Aaahh — Mas?”

“Ya, sayang?” tanya Saka. Pria tegap itu membawa Arka untuk berdiri dari lahunannya, membalikkan tubuh suaminya, hingga hanya punggung ramping, mulus putih yang kini di hadapannya. Saka ikut berdiri dan membungkukkan tubuh Arka, membantu si dia untuk membuka lebar kedua kakinya, menyingsingkan tali karet g-string yang digunakan suaminya agar ia dapat melihat lubang berkerut berawarna merah jambu itu. Tak pikir panjang, Saka menopangkan tubuh dengan lututnya yang sudah menyentuh karpet kamar hotel, menurunkan pinggul Arka yang saat ini tidak tahu apa yang akan dilakukan Saka, ia hanya menurut. Sang dominan mendekatkan wajahnya pada lubang milik suaminya, meludahinya, menjilat serta menghisap anus Arka, memijat dengan gerakan erotis benda sintal di belakang sana, dan memasukkan-keluarkan lidahnya di lubang yang semakin basah itu.

“Aah, Mas. Jo — nggghhh — tapi enak, hhh — mas —” lenguh Arka manja ketika merasakan benda lunak bermain dengan lubangnya di bawah sana. Permainan Saka semakin cepat, membuat Arka kewalahan hingga berkeringat dan kejantanannya semakin mengeras hingga kini sudah berkedut. Kakinya sudah bergetar, tubuh Arka sudah melengkung bak busur dengan tangan terborgol, namun, Saka memegangi kakinya, memberikan kekuatan pada kaki yang bergetar tak karuan di antara tubuhnya.

“Yang — aaahhh!! Saka!! — I wanna cum — mpphh — you – aaahh can — stop — aaanggghhh—” kalimat Arka terputus ketika semen-nya menyembur keluar dari celana tipis yang ia gunakan, menetes ke karpet, dan juga top lingerie-nya.

“Hah, hah, hah—” Arka bernafas berat.

Feels good?” tanya Saka.

So good, and now my ass feels empty.” rengek Arka semakin manja ketika lidah Saka tak berada di lubangnya. Anak bungsu dari keluarganya itu mulai memasukan dua jarinya dengan tangan yang masih terborgol di belakang tubuh indahnya, ia hanya tak suka rasa kosong di bawah sana, ia ingin segera di isi. “My ass — ah — miss Mr. Big Guy, maaashh — mphh.” Goda Arka. Suami Nisaka Mingyu Putradinata itu masih mendesah bagai lantunan lagu erotic di seperempat malam waktu Santorini, Greek. Saka masih terdiam dan terus menatap apa yang dilakukan suaminya, merekamnya dalam-dalam ketika jari lentik panjang itu yang mulai menjamahi lubangnya sendiri, tubuh putih mulus yang meliuk-liuk tak karuan karena fingering-nya, mendesahkan nama Saka terus menerus. Pria tampan itu masih menikmatinya, jantungnya berdetak, tak sabar ingin mengisi dan bermain di dalam lubang itu, menghajarnya dengan kepunyaannya. Namun, ia tahan, ia tak ingin suaminya merasakan sakit saat his Mr. Big Guy menghujami lubang manis merah jambu yang mengkerut itu.

“Mas, kamu lagi — aaahhh — jangan bengong, masukin!” pinta Arka.

Not now, honey.” kata Saka, ia mengambil benda yang berada di karpet, tepat di sebelah tubuhnya, mengolesi benda seperti telur itu dengan lube yang sepaket dengan sex toys lainnya, menghalau lembut jari Arka yang sedang masuk-keluar di sana dan menggantinya dengan egg vibrator dan menghidupkan getarannya pada volume sedang.

“Oh, something — weird inside — ngghh — me.” desah Arka membalikkan badannya, ia terjatuh dan berlutut menghadap suaminya yang masih menatapnya penuh nafsu.

“Iya, sayang, I know.” jawab Saka, menundukkan tubuhnya dan menggigit lembut bibir Arka yang masih terasa strawberry.

“Mas — aahngg — sini!” pinta Arka sembari menahan adanya getaran yang terdapat di dalam lubangnya, membuatnya semakin bergairah saat ini.

“Ya, cantik?” Saka mendekati Arka dan menyodorkan tubuh bagian bawah ke arah suami manisnya yang masih terborgol itu. “Mau ini?” tanya Saka, memegang kejantanannya, menggoda sang suami yang sedari tadi menginginkan benda itu memasuki lubangnya.

“Bukain borgol aku dong, aku ngga bisa buka itu.” tunjuk Arka dengan matanya ke arah kejantanan Saka. Saka tersenyum menyeringai, membuka borgol Arka dan kembali memborgolnya dari depan.

Arka merangkak mendekat ke arah suaminya, Saka pun semakin mendekatkan pinggulnya ke hadapan wajah Arka dan pria manis itu tanpa ragu menggigit celana dalam yang prianya kenakan, menanggalkannya dengan tangan terborgol karena pergerakan yang masih terbatas.

“Oh yeah, Arkadia, suck it up, baby — mphhhhh —” kata Saka ketika merasakan lubang hangat dan benda kenyal tak bertulang menghisap kejantanannya, Arka menggoyangkan wajahnya dengan motion maju-mundur, menggoda kejantanan si dia dan bermain dengan lidahnya, memasukkan hampir sebagian Mr. Big Guy. Suara kecapan, hisapan, dan kuluman untuk memanjakan kejantanan Saka di dalam sana, ia tak lupa memijat kedua balls milik suaminya dengan kedua tangan yang masih terborgol, merematnya lembut di bawah sana hingga Saka mendesah nikmat. Saka tak menyangka suaminya dapat melakukan kegiatan mereka semahir ini.

Saka menaikkan volume egg vibrator yang masih digunakan Arka, hingga hisapan dan desahan berantakan yang Saka rasakan pada kejantannya, ia semakin mendesah enak ditambah lagi dengan melihat tubuh Arka yang menggeliat di bawah sana, membuat kejantanannya semakin mengeras, membesar dan berkedut di dalam rahang Arka. Saka mengelus surai lembut Arka sembari mengerang.

I wanna cum, baby. Ahhhhhngg—” erang Saka, Arka semakin menstimulasi agar semen suaminya keluar di dalam rongga mulutnya, Saka mencoba melepaskannya, tapi Arka tetap menahannya hingga —

“Mpphhhhhh — Arkaaa — Ahhhh ahhhh aaaaaaaaaahhhh —” Saka sampai pada pelepasan pertamanya, dan sesuai dengan keinginan pria yang lebih muda, ia menelan cairan kental berwarna putih itu.

“Hah, hah, sayang itu bukan sesuatu yang bisa kamu telen.” kata Saka, memegang rahang suaminya yang tersedak, membungkuk dan menyeka mulut Arka yang masih terdapat sisa-sisa cum-nya.

But the taste is sweet, Mas.” kata Arka. “Ngghh, but sayang, can you rid off this vibrator from my ass. Aku —” kalimat Arka menggantung saat Saka menggendongnya ke tempat tidur.

“Kamu tau ngga? Kamu udah becek banget.” senyum Saka saat mereka sudah tidur bersebelahan dan Saka mulai memasukkan tangannya pada lubang Arka, bersamaan dengan benda tumpul yang sedari tadi berada di sana. Badan Arka membusur cantik.

“Hnggg — punya kamu aja, Mas. Ini aneh — aahhh —” Arka merasa frustasi dengan lubangnya yang semakin terasa diacak-acak.

But your body says different, cantik. You're enjoy this.” kata Saka berbisik.

Arka semakin mendesah tak karuan, air mata nikmat sudah mengalir kepipi gembilnya, dan Saka segera meredamkan desahan si dia dengan menyatukan dan melumat bibir manis Arka. Lalu, pria yang lebih tua membawa tangan Arka yang masih diborgol ke atas kepalanya.

Anggghhh — fuck — Nisaka — hhngg, I think I'm comming —” kata Arka dengan tangan yang masih berada di atas kepalanya, ketika Saka kembali mengulum nipplesnya yang semakin mengeras.

Yes, please, cantik.” jawab Saka yang semakin menggoda dan mulai menurunkan kepalanya, satu tangannya masih bermain di dalam lubang sana dan mengacak-acak lembut bersamaan dengan egg vibrator, sedangkan tangannya yang satu lagi masih memanjakan tonjolan di dada Arka bergantian. Wajah Saka sudah berada di depan kejantanan Arka yang masih terbalut g-string, bibirnya kini sudah berada di depan cutie — kejantanan Arka yang sudah mengeras, dan berkedut, berontak ingin keluar dari celana minim fabric yang sedari tadi Arka gunakan. Saka mulai perlahan menjilati benda kenyal tak bertulang itu dari luar, Arka yang semakin menggeliat dan mendesah tak karuan, keringat yang keluar dari kulit mulusnya dan air mata kenikmatan yang mengalir tanpa ia sadari.

“Aaaaaaaaaahhhhh — mas, — please — make it — faster.” pinta Arka ketika merasakan mulut suaminya sudah melahap kejantannya. Saka menurutinya dengan menaik-turunkan kepalanya saat memberikan blowjob, ketika ia merasakan kejantanan Arka yang semakin membengkak dan berkedut, ia melepaskan kulumannya, lalu, memijat benda tak bertulang itu dengan cepat, tak lama cairan putih milik suaminya keluar mengenai perut Arka.

“Ahhh — haaahhh, nggggghhhhh sayaaanghhh.” desah Arka ketika merasakan Saka dengan kedua jarinya mengambil benda berbentuk seperti telur itu dan mengeluarkannya, membuang benda tersebut ke sembarang tempat.

“Hhhh —” desah Arka, menarik tubuh Saka, dan mencium dalam bibir pria tampan yang berada di atasnya. Saka, mengelap bulir-bulir keringat di kening pria cantik favorite-nya. Tak lupa Saka melepaskan borgolan dari tangan Arka dan mengecup kedua pergelangan tangan suaminya itu.

“Capek ya?” tanya Saka, mengecup kening suaminya yang masih basah karena peluh, ia pun berkeringat, tapi tak sebanyak yang dikeluarkan Arka malam ini. Arka menggelengkan kepalanya. Ia lelah, tapi masih ada yang kurang, ia ingin kejantanan Saka berada di dalamnya dan mengisi lubangnya penuh dengan cairan kental putih milik sang suami.

“Belum, mas. I wanna Mr. Big Guy to fill me in.” Goda Arka dengan suaranya yang sedikit serak karena terlalu banyak mendesah dan mengerang malam ini. “Aku udah becek banget lho, one shot won't hurt me anymore.” kata Arka menggoda Saka sembari mengelus dan sesekali memijat kejantanan suaminya.

I wish.” kata Saka. Arka melempar pelan tubuh Saka agar terlentang di sampingnya.

Arka melepas tali lingerie di punggungnya dengan satu tangan dan membuka g-string yang sudah basah ke arah Saka yang masih pasrah menunggu suaminya untuk memimpin permainan mereka berikutnya. Si dia membuka lebar kaki Saka dan mulai dari memijit kejantanan sang suami, lalu, menggenggamnya yakin serta melumatnya kembali sembari membelakangi wajah sang suami, Saka memberi circle motion pada pinggiran lubang Arka yang sangat basah, menggodanya, sesekali Arka mendesah dan menggoyangkan bokong sintalnya ke arah sang suami. Setelah ia yakin benda tak bertulang itu bangun dengan sempurna, Arka menaiki tubuh Saka, menghadapnya, lalu mengambil tangan kiri Saka, menjilatnya perlahan dengan erotis dan menuntunnya ke lubangnya yang kini sudah semakin basah dan berkedut, memasuk keluarkannya beberapa kali.

Do you like this so much?” kata Saka, saat 2 jarinya bermain di sana dan membuka lubang si dia dengan gestur menggunting.

“Ngghhhhh” lenguh Arka keenakan.

Kejantanan Saka yang ia namai Mr. Big Guy itu sudah ia genggam, dan disesuaikan dengan lubangnya yang memang sudah tidak sabar bertemu dengan benda besar itu. Kini Arka yang sedari tadi sudah di cowboy position-nya, melepaskan jari si dia, kemudian perlahan memasukkan kejantanan Saka, hingga pria di bawahnya itu tak sabar dan menurunkan pinggul Arka bersamaan dengan ia memajukan pinggulnya agar keduanya dapat segera bertemu. Arka mendesah tak karuan, racauan memanggil nama Saka dengan desahannya keluar dari bibir tipisnya begitu saja.

Just do what you wanna do, prince. Kamu udah bisa gerak kalau kamu udah siap, cantik.” kata Saka tersenyum, melihat suaminya dengan tubuh yang membusur di atas sana. “Aku janji, ini ngga akan sakit, kamu udah basah banget, sayang, liciin.” lanjut Saka, memilin tonjolan dada Arka yang mengegang, mengelus dada hingga perutnya, lalu, memegang kedua benda sintal yang ada di bagian bawah pinggulnya, mengelusnya dan menepuknya penuh kasih sayang.

You sure?” tanya Arka.

A hundred — hmmpphhh — its good, sayang — nggg —” desah Saka ketika Arka sudah mulai menaik-turunkan pinggulnya. Saka menggerayangi tubuh pria yang ada di atasnya dengan tatapan nafsu atas tubuh sempurna milik suaminya hingga membuat tubuh Arka yang masih sensitif itu kembali terangsang.

Pria yang kini berada di bawah tubuh ramping Arka itu sudah ikut menggoyangkan pinggulnya, seakan membantu Arka memasukkan kejantan besar itu lebih dalam lagi.

“Mas — aaaahng — there — mppphhh — yes, nggg deeper, daddy!” pintanya. Saka menahan pinggul Arka dan menghentakkan kepunyaannya sesuai dengan keinginan pria manis itu, hingga Arka dan Saka kini sudah terbang di atas awan bertemu dengan sang titik kenikmatan mereka.

Saka membanting perlahan tubuh suaminya tanpa melepas penyatuan mereka, kini Saka sudah berada di atas tubuh ramping Arka. Rintihan nikmat Arka mengalun merdu hingga Saka semakin bersemangat menumbuk prostat Arka. Moaning, serta mata sayu penuh nafsu, hingga kulit mereka yang berkeringat saling bertemu dan menciptakan bunyi-bunyi khas yang semakin membuat mereka menggila, racauan-racauan kotor yang keluar dari mulut mereka memenuhi ruangan itu.

Arka mengelus surai suaminya lembut dengan desahan nikmatnya saat Saka menginvasi puncak dadanya yang membengkak, memilin, menghisap, menjilat dan memainkannya dengan lihai, membuat pria ramping berkulit putih itu semakin berantakan. Satu tangan Saka lainnya sudah memijat kejantanan Arka yang kian penuh dan mulai berkedut lagi, ditambah dengan hentakan berkali-kali pada titik prostatnya yang diberikan Saka. Arka sudah tidak bisa menahannya, kedua kaki Arka kembali bergetar hebat, seakan jiwanya akan keluar dari tubuh rampingnya karena apa yang dilakukan suaminya malam ini.

“I wanna — aaaah — nghhhh —” desahannya semakin kacau, belum selesai dia berkata, putihnya sudah mencapai puncak dan mengenai perut miliknya dan sedikit mengenai perut Saka. “Ma — nghhh — af.” katanya masih sulit berkata karena Saka masih menyerang lubangnya.

“Ngga apa-apa, can—nghh—tik.” bisik Saka semakin menusukkan kejantanannya lebih dalam lagi dan semakin cepat, Arka merasakan kejantanan di dalam sana sudah terasa berkedut, semakin besar dan mulai memenuhi prostatnya. Saka semakin brutal dengan menumbuknya semakin tak sabar, dan membuat kejantanan Arka terasa ngilu.

“Kamu — ahhhh — shit — nggghh —” kata Saka ketika mendekati pelepasannya.

Saka ingin mengeluarkan kejantanannya saat kedua kaki lemah Arka menahan pinggulnya, “Nggghhh — keluar di dalem aja, mas, fill me with yours.” kata pria manis itu, menyentuh perutnya, karena ada sesuatu di dalam sana, sesuatu yang ia kenal, sesuatu yang membuatnya mabuk kepayang.

Saka kembali menggempur prianya, dan tak lama erangan panjang keluar dari mulut Saka menandakan putihnya sudah keluar, mengisi penuh lubang Arka. Arka menarik tubuh besar suaminya ke dalam pelukannya, mengecup ujung kepala Saka dengan penuh kasih sayang. Saka masih dengan sisa tenaganya mengecupi nipples Arka yang membengkak dan masih menegang dengan warna kemerahan yang disebabkan oleh perbuatannya. Penyatuan mereka belum terlepas sesentipun, Arka masih menahannya.

“Sakit ya, cantik?” tanya Saka mendongakkan kepalanya yang masih dielus lembut, suaminya itu menggelengkan kepalanya dengan tenang.

“Ngga kok, I love it.” kata Arka, mengecup kening Saka yang masih lembab karena keringat setelah mereka berolahraga malam ini.

I love you, sayangku.” kata Saka, terbangun dari posisinya dan melumat bibir Arka.

I love you too, husband.” jawab Arka, kembali menyatukan kedua ranum mereka. Kembali saling memagut, dengan bunyi kecapan yang kembali mengisi kamar hotel itu, dengan mereka yang berciuman sembari memeluk erat satu sama lain, seakan tak ingin melepaskan tubuh masing-masing dari dekapan.

Malam panjang yang mereka lalui kali ini adalah malam pertama yang sebenarnya, malam pertama yang selalu sahabat Arka katakan, sangat intim walaupun lelah, senang, hangat, bahagia, berkeringat, tubuh saling mendekap, mata saling terpejam, seakan dunia selalu tentang mereka dan hanya ada mereka berdua.


Good morning!” sapa Arka, pagi ini pria manis itu sudah menggunakan satin robe yang mencetak tubuh indahnya, sembari memegang secangkir susu hangat di depan jendela kamar mereka yang menghadap ke lautan berwarna biru itu, menatap lurus lukisan ciptaan Tuhan sebelum suaminya terbangun.

Morning, cantik.” jawab Saka dengan suara seraknya, suara khas pria bangun tidur.

Saka menatap tubuhnya yang sudah bersih dengan celana dalam bersih tanpa menggunakan kain lain yang menutup tubuhnya. Ia terbangun, beranjak menghampiri suaminya, memeluk pinggang ramping Arka dan mengecupi puncak kepala hingga bahu Arka bergantian.

Arka membalikkan badannya dan memberikan cangkir yang ia pegang kepada suaminya. “Morning drink.” kata Arka tersenyum.

Thank you for everything, sexy” kata Saka tersenyum jahil, meminum susu yang diberikan Arka dan meletakkan cangkirnya ke meja kecil yang berada di dekatnya.

You're very welcome.” jawab Arka sembari tersenyum dan mengelus tubuh Saka yang kini sudah berada di hadapannya dengan circle motion, kode Arka bila ia menginginkan sesuatu pagi ini.

Saka menarik tubuh ramping itu semakin mendekat dan menyatukan bibir mereka untuk saling melumat, menghantarkan nafsu tadi malam yang masih belum berkurang pagi ini. Kedua tangan Arka sudah melingkari leher Saka, dan tangan bebas Saka yang perlahan namun pasti sudah melucuti habis satin robe Arka yang tidak melapisi apapun di dalam sana. Suaminya sudah kembali naked.

I'm so addicted to you.” bisik Saka sembari menjilat daun telinga Arka, tangannya mengelus punggung bawah sang suami.

So do I.” jawab Arka berbisik tepat di telinga Saka, pria cantik itu membuka satu-satunya kain yang menutupi tubuh pria tinggi yang berada di pelukannya.

CEO Adibumi Corporate itu menepuk pelan kedua bongkahan suaminya, lalu merematnya, dan menelusupkan satu jarinya ke dalam lubang yang semalam habis ia gempur tanpa ampun, “Oh my baby, you're so ready.” kata Saka saat merasakan lubang kekasihnya itu sudah basah.

I'm so ready right now, daddy.” jawab Arka dengan suaranya yang dibuat mendesah, menurunkan tubuhnya dan menyamakan tingginya dengan benda panjang yang ingin ia hisap sedari tadi saat suaminya masih terlelap, benda itu sudah terbangun walaupun masih belum sempurna.

“Yang — mppphhh — kenapa kamu — aahhh— yes faster —” desah Saka, sembari memegang kepala Arka, menggoyangkan pinggulnya maju-mundur semakin dalam ke mulut suaminya. Arka pun ikut mendesah karena desakan yang ada di mulutnya.

Oh shit! Enough — nghhhh — cantik —” kata Saka, mengeluarkan kejantanannya dan membawa Arka ke hadapannya, lalu melumat bibirnya.

“Kok jadi bandel sih?” tanya Saka, mengusap bibir Arka lembut.

This bad boy is just like this for you.” bisik Arka dengan suara nakalnya, mengambil satu tangan suaminya dan menuntun ke arah kejantanannya. Saka tahu apa yang harus ia lakukan, ia memijatnya pelan, Arka melempar kepalanya ke belakang saat jari-jemari Saka menjamah miliknya.

We’ll do it here, moan loudly, sayang, supaya orang tau kalau kamu cuma punya Nisaka Mingyu.” kata Saka berbisik, Arka menjawabnya dengan anggukan dan desahan legitnya yang mengisi ruangan itu.

“Berbalik liat depan dong, cantik.” Saka masih berbisik dengan suara baritone-nya dan mengecup bibir Arka, pria tampan itu membalikkan tubuh suaminya yang kini sudah memandangi laut, terhimpit kaca jendela saat ia mendesah nikmat ketika Saka kembali melakukan rimming-nya pagi ini, untuk semakin membasahi lubang Arka.

Saka membungkukkan tubuh suaminya, membentuk doggy style, dan mulai menelusupkan Mr. Big Guy ke lubang kosong yang pagi ini semakin basah karena ulahnya. Saka menekan tubuh Arka, hingga kedua tangan suaminya itu menyentuh kaca, seolah kaca di hadapannya dapat membantunya menahan gempuran dari belakang sana.

“Anggghhhh—” desah Arka saat Saka menggempur lubangnya dan menyentuh kembali titik prostatnya berkali-kali, semakin dalam — semakin nikmat rasa yang diterima Arka, begitupun Saka.

Kaki Arka sudah bergetar hebat saat menuju pelepasannya, Saka mengambil satu kaki suaminya, menahan di lipatan sikunya agar lubang yang sedang ia masuki semakin memeberi akses lebih. Saka semakin sibuk menumbuk dan memberikan tanda ungu kemerahan pada tubuh bagian belakang suaminya.

“Mas — Ngghhhhh —” kata Arka saat kakinya sudah lemas tak berdaya.

“Kenapa ngghhhhhh sayang?” tanya Saka.

Faster aaahh ahhhh— aku mau keluar — ngghhhh aahhhh yaaahhh ngghhhh, Sakaahhh — more.” desah Arka merasa keenakan.

“Keluarnya bareng — anghhh — sayang.” pinta Saka yang masih menggoyangkan pinggulnya.

“hu-umphhh— nghhh” desahan Arka semakin menggila karena tubuhnya senang dengan kegiatan ini, dan pelepasannya sudah diujung tanduk namun masih menunggu suaminya untuk keluar bersamaan.

Tak membutuhkan waktu yang lama, kini Arka dan Saka sudah sampai pada pelepasan mereka yang pertama pagi ini. Arka yang mengeluarkan cairan kental putihnya hingga terkena kaca, sedangkan Saka mengeluarkannya di dalam lubang Arka, kini cairan kental itu sudah mengalir turun ke paha dan kaki suami cantiknya.

Saka membalikkan tubuh Arka, dan menatapnya penuh puja. “Kamu sexy banget dan aku sayang sama kamu. Sangat!” katanya sembari mengecupi seluruh wajah Arka.

“Sayang kamu juga.” jawab Arka sembari tersenyum. “Sering-sering gini yuk, mas. I feel safe when you inside me.” jawab Arka, mengecup perpotongan leher Saka. “I love how you touch me gently, I love how you treat me softly.” lanjut Arka.

Need more?” tanya Saka.

“Istirahat dulu bole?” jawabnya sembari tertawa. “Sekarang kita mandi dulu yuk, mas.” ajak Arka. Saka tanpa berpikir panjang mengiyakan ajakan suaminya dan menggendong pria manis itu dengan gaya ala bridal ke kamar mandi.

“Mas, as a promise you'll give me everything, right?” kata Arka sembari memberikan elusan lembut pada surai belakang Saka saat pria tinggi itu menggendongnya ke kamar mandi.

“Ya? Mau apa, cantik?” tanya Saka sembari meletakkan tubuh Arka tanpa busana di sebelah westafel kamar mandi yang terbuat dari marmer itu.

“Jadi dosen, boleh ya?” tanya Arka.

“Segitu maunya jadi dosen ya? Sampai kamu rela pake lingerie dari temen-temen kamu?” kata Saka yang sedang sibuk mengisi bathtub dengan air hangat.

No. Aku memang mau kok, want to satisfy you with my body, dan yang aku bilang tadi, aku mau kok ngelakuin itu berulang kali asal sama kamu.” kata Arka manja yang mulai menggoda paha kekar Saka, mengelus paha tan itu dengan jari kakinya saat prianya sedang mengambil water bomb yang terdapat di lemari sebelah Arka.

Saka segera menghentikan kegiatannya, dan mengukung tubuh suami cantiknya itu, “Boleh jadi dosen, tapi kamu ngga boleh capek, ngga boleh sakit.” jawab Saka, Arka tersenyum dan menangkup kedua pipi pria yang berada di hadapannya, memberinya kecupan terima kasih pada pria tampan itu.

“Dan kamu harus sering-sering pake lingerie kaya semalem. I'll be very happy. Kamu selalu sexy, but with those things, I can’t refuse you, forever.” kata Saka lagi, Arka langsung melingkarkan tangannya pada leher si dia dan mengecup mole di pipinya.

Everything for you, hubby. Anything else?” tanya Arka tersenyum, seakan sudah siap diberi segudang lingerie oleh suaminya.

“Pulang sebelum aku sampe rumah, aku mau disambut sama kamu yang pakai kemeja kegedean punya aku di badan gemes kamu.” kata Saka, meremat pinggang suaminya itu.

“Kok kamu jadi kinky?” tanya Arka, menjewer pelan telinga suaminya.

“Bukan kink, sayang, tapi, aku pengen disambut sama suami gemes aku setelah capek kerja.” kata Saka, merapihkan surai Arka yang menutupi keningnya. Mengecup pucuk kepala pria yang ada dikukungannya.

All noted, hubby. Thank you and love you soooooo much.” kata Arka, dan mereka saling mengikis jarak masing-masing, saling melumat dan mengaitkan lidah mereka di sana.

Malam pertama mereka sudah selesai? Kata siapa— Bermain lagi di bathtub? Why not!

“Love recognizes no barriers. It jumps hurdles, leaps fences, penetrates walls to arrive at its destination full of hope.” —Maya Angelou

THE VOW

Gue berusaha berjalan sebiasa mungkin ketika melangkahkan kaki menuju altar di dalam ruangan yang serba elegan berwarna silver yang selama 3 bulan ini calon suami gue siapkan. Gue berjalan beriringan dengan bokap gue menuju pendeta berada di ujung sana memegang kitab suci yang gue yakini, sedang menanti gue untuk menjadi saksi pengucapan isi janji pernikahan yang akan gue lontarkan dengan lantang.

Good luck, son.” kata bokap gue setelah ia sudah selesai mengantarkan gue ke hadapan pria paruh baya yang sudah berpakaian rapih serba hitam, sebelum dia duduk di kursi paling depan.

Acara janji pernikahan ini hanya dihadiri kerabat dekat, keluarga gue dan Arka, calon teman hidup gue itu mau semuanya sangat private kali ini, agar acara lebih khusyuk. Dari tempat gue berdiri saat ini, gue dapat melihat sepupu-sepupu, serta temen-temen gue dan Arka tersenyum hangat ke arah gue seakan menyemangati gue yang sedang sangat gugup ini.

Kalau dipikir-pikir, gue sudah lama tidak merasakan perasaan gugup setengah mati seperti saat, terakhir kali perasaan ini muncul saat tahun lalu gue akhirnya dipertemukan lagi oleh pria manis yang sedang duduk anteng di kamar apartemennya tanpa menyadari kehadiran gue karena si dia sedang berkutat pada komputernya. Sejak saat itu, hingga nanti, dan sampai kapanpun, he’ll be mine forever and I’ll never let him go. Never again.

MC berkata bahwa calon pengantin dipersilahkan untuk masuk dan darah gue mengalir semakin cepat, jantung gue rasanya semakin berdetak cepat. Arkadia Wonwoo Rahamardja, pria yang datang bagaikan angin segar dikehidupan gue akan berjalan ke hadapan gue, lalu, gue akan meminta jemari lentik putih mulus itu kepada pria separuh baya yang akan berjalan bersamanya dan akan menggenggamnya, SELAMANYA!

Pintu cokelat besar di ujung, tempat di mana mata gue dan para undangan yang lain menatap, terbuka. Lagu Wedding March dimainkan dengan sngat manis saat gue dapat melihat bayangan pria yang sudah gue nantikan.


Aku menunggu di balik pintu cokelat yang berada di hadapanku untuk terbuka, tanganku sudah diapit oleh pria setengah baya di sampingku, dan aku memegang lengannya erat dengan 1 tangan lainnya menggenggam bouquet with white and blue gardenia flowers. Ayah akan mengantarku jalan menuju altar di balik pintu ini, tempat Nisaka sudah menungguku. Aku tahu dia gugup, namun, bukan hanya kamu, sayang, akupun gugup setengah mati.

“Ayah yakin adek sudah siap untuk menuju ke kehidupan baru yang akan adek jalani dengan Nisaka. I love you, adek. Kamu harus bahagia dengan suamimu ya.” nasihat ayahku, aku mengangguk, tak sadar air mataku jatuh dari ke pipi, Mba Andrea yang selalu mendampingiku — owner dari wedding orginazer yang banyak membantu untuk terlaksananya hari ini —, dengan sigap memberikan tissue dari saku blezer hitamnya, dan mengingatkanku bahwa kami akan segera masuk beberapa saat lagi.

“Adek sayang ayah.” kataku mengecup punggung tangan ayahku.

“Ayah juga sayang kamu, sangat.” jawab pria itu dengan senyum yang selalu menghangatkan hatiku, menggenggam jemariku dengan tangan kirinya.

“Sekarang.” kata Mba Andrea setelah mengambil tissue yang berada di tanganku.

Pintu di hadapanku terbuka lebar, mataku hanya tertuju pada pria tampan ber-tuxedo serba putih dengan dasi kupu-kupu di lehernya, sedang tersenyum gugup, mengelap pelan keringatnya di kening dengan punggung tangan yang terlapis sarung tangan putih tipis.

Dengan jantung berdegup kencang, kulangkahkan kakiku yakin menuju pria yang sudah menungguku selama ini dan kuberikan juga senyuman termanisku untuk semua para undangan. Maura berada di belakangku dan membawa keranjang berisikan rose petals yang ia lemparkan sembari tersenyum lebar, aku rasa.

Sampailah aku di tujuan kami, ujung the aisle. Kini aku sudah berada di hadapan calon suamiku, sebelum ayahku mengecup pipiku dan dengan yakin memberikan tangan kananku yang langsung diambil oleh Saka tanpa keraguan, dengan Kenan yang mengambil bouquet bunga yang ku bawa.

Kini aku sudah kembali menatap dalam pria yang kini sudah menggenggam jemariku dengan penuh percaya diri dan tersenyum lebar memperlihatkan ke dua gigi taring lucunya.

Kami berdiri berdampingan, menghadap pendeta. Pria yang menggunakan jas setelan hitam itu menganggukkan kepala ketika melihat wajahku dan Saka yang sudahh berada di hadapannya, siap untuk melanjutkan upacara.

Berkali-kali kukatakan bahwa naik halilintar tidak ada apa-apanya dengan apa yang sedang kualami saat ini, jantungku masih berdetak kencang, aku gugup, kuyakinkan diriku bahwa acara ini akan segera selesai dan pria di sampingku akan menjadi suamiku.

“Nisaka Mingyu Putradinata dan Arkadia Wonwoo Rahamardja, apakah kalian berjanji untuk setia sampai maut memisahkan kalian?” tanya sang pendeta kepada pria yang berada di sampingku, memecahkan keheningan di dalam ruangan ini dan membuatku kembali terfokus pada acara yang sedang kami lakukan.

Saka dan aku mengubah posisi kami untuk saling berhadapan. Pria di hadapanku ini menatap lembut ke arahku, dia sejenak, menarik nafasnya perlahan, lalu ia berkata dengan suara baritone-nya yang menenangkan hatiku, “Arkadia Wonwoo Rahamardja, aku mengambil engkau menjadi suamiku,”

Aku tersenyum mendengar kalimat itu, aku menarik nafas dan berucap sama yakinnya dengan Saka, “Untuk saling memiliki, dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya,” kataku melanjutkan kalimatnya.

“Pada waktu susah, maupun senang,” ucap Saka menambahi kalimatku.

“Pada waktu kelimpahan, maupun kekurangan,” kataku lagi.

“Pada sehat, maupun sakit,” lanjutnya, masih dengan tersenyum dan kubalas senyumnya.

“Untuk saling menghargai dan mengasihi sampai maut memisahkan kita.” kalimat penutup yang kami ucapkan bersamaan.

Mas Andrian yang berada di sisi Saka dan Kenan yang berada di belakangku berjalan dua langkah menghampiri kami dengan membawa kotak mika transparan yang sudah disiapkan berisi cincin pernikahan kami.


Saka menyematkan cincin beralaskan berlian custom yang sengaja dibuat oleh Bumi Putradinata untuk calon menantunya dan begitupun dengan pria yang dihadapannya, dengan manik rubah yang berbinar sedang mengisi jari manis Saka dengan cincin berlian dari kotak mika yang diberikan oleh Kenan.

“Demikian seperti yang dikatakan dalam firman Tuhan, di Matius 19:6, demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu karena itu apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.” kata pendeta itu meresmikan Saka dan Arka sebagai sepasang suami. Pria paruh baya itu mempersilahkan kedua mempelai untuk saling berhadapan kembali dan mencium sebagai tradisi diakhir.

Saka kini sudah menatap wajah Arka yang bersemu dan semakin cantik karena terkena pantulaan cahaya yang berada di ruangan tersebut, dan si dia yang membalas tatapan Saka dengan senyuman hangatnya.

“Hai.” kata Saka membuka suara sembari tersenyum, memegang pinggang ramping Arka dan mendekatkan tubuh mereka untuk mengikis jaraknya.

“Hai.” jawabnya dengan senyuman manis, menatap pria yang kini sudah resmi menjadi suaminya itu.

Saka masih tersenyum, lalu mengelus salah satu pipi Arka dengan tangan bebasnya dan menyatukan kedua bilah bibir mereka, saling mencium dan saling memagut mesra, seakan tidak ada yang mampu memisahkan mereka lagi.

Suara piano lagu Wedding Merch kembali berkumandang yang kini sudah dicampur denga riuh sorakan dari saudara-saudara dan kerabat dekat mereka yang melihat scene romantis tersebut. Mereka menyudahi ciuman itu dengan senyuman jahil ke arah saudara dan teman mereka, lalu Saka mengecup kening suaminya dan kemudian memeluknya.

Thank you for waiting for me, my love.” bisik Saka.

Thank you for accepting me as I am and coming home, mas.” kata Arka, dan membalas pelukan Saka.

Arka dan Saka masih berdiri di altar, pendeta sudah pergi menuju backstage karena sudah dijemput oleh salah satu dari tim WO dan kini stage Arka dan Saka sudah dipenuhi oleh orang-orang yang datang untuk mengucapkan selamat kepada pengantin baru. Lagu A Whole New World original soundtrack dari Aladdin melantun merdu dibawakan Dhika dan Kenzie untuk mengisi ruangan yang berwarna white silver dengan hiasan mewah bergelantungan, menambah kemegahan ruangan itu.

Unbelievable sights Indescribable feeling Soaring, tumbling, freewheeling Through an endless diamond sky A whole new world A hundred thousand things to see I'm like a shooting star, I've come so far I can't go back to where I used to be Let me share this whole new world with you

Sunday Night

Saka meletakkan ponselnya ketika Arka datang dari dapur dan membawa camilan untuk menemani mereka yang malam ini akan menonton film. Arka segera mengambil posisi duduk di antara paha Saka dan menyenderkan tubuhnya di dada bidang pria itu, sedangkan Saka memeluk perut Arka yang sudah memangku semangkuk popcorn yang ia buat.

Are you ready, mas? Aku play ya?” tanya Arka.

Okay.” kata Saka sembari mencium pipi kekasihnya yang berada di pelukannya.

Satu jam film itu sudah terputar, Saka dan Arka masih serius menonton film tersebut, sesekali Arka menyuapi Saka popcorn dan memberinya minum, namun, dengan mata yang masih terfokus pada layar smartTV 42 inch itu.

“Kalau kamu kaya gitu, aku tebas sih tweety kamu, mas.” kata Arka memecah keheningan ketika melihat adegan di hadapannya.

“Aku ngga harus nunggu 365 hari dan sewa a whore anyway, 3 bulan aja kamu udah galau gara-gara aku.” jawab Saka sembari mengecup bahu kekasihnya.

It was your fault.” jawab Arka tenang.

“Kamu juga ambil andil karena bikin aku sayang ke kamu effortless.” jawab Saka.

Still, mas tetep salah karena bikin aku bingung.” kata Arka sembari memainkan jari-jemari dari salah satu tangan Saka yang berada diperutnya, dengan mata yang masih menatap layar, namun, konsentrasi yang mulai memudar.

“Iya, salahku. Maafin mas ya, sayang.” jawab Saka, dan mengecup pucuk kepala Arka. Mereka kembali menonton film yang masih terputar.

“1 jam 20 menit, I don’t need 356 days, because I love you.” kata Arka, membalikkan tubuhnya dan memeluk kekasihnya itu.

Say it again.” pinta Saka, mengikuti dialog yang ada di film sembari membalas pelukan si dia dan mengecup pundaknya berkali-kali.

“Hih, kamu bukan Massimo.” kata Arka, menatap wajah Saka lekat.

You look stunning, baby boy.” kata Saka jahil.

“Hahaha, stop kamu ngga cocok jadi Massimo, jadi Mas Saka aja!” pinta Arka tertawa karena tak tahan melihat tunangannya itu berusaha mengikuti gaya sang aktor. Arka merubah posisinya, duduk menyamping di pangkuan Saka.

Sepasang kekasih itu mulai membicarakan hal-hal yang menurut mereka lucu belakangan ini, seperti Kenan yang semakin lengket dengan Andrian, Maura yang sudah mulai tumbuh menjadi remaja, Junwi dan Diaz yang merasa ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius, namun, masih meragu, Ichi yang sudah bertemu orang tua Tara, dan lainnya.

“Oh iya, Kenzie bilang katanya Mas David udah chat dia.” kata Arka.

“Kamu harus tau betapa gobloknya David. Haha.” Saka mengambil telepon genggamnya dan menunjukkan chat David di group-nya, sama halnya dengan Saka, Arka pun menunjukkan chat Kenzie di room chat group mereka.

Wait, mas, kamu chat Dyah di hari Minggu?” jawab Arka ketika melihat ponsel kekasihnya, dan ada tulisan nama Dyah di sana dengan last chat today. “Kasian, mas. Kamu tuh suka banget deh bikin anak orang lembur.” omel Arka, menjambak pelan rambut kekasihnya.

“Aw, sakit, yang. Astaga, galak banget.” Kata Saka mengelus rambutnya dan mengambil tangan Arka dari kepalanya dan menciuminya. “Aku tuh chat dia supaya dia bisa bikinin appointment ketemu sama owner WO yang aku ceritain ke kamu.” kata Saka. “Aku udah pernah ketemu, tapi pengen kamu langsung yang milih ini itu.” kata Saka mengecup hidung kekasihnya.

“Oh, bilang dong. Aku kira kamu minta berkas kerjaan ke Dyah.” kata Arka.

“Sejak ada kamu, aku anti lembur pas weekend, sayang. Sabtu-Minggu aku buat kamu.” kata Saka.

“Hehe, maafin. Mwah.” cengir Arka, lalu, mengecup bibir kekasihnya sambil mengeluarkan suara kecupan berisik. Saka membalasnya dengan senyuman, canin tooth mengintip dari balik bibir kenyalnya itu. “Next-nya, biar aku yang ngurus-ngurus kaya gini ya?” kata Arka.

“Karena aku ngga kenal sama owner WO-nya, untuk meeting pertama aku minta tolong Dyah dulu, I will tell her to set up the schedule as soon as possible.” jawab Arka, bersemangat.

Wow, I like your spirit, so fighting.” kata Saka kaget ketika melihat prianya sangat bersemangat untuk menyiapkan pernikahan mereka.

Well—” Arka merapihkan posisinya, kini ia sudah duduk di lahunan Saka, melingkarkan kakinya di pinggang sang kekasih, lalu duduk menghadap pria tampan itu, menyelami manik elang kekasihnya, lalu menangkup kedua pipi Saka. Satu tangan Saka memegang pinggang Arka dan tangan bebas lain mengelus paha mulus kekasihnya itu dengan sayang, menunggu kalimat lanjutan yang akan diucapkan oleh Arka. “Karena kamu Nisaka, aku rasa ngga ada alesan lagi untuk nunda, tahun ini kamu 32, aku 30, dan aku ngga sabar mau menghabiskan sisa waktu aku sama kamu, dan aku mau naik rollercoaster kehidupan sama kamu.” Saka mengambil salah satu tangan lentik Arka dan mengecup punggung tangannya.

“Aku tau kita baru aja pacaran, tapi, kita bisa pacaran lebih lama lagi setelah nikah, nanti.” kata Arka, Saka masih terdiam. “Dan aku membayangkan suatu saat, ketika kita udah siap, aku bisa punya anak sama kamu, and I know you’ll be a great papap, aku bisa liat kamu ompong, ubanan, pegang tangan kamu sampai kita sama-sama lelah untuk bernafas. Aku mau sama kamu terus, so, that’s all my dreams. It will be good kalau kamu yang membuat mimpi aku jadi nyata.” jawab Arka, mengecup kening kekasihnya.

Your wishes are my command, prince Arka. I will do everything for you, tell me everything you want, I will give it to you. Tapi jangan minta pisah sama aku, because I can’t live without you.” jawab Saka, memeluk tubuh kekasihnya. “Hhah, this is nice, nyaman banget di sini, di rumah.” lanjut Saka, mengusap punggung pria di dekapannya, Arka tersenyum.

Yes, please stay at home, and I won’t never leave you, siapa juga yang mau pisah sama kamu sih, mas? Dapetin kamu aku sampe S3, aku ngga sanggup kalau disuruh S4.” kata Arka melepas pelukan mereka, Saka tertawa. “Even though I feel sorry for the people you ended up leaving behind, but, I’ll never let you go this time, dan kamu harus bertanggung jawab karena sudah membuat aku sejatuh-jatuhnya sayang sama kamu, selamanya.” lanjut Arka, menangkup kedua pipi Saka dan mengecup bibir yang sudah cimumu seperti bebek itu.

Saka tersenyum haru mendengarkan kalimat confession kekasihnya. “Kamu tuh, anugerah terindah yang pernah aku milikin tau ngga, yang? Aku ngga pernah merasa seberhasil ini setelah menunggu orang selama itu. You’re kinda achievement for me.” kata Saka, menatap lama manik rubah milik Arka, lalu menatap bibir kenyal tipisnya yang mengilap, perlahan mendekatkan wajahnya, sedikit menekan tengkuk Arka dengan tangan besarnya untuk menyatukan kedua bilah bibir mereka, mengelus surai hitam Arka, dan saling memagut mesra di sana.

I love you banget, cantik, and I'm so glad you finally decided us to get married, ASAP.” kata Saka.

I love you too, mas, and yes I will marry you, soon. Aku udah ngobrol sama Ayah dan Papap untuk kita nikah tahun ini dan syukurnya mereka juga menginginkan hal yang sama.” kata Arka mengedipkan satu matanya.

“Hah?” Saka terkejut. “Kamu? Kapan? Kan sama aku terus kamunya?” tanyanya.

Surprise.” jawab Arka. “Sekarang giliran aku yang kasih surprise karena selama ini aku cuma nerima.” kata Arka, mengecup moles dipipi dan ujung hidung Saka. “Kali ini biarin aku yang lebih effort untuk kita.” lanjut Arka, tersenyum manis.

“Sebentar, I have to process this, jadi kamu sama Ayah dan Papap udah ngobrol sampe nentuin tanggal pernikahan?” tanya Saka, yang dibalas anggukan dan senyuman Arka.

“Tadinya aku mau kasih tau pas kita ketemu WO aja, tapi kayaknya, kamu bisa pingsan kalau ngga aku kasih tau hari ini.” jawab Arka.

So, when? Tomorrow?” tanya Saka tak sabaran.

“Ya, no tomorrow juga, tapi, tanggal 6 April.” kata Arka. “On your birthday.” lanjutnya.

“Sayang?” tanya Saka.

“Ya?” jawab Arka.

“Nikahnya besok aja ya?” ajak Saka. “Aku ngga sanggup kalau pisah sama kamu.” lanjutnya dengan nada manja.

“Hush! Ngawur.” jawab Arka.

“3 bulan masih lama.” keluh Saka. “Aku ngga bisa nunggu lagi, capek.” lanjutnya, mendusel wajahnya ke dada Arka.

“3 bulan sebentar, mas, aku sama kamu nunggu 2 tahun lebih lho untuk sampai di sini. Tunggu sebentar lagi ya?” Pinta Arka sembari mengelus surai hitam pria yang berada di bawahnya itu.

“Huu— Oke.” jawab Saka memanyunkan bibirnya, Arka mencium bibir manyun itu dan menarik wajah Saka untuk kembali tenggelam di dadanya.

“Tapi, mas—” kalimat Arka terputus. “WO cuma punya waktu 3 bulan, jadi aku mau minta izin.” kata Arka, Saka segera mendongakkan wajahnya.

“Izin apa?” tanya Saka was-was.

“Minta izin untuk full time to be a lover and future husband.” jawab Arka.

“Maksudnya? Ngga mau jadi personal assistant aku lagi?” tanya Saka langsung menangkap maksud dari kalimat kekasihnya. “Kamu mau resign?” tanya Saka yang dibalas anggukan yakin oleh Arka.

“Hmm, boleh sih but, with one condition.” Saka mengacungkan jari telunjuknya, Arka menaikkan kedua alisnya, meminta Saka untuk melanjutkan kalimatnya.

Stay with me in this house, at least, I can see your face everyday, to start and end up my day, for the reward.” pinta Saka, Arka menautkan alisnya dan menatap sisi-sisi rumah, sedang berpikir tentang tawaran pria di hadapannya ini.

“Hmm, tawaran yang menarik.” kata Arka membuka suaranya. “Okay, will do. Aku akan bangunin kamu setiap pagi dan pelukin kamu setiap malam.” jawab Arka, dengan Saka yang tersenyum lebar, seperti baru memenangkan negosiasi yang mendebarkan.

Agree.” jawab Saka.

“Aku juga punya syarat.” kata Arka. “Jangan nakal kalau aku ngga ada di sebelah kamu.” lanjut Arka.

Pinky promise.” kata Saka memberikan kelingkingnya yang disambut Arka, kemudian mengecupnya tangannya.

“Kan, filmnya abis.” kata Arka ketika ia membalikkan badan. Layar TV sudah kembali hitam, dengan menyisakan tittle dan sinopsis film yang tadi mereka tonton.

“Mau nonton ulang? Tinggal rewind, sayang.” kata Saka, berdiri, mengecup pucuk kepala Arka dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air mineral.

No, mending kita tidur. Besok Senin, kamu ada WIP, ngga boleh lupa, soalnya besok papap ke headquarter.” kata Arka yang sudah membawa tempat popcorn dan gelas cola, mengikuti langkah Saka.

Arka membersihkan gelas kotor dan piring mereka, Saka memeluknya dari belakang. “Seneng deh kamu manggil Pak Bumi jadi papap sekarang.” kata Saka, menggoyangkan tubuh kekasihnya.

“Kamu juga manggil Om Jeon jadi ayah sekarang.” balas Arka.

“Apa perlu aku panggil Dhika jadi Mas Dhika juga?” tanya Saka.

“Mau?” tanya Arka jahil.

“Hmmm, aku ditendang ngga sama dia? Takut.” jawab Saka semakin memeluk erat tubuh pria yang berada direngkuhannya itu, dan mereka tertawa.

Setelah kegiatan mereka membersihkan piring dan ruang TV, mereka membersihkan wajah, menyikat gigi mereka bersama, melakukan hal-hal domestik sepasang kekasih lainnya yang tinggal bersama, hingga mereka terlelap dalam tidurnya.

Would You Be Mine?


tw: romance, smutt, slow burn mature explicit sexual content, 18+, kissing, making love, rimming, thrust, licking, sucking.

Saka sibuk menghubungi orang-orang terdekatnya saat lampu merah, sedangkan pria di sampingnya yang menggunakan kacamata bundar itu sedang memanyunkan bibirnya, dan mengetik beberapa tweet keluhan di akun private miliknya. Sudah 30 menit sejak mereka keluar dari kawasan mall tempat ia dan Kenan makan siang, Saka masih dalam keadaan silent mode, bahkan seakan tidak memperdulikan pria manis di kursi penumpang. Arka beberapa kali mencoba mencari perhatian Saka, seperti pura-pura tertawa, lalu langsung terdiam saat kekasih tampannya itu tidak bergeming.

‘Kirain tuh nyari karena kangen, apaan ini malah dicuekin? Keseeellll keseeellll banget. Saka jahat!’ omelnya dalam hati dengan semakin memajukan bibirnya.

Arka berdeham seakan membersihkan ternggorokannya dan sibuk dengan radio tape mobil mewah milik Saka, mencari lagu yang cocok menggambarkan perasaannya saat ini dari aplikasi streaming yang tersambung ke radio mobil pacarnya itu. Lagu Magic dari Coldplay menjadi pilihan Arka dan pria manis itu bersenandung santai, ia tidak suka dengan aura dari si dia yang di sampingnya karena masih tidak mengindahkan keberadaannya.

Mobil Saka seketika berhenti di salah satu hotel yang sangat Arka kenal, tempat pertamanya bekerja dengan seorang Nisaka Mingyu Putradinata, 3 bulan yang mendebarkan karena sempat limbung untuk mengartikan perasaannya sendiri saat itu, ketika Nisaka mulai membingungkan dan menggoyahkan segala pertahanannya.

Saka menghentikan tangan Arka yang ingin membuka seatbeltnya, meminta pria yang lebih muda itu untuk diam dalam hening, hanya sebuah gesture. Pria tampan itu membuka pintu kanannya dan berlari kecil ke arah pintu di mana Arka yang sedang bingung duduk, hanya mampu melihat gerak-gerik kekasihnya. Pria yang hampir 5 bulan menjadi kekasihnya itu membuka pintu Arka, memasukkan sedikit tubuhnya untuk membuka seatbelt si dia, menatap kearah pria ramping yang masih terduduk membeku di hadapannya, mengelus pipi sang kekasih dan tersenyum.

‘Wait, Saka senyum? Ngga marah dong? Huwaaaaaa, tau gitu gue peluk huhu. Kangen, maasss!’ teriaknya yang tentu saja dalam hati, ia masih gengsi untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu, karena ia sedang marah sebulan ini.

Saka mengulurkan tangannya kepada pria yang masih membeku di kursi penumpang di sebelah pengemudi, dan meletakkan tangan kirinya untuk memastikan sang pujaan hati tidak terpentuk saat ia keluar mobil, Arka terlihat ragu, namun tangan Saka tetap di sana, menunggu pemiliknya untuk meraih kelima jemari empuk itu.

Arka mengambil jari-jemari Saka dan turun dari mobil putih yang dibawa oleh pewaris tunggal salah satu pengusaha terkaya di Indonesia itu. Pria tunggal Putradinata itu tersenyum, mengecup pipi kekasihnya, belum sempat Arka membalasnya, Saka membalikkan badannya.

Wait, Mas.” kata Arka akhirnya membuka suaranya setelah satu jam puasa bicara. Saka masih tersenyum dan menutup mata Arka dengan dasi cadangan yang selalu ia siapkan di dalam mobil.

“Ikutin aku, aku di belakang kamu.” bisik Saka, Arka tersenyum lebar ketika akhirnya ia mendengar suara baritone pria yang kini sudah memegang pinggulnya. Arka mengikuti perintah Saka dengan baik, walaupun, beberapa kali ia hampir terjatuh dengan mata tertutup, namun, kekasihnya itu dengan sigap menangkapnya.

“Hati-hati, sayang.” kata Saka, ketika Arka hampir terjatuh lagi.

“Hehe, maaf.” kata Arka sembari tertawa kecil dan memegang tangan Saka yang berada di pinggulnya lebih erat. “Tapi, kita mau ke mana? Kamu ngga lagi nge-prank akukan?” tanya Arka asal.

“Masuk dulu.” pinta Saka ketika Arka mendengar suara lift seperti terbuka.

“Kita mau ngapain si?” tanya Arka.

“Nanti kamu liat sendiri. Surprise.” Saka memeluk erat tubuh Arka erat di dalam benda balok bergerak naik yang dihuni oleh hanya mereka berdua. Arka mengelus rambut pria yang menopangkan dagu pada bahunya.

Love you.” bisik Saka sembari mengecup bahu kekasinya.

Me too.” jawab Arka.

Ting pintu lift terbuka dengan tulisan 38, lantai president suite Hotel Avays yang hanya bisa diakses oleh keluarga Putradinata dan asisten pribadi kepercayaan keluarga itu. Saka tetap menuntun Arka untuk berjalan melalui lorong menuju kamar miliknya.

Wait.” kata Saka melepas pegangannya dan mengambil kunci kamarnya, mendorong Arka perlahan untuk segera masuk.

“Udah sampe?” tanya Arka tak sabaran.

“Udah, tapi kamu diem di situ. Don’t go anywhere or do something.” pinta Saka yang sedikit berlari ke suatu arah untuk mengambil sesuatu.

“Maaaass?” tanya Arka.

Stay there!” pinta Saka. “Okay. Jalan dikit, yang.” lanjut Saka ketika sudah menggapai lagi tubuh kekasihnya.

“Aku boleh ngomong ngga?” tanya Arka.

“Hah?” Saka terkejut menanggapi pertanyaan kekasihnya itu.

I wanna talk, emang kamu ngga penasaran sebulan ini aku kenapa?” tanya Arka.

“Penasaran sih, tapikan mata kamu masih ditutup?” tanya Saka.

“Emang kamu ngga mau buka mata aku?” tanya Arka sembari meraba wajah kekasihnya, Saka mengambil tangan lentik kekasihnya itu dan mengecup satu persatu jarinya.

“Belum.” Jawab Saka mengecup bibir Arka. “Ngomong aja kaya gini, boleh ngga?” tanya pria tinggi itu.

“Boleh banget, mumpung aku ngga bisa liat muka kamu juga. Pasti kamu ngetawain aku, tapi aku sebel banget, kamu harus tau.” kata Arka, mengerucutkan bibinya yang terlihat segar setelah ia basahi dengan lidahnya, tadi.

“Tapi, bentar. Kamu gemes banget, aku mau cium dulu.” kata Saka, mengecup kening kekasihnya, turun ke kedua matanya yang tertutup dasi, kemudian, ke kedua pipinya, lalu mencubit hidung bangir Arka.

“Sakit!” kata Arka yang tersentak. “Aku kira tuh mau cium bibir.” lanjutnya mengeluh, Saka langsung mengabulkan permintaan Arka dengan menyatukan kedua bilah bibir mereka, dan memagutnya perlahan bibir bawah kekasihnya yang di balas Arka dengan pagutan dibibir Sama, serta melingkarkan kedua tangannya di leher kekasihnya yang belum bisa ia lihat.

“Udah lama ngga ciuman, gini rasanya ya?” bisik Saka jahil, setelah mereka cukup lama berbagi rasa rindu melalui ciuman. Arka memukul bahu Saka pelan sembari tersenyum. “Gitu dong, senyum kan cantik. Hehe.” gombal Saka.

“Sekarang kita duduk dulu.” pinta Saka, menuntun Arka ke sofa putih yang berada di ruangan tersebut dan meminta pria-nya untuk duduk dan memulai untuk bercerita.

Arka mulai menceritakan perasaannya, bagaimana ia merasa insecure dan khawatir Saka berpaling darinya, Saka yang terasa mulai tak membutuhkannya karena semua dilakukan dengan Dyah, rasa cemburu serta perasaannya yang lain. Saka tersenyum mendengarnya.

I hear your giggles back then. Kamu ngetawain aku ya? Kan, aku udah yakin banget!” Arka mengerucutkan bibirnya lagi, Saka menggenggam tangannya.

“Sini!” Saka mengajak Arka untuk berdiri dan kembali menuntunnya ke suatu tempat di ruangan itu.

Saka melepas ikatan dasi yang menghalangi pandangan kekasihnya and bend his one knee ketika Arka melihat apa yang berada di depan matanya. Kelopak bunga mawar merah dan pink memenuhi lantai ruangan dan tempat tidur yang kini Arka tahu ia sedang berada di mana, di atas headboard tempat tidur terdapat tulisan dengan balon ‘Hi Arka!’, pria yang namanya tertulis itu segera berbalik dan menemukan Saka sudah berlutut dengan satu kakinya, menyodorkan kotak kecil beludru berwarna hijau toska yang sudah terbuka, berisikan dua berlian yang melingkari benda kecil itu, masih yang tertata rapih di sana. Arka membelalakkan matanya, seakan bertanya ada apa ini?.

Will you marry me?” tanya Saka kepada pria yang masih memperhatikan dirinya dan benda yang berada di hadapannya. “Yang?” tanya Saka lagi.

Hell yeah! Of course, you don’t have to ask!” kata Arka girang ketika ia sudah kembali kepada kesadarannya, menyergap tubuh besar Saka yang masih berlutut, hingga mereka terjatuh dengan Saka yang kini sudah berada di bawahnya.

I do, always do, Mas.” jawab Arka dengan nada suaranya yang memelan.

Kedua manik rubah itu mengabsen wajah tampan Saka, menatap manik elang kekasihnya, berpindah ke bibir dengan rounded cupid’s bow berwarna merah muda yang berada di hadapannya, mengecup tahi lalat Saka yang berada ujung hidung mancungnya, lalu kembali menatap mata pria itu.

“Ini yang aku siapin buat kamu, bukan ini sebenernya, ini yang disiapin Dyah sejam setengah yang lalu, ada yang lain, tapi aku ngerasa ngga ada hari lain selain sekarang.” kata Saka merapihkan surai hitam yang menutupi kening Arka.

“Kenapa mas ngga bilang? Kan aku udah kesel?” tanya Arka menatap dalam mata Saka.

“Kalau bilang namanya ngga surprise dong, sayangku.” jawab Saka mencubit lembut pipi mulus Arka.

Arka tersenyum sembari mengelus alis tebal milik Saka. Pria manis itu seakan tidak mau turun dari tubuh tegap Saka, dan pria yang tergeletak di lantai berlapiskan karpet itu tidak mempermasalahkan bila tubuh Arka masih menindih tubuh kekarnya.

Anak bungsu dari keluarga Rahamardja itu mengecup bibir Saka dengan senyum manisnya. “Mana cincinnya?” tanya Arka menyodorkan jari manisnya. Saka segera mengangkat tubuh ramping kekasihnya untuk duduk di lahunannya agar mereka dapat berhadapan ketika pria tampan itu sudah terduduk.

Tanpa berkata-kata Saka segera menyodorkan kotak yang masih ia pegang dan mengambil salah satu cincin dengan garis yang diisi full diamond yang terdapat ditengahnya, memakaikannya ke tangan lentik, panjang dan putih mulus milik kekasihnya. Begitupun dengan Arka, ia mengambil satu cincin yang tersisa di kotak hijau toska itu dan melingkarkannya di tangan Saka.

“Suka?” tanya Saka sembari mengelus pipi Arka yang sedang sibuk memandangi jari manisnya, kekasihnya itu hanya mengangguk. “Kok nangis?” tanya Saka ketika melihat kekasihnya menitikkan air mata yang jatuh membasahi pipinya. Arka menggelengkan kepalanya ribut.

Saka menurunkan Arka dari lahunannya, lalu berdiri dan menggendong pria berkacamata itu dan mendudukkannya di tempat tidur yang terdapat di sana. Arka melempar sembarang kacamatanya dan menarik turtleneck hitam yang dipakai Saka, mendeketakan wajah pria tampan itu ke hadapannya.

I love you, Mas Saka.” kata Arka. “Maafin aku ya sebulan ini sebel sama kamu.” lanjut Arka, mengecup bibir Saka.

Saka menjatuhkan tubuh Arka ke tempat tidur king size di president suite hotel miliknya itu, mengipasjan jelopak mawar yang bertebaran, lalu kembali menatap lekat manik rubah yang kini sudah jinak berada di kukungannya, tersenyum. Pria tinggi itu menyatukan kedua bibir mereka, saling memagut mesra. Arka menggigit pelan bibir bawah Saka yang berwarna merah jambu meminta akses untuk mencumbu pria di atasnya lebih dalam lagi, lalu mengabsen isi dari mulut pria-nya, serta mengaitkan lidah mereka di sana.

“Nggh—” desah Arka yang tenggelam di antara cumbuan mereka yang semakin memanas.

Arka membantu Saka melepaskan jas yang masih menggantung di badannya, kemudian mengelus tubuh kekar kekasihnya yang masih terbungkus turtleneck hitam, sedangkan salah satu tangan Saka sudah mulai bermain di pinggang Arka dengan mengelus pinggang ramping pria itu dengan ibu jarinya dan tangannya yang lain sedang menahan tubuhnya agar tidak menindih pria ramping yang sudah terkukung dengan desahan-desahan kecil yang terlepas di bawah sana.

“Kangen.” bisik Saka ketika bibir mereka terlepas untuk mencari oksigen yang habis karena tautan mereka. Jantung keduanya saling berdetak ribut, kupu-kupu beterbangan diperut mereka seperti sedang bermain di taman yang penuh bunga.

“Sama, I miss you too, mas.” bisik Arka dan menarik kembali wajah Saka untuk melanjutkan ciuman mereka yang sempat terlepas.

Tangan Saka yang berada di pinggang Arka kini sudah mulai menyelinap masuk ke dalam black long-sleeved shirt yang ia pinjam dari Kenzie tadi siang dan mengelus perut sixpack milik kekasihnya dengan sentuhan sensual di bawah sana. Arka juga melakukan hal yang sama dengan kedua tangannya yang mulai menanggalkan baju hitam panjang yang Saka gunakan, melucutinya agar dapat melihat isi di dalamnya, lalu mengelus kulit tubuh pria yang berada di atasnya.

Saka mengecup kembali bibir Arka, lalu pindah ke pipinya, turun ke rahangnya, sembari membuka satu persatu kancing kemeja yang digunakan kekasihnya, lalu menggigit kecil daun telinga Arka yang melenguh pelan karena merasakan bulu halusnya berdiri. Dia sangat menyukai sensasi yang saat ini ia rasakan, Nisaka Mingyu yang berada di atasnya sedang mengabsen bagian-bagian pada tubuhnya.

Jari-jemari dari tangan Saka yang aktif sedari tadi sudah melepas seluruh kancing kemeja Arka, kini jari itu sedang memilin gundukan pada dada Arka saat bibir Saka sedang mengecup bebas leher jenjang pria manis di bawahnya, sesekali menghisap leher itu dan menyisakan bekas merah jambu di sana. Arka mendesah, menikmatinya dengan mengelus surai Saka dan kembali mengabsen tubuh atletis berwarna tan itu dengan jari-jemari lentiknya.

Collarbone milik Arka tak luput dari hisapan Saka, mengecupnya, menjilatinya, menyesapnya, meninggalkan warna merah keunguan, begitupun dada putih Arka yang sudah terekspos, Saka melukisnya dengan gigitan kecil, menyisakan tanda kepemilikan.

“Angghhh—” desahnya ketika Saka mulai menjilati dan menghisap kedua nipples Arka secara bergantian. “Mas mmph, sakit. Don’t bite, nggh there’s something weird hhhng below.” katanya di antara desahannya.

Sebenarnya, ini bukan hal pertama untuk mereka, tapi, saat mereka tinggal bersama mereka hanya melakukannya sekali setelah tanpa sengaja menonton film Korea berjudul The Concubine yang disarankan oleh Andrian saat Saka meminta rekomendasi film dengan latar belakang kolosal kerajaan. Mereka melakukannya karena saat itu tubuh mereka terasa aneh, sama halnya dengan malam ini.

Foreplay selama ini pun merupakan hal yang baru untuk Arka, hingga ia merasakan hal aneh pada tubuhnya. Seperti kejantanannya yang terasa sesak di bawah sana, dan basah, serta lubangnya yang mulai terasa gatal dan sedikit lembab. “Mas, nghh—sesek.” kata Arka memberi lampu hijau untuk Saka membuka celana jeans hitam yang hari ini ia gunakan. Tangan Saka turun untuk membuka tali pinggang dan kancing pada celana hitam kekasihnya dengan mulut yang masih memainkan gundukan di dada Arka dan segera melucutinya, Saka mengerang ketika merasakan kejantanan Arka sudah hampir menegang sempurna. Pria 30 tahun itu memijat kejantanan Arka pelan, memberikan gestur naik-turun, membantu sesuatu yang sudah tak sabar untuk keluar dengan stimulasi lain dari nipples Arka yang mulai memerah dan terasa lebih sensitif. Arka mendesah tak karuan, memanggil nama Saka, perutnya bergejolak aneh. “Mas, stoph nggghhh mphhh.” Arka mencoba melepaskan genggaman Saka, namun ia kalah kuat.

“Mas, I’m come-nghhh-ing—” kata Arka ketika cairan kental putih memenuhin tangan Saka dan juga perutnya, tubuhnya bergetar. Setelah kekasihnya dirasa selesai mengeluarkan muatannya Saka tersenyum lalu mengecup kening Arka yang kini sudah lembab karena peluh. Saka terbangun, membersihkan tangan dan perut Arka. Setelah melakukan itu pria tampan yang memiliki taring di deretan gigi atas itu berdiri di depan Arka sembari tersenyum miring dan mengabsen seluruh tubuh kekasihnya dengan manik elangnya, mengagumi karyaNYA sembari melucuti semua bahan yang menempel pada tubuhnya sendiri. “Kamu sexy banget, kamu tau ngga?” tanya Saka mengelus kedua paha kecil Arka yang kencang karena sering work out saat ke gym, pria yang ditanya hanya menutup wajahnya dengan kedua matanya karena malu.

“Mas, aku malu ih!” tegur Arka dengan wajah yang memerah, sedangkan Saka tidak mengindahkannya, masih mengelus tubuh putih mulus itu, bahkan kini sudah menaikkan salah satu kaki Arka dan mengecupi kakinya sensual.

“Abis cukuran ya, yang?” tanya Saka ketika merasakan kaki Arka yang halus tanpa bulu lembut di sana.

“Iya, semalem main waxing-waxing-an sama Kenzie. Mas, aku malu!” jawab Arka.

“Apa yang bikin malu? I will only see this body forever, so do you, biasain.” jawab Saka berbisik lalu mengecup daun telinga Arka, membuat darah dalam tubuh pria manis itu berdesir. “Tubuh kamu bagus, sayang kalau aku lewatin yang kaya gini.” kata Saka jahil.

Just come here and kiss me!” pinta Arka, menarik tubuh besar itu ke dalam pelukannya, dan mencium acak bibir pria yang ada di atasnya, sedangkan tangan Saka mulai menggerayangi seluruh tubuh Arka.

Bibir Saka kembali mengabsen badan putih mulus Arka yang tanpa busana, dari mulai mengecup perutnya sensual, kemudian semakin turun dan perlahan meletakkan kedua kaki Arka ke kedua bahunya, menarik pinggang ramping pria itu hingga Arka terpekik, membuka kedua benda sintal yang menutupi lubang berkerut yang kini sudah Saka liat mulai berkedut. Tanpa aba-aba lidahnya perlahan bermain di sana.

No, Mas, jorok! Aaaahhh~” kata Arka ketika merasakan lidah Saka sudah bermain di lubangnya, niat awalnya adalah menghalangi pria besar itu melakukannya, namun apa daya rasa sangat nikmat kini yang Arka rasakan. Lidah Saka yang perlahan menelusup masuk ke dalam sana dan mengabsen dinding duburnya, hingga ada cairan keluar dari sana yang tidak dapat Arka tahan.

“Mas Saka, nghhh~“ kata Arka sembari memijat kejantanannya saat merasakan jilatan asal Saka di bawah sana. Saka menepis tangan Arka untuk menghentikan kegiatannya, dan menaikkan tubuhnya sendiri sejajar dengan Arka, lalu memagut kembali bibir kekasihnya itu dan menuntun tangan Arka untuk memanjakan miliknya, pria yang lebih muda 2 tahun itu menurutinya dan memijat milik Saka, membuat pria yang lebih tua mendesah di dalam ciumannya, sedangkan satu persatu jari Saka mulai memasuki lubang Arka, desahan lepas dari mulutnya. Desahan mengisi kamar utama president suite kamar 3817 itu, dengan tubuh mereka yang mulai berkeringat walau AC di kamar sudah dinyalakan dengan suhu terendah.

“Mas, aaanghh masukin sekarang boleh?” pinta Arka ketika merasa lubangnya semakin gatal setiap kali Saka menambah jarinya.

“Boleh, sayang. Everything for you.” Jawab Saka ketika merasa miliknya sudah tegak sempurna, dan lubang Arka yang sudah sangat basah di bawah sana. Milik Arka tak mau kalah, karena kini benda tak bertulang dan berurat itu sudah berdiri kembali.

Nisaka dengan perlahan mempertemukan kejantanannya dengan lubang Arkadia, lalu perlahan memasukkannya. Arka memekik merasakan sakit dilubangnya, air mata perlahan turun ke pipinya. “Sakiiiit!” keluhnya dengan sedikit isakan.

“Lemesin, sayang, your hole is clenching right now.” kata Saka. Saka mengelus paha dalam Arka, menenangkan kekasihnya yang sedang merasakan kesakitan. Kejantanannya sudah masuk belum setengahnya, sebenarnya, tapi ia tidak tega melihat Arka yang kesakitan. “Atau kita stop aja? It’s okay, daripada kamu kesakitan. Aku bisa beresin ini nanti.” lanjut Saka, Arka menggeleng ribut.

No, please continue.” kata Arka dengan suaranya yang mencicit, kemudian menghapus air matanya.

“Serius?” tanya Saka.

Please, mas, I’m begging you. Nghh—” kata Arka ketika Saka kembali mencoba memasukkan kejantanannya yang sedikit lebih besar bila dibandingkan pria lainnya.

“Nggghhh—” desak Saka mendorong pinggulnya.

“Aaaaaaaaaahhhhnggggg—” teriak Arka, tangisnya lepas ketika ia merasakan tubuh bagian belakangnya terasa penuh, milik Saka sudah masuk sempurna, lubangnya melahap benda keras itu.

“Sakit?” tanya Saka khawatir, Arka mengangguk sembari menghapus air matanya.

“Aku gerak ya?” Saka bergerak perlahan, meletakkan kedua kaki Arka dipinggangnya, mendorong sedikit lalu mengukung Arka kembali.

“Ngghhh—” desah Arka saat wajah Saka sudah berada di hadapannya. Saka mengecup kening Arka, kemudian kedua matanya yang perlahan masih mengeluarkan air mata, lalu ke kedua pipinya, kemudian menyatukan hidung mereka. “Aku gerak pelan, kamu boleh cakar aku.” kata Saka, meletakkan kedua tangan Arka ke punggungnya.

I love you.” kata Saka, mencium bibir Arka, lalu, bibirnya berpindah ke bahu, mengecupi tubuh yang sudah berkeringat itu, kemudian Saka mulai menggoyangkan pinggulnya.

“Ngghhhh, Nisaka—mmmphhh—” desah Arka ketika sudah sekian kalinya ketika Saka menggoyangkan pinggulnya, memasuk-keluarkan kejantanannya di lubang itu.

Desahan, erangan, serta bunyi suara kulit lembab yang saling bertumbukan mengisi penuh tempat tidur dan kamar hotel itu. Kalimat cinta, nikmat serta dirty talk yang keluar, menambah keintiman dua insan yang sedang menyatukan tubuh mereka, dengan nafsu yang sudah menyelimuti mereka berdua malam ini.

Yes, keep calling my namee—” pinta Saka, dengan kini tangannya mulai memilin nipples Arka yang mulai terlihat swollen itu.

“Mas, no that place. Aaaahhh— aaahh—” erang Arka, sedang menikmati ketika kejantanan Saka mulai menumbuk titik prostat-nya berkali-kali.

Shit, Arka. Your moans so sexy. Keep moans, cantik.” pinta Saka kepada kekasihnya.

“Mas, mas, wait aku mau keluar lagi!” adu Arka.

“Keluarin aja, sayang, nggghhhh.” kata Saka yang masih dengan kegiatannya. Pria dengan tangan lebar itu kemudian menangkup kejantanan Arka yang sudah berkedut, memijatnya acak, membantu Arka yang kini seluruh badannya sudah bergetar hebat karena nikmat dan cairan putih yang kembali keluar, memenuhi tangan Saka dan perutnya untuk yang kedua kali malam ini.

Gerakan Saka semakin acak di bawah sana, Arka yang sedikit kewalahan mengikutinya itu kembali mendesah tak karuan, desahan serta erangan yang saling bersautan masih memenuhi ruangan itu. Arka merasakan kejantanan Saka semakin membesar di bawah sana, berkedut, dan badan Saka mulai bergetar.

Arka menahan tubuh Saka ketika ingin melepaskan benda yang semakin membesar di bawah sana karena harus mengeluarkan muatannya. “Keluarin di dalem aja, mas.” kata Arka memegang lengan Saka yang sudah lengket. “I want you to fill me, there” lanjut Arka dengan senyum manisnya dan kerutan pada hidung bangirnya, Saka mengangguk, mencium kening kekasihnya itu dan perlahan mulai melepaskan isi kejantanannya di dalam lubang di belakang sana.

Pria manis yang kini ada di bawah Saka itu sudah merasakan bagian di dalam bawah sana terasa hangat, kejantanan Saka sedang mengeluarkan muatannya, mengisi penuh lubangnya. Saka mengerang memanggil nama Arka. “I love you, I do always, Arkadia.” bisik Saka ketika sudah melepaskan semua cairan putihnya dan melepas tautan mereka di bawah sana, dengan cairan Saka yang perlahan keluar dari lubang itu.

I love you to, Nisaka.” kata Arka memeluk tubuh Saka yang masih lengket dan penuh dengan peluh. Saka mengelus surai Arka, mengecupnya berkali-kali, memeluk tubuh pria putih itu dengan erat, enggan untuk melepaskannya.

“Ngantuk, tapi seprainya kotor.” kata Arka berbisik di dada Saka. “Badan kita juga kotor.” lanjutnya.

“Bebersih dulu, yuk! Aku laper.” kata Saka, menggigit pipi Arka yang menggemaskan itu.

“Sakit.” kata Arka, memukul manja dada Saka yang hanya dibalas tawa oleh sang kekasih.

“Abis ini makan dulu baru bobok ya?” kata Arka yang kini sudah memeluk leher Saka, berada digendongan kekasihnya itu, mereka sedang menuju ke kamar mandi.

Dyah menyiapkan bath tub penuh busa air hangat yang sudah dingin kembali dengan kelopak bunga mawar, anggur putih yang disukai Arka karena manis dan gelas dengan leher tinggi sudah tersedia di sana.

“Aku angetin dulu ya?” tanya Saka, mendudukkan kekasihnya pelan di atas toilet yang tertutup, lalu menghidupkan air panas, dan menambah bath bomb yang terdapat di kamar mandinya itu. Bath tub sudah siap, Saka menuntut Arka masuk, begitupun dirinya.

Setelah mereka berendam dan saling membersihkan tubuh satu sama lain, jam di kamar itu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Arka yang sudah menggunakan robe satin yang terdapat di lemari pakaian Saka mulai melepas seprai di tempat tidur yang sangat kotor dan meletakkannya dipojokan agar dapat dicuci besok oleh cleaning service hotel tersebut.

Arka berjalan keluar dari kamar dan menyusul Saka yang sudah berada di ruang tengah, sembari membaca koran dengan menggunakan kacamata kotaknya, menghidupkan channel bisnis internasional, sembari sesekali menyesap sambil menikmati teh hangat yang sempat Arka buat sebelum merapihkan kamar tadi untuk menghangatkan tubuh mereka berdua, dan melipat satu kakinya yang memiliki otot kencang.

‘Something weird in me, liat Saka pake kacemata kotak, duduk macho gitu, I wanna him still touch me. Ugh, gue horny lagi. Anjir, my hormone.’ keluh Arka.

Arka kembali melangkahkan kakinya. “Tadi aku pesen makan sama kamar lain, nanti Baskara anterin kunci sama makanannya. Abis makan kita ngungsi ke sana aja ya.” kata pria tinggi yang kini sudah menggunakan robe satin yang sama dengan Arka ketika pria manis itu sudah berada dilahunannya sembari mengecupi punggung kekasihnya itu, dan dibalas anggukan oleh Arka. Kembali membaca koran yang sudah dilipat, sedangkan Arka masih memainkan ikatan robe-nya, sedikit malu bila ia meminta. Namun, ini gawat darurat menurutnya.

“Mas.” kata Arka dengan suara cicitannya.

“Ya?” tanya Saka, masih sibuk dengan korannya, hingga Arka menuntun tangan Saka ke bagian tengah selangkangannya yang hanya ditutupi kain satin. Saka membelalakkan matanya.

Berdiri lagi liat kamu pake kacemata, dan satin robe gini.” kata Arka. “Kamu sexy banget.” bisik Arka dengan suara erotisnya.

“Katanya tadi pinggang kamu sakit?” tanya Saka dengan nada khawatir sembari mengelus kejantanan kekasihnya itu, dan meletakkan koran di nakas samping sofa.

I want yours. Hhnggghh—” kata Arka sembari mendesah, merasakan tangan Saka memanjakkan miliknya. “Aku bisa tahan rasa sakitnya kok.” nada manja yang selalu bisa meluluhkan Saka.

“Aku juga tiba-tiba horny liat kamu horny gini, tapi kasian kamu.” kata Saka mengecup bahu Arka penuh sayang. Arka memiringkan tubuhnya, meletakkan tangannya di bahu Saka dan melumat habis bibir pria yang ada di bawahnya itu.

“Ayo, Saka. Nggghhh— aku horny banget, I can’t. Kamu harus tanggunghh jawabhh.” kata Arka manja dengan desahan saat tangan Saka masih mengelus kejantanannya. Arka membalikkan badannya, memunggungi Saka, dan melebarkan kedua kakinya di antara paha kencang milik Saka yang sudah terbuka lebar.

If you insist. Di sini aja ya?” bisik Saka menarik tali robe satin Arka lalu menurunkan kain yang menghalangi bahu lebar pria cantik di lahunannya, bahu yang sangat ia sukai. Tangannya mulai bergantian memilin kedua nipples Arka dari belakang, sedangkan pria yang dimanjakan menaikkan kedua tangannya, meraih kepala sang kekasih yang ada di bahunya, mengelus surainya dan juga memberi akses Saka untuk memanjakkan seluruh tubuh bagian depannya dengan leluasa.

Bell kamar itu berbunyi, tanda ada seseorang yang mengantar sesuatu, seperti yang diucapkan Saka sebelumnya, Baskara sudah menunggu di daun pintu luar untuk dibukakan pintu. Arka meminta Saka untuk membukakan pintu itu, ia sudah totally naked saat ini.

“Kunci sama makanannya ditaro di situ aja, nanti saya ambil sendiri.” kata Saka ketika membuka pintu dan hanya mengintip dari balik daun pintu kamarnya.

“Baik, Pak. Selamat menikmati makan malamnya.” kata Baskara, sembari meletakkan kunci di atas tudung stenlis yang berada di trolly makanan itu.

“Baskara, tolong besok pagi-pagi, bersihin kamar ini ya.” pinta Saka.

“Baik, Pak.” jawab pria di depan sana.

Okay, thank you. Kamu boleh pergi sekarang.” kata Saka. Baskara menunduk tanda mengerti dan meninggalkan lantai 38 itu.

Saka membuka pintu kamarnya dan mengambil trolley berisi makanan dan memasukkannya ke dalam kamar. Lalu, kembali ke sofa putih milik hotel dan melihat Arka yang sedang menyiapkan dirinya sendiri sembari menggigit robe agar desahannya tidak terdengar. Saka melepaskan jari Arka dari lubang di bawah sana, mengganti dengan jarinya dan melanjutkannya kegiatan yang sempat tertunda tadi.

Selanjutnya, biarkan Saka dan Arka serta Tuhan yang tahu apa yang sedang mereka nikmati di seperempat malam ini.