mnwninlove


TW: intercourse, slow-burn NSFW, explicit sexual, mature content, foreplay, french kiss, kissing, handjob, blowjob, humping, a little dirty talk, first time sex, vanilla sex, unintentional drug use, UI, male squirting, rhimming, etc. —21+ story, please read with responsibly—

Setelah membalas pesan terakhir dari asisten pribadinya, Mingyu meletakkan ponsel-nya di atas meja makan yang terletak di dalam kamar presidential suite hotel bintang lima itu. Pria berusia 37 tahun tersebut kemudian berdiri, lalu mengambil segelas air mineral dari meja bar yang terdapat di sana, dan melangkah menuju ruangan tempat tidur, tempat di mana ia meletakkan Wonwoo sebelumnya.

Sesampainya di sana, pandangan Mingyu langsung tertuju pada sosok pria muda yang terbaring di atas ranjang. Tubuh pria manis itu tampak gelisah, ia menggeliat pelan. Keringat terlihat masih membasahi kening dan lehernya, membuat kulit pucatnya tampak bersinar lembap di bawah cahaya temaram kamar. Jemarinya mencengkeram seprai dengan erat, napasnya belum juga stabil, dan rona merah merekah di wajah hingga ke leher jenjang yang terbuka karena tak tertutup oleh baju V-neck tinggi yang masih ia kenakan malam itu.

Mingyu sudah meletakkan gelas di nakas sebelah tempat tidur, kemudian duduk di pinggir ranjang saat Wonwoo mengerang dengan resah.

“Emhh...” desah Wonwoo lemah dengan matanya yang setengah terbuka menatap kabur ke arah sosok yang ia kenali dalam keadaan setengah sadar saat telapak tangan Mingyu yang perlahan menyentuh pipinya dengan lembut, mencoba menenangkan tubuhnya yang terlihat gelisah. Wonwoo menggenggam tangan Mingyu yang masih berada dipipinya, membuat pria itu sempat terkejut. Pria cantik bermanik rubah itu menggenggam jemari Mingyu lembut, mencari ketenangan dalam sentuhan yang ia kenali.

“Ahh, panashh...” gumam pria muda itu manja.

“Panas?” tanya Mingyu bingung, matanya segera mencari pengatur temperatur yang tertempel di dinding kamar, ingin menurunkan suhunya agar Wonwoo tidak merasa kepanasan lagi, tapi Wonwoo seolah tidak memperbolehkannya pergi kemana-mana. Ia menarik lemah ujung vest Mingyu, membuat pria tampan berbadan atletis itu terdiam.

“Haa—hh... panas banget…” gumam Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti rintihan kecil, serak dan terengah. Ia mencoba bangkit dari posisinya yang sejak tadi terbaring di atas tempat tidur king size di ruangan itu, tangannya berusaha melepaskan wrap-style shirt yang masih melekat di tubuhnya, tapi gerakannya tampak lemah dan tak berdaya. Melihat hal itu, Mingyu sigap, dengan satu tangan yang besar dan kokoh, ia menopang tubuh Wonwoo, membantunya perlahan bersandar ke headboard dengan gerakan yang sangat hati-hati.

'Ah, kenapa ini susah banget bukanya? Ngga bisa!!' rutuk Wonwoo dalam hati, frustrasi dengan bajunya sendiri yang terasa seperti perangkap di tubuhnya.

Wonwoo mengangkat pandangannya, matanya yang setengah terbuka menatap Mingyu dengan ekspresi memohon, sedikit bingung bercampur putus asa. Mingyu yang masih duduk di pinggir ranjang hanya memandangnya, bertanya-tanya dalam hati, apa yang hendak dilakukan oleh pria manis di hadapannya itu.

“Mas, tolong...” bisik Wonwoo lirih, lalu dengan gerakan lemah ia menggenggam tangan Mingyu, membawanya ke dada bidang yang tersembunyi di balik kain hitam wrap-style shirt berbahan jersey itu. “Tolong bukain... susahh,” lanjutnya dengan nada manja yang membuat jantung Mingyu mendadak berdetak lebih cepat.

Mingyu masih berusaha untuk tetap tenang, menahan diri agar tidak terbawa suasana. Namun saat Wonwoo tidak mendapat respons darinya, pria bermanik rubah itu justru bergerak, walaupunya perlahan dan tampak kesulitan. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah pria tampan yang duduk di depannya. Walaupun dengan tubuh lemas dan napas yang masih berat, ia sudah berada begitu dekat hingga bisa merasakan wangi tubuh Mingyu yang menyatu dengan aroma parfum musk yang maskulin, membuat Wonwoo semakin ingin hilang kendali.

“Hmm… you smell so good today,” gumam Wonwoo dengan manja, wajahnya sudah sangat dekat saat ia mengendus pelan leher dan bahu pria yang kini berjarak sudah lebih dekat dengannya.

Mingyu menarik napas dalam-dalam, mencoba berpikir lebih jernih. “Wonwoo—” kalimatnya menggantung ketika ia merasakan tubuh pria manis itu malah semakin mendekat, dan sedang berusaha mencari sandaran. Hanya saja yang Wonwoo temukan adalah dada bidang Mingyu yang membuatnya enggan menjauh.

“Wonwoo, sebaiknya kamu tidur saja sekarang,” ucap Mingyu akhirnya dengan suara berat, mencoba terdengar tegas. Karena ia tahu, pria di hadapannya tak akan sepenuhnya sadar dengan apa yang saat ini sedang ia lakukan.

“Ngghh— atau lepasin yang ini deh, Mas… sesek banget,” rintih Wonwoo pelan, suaranya terdengar memohon, nyaris seperti desahan lirih sambil menyentuh kancing celananya yang entah mengapa tak bisa juga ia buka sendiri.

Sangat jelas Wonwoo tak menggubris ucapan pria yang lebih tua itu sebelumnya. Kepalanya menunduk, namun tubuhnya bersandar, dan wajahnya ia tanamkan dalam bahu bidang Mingyu, seolah mencari perlindungan dari panas yang membakar tubuhnya sedari tadi yang entah mengapa tak juga kunjung mereda.

Please, Mas… at least celananya... sesek banget…” lanjutnya dengan suara parau, napasnya semakin berat, terdengar lelah. Jari-jarinya menggenggam erat sisi kemeja Mingyu, sementara tubuhnya menggeliat kecil di pelukan pria tampan itu.

Mingyu menahan napasnya ketika bisa merasakan hangat napas Wonwoo menyapu kulitnya, jarak mereka terlalu dekat. Tubuh pria muda itu menempel erat padanya, begitu lemah namun terasa begitu menginginkannya. “Kamu pasti bakal ngamuk kalau sadar besok pagi, Nu,” bisik Mingyu pelan, suaranya nyaris seperti gumaman, penuh pertimbangan. “Sekarang kamu sedang mabuk. Besok, kamu pasti akan menyesal kalau mengingat ini.”

Manik rubah cantik milik Wonwoo yang setengah kabur itu menatap Mingyu dengan sayu, Mingyu tahu, apa pun yang dia ucapkan takkan bisa Wonwoo cerna dengan baik.

Wonwoo tiba-tiba memeluk pinggang tubuh kekar Mingyu lebih kencang, mendekap, seolah tak ingin berpikir apa yang akan terjadi besok pada dirinya.

“Nggak, aku ngga akan akan lupa… aku pasti inget,” jawab Wonwoo pelan dan penuh keyakinan. “Aku ngga akan ngamuk, jadi, please, Mas,” rengeknya.

Mingyu tahu, ia tak akan sanggup mengalahkan keras kepala pria cancer di hadapannya. Ia mengalah, pria tampan itu langsung meminta Wonwoo untuk kembali berbaring, “Saya hanya membantu kamu membukanya, Nu,” kata Mingyu pasrah. “The rest, do whatever you want. Saya ngga mau tiba-tiba marah setelah sadar,” lanjut CEO tampan itu, dengan penuh kesadaran kedua tangannya sudah menyampirkan sisi-sisi baju Wonwoo ke samping. Gerakannya lembut, tidak terburu.

Wonwoo merasa puas saat Mingyu menyerah dengan keinginannya. Pria manis bermanik rubah itu menikmati setiap sentuhan Mingyu yang terasa dingin di permukaan kulitnya.

Belahan tinggi V-neck pada model baju Wonwoo sudah terbuka lebih lebar. Kain hitam yang tadinya terjatuh rapi di dada pria manis itu kini tersibak, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, bahu mulus yang terbentuk sempurna, dan dada bidang yang semakin jelas. Kulitnya tampak mulus terawat, sedikit memerah dan berkilau karena lembabnya keringat.

Wonwoo menggenggam tangan Mingyu. “Yang ini juga… bukain, please,” pintanya manja sembari membimbing tangan Mingyu ke pinggangnya.

Jemari Mingyu yang kokoh menyentuh ikat pinggang di celana panjang bahan hitam yang masih Wonwoo pakai. Sekilas, ia melirik wajah pria yang lebih muda itu, seolah meminta izin. Sedangkan, mata Wonwoo yang setengah terbuka sayu hanya memandangnya dengan tatapan yang tak dapat Mingyu artikan, Wonwoo menggigit bibir bawahnya yang basah sambil mengangguk lemah, seolah memberikan izin dan menunggu apa yang akan pria tampan itu lakukan pada tubuh bagian bawah miliknya.

Dengan hati-hati, Mingyu membuka ikat pinggang yang melilit di pinggang ramping Wonwoo. Jemari gendutnya perlahan membuka kancing celana itu, sebelum akhirnya menurunkan resleting pria manis yang sedang terbaring di hadapannya, sedikit menggeliat.

Fabric yang sebelumnya menutupi bagian bawah tubuh Wonwoo pun sudah turun hingga lututnya, memperlihatkan underwear thong hitam yang pria manis itu gunakan, dengan gundukan kejantanan yang terlihat sudah mengeras di dalam lapisan kain tipis itu. Wonwoo tak tahu pasti kapan mulanya benda berurat itu mengeras, tapi ia sudah tidak nyaman dengan ereksinya.

Mingyu dapat melihatnya dengan sangat jelas penis imut yang lebih kecil dari miliknya itu mendesak minta dibebaskan.

Lamunan Mingyu buyar saat sorot mata Mingyu sedikit membelalak, tepat ketika Wonwoo tiba-tiba meraih tangannya. Sentuhan itu lembut, Mingyu membeku dibuatnya. Dengan gerakan pelan, pria yang lebih muda itu menuntun tangan Mingyu menuju bagian selatan miliknya.

“Mmhh… Mas, tangan kamu…” desah Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti bisikan pelan di antara helaan napasnya yang belum juga teratur. Matanya semakin sayu menatap Mingyu dengan ekspresi memohon. “Bantuin— pake tangan kamu, Mas,” lanjutnya, nada suaranya terdengar kembali memohon, dan diam-diam menggoda iman Mingyu.

Mingyu menarik tangannya dari sentuhan Wonwoo, seolah masih mencoba menahan dirinya untuk tidak melewati batas. CEO tampan itu berdiri dari sisi ranjang, sedangkan di hadapannya, Wonwoo masih terbaring dengan tubuh terkulai, kulit pucatnya tampak berkilat karena peluh. Napasnya masih terengah, bibirnya basah, dan jemari lentiknya sedang menggenggam miliknya sendiri, dengan mata indahnya yang bergetar menatap lurus ke arah Mingyu.

Mingyu membalas tatapan Wonwoo, namun lagi-lagi ia tak bisa membaca mimik wajah Wonwoo seperti apa, entah itu sedang menggoda imannya atau sebuah permohonan.

Pria yang sudah 5 tahun menjadi sponsor Wonwoo secara exclusive itu tidak pernah berniat menyentuh modelnya dalam keadaan seperti ini, apalagi saat pikiran pria cantik itu setengah sadar dan kabur efek minuman yang (mungkin saja) sudah tercampur entah dengan apa. Kim Mingyu tahu, seharusnya ia menjaga jarak. Seharusnya ia bisa menjadi yang lebih waras di antara mereka berdua. Seharusnya ia bisa mengendalikan dirinya, dan pergi dari ruangan itu.

Namun, Wonwoo adalah pengecualian dari semua hal yang pernah Mingyu pahami tentang pengendalian diri. Semua akan ia lakukan, semua akan ia berikan bila itu untuk pria cantik yang masih menatapnya dari tempat tidur dengan sorot mata yang setengah terbuka sayu, dan tubuh yang bergetar seolah memohon untuk diperhatikan.

Karena Jeon Wonwoo merupakan satu-satunya manusia yang tak bisa ditolak oleh akal sehat Mingyu.

Di hadapan Mingyu, kini pria manis yang beberapa tahun ini selalu menjaga jarak denganya dan selalu memperlakukannya dingin, kini terlihat sangat putus asa, ia seolah sangat membutuhkan bantuannya. Mingyu sangat sadar kalau ia bukan pria suci. Selama ini, yang bisa ia lakukan hanyalah menahan diri, menjaga agar keinginannya untuk menjamah Wonwoo tak menguasai akal sehatnya. Ia berusaha melindungi pria 27 tahun itu dari buasnya hawa nafsu yang selama ini hanya ia redam dalam diam dan tenang. Tapi mungkin, tidak untuk malam ini. Karena Mingyu tahu, jika Wonwoo terus menggoda dengan cara seperti ini terus-menerus, ia tak akan mampu menahan dirinya lagi.

“Ahh— Mas Mingyuuuhh…” desah Wonwoo sembari membayangkan Mingyu saat memijat kejantanannya dengan gestur lemah. Wonwoo tak memiliki tenaga, tubuhnya lemas tak berdaya.

Kata-kata itu tiba-tiba menghantam Mingyu, seolah Wonwoo sedang masturbasi memikirkannya. Seakan-akan dialah satu-satunya orang yang bisa membantu model pria cantik itu keluar dari siksaannya malam ini. Mingyu menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya pelan, ia masih berkontemplasi dengan pikirannya.

“Ha—aa, it’s so frustrating, Mas… nghh—” suara Wonwoo terdengar parau, nyaris putus asa. “I can’t cum— mhh—” keluhnya saat jemari lentik miliknya masih berusaha menggenggam kejantanannya dengan erat, mengocok benda itu tanpa tenaga sembari menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.

Mata mereka kini kembali saling bertemu, Wonwoo menatap ke arah Mingyu dengan tatapan yang lebih bernafsu dari sebelumnya, manik rubah cantik itu terlihat sangat bergairah.

Entah dorongan apa yang menguasainya, Mingyu mulai membuka kancing vest-nya satu per satu, menanggalkannya, dan membuangnya sembarang. Ia menarik dasinya yang masih melilit di leher jenjangnya, menjatuhkannya entah kemana, dan kemeja putih slim fit yang sejak tadi masih rapi di tubuhnya, kini kancingnya sudah ia buka sebagian, memperlihatkan kulit tan-nya yang bersih dengan dada bidang berotot, serta tak lupa, ia menggulung lengan bajunya hingga ke siku, memperlihatkan urat-urat halus di lengannya.

Mingyu melangkah naik ke atas ranjang untuk membantu Wonwoo kembali duduk, dan dalam satu gerakan yang terasa sangat natural serta hati-hati. Wonwoo kini sudah kembali duduk berada di antara paha Mingyu, membelakanginya. Posisi mereka begitu dekat, sampai Mingyu dapat merasakan napas Wonwoo yang masih cepat dan tak beraturan. Dadanya kekar itu menyentuh punggung Wonwoo yang sudah tak terlapisi kain, pria manis itu gemetar sedikit. Bukan karena takut, tapi karena jantungnya berdetak terlalu kencang. Ia merasa gugup, namun, ia tetap ingin berada di sana, di dalam rengkuhan Mingyu.

Mingyu diam sebentar, lalu mengecup pundak Wonwoo, seolah memberi kesempatan terakhir pria manis itu untuk mundur. Tapi Wonwoo tidak bergerak, ia malah mendesah dan menunggu apa yang akan Mingyu lakukan pada tubuhnya yang tidak dapat ia kendalikan itu.

Pria yang lebih tua mulai melepaskan kain yang Wonwoo gunakan satu persatu, membuat pria yang lebih muda itu tak berbusana. Gerakannya tenang, tidak terburu-buru, seperti ingin memastikan Wonwoo dapat merasakan setiap sentuhannya. Ia menunduk, mengecup daun telinga Wonwoo pelan, membuat pria yang lebih muda itu menarik napas tajam dan memejamkan mata, bulu kuduknya berdiri merasakan napas hangat milik Mingyu di permukaan kulitnya.

“Apa yang harus saya lakukan dengan kamu yang seperti ini, Nu?” tanya Mingyu bergumam sambil mengecup leher jenjangnya Wonwoo yang terpampang nyata di depannya. Pria yang ditanya hanya mendesah geli, menikmati setiap kecupan Mingyu pada tubuhnya. Ia menyukainya.

Dengan lembut, kedua tangan Mingyu membuka perlahan paha pria berkulit putih di dekapannya itu lebar-lebar, membimbing paha putih mulus terawat tanpa bulu halus itu untuk naik ke atas paha kekarnya yang masih terlapisi celana bahan yang ia gunakan. Hingga pria tampan dengan tahi lalat dipipi itu dapat melihat kejantanan Wonwoo yang sudah meraung-raung, meminta untuk disentuh. Tapi Mingyu tidak ingin terburu-buru, ia ingin merasakan dan mengingat setiap inci bagian tubuh Wonwoo yang selama ini hanya mampu ia bayangkan.

Perlahan, pria tampan itu mulai menyentuh bagian dalam paha Wonwoo, mengelus dengan telapak tangannya sambil meremas perlahan ujung pangkal selangkangan Wonwoo.

Pria yang lebih muda itu menggigit bibir bawahnya, matanya setengah terpejam, merasakan sentuhan Mingyu yang selama ini ia idam-idamkan. Desahannya keluar pelan—nada suaranya rendah, berat, erotis dan menggoda. Wonwoo menikmati setiap gesekan jemari Mingyu di atas kulitnya. Bahkan tubuhnya justru makin condong ke arah Mingyu, meminta lebih dalam diam dan suara desahan yang tak ingin ia tahan.

“Nu, if you wanna stop, we can stop right now,” kata Mingyu sambil berbisik setelah meninggalkan jejak kemerahan di salah satu bahu Wonwoo lalu mengecupnya lembut. “Karena saya ngga tahu apakah saya bisa mengendalikan diri saya atau tidak, kalau kamu seperti ini di depan saya, hmm,” lanjut pria yang lebih tua itu dengan napasnya yang mulai berat. Sampai saat ini pun, ia masih berusaha tetap tenang dan menjaga kendalinya, tapi sebenarnya Mingyu sudah tergoda habis-habisan.

No, I don’t want you to, Mas,” pinta Wonwoo sambil memiringkan tubuhnya sedikit ke samping, agar dapat menatap wajah tampan pria yang berada di belakangnya. Tangan kirinya menyentuh surai gelap Mingyu dengan ringan, sementara tangannya yang lain sedang mengelus lembut lengan Mingyu. Ia mendekat dan mengecup bibir Mingyu. “Don't stop… I need you,” pintanya sambil kembali memberikan kecupan di bibir pria yang lebih tua, sentuhan singkat yang segera dibalas oleh Mingyu dengan kecupan lainnya. Satu tangan Mingyu terangkat mengelus rahang Wonwoo dengan lembut, memperdalam cumbuan mereka, mengubahnya menjadi lumatan yang lebih dalam, hingga lidah mereka yang saling beradu.

Sedangkan di luar, langit malam pecah oleh dentuman kembang api sebagai backsound yang menemani desahan Wonwoo. Cahaya warna-warni menari di balik jendela besar kamar itu. Tahun telah berganti. Namun di ruangan itu, waktu seolah berhenti.

Tak ada kata yang terucap, hanya terdengar desahan menggoda Wonwoo yang terdengar dari sela cumbuan mereka, “Nghh…” menggema samar di antara napas yang saling bertaut saat Mingyu mulai memainkan penis milik Wonwoo yang sedari tadi memohon untuk ia sentuh.

“Ha— aa..” desah Wonwoo lembut saat ia melepaskan ciuman mereka yang bergairah itu perlahan.

Pria itu mengerang lembut saat menikmati sensasi dari sentuhan telapak tangan Mingyu yang bergerak perlahan mulai memijat, menggoda, menelusuri setiap lekuk kejantanannya dengan jemarinya yang gendut dan penuh kendali.

Mingyu dapat merasakan dengan jelas napas Wonwoo yang hangat dan semakin berat di lehernya. Pria cantik itu menggoda dengan desahan nakalnya, sesekali meninggalkan kiss mark di leher jenjang Mingyu, setiap kali jemari pria tampan itu mulai bermain-main dengan testicles-nya, sentuhan nakal yang membangkitkan gairah Wonwoo.

Wonwoo menyandarkan tubuhnya ke dada kekar Mingyu, kepalanya sudah mengadah ke atas, menatap langit-langit kamar hotel yang seolah berputar karena sensasi nikmat, tubuhnya menggeliat indah di dekapan Mingyu. Badannya semakin sensitif, dan sebuah desahan menggoda keluar dari bibirnya saat Mingyu memperlambat gerakan di bawah sana, namun ia tak berusaha untuk berhenti.

Pria manis yang napasnya tersengal-sengal itu menatap Mingyu yang sesekali mengecup bahu, pipi, daun telinga atau apapun yang dapat pria tampan itu nikmati dari tubuh indah Wonwoo yang sudah terkulai penuh nafsu di dekapannya.

Mata mereka kembali bertemu, Mingyu sedang memandang Wonwoo dengan tatapan yang tak kalah bergairah, seolah ingin melahap tubuh ramping Wonwoo. Sedangkan pria manis itu hanya tersenyum nakal menggoda sembari membawa satu tangan Mingyu yang bebas ke dadanya, “Yang ini, Mas— mhh...” rengeknya manja. “Play with this one too, ahh...” pinta Wonwoo disela desahannya, meminta Mingyu untuk memperhatikan nipples-nya yang sudah mulai mengeras di bawah sentuhannya.

“Gini?” goda Mingyu sambil memutar jari di puting satu bagian dadanya, lalu mengecup bibir Wonwoo yang basah merona.

“Nghhh— iyaahh,” jawab Wonwoo tersenyum diantara lenguhannya saat ia mulai merasakan jemari Mingyu yang dengan gemas memainkan putingnya, lalu memilin, mencubit, menekan, menarik lembut kedua puncak dadanya secara bergantian, ditambah lagi dengan tangan Mingyu yang lain masih memijat penisnya dengan penuh gairah.

“Haah— aahh...” Wonwoo tak bisa menahan lenguhan kenikmatannya karena rangsangan-rangsangan nakal bersamaan yang Mingyu berikan, baik di dada atau di selatannya.

Desahannya terdengar semakin menggoda, masuk dengan sopan ke gendang telinga Mingyu, membuat aliran darah pria tampan itu semakin berdesir. Jemari hangat Mingyu kini mulai bergerak dengan tempo sedikit lebih cepat, membuat tubuh Wonwoo menggelinjang, bergerak seolah menari mengikuti kenikmatan dari setiap sentuhan pria yang lebih tua itu berikan.

You’re loving this, aren’t you?” goda Mingyu dengan suara rendah yang nyaris berbisik, begitu dekat hingga hembusan napasnya menyapu lembut daun telinga Wonwoo. Suara itu bagaikan aliran arus listrik yang menjalar di tubuh Wonwoo, membuat bulu kuduknya meremang. Wonwoo semakin tak mampu menahan desahannya, saat ia merasakan sensasi di tubuhnya yang seperti tersetrum, menjalar cepat dari dada hingga perut bagian bawah, membangunkan syaraf-syarafnya yang paling peka. Sentuhan dan suara Mingyu seolah semakin memancing gairahnya yang sudah tak bisa ia bendung.

Sambil menikmati tangan Mingyu yang masih asyik menjelajahi bagian tubuh atas dan bawahnya, Wonwoo menolehkan wajahnya ke samping dengan desahan yang semakin erotis dari sela-sela bibir ranumnya yang terbuka, menatap wajah pria tampan yang sudah lama ia kagumi dalam diam dengan mata yang dipenuhi nafsu. Lalu, pria manis itu tersenyum nakal dan menyentuh pipi pria itu. “Anghh, this feels so good, Mas… mmhh—,” bisiknya pelan sebelum mendekat dan menjilat bibir bawah Mingyu, sengaja dengan gestur pelan dan menggoda. Mingyu sempat menarik napas pendek, tapi belum sempat bicara, Wonwoo sudah mencium bibirnya.

Tanpa memberi waktu untuk berpikir, Wonwoo menyatukan bibirnya dengan ranum Mingyu dalam ciuman yang penuh gairah. Mingyu pun membalas dengan segera, mendekap tubuh pria muda itu lebih dekat. Satu tangan Mingyu yang berada di dada Wonwoo naik ke leher jenjang pria manis di depannya, menyentuhnya posesif, membawa cumbuan itu semakin dalam, lidah mereka mulai menyapa satu sama lain dengan tempo terburu penuh gairah, seperti tarian yang saling mengeksplorasi rasa. Cumbuan itu semakin lama semakin dalam dan lebih dalam lagi.

Saat ini, lidah mereka sudah kembali saling bertemu dan bermain cepat, saling rebut kendali. Wonwoo sesekali menggigit lembut bibir Mingyu, lalu menyapunya lagi dengan indera pengecap tak bertulang itu. Mingyu merespons dengan geraman rendah, menarik pinggang Wonwoo lebih dekat ke tubuhnya, dan kembali memijat penis pria manis yang mulai terasa berkedut itu.

Cumbuan mereka berlangsung lama. Lidah mereka terus menari, saling menyesap dan bertaut, hingga napas mereka mulai tak teratur. Wonwoo merasakan kejantanannya mulai berkedut, sehingga ia menekan bagian pinggulnya yang mulai mengejang ke tubuh Mingyu, pahanya mulai bergetar. Desahan mereka teredam di antara cumbuan, napas saling beradu.

Wonwoo menggelinjang dipelukan Mingyu, ia melepaskan cumbuan mereka.

“Nghhh— I wanna cum— ahnghh... Mashhh...” lenguh pria manis itu sambil meremat lengan Mingyu saat merasakan miliknya semakin berkedut. Mingyu semakin mempercepat permainan tangannya, menginvasi benda tak bertulang itu yang sedari tadi sudah mengeluarkan pre-cum-nya, penis Wonwoo semakin menegang, siap mengeluarkan putihnya. Mingyu mencium punggung indah di hadapannya saat Wonwoo mengerang panjang ketika cairan putih kentalnya keluar bebas hingga mengotori seprai putih di hadapannya, dan tangan Mingyu.

Pria tampan itu memeluk tubuh Wonwoo erat, sedangkan pria manis itu terengah setelah pelepasannya yang pertama. Tubuh mereka masih saling melekat, napas keduanya belum sepenuhnya stabil, namun kejantanan Wonwoo perlahan kembali berdiri tegak saat merasakah sesuatu menabrak bongkahan sintalnya di belakang sana.

Are you hard?” tanya Wonwoo dengan nada jahil yang menggoda. Mingyu hanya diam, tak menjawab pertanyaannya.

Wonwoo melepas pelukan dari belakang pria tampan bertubuh atletis yang masih dilapisi kemeja putih dan celana bahan hitam itu. Lalu ia membalikkan tubuhnya dan duduk di lahunan Kim Mingyu. Kini tubuh mereka sudah saling berhadapan, kedua tangan pria muda itu melingkar di leher Mingyu, seolah sedang menyeimbangkan diri sekaligus mempererat jarak mereka, Mingyu pasrah, membiarkan Wonwoo melakukan apapun yang ia inginkan.

Tatapan mereka saling bertaut, intens. Dengan lembut, Mingyu menyentuh tengkuk Wonwoo, memperpendek jarak antara mereka hingga hampir tak ada ruang lagi. Sentuhan lembut itu seperti sengatan yang membuat tubuh Wonwoo yang masih sensitif itu bergetar, dan tanpa kata, bibir mereka bertemu lagi, kali ini lebih cepat, lebih berani.

Wonwoo membalas ciuman itu dengan gairah yang sama, tubuh mereka semakin menyatu. Lidah mereka saling menyapa, kembali saling bertaut, bersilat, dan menyatu. Tak ada kata yang terucap di antara kedua pria dewasa itu, hanya suara kecapan yang mengalun merdu dengan napas mereka yang saling menderu, detak jantung yang berpacu, dan desahan lembut yang tertahan di antara bibir yang seolah enggan berpisah.

“Aahh—” Mingyu mengerang setelah menyudahi ciuman mereka saat merasakan satu tangan Wonwoo mengelus perlahan kejantanannya yang sudah mengeras di dalam celana bahan yang masih ia gunakan. Pria manis itu memjitanya pelan dari luar, lalu, membuka kancing celana Mingyu.

Wonwoo tersenyum menggoda saat jemari lentiknya mengeluarkan benda yang sudah mengeras milik Mingyu dari cangkangnya. Mingyu mendesah, “I’ve been hard this whole time, Nu,” bisik Mingyu dengan suara rendah yang menderu. “Karena kamu… ehmm—” lanjut pria yang lebih tua itu saat merasakan Wonwoo mulai memainkan benda yang sudah mengeras tak bertulang di selatannya itu.

Wonwoo mencondongkan tubuhnya dan berbisik, “Mhh... it’s hard again too, Mas Mingyu…” bisik pria manis itu pelan sambil menggesek miliknya dengan kejantanan Mingyu, dan menggoda dengan desahan lembut. “And I still want more,” bisiknya lirih menggigit daun telinga Mingyu dengan gemas.

Tak perlu banyak basa-basi, Wonwoo membungkukkan tubuhnya, merangkak mundur turun dari tubuh Mingyu dengan tatapan mereka yang masih bertaut, tak satu pun ingin melepaskan pandangannya terlebih dahulu. Dalam keheningan itu, Wonwoo membiarkan jemarinya yang lentik menjangkau pinggang Mingyu, melepaskan satu per satu lapisan kain dengan hati-hati. Celana bahan yang menghalangi bagian bawah Mingyu kini sudah berada di atas karpet, sebelah tempat tidur. Hanya menyisakan penis Mingyu yang menegang sempurna di depan wajah Wonwoo yang sudah siap memanjakannya. Sedangkan Mingyu, menanggalkan kemejanya sendiri.

Mingyu sudah terbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai kain di tubuhnya ketika Wonwoo perlahan naik ke atas tubuhnya, duduk tepat di atas perut six pack itu. Pria manis dengan dorongan seksual yang besar dan sedang meledak-ledak itu menunggingkan badannya, memegang kejantanan Mingyu yang panjang dan tebal, sudah mengeluarkan pre-cum-nya. Pria muda cantik itu memjitanya lembut, menjilatnya perlahan, kemudian memasukkannya ke dalam rongga mulut kecilnya perlahan. Mulutnya menyambut kejantanan Mingyu dengan lidahnya yang mulai menari-nari memanjakan milik Mingyu, dan memberikan hands job secara bergantian, tak lupa ia juga menikmati tersticles pria itu. Napas Mingyu memburu keenakan. Setiap sentuhan Wonwoo membuatnya meleleh.

Mingyu menatap sosok pria di atas tubuhnya dengan mata yang sudah dipenuhi gairah yang tak ingin lagi ia tahan. Tangannya terangkat dengan refleks, mengelus lembut pinggul ramping pria di atasnya. Pandangannya langsung disuguhkan dengan dua benda sintal Wonwoo tepat di hadapannya. Tanpa banyak berpikir, sembari mendesah merasakan nikmatnya permainan Wonwoo pada kejantanannya di bawah sana, ia menarik pinggul ramping di depannya lebih dekat dan mulai membalas keintiman itu. Indera pengecap yang basah dan hangat miliknya perlahan bermain dengan menyentuh lembut kerutan di sekitar area lubang manis Wonwoo, menjelajah dengan menggebu, sambil sesekali meremat benda sintal yang sedang ia nikmati dengan gemas. Desahan halus yang keluar dari bibir Wonwoo saat merasakan permainannya, menjadi lantunan musik yang tak ingin Mingyu hentikan. Sangat ia nikmati.

“Mmhhh— mmhh...” desahan Wonwoo yang semakin erotis dengan mulut yang masih dipenuhi kejantanan Mingyu bergema di kamar hotel itu ketika sang pria yang lebih tua memainkan lagi testicles dan kejantanannya yang menggantung di hadapannya. Pria manis yang masih dipenuhi birahi itu semakin mendorong pinggulnya, menyuguhkan lubang manisnya agar dapat merasakan lidah Mingyu masuk lebih dalam dan bermain-main dengan dinding anus-nya yang sudah basah.

Wonwoo pun semakin dalam menenggelamkan kejantanan Mingyu, menggerakkan kepalanya dengan irama naik-turun ditemani suara kulit basah dari rongga mulut yang bergesekan hangat memeluk erat benda tak berurat itu, membuat Mingyu tak kuasa menahan desahan panjangnya. Napas mereka saling menderu, memenuhi ruangan dengan suara becek dan kenikmatan.

“Ahh!! Jeon Wonwoo—” erang Mingyu memanggil nama pria di atasnya, Wonwoo tersenyum senang saat merasakan tubuh bagian bawah pria yang lebih tua itu menegang, pinggulnya bergerak menekan kejantanannya semakin dalam di mulut Wonwoo hingga kepala pria itu mendongak ke atas, dan dari bibirnya keluar erangan yang semakin panjang. Mingyu sampai pada puncak pertamanya, cairan kental putih hangat itu mengalir di dalam mulut Wonwoo, sebagian menetes bersama saliva sang model cantik. Pria yang lebih muda itu menelannya sebagian sperma Mingyu, dan sisanya mengalir pelan dari sudut bibirnya.

Mingyu, dengan napas yang masih terengah, menarik lagi pinggang ramping Wonwoo yang berada di atas tubuhnya dengan posisi yang sama, membelakanginya. Sentuhan lembut namun penuh percaya diri itu membuat Wonwoo terkejut sejenak. Pria tampan itu membawa tubuh bagian bawah Wonwoo untuk lebih mendekat ke arah wajahnya, dengan gerakan yang tak ia sadari, pria cantik itu menumpukan kedua tangannya pada dada bidang Mingyu yang lembab karena berkeringat, dan menyuguhkan tubuh bagian bawahnya tepat di depan wajah pria dominan di bawahnya.

Mingyu tersenyum miring melihat reaksi spontan Wonwoo yang masih berada di atasnya, tak bergeming.

You’re so good at playing with it,” kata Mingyu sembari membuka lagi bagian belakang sintal Wonwoo yang sudah basah karenanya, membuat pria manis itu refleks mendesah kecil merasakan hangatnya napas Mingyu di depan lubang manisnya. “Siapa yang ngajarin kamu? Hmm?” tanya CEO muda itu di sela permainan lidahnya pada kerutan lubang Wonwoo, sambil sesekali kembali mengelus dan meremat pantat sintal yang sudah berada di atas wajahnya.

“Aahh... Maaas—” desah Wonwoo sembari tertawa kecil ketika merasakan hangatnya lidah Mingyu yang perlahan bermain-main lagi di pantat dan kerutan lubang anus-nya bersamaan dengan jemari gendut dominan yang asyik mengelus lembut paha putih mulus milik Wonwoo.

“Jawab saya, siapa yang ngajarin kamu seperti tadi?” tanya Mingyu sembari menampar lembut pantat sintal Wonwoo. Model pria internasional itu hanya melenguh manja, tak menjawab, seolah tak mendengar kalimat Mingyu. Telinganya mendadak tuli karena kenikmatan dan nafsu.

Tidak mendapat jawaban, Mingyu pun menggerakkan tangan dan lidahnya yang penuh kendali, kembali menjelajah tubuh bagian bawah Wonwoo, menyentuh titik-titik paling sensitif hingga membuat pria bermanik rubah itu tak kuasa menahan rintihan kenikmatan yang keluar dengan lantang.

Wonwoo mendorong pinggulnya, membiarkan lidah Mingyu masuk lebih dalam ke bagian rectum-nya, ia menggeliat di atas dada kekar pria yang lebih tua. Bergerak lebih aktif, Wonwoo menggesekkan kejantanannya di dada bidang pria di bawahnya, sementara otot-otot di sekitar lubang manis dan penis-nya berdenyut ritmis dengan intensitas yang tak bisa ia kendalikan.

Mingyu menikmati setiap desahan manja dan gerakan erotis Wonwoo, semakin nakal lenguhannya terdengar, semakin menggoda setiap goyangan pinggulnya yang menghantam tubuhnya, membuat hasrat dalam diri Mingyu semakin menggila. Tatapan matanya menggelap, penuh lapar, seakan tubuh yang ia rengkuh tak akan pernah cukup untuk dipuaskan. Ritme terarah yang penuh tekanan, seolah keinginan menelan habis tubuh Wonwoo lebih menggelora.

Pria manis itu merasakan putingnya yang juga kembali mengeras, dadanya naik turun dengan cepat, seolah paru-parunya berusaha mengejar nafas yang terus memburu. Mulut Wonwo terbuka. “Ngghh— ahh Mhhhh— haa...” ia mengeluarkan suara yang dalam dan basah, keluar dari tenggorokan dengan sendirinya.

Seluruh tubuhnya menjadi lebih sangat sensitif lagi dari sebelumnya, karena kini setiap sentuhan terasa seperti sengatan listrik di bawah kulitnya. Tangannya mencengkeram paha kekar Mingyu di tengah puncak kenikmatannya yang kedua, kepalanya mendongak sedikit ke atas dengan mulut terbuka setengah, kosong namun penuh gairah.

Wonwoo menjatuhkan tubuhnya yang lemas di samping Mingyu, napasnya masih tersengal, bibirnya basah, lubang manisnya becek, perutnya penuh sperma miliknya, kulitnya lembab karena peluh, seolah tubuh itu baru saja tenggelam lagi di dalam kenikmatan yang tak ada ujungnya. Matanya tertutup, tapi wajahnya masih memerah, memperlihatkan gairah yang belum juga padam.

Mingyu bangun dari posisinya, dan melihat pemandangan yang paling menggoda yang pernah ia lihat— Wonwoo yang sudah terkapar dengan tubuh ramping, putih mulus tanpa sehelai kain berhiaskan kiss mark darinya di bahu dan leher jenjang indah, sudah berantakan karena permainan mereka, sangat indah di matanya. Gairah pria 37 tahun yang tersulut itu belum mereda, bahkan semakin menyala lebih liar lagi. Ia perlahan merangkak ke atas tubuh Wonwoo, mengukung pria yang lebih mudah itu. Satu tangan menyusuri paha, naik ke pinggul, hingga akhirnya mencengkeram pinggang itu dengan mantap. Bibirnya hampir menyentuh telinga Wonwoo saat ia berbisik, “Right now, you’re fucking beautiful, berantakan karena saya,” dengan suara rendah dan menggoda. Tanpa ampun, ia menjilati daun telinga Wonwoo, membuat tubuh pria cantik itu tersentak, kembali gemetar dan menggeliat sangat manja.

“Kita ngga bisa berhenti, cantik, saya belum selesai,” kata Mingyu lagi.

“Nghhh...” Wonwoo kembali melenguh saat merasakan ujung hidung Mingyu yang mancung itu perlahan mulai menyusuri sisi leher yang basah oleh sisa keringat, gerakannya tak tergesa, tapi sangat menggoda. “Can we take a break for a bit? I’m tired, Mas... hmm—” rengeknya manja, suaranya masih penuh hasrat, sementara jemarinya mengelus surai gelap Mingyu yang kini tengah menyesap dan memainkan putingnya yang masih mengeras, bergantian. Satu kakinya sudah terangkat melingkari pinggang pria lebih dominan di atasnya, tanpa sadar menarik tubuh Mingyu untuk lebih mendekat, seolah meminta pria tampan itu untuk menyesap buah dadanya dan melakukan lebih dari apa yang sudah mereka lakukan sebelumnya.

You just stay still, karena saya ngga bisa berhenti sekarang,” ucap Mingyu yakin.

Pria tampan itu menunduk perlahan, mengecup leher jenjang Wonwoo dengan ciuman lembut hingga kembali ke dadanya, bibirnya menari lembut di sana, membuat tubuh Wonwoo lagi-lagi menggeliat. Namun, tak lama setelah itu, ia mengangkat wajahnya, tanpa memberi ruang untuk kata-kata, Mingyu meraih wajah Wonwoo, menariknya ke dalam ciuman panas yang penuh dominasi, bibir mereka bertemu dengan gesekan yang kasar, penuh gairah. Lidahnya masuk dengan cepat, menggoda dan menuntut, seolah ingin menandai setiap inci bibir pria cantik itu, sementara tubuhnya bergerak lebih dekat, menekan tubuh Wonwoo.

Wonwoo seolah-olah terperangkap dalam setiap sentuhan Mingyu yang memikat. Ia merasa seperti berada di bawah pengaruh Mingyu karena setiap cumbuan, sentuhan dan gesekan yang pria itu berikan, membuat pikirannya melayang. Ia tak memiliki kemampuan menolak saat Mingyu sudah membuka lebar pahanya, mengangkat salah satu kakinya yang putih mulus ke bahu kokoh pria itu, lalu mengecup setiap senti bagiannya.

Dengan tangan lihainya, pria dominan itu memeriksa kembali lubang manis Wonwoo di bawah sana, memastikan bahwa bagian itu masih berlumuran dengan saliva-nya, dan benar-benar siap untuk ia sambangi. Dengan penuh perhatian, ia mengoleskan cairan pre-cum miliknya sendiri ke penisnya, mencoba meminimalisir kemungkinan rasa sakit yang akan Wonwoo terima saat ia memasukkan penis tebal berurat miliknya yang sudah menegang itu.

Wonwoo hanya bisa menatap setiap gerakan Mingyu di depannya, matanya tak berkedip dengan napas sedikit tercekat. Ia menelan ludahnya dengan kasar, jantungnya berdegup kencang, seolah tubuhnya tengah bersiap untuk sesuatu yang sangat ia nantikan. Si cantik itu penuh antisipasi dan gairah yang terus bergelora.

Suara lenguhan manja Wonwoo kembali bergema, kali ini semakin manja saat ia kembali mengambil alih untuk mengelus dan memijat perlahan batang berurat yang sudah berada di antara kedua pahanya. Mendekatkan kepala kejantanan Mingyu yang sudah kembali mengeras tepat di depan lubang manisnya. Refleks pinggul Wonwoo perlahan bergerak maju, semakin mendekat, menyambut benda berurat itu dalam gerakan yang menggoda, dan dipenuhi gairah. Meski sebelumnya bibir Wonwoo sempat melontarkan rengekan lemah, “I'm tired,” pada kenyataannya, tubuh ramping itu dengan jelas mengatakan hal sebaliknya.

Mingyu membawa tubuhnya kembali mengukung tubuh Wonwoo, meletakkan satu tangannya di atas kepala model pria itu, dan mengelusnya. “Boleh Mas masukin sekarang, cantik?” bisiknya dengan suara rendah, meminta izin, sambil perlahan mengecup bibir Wonwoo, kemudian turun ke rahang pria manis di bawahnya. Napas pria tampan itu menghangatkan kulit leher Wonwoo, dan mengecup rahang si manis, merayu.

Perasaan Wonwoo yang sudah penuh dibaluti dengan gairah dan rasa ingin yang tinggi, pipinya memerah mendengar pertanyaan pria di atasnya, ia menggigit bibir bawahnya pelan. Tubuhnya menegang sesaat, lalu perlahan mengendur saat suara rendah Mingyu meresap sopan ke telinganya, membuat dadanya semakin bergetar hebat. Pria bermanik rubah itu tak menjawab dengan kata-kata, hanya mengangguk kecil tanda setuju. Lalu membuka kedua kakinya, memberi ruang bagi pria di depannya untuk bisa memasukkan kejantanannya.

Mingyu dapat melihat ada keraguan kecil di sorot mata Wonwoo, gugup yang nyaris tak tertutupi, sebab ini adalah kali pertama baginya— Mingyu pun mengetahui hal itu. Tak pernah sebelumnya Wonwoo menyerahkan dirinya sepenuhnya seperti ini, begitu vulgar, begitu telanjang, begitu terbuka, sangat bergairah. Tapi bersama Mingyu, pria yang selama ini ia cintai, rasa takut itu berubah menjadi rasa ingin dan percaya.

CEO muda tampan itu menatap Wonwoo lekat-lekat, seakan dapat membaca isi pikiran Wonwoo hanya dari hembusan napas dan tatapan matanya. Ia menunduk, mengecup pelipis pria di hadapannya, pelan namun penuh kasih sayang. “I’ll be gentle, cantik,” bisiknya, seolah berjanji. Wonwoo mengangguk.

Mingyu tersenyum, senyuman itu dalam sekejap meluluhkan rasa takut Wonwoo. Ia bangun dari posisinya, membawa kedua kaki pria di bawahnya ke bahu kekarnya, dan satu tangannya dengan lembut menggenggam pinggul Wonwoo, sedangkan tangannya yang lain membimbing kejantanannya sendiri untuk perlahan masuk ke dalam lubang manis Wonwoo yang masih virgin itu.

Pria manis itu meringis kecil di awal, jemarinya mencengkeram lengan pria di atasnya, napasnya terengah, bukan karena takut, tapi karena tubuhnya merasakan ada benda tumpul asing yang perlahan masuk di bawahnya. Mingyu tak langsung bergerak lebih dalam. Ia menatap wajah Wonwoo, membaca setiap perubahan ekspresi pria manis itu, memastikan semuanya masih terasa nyaman. Tangannya menyentuh paha pria cantik itu, mengusap perlahan seolah menenangkan. “Sakit?” tanya Mingyu, Wonwoo menggeleng lemah.

“Mas masukin semuanya ya, cantik?” izin Mingyu sembari mengecup mata kaki lembut Wonwoo yang berada di bahunya.

Wonwoo mengangguk pelan, masih menggigit bibir bawahnya, lalu meremat lengan Mingyu, mencari pegangan. Matanya sedikit berkaca. Degup jantungnya semakin terasa kencang, bukan hanya karena tegang, tapi juga karena akhirnya ia menyerahkan keperjakannya pada pria yang selalu mengganggu pikirannya.

Mingyu mengangkat kedua kaki Wonwoo dan membukanya lebar ke samping sisi-sisi tubuhnya, agar lubang pantat pria manis itu dapat terbuka lebar. Pria tampan itu kembali menggoyangkan pinggulnya perlahan, sebelum akhirnya ia mulai mendorong lebih dalam. Mingyu menggerakkan pinggulnya maju-mudur dengan tempo yang tetap pelan, sabar, seolah ingin kali pertama Wonwoo harus menjadi kenangan yang tak akan dan tak mungkin Wonwoo lupakan. Dan Wonwoo tak akan bisa mencari penis-penis lain di luar sana, nanti.

Wonwoo menarik tubuh Mingyu untuk mendekat, melingkarkan lengannya di leher sang sponsor-nya. Napasnya mulai tersendat, tapi matanya tak pernah lepas dari mata pria yang kini menyatu dengannya. Dan di tengah desah serta suara kulit yang bertabrakan pelan itu, terdengar suara kecil dari bibir Wonwoo, “Nghh... go a little bit faster, Mas, jangan berhenti.”

Mingyu seolah mendapat lampu hijau, ia menurutinya. Kejantanannya yang sedari tadi sudah masuk utuh ke dalam sana, kini bergerak sedikit lebih cepat, dan rintihan panjang dengan suara erotis Wonwoo terdengar kembali menggema. “Oh Gosh, your hole feels so good, sweety...” erang Mingyu merutuki kenikmatannya saat ia menekan masuk-keluar penis-nya hingga lubang kecil itu sudah mulai terbiasa dengan benda kenyal berurat Mingyu yang tebal dan panjang. Air mata keluar dari manik rubah cantik yang berada di bawah tubuhnya. Panas, tubuh mereka berdua semakin berkeringat, dan desahan Wonwoo serta erangannya, menjadi lagu latar yang menggema di seluruh ruangan.

Mingyu kembali menghisap nipples Wonwoo, hingga semakin lama pinggul kedua pria itu bergoyang semakin cepat dengan gerakan yang berlawanan hingga bunyi kulit yang saling bertabrakan terdengar semakin intens dan cepat, membuat sepasang sejoli itu mendesah keenakan.

Dorongan-dorongan penis Mingyu sudah memenuhi lubang Wonwoo, menumbuk sweet spot pria cantik itu berkali-kali, tanpa jeda.

Mingyu masih menggoyangkan pinggulnya tanpa ampun, lebih cepat sambil menikmati pemandangan di hadapannya, Wonwoo sudah sangat-sangat berantakan. “Damn!! You’re so sexy,” erang Mingyu saat ia memperdalam tumbukannya sembari memanjakan kejantanan Wonwoo yang sudah kembali berkedut. “Kamu enak banget, cantik. Unghhh— Jeon Wonwoo—” Mingyu sudah mumbling tak karuan.

Lenguhan demi lenguhan terdengar syahdu saat Mingyu akhirnya semakin kasar menggerakkan pinggulnya dan menabrak prostat Wonwoo berkali-kali hingga pria manis itu mendesah tak karuan, memanggil nama Mingyu dan Tuhannya secara bergantian saking nikmatnya kegiatan mereka. Walaupun demikian, Mingyu tidak ada keinginan untuk berhenti, namun ia memperlambat gerakannya saat dirasa pelepasannya hampir dekat.

Tapi Mingyu tak membiarkan Wonwoo untuk beristirahat malam ini. Ia membungkuk lebih dekat, dan jemari gendutnya menelusuri perut bawah Wonwoo, bergerak sabar, pelan, lalu berhenti tepat di antara perineum dan pangkalan penis Wonwoo. Dengan gerakan lembut, ia memberikan tekanan penuh irama, menstimulasi area sensitif pria manisnya itu. Wonwoo terlonjak pelan, pinggulnya terangkat tanpa sadar.

“Mingyu—itu… feels weird, aa—aaahh...”

“Pipiiss... aku mau aaaahhhhh—” kalimatnya belum usai, tubuh Wonwoo melengkung tegang bak busur panah cantik, kepalanya terlempar ke atas saat cairan bening mengucur keluar bebas dari kejantanannya seperti air mancur, tanpa ia sadari, bersamaan dengan lenguhan dan erangan panjangnya. Sensasi yang belum pernah ia rasakan dalam hidupnya.

Mingyu mempercepat gerakannya sambil mengerang ketika Wonwoo masih melepaskan male squirting-nya, membasahi tubuh mereka berdua. Mingyu tak perduli.

You're clenching too much, emhhh—” erang Mingyu saat merasakan lubang Wonwoo mengencang.

Kedua sejoli itu kini sudah semakin kacau, semakin berantakan. Keringat mengucur, bunyi kulit saling bertabrakan semakin keras, desahan dan erangan menyelimuti kamar presidential suit bintang 5 itu. Entah apa kalimat yang mereka lontarkan, semua terasa memabukkan.

Hentakkan pinggul terakhir Mingyu menciptakan erangan panjang bagu keduanya, hingga lubang Wonwoo merasakan hangat yang menjalar dari penis pria di hadapannya sedang berkedut mengeluarkan cairan kental putih, di dalam tubuhnya.

Tubuh Wonwoo masih bergetar hebat, sangat hebat. Pantatnya terasa sedikit nyeri menerima stimulasi demi stimulasi dari Mingyu, dadanya kembang kempis, merasakan kenikmatan duniawi yang membuatnya terbang ke surga.

Mingyu memeluk tubuh ramping pria di bawahnya, tanpa berniat melepaskan penyatuan mereka di bawah sana, benda berurat itu masih berada di dalam Wonwoo— hangat, penuh, dan tanpa bergeming, tubuh mereka masih menyatu.

Wonwoo menggeliat pelan, matanya sayu saat mendongak sedikit untuk menatap pria di atasnya. Tubuh mereka jauh dari kata higienis, penuh dengan cairan-cairan asing, tapi keduanya seolah tak perduli, Mingyu hanya memeluk badan Wonwoo lebih erat, lengannya melingkar di punggung sang submissive, dan tangan bebas lainnya membawa satu kaki pria cantik yang sudah penuh peluh itu melingkar di pinggangnya. Mereka tidur saling berhadapan dan berpelukan.

“Saya harap, kamu ngga pernah menyesali pilihan kamu ini, Nu,” bisik Mingyu, suaranya parau, nyaris seperti doa yang tak ingin didengar siapa pun kecuali tubuh yang sedang ia peluk erat.

Namun Wonwoo tak sempat untuk mendengarnya. Ia sudah tertidur pulas, matanya terpejam dengan tenang, membiarkan tubuh mereka tetap saling berpelukan meski kulit mereka masih lengket dan hangat sisa-sisa permainan mereka.

***

Mingyu, yang masih terjaga, bahkan ia sempat membersihkan tubuh Wonwoo dengan hati-hati sebelum akhirnya ia membawa tubuh ramping Wonwoo kembali berbaring di kamar lain yang masih tertata rapi.

Pria tampan itu sudah berbaring tepat di samping Wonwoo, menatap wajah pria cantik-nya cukup lama, jemarinya menyentuh pipi putih bersih dan lembut di hadapannya itu pelan, seperti sedang menghafal tiap garis dan lekuknya.

Ia membawa lembut tubuh Wonwoo kembali ke pelukannya, memeluk erat tubuh ramping itu seolah tidak ingin melepaskannya. Lalu satu demi satu dan perlahan, pria yang lebih tua itu memberikan kecupan di bibir, ke kening, lalu pipi, kemudian ke hidung, hingga ubun-ubun Wonwoo, seolah satu kecupan saja tak pernah cukup untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini.

I hope you’ll still be here tomorrow morning,” bisik Mingyu, suaranya lirih, nyaris terdengar seperti rapalan doa.

Dan malam pun terus berlalu perlahan menjadi pagi dan tenang, menyisakan kehangatan di antara pelukan kedua pria dewasa itu. Wonwoo terlelap, begitu pula Mingyu yang menyusul kemudian.

Setelah membalas pesan terakhir dari asisten pribadinya, Mingyu meletakkan ponsel-nya di atas meja makan yang terletak di dalam kamar presidential suite hotel bintang lima itu. Pria berusia 37 tahun tersebut kemudian berdiri, lalu mengambil segelas air mineral dari meja bar yang tersedia, dan melangkah menuju ruangan tempat tidur, tempat di mana ia meletakkan Wonwoo sebelumnya.

Sesampainya di sana, pandangan Mingyu langsung tertuju pada sosok pria muda yang terbaring di atas ranjang. Tubuh pria manis itu tampak gelisah, menggeliat pelan. Keringat terlihat masih membasahi kening dan lehernya, membuat kulit pucatnya tampak bersinar lembap di bawah cahaya temaram kamar. Jemarinya mencengkeram seprai dengan erat, napasnya belum juga stabil, dan rona merah merekah di wajah hingga ke leher jenjang yang terbuka karena tak tertutup oleh baju V-neck tinggi yang masih ia kenakan malam itu.

Mingyu sudah duduk di pinggir ranjang saat Wonwoo memanggil namanya.

“Emhh...” desah Wonwoo lemah dengan matanya yang setengah terbuka menatap kabur ke arah sosok yang ia kenali dalam keadaan setengah sadar saat telapak tangan Mingyu yang dingin perlahan menyentuh pipinya dengan lembut, mencoba menenangkan tubuhnya yang terlihat gelisah. Wonwoo menggenggam tangan Mingyu yang masih berada dipipinya, membuat pria itu sempat terkejut. Wonwoo menggenggam jemari Mingyu lembut, mencari ketenangan dalam sentuhan yang sudah sangat ia kenali.

“Ahh, panas...” gumamnya manja.

“Panas?” tanya Mingyu, matanya mencari pengatur temperatur yang tertempel di dinding kamar itu, ingin menaikkan suhunya agar Wonwoo tidak merasa kepanasan lagi, tapi Wonwoo seolah tidak memperbolehkannya pergi kemana-mana.

“Haa… ini benar-benar panas…” gumam Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti rintihan kecil, serak dan terengah. Ia mencoba bangkit dari posisinya yang sejak tadi terbaring di atas tempat tidur king size di ruangan itu, tangannya berusaha melepaskan wrap-style shirt yang masih melekat di tubuhnya, tapi gerakannya tampak lemah dan tak berdaya. Melihat hal itu, Mingyu sigap, dengan satu tangan yang besar dan kokoh, ia menopang tubuh Wonwoo, dan membantunya perlahan bersandar ke headboard. Gerakannya sangat hati-hati, seolah takut menyakiti pria muda cantik di hadapannya.

'Ah, kenapa ini susah banget bukanya? Ngga bisa!!' rutuk Wonwoo dalam hati, frustrasi dengan bajunya sendiri yang terasa seperti perangkap di tubuhnya.

Wonwoo mengangkat pandangannya, matanya yang setengah terbuka menatap Mingyu dengan ekspresi meminta, sedikit kebingungan bercampur keputusasaan. Mingyu yang duduk di pinggir ranjang hanya memandangnya, bertanya-tanya dalam hati, apa yang hendak dilakukan oleh pria manis di hadapannya itu.

“Mas, tolong...” bisik Wonwoo lirih, lalu dengan gerakan lemah ia menggenggam tangan Mingyu, membawanya ke dada bidang yang tersembunyi di balik kain hitam wrap-style shirt itu. “Tolong... bukain... susah,” lanjutnya dengan nada manja yang membuat jantung Mingyu berdetak keras tanpa bisa dikendalikan.

Mingyu masih berusaha untuk tetap tenang, menahan diri agar tidak terbawa suasana. Namun saat Wonwoo tidak mendapat respons darinya, pria bermanik rubah itu justru bergerak, walaupunya perlahan dan tampak kesulitan. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah pria matang yang duduk di depannya. Napasnya masih berat, tapi kini ia sudah berada begitu dekat hingga bisa merasakan tubuh Mingyu yang menyatu dengan aroma maskulin yang membuatnya semakin kehilangan kendali.

“Hmm… you smell so good today,” bisik Wonwoo dengan manja, wajahnya menunduk sedikit saat ia mengendus pelan leher dan bahu pria yang kini ada dalam jangkauannya.

Mingyu menarik napas dalam-dalam. “Wonwoo…” gumamnya, namun tak ada kelanjutan.

Pria manis itu masih membungkuk mendekat, dan kali ini lengannya terulur, berusaha mencari sandaran. Hanya saja yang ia temukan adalah dada bidang yang membuatnya enggan menjauh.

“Wonwoo, sebaiknya kamu tidur saja sekarang,” ucap Mingyu akhirnya dengan suara berat, mencoba terdengar tegas meski suaranya sedikit bergetar. Ia tahu, pria di hadapannya tak sepenuhnya sadar dengan apa yang sedang ia lakukan.

“Ngghh— atau lepasin yang ini, Mas… sesek banget,” rintih Wonwoo pelan, suaranya terdengar memohon, nyaris seperti desahan lirih sambil menyentuh kancing celananya yang entah mengapa tak bisa ia buka sendiri.

Sangat jelas Wonwoo tak menggubris ucapan pria yang lebih tua itu sebelumnya. Kepalanya menunduk, tubuhnya bersandar erat, dan wajahnya ia tanamkan dalam bahu bidang Mingyu, seolah mencari perlindungan dari panas yang membakar tubuhnya sedari tadi yang tak kunjung mereda.

“Please, Mas… celananya sesek banget…” lanjutnya dengan suara parau, napasnya semakin berat, terdengar lelah. Jari-jarinya menggenggam erat sisi kemeja Mingyu, sementara tubuhnya menggeliat kecil di pelukan yang ia cari sendiri.

Mingyu menahan napasnya ketika bisa merasakan hangat napas Wonwoo menyapu kulitnya, jarak mereka terlalu dekat. Tubuh pria muda itu menempel erat padanya, begitu lemah namun terasa begitu menginginkannya. “Kamu pasti bakal ngamuk kalau sadar besok pagi, Nu,” bisik Mingyu pelan, suaranya nyaris seperti gumaman, penuh pertimbangan dan perasaan yang tertahan. “Sekarang kamu sedang di bawah pengaruh obat. Besok, kamu akan menyesal kalau mengingat ini.”

Manik rubah cantik milik Wonwoo yang setengah kabur itu menatap Mingyu dengan sayu, Mingyu tahu, apa pun yang dia ucapkan mungkin takkan bisa Wonwoo cerna malam ini.

Wonwoo tiba-tiba memeluknya lebih erat, seolah tak ingin berpikir apa yang akan terjadi besok pada dirinya.

“Nggak, aku ngga akan akan lupa… aku pasti inget,” jawab Wonwoo pelan, tapi penuh keyakinan. “Aku ngga akan ngamuk, jadi, please, Mas,” rengeknya.

Tak perlu berfikir lagi, Mingyu langsung membawa tubuh Wonwoo untuk kembali berbaring, “Then, do whatever you want,” kata Mingyu pasrah dan dengan kedua tangannya Mingyu menyampirkan sisi-sisi baju Wonwoo ke samping. Gerakannya lembut, tidak terburu.

Belahan tinggi V-neck-nya pada model baju Wonwoo terbuka lebih lebar. Kain hitam yang tadinya terjatuh rapi di dada pria manis itu kini tersibak, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, bahu mulus yang terbentuk sempurna, dan dada bidang yang semakin jelas. Kulitnya tampak mulus, sedikit memerah dan berkilau karena lembabnya keringat.

Mingyu belum selesai. Dengan gerakan perlahan, tangannya kembali menyusuri sisi tubuh Wonwoo yang hangat, seakan menghafal setiap lekuknya. Wonwoo menggeliat pelan di bawah sentuhan itu, tubuhnya merespons seolah aliran listrik menjalari kulitnya saat jemari Mingyu menyentuh kulitnya.

Sampai akhirnya, tangan Mingyu berhenti di pinggang ramping pria manis itu. Jemarinya yang kokoh menyentuh ikat pinggang celana panjang yang masih dikenakan Wonwoo. Sekilas, ia melirik wajah pria yang lebih muda itu, mata Wonwoo setengah terbuka, memandangnya dengan tatapan lemah seolah menunggu, mempercayakan seluruh dirinya pada Mingyu malam ini.

Dengan hati-hati, Mingyu membuka ikat pinggang yang melilit di pinggang ramping Wonwoo. Jemari gendutnya perlahan membuka kancing celana Wonwoo, sebelum akhirnya menurunkan resleting pria manis yang sedang terbaring dengan gerakan yang ia buat setenang mungkin.

Kain yang sebelumnya menutupi bagian bawah tubuh Wonwoo pun sudah merosot turun, memperlihatkan underwear thong hitam yang ia gunakan, dengan gundukan kejantanan yang sudah mengeras di dalam sana, tak lagi mampu menaham hasratnya entah sejak kapan.

Sorot mata Mingyu sedikit membelalak, saat Wonwoo tiba-tiba meraih tangannya. Sentuhan itu lembut, penuh keyakinan. Dengan gerakan pelan, pria yang lebih muda itu menuntun tangan Mingyu menuju bagian selatan miliknya.

“Mmhh… Mas, tangan kamu…” desah Wonwoo lirih, suaranya nyaris terdengar seperti bisikan pelan di antara helaan napasnya yang belum teratur. Matanya semakin sayu menatap Mingyu dengan ekspresi memohon. “Bantuin— dengan tangan kamu, Mas,” lanjutnya, nada suaranya terdengar seperti lembut, dan begitu menggoda iman Mingyu.

Mingyu melepaskan tangan Wonwoo perlahan, seolah masih mencoba menahan dirinya untuk tidak melewati batasnya. CEO tampan itu berdiri dari sisi ranjang, sedangkan di hadapannya, Wonwoo masih terbaring dengan tubuh terkulai, kulit pucatnya tampak berkilat karena peluh. Nafasnya kembali terengah, bibirnya basah, dan jemari lentiknya sedang menggenggam miliknya sendiri, dengan mata indahnya yang bergetar menatap lurus ke arah Mingyu. Pria tampan itu tak tahu harus membaca mimik wajah Wonwoo seperti apa, entah itu godaan atau permohonan.

Ia tidak pernah berniat menyentuh model yang ia sponsori, apalagi dalam keadaan seperti ini. Tapi Mingyu juga sangat sadar, ia bukan pria suci. Ia memiliki sisi lemah, dan sisi itu bernama Jeon Wonwoo.

“Ha—aa, it’s so frustrating, Mas… nghh—” suara Wonwoo terdengar parau, nyaris putus asa. “I can’t cum— mhh—” keluhnya, jemarinya menggenggam kejantanannya makin erat, ia gigit bibir bawahnya dengan frustrasi.

Kata-kata itu menghantam Mingyu, seolah ia adalah satu-satunya orang yang bisa membantu model pria cantik itu malam ini keluar dari siksaannya. Dengan kesadaran penuh, Mingyu menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya pelan. Matanya kembali menatap ke arah Wonwoo yang kini terlihat lebih bernafsu dari sebelumnya dengan tatapan yang kini lebih dalam.

Dan entah dorongan apa yang menguasainya, Mingyu mulai membuka kancing vest-nya satu per satu dengan perlahan, nyaris pasrah. Ia menarik dasinya yang masih melilit di leher jenjangnya, membuangnya sembarang, dan kemeja putih yang sejak tadi masih rapi di tubuhnya, kini kancingnya sudah ia buka sebagian, memperlihatkan kulit tan-nya yang bersih dengan dadanya yang bidang, serta tak lupa, ia menggulung lengan bajunya hingga ke siku, memperlihatkan urat-urat di lengannya.

Mingyu

Telapak tangan Mingyu kini berada di atas dada Wonwoo, merasakan hangatnya kulit pria muda itu yang bahkan terasa bergetar halus di bawah sentuhannya.

“Nu, minum dulu ya,” kata Mingyu lembut. Pria itu menyodorkan gelas kristal yang berisi air mineral dingin yang ia bawa ke bibir Wonwoo, tapi yang lebih muda itu hanya menggelengkan kepalanya.

Mingyu tak punya banyak pilihan, ia tidak mungkin membiarkan Wonwoo dehidrasi dalam keadaan selemah itu. Dengan gerakan tenang, ia mengangkat gelas ke bibirnya, menyesap sedikit air tanpa menelannya. Tanpa sepatah kata pun, Mingyu mendekat. Bibirnya menyentuh bibir pria muda itu dalam satu gerakan yang lembut, hangat, dan basah. Air dingin berpindah melalui ciuman yang sedikit membuat Wonwoo kaget, namun dengan cepat penyatuan bibir itu disambut oleh pria manis yang lebih muda itu.

Mingyu bisa merasakan tenggorokan Wonwoo yang bergerak pelan, menelan air yang ia berikan lewat ciuman lembut mereka. Di saat yang bersamaan jemari lentik Wonwoo menarik dasi Mingyu, seolah menahannya agar lebih mendekat. Sementara tangan lainnya mencengkeram bahu Mingyu dengan lemah, memohon lirih memohon agar tautan bibir mereka tak segera berakhir.

Tak ada kata yang terucap, hanya desahan lembut Wonwoo yang terdengar dari sela cumbuan mereka, “Nghh…” menggema samar di antara nafas yang saling bertaut.

Saat Mingyu akhirnya menarik diri perlahan, menyudahi ciuman mereka, ia masih bisa merasakan hangat napas Wonwoo yang tersisa di bibirnya. Tangannya menyeka sisa air yang menetes di sudut bibir bawah pria itu dengan ibu jarinya. Sambil menatap mata sayu yang setengah terbuka itu, Mingyu berbisik pelan, suaranya rendah, “Kamu kelihatan haus, masih nggak mau minum, hmm?” nada suaranya terdengar seperti godaan, tapi juga dibalut perhatian yang tulus disaat bersamaan.

Wonwoo membawa telapak tangan Mingyu ke pipinya, mengusapnya manja. “Mas, aku mau lagi,” kata Wonwoo lirih, “Kiss me, aku mau... dicium lagi,” lanjut pria manis bermanik rubah itu dengan sorot mata sayunya mememohon dengan suaranya yang masih lemah namun kini terdengar lebih jelas. Dan bagi Mingyu, permintaan itu tentu saja terlalu manis untuk ia tolak.

Mingyu kembali menautkan bibirnya ke bibir tipis merah jambu yang ranum, lembut dan menggoda milik pria di hadapannya, ia memagutnya perlahan dan penuh hasrat. Sama halnya dengan Wonwoo, ia pun langsung membalas ciuman itu. Cumbuan mereka segera berubah lebih dalam dan semakin mesra. Lidah mereka saling bertautan, menyatu dengan seirama. Tak ada kata yang terucap di antara kedua pria dewasa itu. Hanya napas mereka yang saling menderu, detak jantung yang berpacu, dan desahan lembut yang tertahan di antara bibir yang seolah enggan berpisah.

Sedangkan di luar, langit malam pecah oleh dentuman kembang api sebagai musik latarnya. Cahaya warna-warni menari di balik jendela besar kamar itu. Tahun telah berganti. Namun di salah satu kamar suite hotel berbintang 5 itu, waktu seolah berhenti.

Jemari Mingyu mengusap sisi wajah Wonwoo, menyentuh rahangnya yang halus, turun perlahan ke tengkuk untuk menarik tubuh pria manis itu lebih dekat. Mereka masih bercumbu dalam diam, seakan tak perduli apa yang terjadi di luar, seolah semua tak ada yang lebih berarti dari ini.

Mingyu perlahan menghentikan ciumannya, menatap ke arah pria manis yang berada di hadapannya. Nafas Wonwoo terdengar berat, tersengal di antara jarak yang ia ciptakan. Dengan suara rendah, Mingyu berbisik, “Anything else you’re craving for, Kitty?

disini harusnya mingyu bantuin wonwoo keluar pertama kali, mainin sweet hole & titiwnya wonwoo sampe cum

Sudah lama rasanya Wonwoo tidak mendengar panggilan itu keluar dari bibir Mingyu, “Kitty.” Pet name yang dulu begitu sering terdengar saat mereka masih dekat, kini terasa asing tapi kembali hangat di telinganya. Ada sesuatu yang menggelitik di dadanya saat nama itu terucap, seolah membangunkan memori yang selama ini ia tinggalkan. Sama seperti Wonwoo sendiri, yang tanpa sadar terus memanggil pria di hadapannya itu dengan “Mas Mingyu.” Panggilan yang mengalir begitu aja malam ini, panggilan yang dulu selalu penuh rasa sayang.

Entah karena memang rindu yang pelan-pelan menggerus kewarasan Wonwoo atau memang pengaruh obat yang tak kunjung mereda, pria manis bermanik rubah itu mulai bergerak. Dengan tatapan matanya yang sayu, Wonwoo tak menjawab pertanyaan Mingyu secara langsung. Sebagai gantinya, kedua tangannya bergerak perlahan, menyampirkan sisi-sisi bajunya ke samping. Gerakannya lembut, namun menggoda. Belahan tinggi V-neck-nya pada model bajunya terbuka lebih lebar, seperti memberikan waktu untuk Mingyu nikmati. Kain hitam yang tadinya terjatuh rapi di dada pria manis itu kini tersibak, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, bahu mulus yang terbentuk sempurna, dan dada bidang yang semakin jelas terbentuk di balik sorotan lampu temaram kamar. Kulitnya tampak mulus, sedikit memerah dan berkilau karena lembabnya keringat, seakan memanggil Mingyu untuk menyentuhnya.

Touch me... here…” ucapnya menggoda, napasnya masih belum beraturan. Suaranya terdengar seperti permohonan manja dan samar. Mingyu menahan napas dalam, ia tahu Wonwoo tidak sepenuhnya sadar dengan apa yang ia ucapkan, pria manis itu masih di bawah pengaruh obat yang tak sengaja ia telan di acara pesta tadi. Tapi godaan dan sorot mata pria yang lebih muda itu terbuka, membuat segalanya terasa nyata.

“Di sini?” gumam Mingyu pelan, sebelum bibirnya mulai mencium perlahan garis leher jenjang Wonwoo, tepat di bawah telinganya. Kulit pria manis itu masih panas, beraroma samar dari parfum Lazy Sunday Morning dari Maison Martin Margiela favoritnya yang sudah bercampur dengan keringatnya, halus membius, dan membuat kepala Mingyu terasa ringan.

Bulu kuduk Wonwoo meremang saat bibir Mingyu perlahan turun ke perpotongan lehernya, hingga tulang selangkanya yang menonjol indah. Setiap helaan napas Mingyu yang hangat menyentuh kulitnya seperti menyetrumnya perlahan. Wonwoo mengerang lirih, napasnya makin berat dan tak teratur. Matanya setengah tertutup, menampilkan ekspresi menyerah yang begitu cantik, seolah membiarkan dirinya hanyut oleh setiap sentuhan-sentuhan dari bibir kenyal Mingyu.

Sambil terus menikmati collarbones Wonwoo yang menonjol indah, dengan jemari gendutnya yang tak tinggal diam, tangannya perlahan turun, mulai memainkan tonjolan kecil yang mulai mengeras di dada pria manis itu dengan gerakan menggoda, memutar, memilin dan menekan lembut hingga membuat tubuh Wonwoo sedikit melengkung.

Desahan lembut tertahan dari bibir Wonwoo, hampir terdengar keluar oleh sensasi yang menggulung di dadanya. Setiap sentuhan, setiap ciuman, terasa seperti himne yang menggetarkan tubuh-tubuhnya yang semakin sensitif.

Want me to suck on it?” gumam Mingyu dengan suaranya yang rendah di sela permainan mereka. Wonwoo hanya mengangguk pelan, memberikannya izin.

Dengan tanpa banyak berkata pria yang lebih tua itu perlahan menjilati nipples Wonwoo yang lainnya. “Hnghh... haa...” desahan nikmat keluar dari bibir Wonwoo hingga satu tangannya menekan kepala Mingyu agar menghisap tonjolan cokelat kemerah jambuan itu lebih dalam lagi. Pria yang lebih muda 10 tahun itu sudah sangat terangsang.

“Ahhh!” Wonwoo tersentak dan sedikit berteriak saat ia merasakan gigi Mingyu mengigit gemas putingnya. “Sakit, mas. Kenapa digigit?” suara manjanya yang keluar begitu spontan dan alami, menambah intensitas dari suasana yang semakin memanas.

Mingyu hanya tersenyum nakal, lalu perlahan membaringkan tubuh Wonwoo kembali ke ranjang. Punggung Wonwoo yang setengah terbuka menyentuh dada Mingyu yang masih berkemeja lengkap. Dengan lembut, Mingyu memeluk tubuh Wonwoo dari belakang, menikmati kehangatan kulit pria itu, dan sesekali mencium punggung putih bersih yang terbuka di hadapannya.

I thought you'd like that,” bisik Mingyu tepat di depan telinga Wonwoo, sementara wajah Wonwoo merona merah, seluruh tubuhnya bergidik geli. Ada kehangatan dan gairah yang tak bisa Wonwoo sembunyikan. “What did you eat that’s making you so sensitive like this, Kitty?” tanya Mingyu dengan suara rendah dan menggoda. Dengan lembut, tangannya mulai bergerak, membuka tali pinggang yang menghiasi celana Wonwoo, dan menariknya turun hingga ke lutut, menyisakan underwear thong tipis berwarna hitam, masih menutupi kejantanan Wonwoo yang sudah mengeras, sementara jemari Mingyu mulai mengelusnya, membelai perlahan dengan penuh rangsangan.

Wonwoo tak mampu menjawab, ia hanya bisa mengeluarkan napas berat, tubuhnya menggeliat sedikit menikmati sentuhan lembut Mingyu yang semakin membuatnya kehilangan kendali. Mata Wonwoo terpejam rapat, menghayati setiap gerakan tangan Mingyu yang semakin lama semakin intim.

Stop teasing me,” Wonwoo mengeluh dengan suaranya yang erotis, ada senyum puas yang mengembang di wajah Mingyu, menikmati setiap detik menggoda prianya yang sudah sangat bergairah dipelukannya. “Cepetan, Mas! You're driving me crazy!” lanjut Wonwoo sambil menggoyangkan pinggulnya, menggesekkan bongkahan pantatnya dengan kejantanan Mingyu yang mulai sesak di belakang sana.

I’m hard too, Kitty,” gumam Mingyu dengan suara rendah yang tak kalah bergairah, sambil dengan lembut membawa satu tangan Wonwoo untuk lebih dekat, merasakan kejantanannya yang menegang di balik celana bahan yang masih pria tinggi dan tampan itu gunakan.

Wonwoo membalikkan tubuhnya, merangkak pelan ke arah selatan tubuh Mingyu yang berbaring di sampingnya. Pria manis bermata rubah itu masih di bawah pengaruh obat yang membuat tubuhnya semakin panas dan sensitif. Setiap gerakannya dipenuhi gairah, namun tetap terlihat lembut, menggoda tanpa terburu-buru. Mata Mingyu mengikutinya, tak berkedip, seakan ingin merekam setiap inci dari apa yang akan dilakukan Wonwoo.

Tangannya yang lentik menyentuh dada bidang Mingyu, lalu naik ke leher, membuka dasi yang masih menggantung longgar di sana. Satu per satu, kancing kemeja Mingyu dilepas perlahan. Setelah dada dan perutnya terbuka, Wonwoo menunduk, mengecup kulit hangat itu dengan sentuhan centil dan genit. Tatapan matanya mengunci pada wajah Mingyu, seolah menggoda dan meminta izin dalam diam. Poni yang basah oleh keringat jatuh menutupi sebagian wajahnya, menambah siluet menggoda di bawah cahaya kamar yang remang.

Dengan perlahan, Wonwoo menanggalkan bagian bawah pakaian Mingyu, membebaskan kejantanan Mingyu yang hampir meledak. Pria manis itu menyentuh bagian paling sensitif dari tubuh Mingyu, lalu mengelusnya dengan gerakan lembut. “Hmm...” desah Wonwoo pelan, bergumam penuh kenikmatan ketika tangan lentiknya mulai memijat sembari menjilati puncak benda berurat panjang dan tebal yang menegang sempurna di hadapannya.

Wonwoo menunduk, ia membawa kehangatan dari mulutnya menyentuh bagian paling sensitif dari tubuh Mingyu. Rongga mulutnya menyambut dengan lembut kejantanan Mingyu yang panjang dan tebal, sementara lidahnya menari-nari memanjakan batang hingga ujung benda tak bertulang itu. Sedangjan di atas sana, Mingyu menggigit bibir bawahnya, napasnya memburu keenakan menikmati mulut kecil Wonwoo di antara selangkangannya. 'Jeon Wonwoo, this man… isn’t he a little too good at doing it?' pikirnya yang hampir tak percaya dengan kenikmatan dari lidah basah serta hangat saat Wonwoo memanjakan kejantanannya.

“Ngghhh...” Erangan Mingyu meluncur begitu saja dari tenggorokannya. Ia nyaris tak sanggup menahan gemuruh sensasi yang meledak di seluruh saraf tubuhnya. Setiap gerakan Wonwoo semakin terampil, semakin menggoda, jemari lentiknya ikut memanjakan testicles yang menggantung di antara pangkal paha Mingyu, memberikan tekanan halus yang membuat tubuh pria itu menegang, matanya terpejam, rahangnya mengeras, seolah ia berada di ambang batas kesadarannya sendiri.

Kitty,” erang Mingyu berbisik dengan suara terengah, tangannya bergerak menyentuh surai Wonwoo semakin basah oleh keringat. Ia membelai lembut surai gelap itu, lalu menekan kepala pria yang lebih muda itu agar hisapannya lebih dalam lagi, walaupun tidak dengan kasar, namun, hampir tersedak dibuatnya. Pinggul Mingyu ikut terdorong ke depan secara refelks, seolah ingin lebih dalam lagi, lebih lama, dan lagi.

Kitty... ngghh... aahh... lidah kamu... fuck!!” keluh Mingyu di sela desahannya. Tak butuh waktu lama hingga tubuhnya menegang sempurna, puncak dari kenikmatannya semakin mendekat.

I'm gonna— shit— nngghhh yeeess...” kata-katanya terpotong oleh erangan nikmat, hingga tubuh bagian bawah Mingyu menegang dan bergetar.

Wonwoo, seolah tahu Mingyu siap mengeluarkan putihnya, ia menghentikan aksinya di detik yang tepat. Ia mengangkat wajahnya perlahan, tersenyum manis dengan pipi memerah, dan membiarkan tangannya menyelesaikan sisanya dengan sentuhan lembut. Cairan hangat dan kental itu mengalir keluar, membasahi tangan Wonwoo dan bagian perut Mingyu, menyisakan napas berat dan dada yang naik turun cepat.

Tak menunggu lama, Mingyu menarik tubuh Wonwoo naik, memeluk erat pinggangnya dan melumat bibir pria itu dengan penuh rasa. Ciuman itu panas, namun juga penuh penghargaan, seolah ingin mengucapkan terima kasih lewat gesekan bibir dan tarikan napas.

Dengan tangan besar yang lembut, Mingyu merapikan surai Wonwoo yang acak-acakan karena keringat dan gairah, lalu bertanya dengan suara rendah yang masih berat karena sisa desah, “Siapa yang ngajarin kamu bisa nakal kayak gitu, hmm?”

Wonwoo hanya tersenyum, manis dan penuh percaya diri, lalu merebahkan diri santai di atas dada pria yang masih terengah. Tak ada jawaban, hanya senyuman yang cukup menjadi jawaban.

Mingyu mengelus punggung bawah Wonwoo dan bermain dengan benda sintal di bawah sana, mengelusnya, dan sesekali mengelus belahan bokong itu. “Hmmm—” lenguh Wonwoo pelan. Mendengar lenguhan itu, Mingyu segera membuka kedua bongkahan itu hingga merasakan lubang berkerut yang masih belum tersentuh olehnya hari ini. Wonwoo mengambil tangan kiri Mingyu, mengulum ketiga jari gemuk itu, seakan memberi Mingyu lampu hijau untuk menjamah lubangnya, bahkan kini Wonwoo sudah menunggingkan tubuhnya sedikit, memberikan akses kepada jari-jari Mingyu untuk menjamah tempat tersebut. Si dia mulai memasukkan satu jari tengahnya, mulai mengacak isinya perlahan dengan gestur masuk-keluar, tak lama 2 jari sudah berada di sana, Wonwoo mendesah berisik di atas dada Mingyu, sesuai dengan gerakan kedua jemari yang masih bersarang di dalam sana.

Wonwoo mendudukkan tubuhnya di atas tubuh besar pria di bawahnya, Mingyu mengikutinya tanpa melepas tautan mereka, kini Wonwoo sudah ada di lahunannya. Tanpa ragu Mingyu memasukkan jarinya yang ketiga, melakukan gestur memutar di dalam sana, memberikan kenikmatan untuk si dia yang kini ada di atasnya. Wonwoo melempar kepalanya ke belakang, memamerkan leher jenjangnya dengan dada yang membusung cantik, pemandangan yang paling Mingyu sukai, kulit putih yang sudah dihias dengan tanda kepemilikan punyanya yang kini sedang berada di atasnya menikmati jari yang mengacak lubang sempit di bawah sana.

“You know? You're so beautiful right now.” kata Mingyu, menjilati salah satu pucuk di dada Wonwoo yang sudah menegang.

“Ehhmppphh—” desahnya sembari mengulum bibir bawahnya.

“Jangan ditahan, sayang, I love your moans.” Kata Mingyu berbisik, masih memainkan lubang yang kini sudah berkedut dengan kejantanan Wonwoo yang sudah kembali terbangun, Mingyu memijatnya pelan yang membuat tubuh Wonwoo semakin menggelinjang nikmat. Rasa nikmatnya, membuat Wonwoo terbang ke langit ke tujuh kali ini, Mingyu benar-benar mengantarnya ke sana. Desahan-desahan sexy kekasihnya saat memanggil nama Mingyu mengisi kamar hotel itu, Mingyu yang mendengarnya bagaikan alunan melodi lagu erotis yang membuat kejantanannya kembali mengeras di bawah sana, darahnya yang berdesir seakan ingin membuat pria di atasnya lebih berantakan lagi dari ini.

“Gyuuhhh — nggh —” panggil Wonwoo dengan suara parau dan mata sayu penuh nafsu.

“Hmm?” jawab Mingyu.

“I want — hhh! — you inside — me —” kata Wonwoo terengah merasakan jari-jari Mingyu yang semakin mengacak lubangnya. Mingyu membawa tubuh ramping berdada lebar dengan perut sixpack yang sudah jadi itu ke sampingnya, dan ia membuka lebar kedua kaki Wonwoo dengan tangannya, membalurkan precum-nya yang keluar ke seluruh batang kepunyannya.

“Tahan ya, Sayang.” kata Mingyu, mengingatkan yang dibalas dengan anggukan dari Wonwoo dengan keringat yang mengalir dan nafas yang terengah-engah, siap menerima benda besar itu ke dalam lubangnya. Mingyu menggoyangkan miliknya di bagian luar lubang itu.

“Fuck, Kim Mingyu don't tease me! I want that thiiii — aaaaaaaaaanghhh!!” teriak Wonwoo sedikit merintih karena Mingyu tanpa aba-aba memasukkan seluruh kejantanannya yang melebihi ukuran normal itu ke dalam lubang Wonwoo. Wonwoo memukul paha Mingyu yang kini ada di antara paha miliknya.

“Sakit.” rengeknya.

“Sorry, Baby. Everytime you ask for more, I can't handle my self.” kata Mingyu, posisinya masih terdiam. “Kalau udah mau aku gerakin bilang ya.” lanjutnya, sedikit khawatir karena malam ini mereka tidak menggunakan lube.

“I want to kiss you.” rengek Wonwoo menjulurkan lidahnya, libidonya kini sudah kembali memuncak.

“Aku gerak tapi pelan-pelan ya?” tanya Mingyu yang dibalas anggukan lesu oleh Wonwoo yang masih merasakan sedikit perih di belakang bawah tubuhnya. Mingyu menggoyangkan pinggul perlahan dan memajukan tubuhnya untuk mendekat kepada sang pujaan hati. Wonwoo segera melumat bibir Mingyu dengan berantakan dengan lenguhan yang tenggelam di sana dan goyangan pinggang Mingyu yang samakin lama semakin berirama, tidak terlalu cepat, tapi tidak terlalu pelan. Namun, cukup.

Pria di bawah itu kini sudah ikut menggoyangkan pinggulnya, seakan membantu Mingyu memasukkan milikinya lebih dalam lagi.

“Damn! Yes, Hmmmph — Yaang — there — mppphhh — deeper!” pintanya. Mingyu menahan pinggul Wonwoo dan menghentakkan kepunyaannya sesuai dengan keinginan pria manis itu, hingga Wonwoo dan Mingyu kini sudah sama-sama terbang ke surga dunia, dengan mata sayu penuh nafsu, kulit mereka yang berkeringat saling bertemu hingga menciptakan bunyi-bunyi khas yang semakin membuat mereka menggila, racauan-racauan dan desahan-desahan nikmat yang keluar dari mulut mereka memenuhi ruangan itu.

Pria yang lebih muda itu mulai menyentuh salah satu pucuk dadanya yang menganggur — bermain di sana, sedangkan yang satu lagi sudah diinvasi Mingyu dan memainkannya dengan lihai, membuat Wonwoo semakin berantakan. Satu tangan Wonwoo lain sudah memijat kejantanannya yang kian penuh dan mulai berkedut lagi, ditambah lagi dengan hentakan Mingyu yang berkali-kali di titik prostatnya. Wonwoo sudah tidak bisa menahannya. Kaki Wonwoo bergetar hebat, seakan arwahnya akan keluar dari tubuhnya karena nikmat yang dia terima malam ini.

“I wanna — aaaah — nghhhh —” desahannya semakin kacau, belum selesai dia berkata putihnya sudah mencapai puncak dan mengenai perut sixpack miliknya dan sedikit mengenai Mingyu. “So — nghhh — ry.” katanya masih sulit berkata karena MIngyu masih bekerja di bawah sana.

“It's okay, Beautiful.” bisik Mingyu semakin menusukkan kejantanannya lebih dalam lagi dan semakin cepat, Wonwoo merasakan kejantanan di dalam lubangnya sudah terasa berkedut, semakin besar, memenuhi prostatnya. Mingyu menumbuknya semakin tak sabar, berantakan dan membuat kejantanan Wonwoo terasa ngilu.

“Kamu — ahhhh — shit sempit! — nggghh — cantik banget, cantik.” kata Mingyu ketika mendekati pelepasannya.

Tak lama erangan panjang yang keluar dari mulut Mingyu menandakan putihnya sudah keluar, mengisi penuh lubang Wonwoo dan menjatuhkan tubunnya tepat di sebelah kiri Wonwoo. Mingyu masih mengecupi seluruh wajah pria yang berada di kanannya dengan sayang, Wonwoo melingkarkan tangannya di bahu Mingyu agar dokter tampan itu menjadikan lengannya sebagai bantal, Mingyu mengecupi nipples Wonwoo yang kini masih menegang, berwarna kemerahan di sekitarnya

I’m really enjoying it, yess, nghhh—” lenguhnya, tubuhnya melengkung ketia merasakan satu tangan Mingyu yang bebas perlahan menyusuri sisi bagian bawah belakang tubuhnya. Satu jarinya bermain-main di sekitar bukaan mungil yang masih sempit itu, hanya menggoda, seolah menanyakan izin tanpa kata. Jemarinya bergerak pelan, tak terburu.

Seolah tau apa yang akan Mingyu lakukan, tubuh ramping Wonwoo tidak menolak, ia malah semakin merapatkan tubuhnya pada pria yang berada di belakangnya itu. Pria manis itu mengambil tangan Mingyu yang bermain di lubangnya, mengulum satu persatu jari gemuk itu hingga basah, dan membawa jemari itu kembali ke bawah sana, seakan meminta Mingyu untuk segera menjamah lubangnya.

Mata Wonwoo terbelalak dengan tubuhnya yang sedikit tersentak saat merasakan sentuhan baru yang asing namun familiar itu. Bibirnya terbuka, menahan napas ketika satu jari Mingyu sudah masuk menelusup ke lubang manisnya, perlahan bergerak dengan gestur memutar, lalu keluar-masuk di bawah sana. Wonwoo menggenggam sprei dengan erat, tubuhnya melengkung menyesuaikan sentuhan itu.

Look at you, Kitty, your cock’s hard, and your hole’s clenching so tight,” kata Mingyu menggoda. Tak ada jawaban, Wonwoo hanya melempar kepalanya ke belakang, memamerkan leher jenjangnya dengan dada yang membusung cantik, bahu putih lembab karena keringat, berada di pelukan Mingyu, sedang menikmati jari yang mengocok penis dan mengacak lubang sempitnya di bawah sana.

“Haa— Maass.. nghh— ” lenguh Wonwoo ketika pria yang lebih tua sudah menambahkan jarinya di bawah sana, dan memijat kejantanan Wonwoo lebih intense lagi, membuat pria yang sudah hanyut oleh nafsunya itu merasakan tubuhnya seperti sedang diserang rasa nikmat bertubi-tubi.


tw: mild substance use, drug, alcohol use.

Suara notifikasi dari ponsel-nya membuat Wonwoo menoleh ke arah benda pipih yang tergeletak manis di atas meja ruang tengah apartemennya. Pesan dari Jeonghan masuk, “Gue udah di bawah ya, Nu~” dengan cepat pria cantik bermanik rubah itu langsung meraih coat hitam polosnya yang tergeletak rapi di atas sofa.

“Gue berangkat ya, kak, nanti gue kabarin kalau udah di sana, lo juga kabarin gue kalau lo udah balik,” kata Wonwoo sembari menyampirkan coat hitamnya di lengan dan merapihkan pakaian wrap-style shirt dengan potongan deep V-neck yang menunjukkan bagian dada bidangnya yang putih mulus.

“Lo beneran ngga apa-apa, Nu? You sure you don’t need me to tag along?” tanya pria dengan rambut blonde yang sedari tadi membantu Wonwoo untuk siap-siap ke acara bergengsi tahunan salah satu majalah internasional dengan salah satu agency model ternama yang tak kalah besar dengan tempatnya bernaung.

I’m good, kak, ada Kak Han kok,” kata model pria tinggi semampai itu sambil mengecek sekali lagi penampilannya di cermin. Ia sudah tampan dengan blouse hitam berbahan jersey stretch hitam halus yang dipadukan dengan celana high-waist potongan jatuh berbahan senada. “Have fun with your boytoy, don’t let me stop you!” lanjut Wonwoo sembari membenahi letak kalung rantai perak tipis dengan liontin cantik yang menghiasi dadanya. Sebagai sentuhan akhir sebelum meninggalkan tempat tinggalnya, ia menyemprotkan parfum favorite-nya sebagai sentuhan terakhir di pergelangan tangan dan lehernya, detail kecil yang selalu membuatnya merasa lebih percaya diri.

Begitu pintu apartemennya tertutup, Wonwoo berjalan ke arah lift dengan langkah ringan, suara hak boots-nya bergema lembut di lantai marmer. Sesampai di lobi, matanya langsung menangkap sosok Yoon Jeonghan yang sudah berdiri di sisi mobil hitam mewah dengan blazer model klasik, dipadukan inner top hitam berkerah rendah, serta kalung rantai perak sebagai aksesori yang menambah kesan edgy dan celana bahan senada potongan lurus yang jatuh pas di tubuh rampingnya.

Jeonghan menyeringai begitu melihat Wonwoo mendekat. “Damn, Jeon Wonwoo! Are you going to the New Year’s party or trying to steal the spotlight? Cantik banget adek gue!” sapa Jeonghan seketika ketika melihat pria yang lebih muda darinya itu.

Wonwoo tersenyum manis sembari menatap Jeonghan, pria yang tak kalah cantiknya malam ini, “Makasih lho! You look gorgeous too,” jawab pria bermanik rubah itu sembari mencubit lengan Jeonghan. Lalu, mereka tertawa bersama.

Tak membuang waktu, mereka langsung masuk ke dalam mobil, dan sepanjang perjalanan ke Hotel Fairmont, kabin dipenuhi oleh aroma leather seat yang bercampur dengan wangi parfum mereka berdua—warm & musky. Jendela mobil memperlihatkan lampu-lampu kota yang mulai bersinar lebih terang malam ini, seolah ikut bersiap merayakan malam pergantian tahun.

“Lo jangan jauh-jauh dari gue, Seungkwan udah nagging ke gue dari kemaren to keep an eye on you,” kata Jeonghan memecahkan keheningan di dalam mobil mewah yang sedang membawa mereka.

Wonwoo menoleh dan menjawab, “Iya, kalian tuh bawel banget sih,” ujarnya sambil mengeluh.

***

Sesampainya di depan Fairmont, deretan mobil sudah memadati area drop-off, sementara lampu dari lobi memantulkan cahaya keemasan ke wajah para tamu yang turun satu per satu dengan glamor. Seorang petugas valet langsung membantu mereka dan saat Jeonghan beserta Wonwoo membuka pintu, sorot mata dari beberapa orang di sekitar langsung terarah ke dua pria tinggi semampai dengan wajah tampan tersebut.

Wonwoo turun dari mobil, membetulkan ujung blouse-nya dengan elegan, sedangkan di sisi lain, Jeonghan meraih pinggang ramping Wonwoo, mengajak pria yang lebih muda itu untuk berjalan beriringan masuk ke ballroom hotel yang megah.

Kilatan kamera langsung menyambut mereka. Hari masih sore, musik jazz modern mengalun dari sisi ruangan, dan para tamu, baik yang bekerja sebagai model, selebriti, fashion editor, bahkan beberapa CEO agensi dan perusahaan besar yang diberikan akses ke pesta tersebut, satu persatu mulai mingle dan bersosialisasi dengan tamu lainnya, begitupun dengan kedua model internasional terkenal milik Be Model — Wonwoo dan Jeonghan.

“Jeonghan, Wonwoo!” sapa salah satu tamu undangan dengan nada antusias, “You both look so stunning tonight.” lanjutnya, mereka hanya tersenyum dan membalasnya dengan sapaan ramah.

Wonwoo mulai berbincang ramah dengan beberapa orang yang berada di ballroom tersebut, sembari menikmati acara pergantian tahun.

Di tengah hingar-bingar pesta yang semakin padat, suara langkah sepatu pentofel menggema seiring dengan siluet pria bertubuh tinggi dan berwibawa yang masuk ke dalam ruangan. Kim Mingyu, seorang CEO muda yang dikenal karismatik dan menjadi sponsor dari beberapa nama besar di dunia modeling muncul dengan jas hitam beraksen satin yang terpotong sempurna mengikuti lekuk tubuhnya.

Di sampingnya, ada seorang wanita kecil yang dengan percaya diri masih menggenggam lengannya, Lee Ji Eun— salah satu model papan atas dari Ellite Agency— menyelenggarakan acara malam itu. Gaunnya berkilau, rambutnya disanggul modern rapi, dan senyumnya yang dibuat manis, seolah ia sudah dapat memprediksikan bahwa kehadirannya bersama dengan Kim Mingyu akan menarik perhatian semua mata yang berada di ballroom tersebut, termasuk satu orang yang sedang menatap ke arah mereka dari kejauhan.

Wonwoo berhenti sejenak. Gelas champagne di tangannya terasa lebih berat dari sebelumya. Tatapannya menajam ke arah pria yang baru saja melewati red carpet dan mulai menyapa beberapa orang dengan posisi yang tidak main-main dari berbagai profesi. Namun, dibandingkan dengan memilih tersenyum, Wonwoo hanya menatap seolah-olah acuh, walaupun ia menyimpan berbagai pertanyaan.

'Kok dia ada di sini sih? Dan kenapa dia bisa-bisanya dateng sama Lee Ji Eun?' rengek Wonwoo dalam hati.

Sesuai dengan informasi dari asisten pribadinya, Mingyu sudah tahu kalau ia akan bertemu dengan pria yang sudah 2 bulan tak ia jumpai. Sang CEO masih tetap terdiam saat mata mereka sudah saling mengunci, membeku sejenak di tengah keramaian, seolah lupa bahwa Lee Ji Eun masih menggantungkan lengannya di sisi tubuhnya sambil berbincang dengan tamu lainnya. Di antara Mingyu dan Wonwoo, tak ada satupun dari mereka yang ingin saling menyapa.

Seolah seluruh ballroom dan isinya meredup, hanya menyisakan dua titik cahaya, satu pria berdiri di sisi panggung dengan senyum yang perlahan mulai memudar, dan satu pria lainnya masih berdiri di tengah pesta, menyembunyikan rasa kecewa di balik ekspresinya yang terlihat datar.

Yoon Jeonghan yang menyadari perubahan ekspresi sahabatnya, perlahan mencondongkan tubuhnya, berbisik lembut, “Do you want to leave?

Wonwoo menggeleng pelan, “No, biarin aja,” jawabnya dengan nada seolah ia tidak peduli dengan apa yang sedang ia lihat.

***

Malam semakin meninggi. Musik jazz modern yang sudah berjam-jam mengalun mulai berganti lebih bersemangat, sorot lampu yang awalnya sedikit redup, kini sudah berganti-gantian membanjiri ruangan dengan warna emas, ungu, dan biru yang silih berganti. Ini adalah New Year’s Eve party yang sebenarnya, terlihat dari para tamu yang mulai menari, tertawa, bersulang, dan berdansa seakan malam itu tak akan pernah usai.

Wonwoo masih berdiri di sana, seorang diri, berada di tengah gemerlap pesta dengan gelas champagne entah yang keberapa, jiwanya sudah mulai terasa menjauh perlahan.

Yoon Jeonghan yang datang ke acara bersamanya, entah berada di mana. Mungkin sedang berbincang-bincang dengan rekan lainnya, atau sekadar mencari udara segar di luar ballroom, sehingga untuk pertama kalinya di malam itu, Wonwoo benar-benar sendiri, walaupun sesekali beberapa tamu mengajaknya berbincang walau hanya selintas lalu dan berbasa-basi.

Ia meneguk habis sisa minuman dari gelas yang sedang ia genggam. Mungkin terlalu cepat, atau mungkin terlalu manis. Tapi ada rasa hangat yang mulai menjalar di tubuhnya, naik dari dada ke wajahnya, lalu perlahan ke tubuhnya, dan pangkal paha. Keringat mulai mengalir di kening dan tengkuknya, padahal AC ruangan masih menyala, sama seperti sebelumnya. Napasnya mulai memburu, detak jantungnya semakin kencang, dan kulitnya yang lembut terasa lebih sensitif pada setiap sentuhan, bahkan kain bajunya sendiri terasa seperti sentuhan kasar yang menggelitik seluruh syarafnya.

Ia mengedip pelan, mencoba menstabilkan pandangannya yang mulai kabur. Wonwoo merasa ada yang salah pada tubuhnya, tapi ia tidak tahu apa dan bagian yang mana.

Tubuhnya bergetar, dadanya naik-turun tak beraturan, dan Wonwoo bisa merasakan gairahnya yang tiba-tiba muncul seolah sedang heat dan sangat sulit ia dikendalikan. Langkahnya mulai limbung, dan satu-satunya hal yang ia pikirkan saat itu hanyalah, ia harus segera keluar dari sana.

Dengan tubuh yang sedikit terhuyung, ia berjalan meninggalkan ballroom, berjalan menuju kamar mandi terdekat dengan tangan yang gemetar. Begitu ia sampai di salah satu bilik kamar mandi dengan pintu yang sudah tertutup, Wonwoo langsung terjatuh berlutut, menunduk, mencoba mengatur napasnya yang tersenggal dan tubuhnya yang tak memberinya waktu.

'Haa... why is my body so hot all of sudden?' Wonwoo merintih sembari menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan desahan yang hampir lolos dari tenggorokannya. Tangan kirinya mencengkeram lengan kanannya, tubuhnya membungkuk, keringat menetes dari dagunya ke marmer putih di bawahnya.

Sedangkan seseorang yang sedari tadi sudah memperhatikan tindak-tanduk Wonwoo yang terlihat sedikit janggal, berjalan, mengikuti pria cantik itu dan menyusul, merangsak masuk ke dalam kamar mandi.

Please...” Wonwoo merintih meminta tolong saat ia mendengar pintu kamar mandi yang tertutup bersamaan dengan sensasi yang mengalir liar di tubuhnya semakin menjadi. “Somebody, please...” lanjutnya dengan rintihan yang semakin lama semakin lirih.

Pria dengan postur tinggi, tegap, dan wajah tampan yang sedari tadi memperhatikan Wonwoo itu langsung mendobrak salah satu pintu bilik kamar mandi saat mendengar suara lirih minta tolong yang semakin lama semakin melemah dari dalam.

“Wonwoo!!” panggil pria itu yang terdengar berat, nyaris seperti bentakan karena panik, bukan sebuah panggilan.

Pria yang tampak lebih tua itu segera merengkuh tubuh Wonwoo yang masih berlutut di lantai. Lengannya yang kekar menahan tubuh pria bermanik rubah itu, memeluknya erat agar tidak limbung.

Wonwoo menatap wajah pria itu lemah, dan di lubuk hatinya yang terdalam ia merasa sangat lega melihat wajah tampan pria yang sudah sangat ia hafal. Napasnya masih terengah, “Mas Mingyu...” bisiknya pelan saat mata mereka bertemu. Matanya terlihat basah, berkabut, seperti sedang berusaha untuk kembali fokus. “Badan aku… aneh, Mas... Nghh...” kalimatnya tersenggal dengan tubuhnya yang meringkuk lebih dekat kepada pria yang ia panggil 'Mas Mingyu' itu, hampir seperti ingin menempel sepenuhnya ke dada pria itu.

Mingyu menelan ludahnya, rahangnya menegang saat ia memeluk Wonwoo lebih erat. Degup jantung pria yang lebih muda itu terdengar begitu keras, seakan berpacu dengan miliknya sendiri. Napas Wonwoo kini mulai melesat tidak teratur, dan desahannya—walau lirih—terasa penuh dengan hasrat.

“Ssst, Wonwoo… look at me,” bisik Mingyu, mencoba menenangkan. Tapi di dalam dirinya sendiri, ia pun mulai panik. Ia belum pernah melihat Wonwoo seperti ini, seakan tubuhnya tidak sedang bereaksi secara alami.

Jari-jari Wonwoo mencengkeram kerah kemeja Mingyu, tubuhnya mulai bergetar ringan, “Mas...” panggilnya lagi, kali ini lebih tercekik, dengan mata setengah tertutup, “Help me, I'm scared.”

Mingyu menatap wajah Wonwoo dengan seksama, kulit yang biasanya terlihat pucat itu kini tampak memerah, bibirnya sedikit terbuka, basah dan gemetar. Napasnya semakin memburu.

Ada sesuatu yang aneh, Mingyu sangat tahu pria yang berada di rengkuhannya ini bukanlah orang yang akan mabuk di tempat umum, apalagi di acara penting seperti malam ini.

Dengan gerakan pelan nan sigap, Mingyu menyandarkan tubuh Wonwoo ke sisi bilik. Ia memastikan pria itu bisa bersandar dengan nyaman, lalu membuka jas bermerek yang ia kenakan malam itu dan menyampirkannya ke tubuh Wonwoo, merapatkannya hingga menutupi kepala dan sebagian wajahnya.

“Saya akan bawa kamu keluar dari sini,” gumamnya.

Setelah memastikan Wonwoo cukup tertutupi dan tak menarik perhatian, Mingyu menyandarkan tubuh tinggi itu ke dadanya. Kedua lengannya dengan mudah mengangkat tubuh Wonwoo yang kini benar-benar terkulai lemah di pelukannya. Mingyu melangkah keluar dari kamar mandi dengan Wonwoo berada di gendongannya, berharap tak ada siapapun yang melihat kondisi pria muda dipelukannya.

Beberapa detik kemudian, pintu lift terbuka dan Mingyu membawa Wonwoo naik ke lantai atas, ke salah satu kamar yang memang telah dipesankan oleh asisten pribadinya.


tw: kissing, french kiss, naughty thoughts.

Setelah menikmati makan siang yang disiapkan oleh Mingyu dan berbagi cerita ringan, suasana di ruang makan berubah menjadi lebih serius. Wonwoo dan Mingyu kini duduk berhadapan, meja makan sudah dipenuhi oleh buku-buku, modul, dan jurnal yang semua sudah disiapkan Mingyu untuk membantu mahasiswa bimbingannya tersebut agar dapat menyelesaikan skripsinya. Mingyu sudah menggunakan kacamatanya saat menatap layar laptop Wonwoo, memeriksa abstrak dan bab pendahuluan yang ditulis terburu-buru oleh pria muda itu pagi tadi. Sementara itu, Wonwoo memegang salah satu jurnal yang berada di hadapannya, membolak-balikkan halaman demi halaman, meski sesekali pandangannya teralih ke arah Mingyu, mengamati sang dosen yang masih fokus pada layar di depannya.

Sejenak, mata mereka bertemu dalam hening yang menyelimuti ruangan. Mingyu tersenyum kecil dan dengan nada menggoda bertanya, “Why, Wonwoo? Is there something strange about my face?

Wonwoo terkejut, wajahnya memerah. “Eh? No… nothing strange, Prof,” jawabnya dengan nada gugup, berusaha mengalihkan pandangannya kembali ke jurnal.

Mingyu tak bisa menahan senyum yang perlahan merekah di sudut bibirnya, memperlihatkan gigi taringnya yang mengintip. Senyum itu muncul saat ia menyaksikan reaksi manis Wonwoo yang sedikit canggung. Kontras yang terlihat antara yang ditunjukkan Wonwoo saat ini dengan pria cantik yang beberapa saat jam lalu bertukar kalimat-kalimat nakal melalui akun anonim.

Tak lama kemudian, Mingyu memecah kesunyian di antara mereka yang sejak tadi hanya diisi oleh suara ketikan lembut keyboard yang dimainkan oleh jemarinya dan gemerisik halus halaman kertas yang terus dibolak-balik oleh Wonwoo.

“Saya sudah memberi notes untuk beberapa bagian pendahuluan yang perlu kamu revisi. Coba cek lagi dan perbaiki,” kata Mingyu sambil mengulurkan laptop Wonwoo ke arah sang pemilik. Wonwoo menerima benda pipih itu, masih berusaha untuk tenang di antara kegugupannya.

“Sudah menemukan jurnal yang cocok untuk tinjauan pustaka kamu? Atau masih bingung, Wonwoo?” tanya Mingyu, memandang Wonwoo yang menunduk, matanya tertuju pada layar laptop-nya, namun pikirannya tampak melayang jauh entah kemana.

Mingyu memperhatikan Wonwoo yang diam, dan dengan nada menggoda ia berkata, “Or would you prefer to discuss this while sitting on my lap?” Suaranya lembut namun jelas, menggema di ruang makan yang hanya berisi mereka berdua.

Pria yang lebih tua itu menggeser kursinya sedikit ke belakang dan menepuk pahanya, senyum nakal menghiasi wajahnya. Wonwoo membeku, napasnya tercekat. Jantungnya berdegup keras mendengar tawaran yang tak terduga itu. Kalimat itu terasa akrab, karena Wonwoo tahu betul bahwa frasa tersebut sering mengisi fantasinya yang hanya ia sampaikan kepada seorang pria anonim yang sudah menjadi teman sexting-nya beberapa minggu belakangan ini di DM Twitter.

'How could Prof. Mingyu say something that only Daddy and I know?' tanya Wonwoo dalam hatinya penuh dengan tanda tanya.

Wonwoo menelan ludah, matanya terpaku pada Mingyu yang masih tersenyum jahil. “Gimana, Prof?” tanyanya, berusaha terdengar santai meski dalam hatinya masih terkejut mendengar apa yang dosen pembimbingnya itu katakan.

“Kenapa? I thought it was a pretty normal question, no? I’ve seen Soo Hyuk have his mentee sitting on his lap during a counseling session before,” jawab Mingyu dengan santai sambil senyum jahil, senyum yang membuat Wonwoo semakin bingung. “Kamu ngga mau juga kayak mereka?” tanya Mingyu lagi, senyumnya tetap sama, masih menggoda Wonwoo.

“Oooh,” kata Wonwoo cepat, seolah merasa lega bahwa Mingyu bukanlah pria yang sama dengan yang sedang ia fikirkan. “Thanks for the offer, Prof, tapi saya duduk di sini aja,” lanjutnya, mencoba mengalihkan perhatiannya kembali ke laptop dengan tak mengindahkan bercandaan dosennya itu.

Mingyu hanya tersenyum mendengar jawaban Wonwoo, tatapannya penuh rasa puas yang samar. Wonwoo kembali terdiam, memikirkan betapa mudahnya ia akan pindah tempat duduk jika saja yang meminta adalah ‘daddy’ —pria anonim dari DM twitternya—sebuah imajinasi yang sering mengisi fantasinya. Namun sekarang, di hadapannya adalah Mingyu, dosen pembimbing yang selalu membuatnya merasa canggung, Wonwoo hanya bisa duduk diam, berusaha menyembunyikan jantungnya yang tiba-tiba berdebar tak karuan saat bayangan ’daddy’ itu datang sekelebat.

“Haha I thought you wanted it too,” kata Mingyu menegaskan seolah ia bisa membaca fikiran mahasiswanya itu. “Forget it kalau kamu ngga mau, we can just discuss things the usual way,” lanjut professor muda itu lagi dengan santai.

Wonwoo sedikit bingung dengan kalimat Mingyu, namun, ia mencoba untuk kembali fokus pada google docs yang sudah terbuka di hadapannya. Ia berusaha keras untuk tetap berperilaku seperti biasa, meski wajahnya tidak bisa menyembunyikannya.

Mingyu, di sisi lain, tampaknya menikmati kecanggungan di antara mereka. Ia menopangkan tangan di bawah dagu dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari Wonwoo. Ada sesuatu dalam tatapan Mingyu yang sulit untuk Wonwoo artikan, membuat pria manis itu agak bingung harus bersikap seperti apa.

“Kalau begitu, kamu selesaikan dulu bab 1-nya, Wonwoo, sementara saya akan mengerjakan pekerjaan saya yang belum selesai,” kata Mingyu, berusaha mengembalikan situasi di ruangan tersebut sambil tetap memberikan senyumnya yang menggoda.

Wonwoo mengangguk. “Baik, Prof,” jawab pria cantik itu dengan suara pelan.

Tak lama, Mingyu bangkit dari kursinya dengan gerakan yang tenang, seolah ingin mencairkan suasana yang sedikit kaku di antara mereka. “I’m going to make a drink,” katanya ringan, memecahkan keheningan di ruangan itu sambil melangkah ke arah dapur. “Tea or coffee, Wonwoo?” tanyanya sambil berbalik sebentar, memandang Wonwoo masih dengan senyumnya.

“Kopi boleh, Prof,” jawab Wonwoo pelan, suaranya lembut, hampir seperti bisikan ditelinga Mingyu.

Pria yang lebih tua itu hanya mengangguk dan berbalik lagi, langkahnya ringan saat ia menuju dapur. Wonwoo menghela napas panjang, mencoba memusatkan kembali perhatiannya pada revisi bab pendahuluan di laptopnya. Namun, keheningan di ruang makan, yang hanya diisi oleh suara lembut dari dapur—bunyi panci dan cangkir—malah membuat pikirannya semakin tak beraturan.

Wonwoo sesekali mencuri pandang ke arah Mingyu yang terlihat begitu tenang, berdiri di dapur dengan gerakan cekatan saat membuat minuman untuk mereka. Ada sesuatu yang begitu memikat dari sosok dosen pembimbingnya itu—dari bentuk tubuhnya yanh bagus, wajahnya yang tampan, kulit sawo matang yang terawat, kemudian bagaimana caranya bicara, senyumnya yang menggoda namun penuh teka-teki, tatapannya yang seolah selalu bisa membaca pikiran Wonwoo, membuat jantung Wonwoo semakin deg-degan.

The more Wonwoo thought about Mingyu, the more daddy's image appeared, as if Mingyu were his daddy.

Sedangkan, Mingyu tampak menikmati setiap momen kecil bersama Wonwoo yang mereka habiskan bersama di unit apartemennya. Sesekali, ia mencuri pandang ke arah Wonwoo, dan ketika mata mereka bertemu, Mingyu hanya tersenyum manis, memamerkan gigi taringnya yang memikat, seperti ada sesuatu yang Wonwoo tak bisa benar-benar definisikan, tapi membuat wajahnya terasa panas.

Akhirnya, Mingyu kembali ke meja dengan dua cangkir kopi di tangannya. Dia meletakkan salah satu cangkir di depan Wonwoo, “Here you go,” katanya dengan suara lembut, tatapannya penuh perhatian saat beradu mata dengan Wonwoo. “I hope this eases you up a little. You seem so tense, Wonwoo,” lanjutnya, mengelus lembut bahu Wonwoo sebelum kembali ke kursinya.

Wonwoo mengangguk, tersenyum kecil meski rasa gugup masih terasa di hatinya. “Terima kasih, Prof,” jawabnya, lalu kembali mengetik perlahan, memastikan setiap kata tertulis dengan benar sesuai catatan yang diberikan Mingyu. Sesekali, ia melirik ke arah Mingyu yang juga sedang sibuk melanjutkan pekerjaannya di seberangnya, sambil sesekali menyesap kopi dengan ekspresi yang tampak tenang, namun manik elang tajamnya tetap memperhatikan Wonwoo.

Setelah beberapa saat, Wonwoo menyelesaikan revisinya. Mingyu segera bangkit dari kursinya dan berpindah untuk duduk di samping pria muda itu. Ia menarik kursi lebih dekat, tubuhnya yang kekar kini hampir menyatu dengan tubuh Wonwoo. Dengan satu tangan yang ia letakkan di belakang bagian tubuh pria muda itu dan tangan lainnya berada di atas meja, sibuk menekan keyboard laptop di hadapannya, tak ada ruang yang tersisa di antara mereka. Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci, sangat dekat hingga Wonwoo bisa merasakan hangatnya napas Mingyu yang menyapu lembut pipinya.

Wonwoo menelan ludah, merasa jantungnya berdegup kencang, mencoba mengabaikan rasa hangat yang semakin menyergap kulitnya. Entah mengapa, ia hanya terpaku, tak mencoba menghindar dan hanyut dengan wangi musky dari parfum yang menempel pada kulit sang dosen pembimbing.

Manik elang Mingyu menyusuri setiap kata di bab pendahuluan yang baru saja direvisi oleh Wonwoo dengan konsentrasi. Sementara itu, pria cantik berkacamata itu menunggu dengan gugup, menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, merasakan jantungnya berdegup kencang di dekat sang dosen pembimbing.

Momen keheningan itu terasa begitu intens sampai Mingyu mengangguk pelan, senyum lembut merekah di wajahnya. “Good job, Wonwoo,” bisiknya, tangannya yang berada di belakang tubuh Wonwoo terangkat, mengelus lembut punggung sang pria manis. Sentuhan itu tampak begitu alami, refleks yang dilakukan tanpa berpikir, namun seketika membuat tubuh Wonwoo menegang. “Kamu sudah mengemas latar belakang penelitiannya dengan sangat baik,” lanjut Mingyu, lengannya sudah melingkari bahu Wonwoo yang lebar, masih mengelusnya, seolah menghargai setiap usaha yang pria muda itu lakukan.

Wonwoo felt his cheeks flush, his face warm, melting into Mingyu's embrace.

Napas Wonwoo tercekat saat mata mereka kembali bertemu, Mingyu menatapnya begitu dalam, menatapnya lurus dengan intensitas yang membuat jantungnya berdegup kencang, tak beraturan. Dia bisa merasakan hangatnya napas Mingyu yang begitu dekat, dan itu membuatnya tak mampu berfikir panjang, karena saat ini Wonwoo tak ingin menyudahinya.

Satu tangan Mingyu membawa wajah Wonwoo lebih mendekat ke arahnya, dengan jari-jarinya yang merapikan surai merah kecoklatan pria cantik berkacamata itu. Mata dan jemari Mingyu menelusuri manik rubah Wonwoo, lalu beralih ke bibirnya yang sedikit terbuka, seolah meminta izin kepada sang pemilik untuk dapat menciumnya. Wonwoo tak berkutik seolah tersihir. Kini mereka dapat saling merasakan napas masing-masing, dengan bibir yang hanya berjarak beberapa inci, dan tanpa sadar, Wonwoo sudah memejamkan matanya, merasakan setiap sentuhan jemari dosen pembimbingnya itu dengan jantungnya berdentam, seakan menunggu bibir hangat Mingyu menyentuh ranumnya.

Namun, tepat ketika jarak di antara mereka hampir hilang, Mingyu tiba-tiba menghentikan gerakannya. Profesor muda itu tampak menahan dirinya yang tak kalah terbuai oleh pria cantik di rengkuhannya. Mingyu menarik napasnya dalam, tersadar akan apa yang hampir dilakukannya, ia menegakkan kembali tubunya, sedikit mundur, dan mengelus lembut rahang Wonwoo.

Wonwoo felt a pang of disappointment; he should have been able to feel the warmth of Mingyu's mouth and their lips intertwined.

Mingyu berdeham pelan, mencoba mengabaikan keintiman yang baru saja terjadi di antara mereka. “Alright, let’s get back to focusing on your thesis,” katanya dengan nada tegas, meski sedikit bergetar. Ia meraih salah satu jurnal yang tergeletak di meja depannya, berusaha memecah suasana yang kembali agak canggung. “Bab dua, tinjauan pustaka,” lanjutnya, berusaha membawa kembali fokus ke diskusi yang semestinya.

Mingyu dapat melihat wajah Wonwoo yang sedang menahan rasa kecewa, namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan melanjutkan percakapan seperti biasanya. Begitupun dengan Wonwoo.

Yang Wonwoo tidak tahu adalah Mingyu sedang berusaha keras mengalihkan pikirannya kembali ke topik skripsi, walaupun sulit baginya untuk menyingkirkan bayangan bibir ranum Wonwoo yang tampak begitu menggodanya. Bibir yang sama dengan pria yang ia sering bayangkan di balik masker kucing milik seorang pria manis anonim bernama BJ Babycatpussy. Hati Mingyu berdebar cepat, pikirannya bergejolak.

Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang semakin liar setiap kali pandangannya jatuh pada wajah Wonwoo yang terlihat sangat sexy sore itu. Mingyu dapat membayangkan wajah horny pria muda di hadapannya setiap kali mereka sexting, dengan desahannya yang ia kirim tadi pagi kembali menggema di gendang telinga Mingyu. Membuat ada sesuatu yang bangun secara perlahan dari tubuhnya.

Dan yang Mingyu tak sadari adalah Wonwoo juga mencoba kembali fokus saat ia menunjukkan beberapa jurnal yang akan digunakan untuk skripsinya. Namun, pikirannya Mingyu mulai melayang. Ia sudah membayangkan tangannya bergerak perlahan mengelus paha Wonwoo hingga ke pangkalnya, meraba lembut menggoda bagian selangkangan pria itu dari balik celana bahan yang ia gunakan, mengecup bibir pria cantik itu, lalu turun ke bagian jenjang lehernya sambil menanggalkan satu per satu pakaian yang dikenakannya, memperlihatkan tubuh yang selama ini hanya bisa ia lihat melalui layar komputernya saat menyaksikan live streaming dari BJ favoritnya — Babycatpussy. Ia membayangkan merasakan kehangatan kulit Wonwoo, aroma lembut tubuhnya, membiarkan dirinya larut di sana.

Bayangan itu terasa semakin nyata saat Mingyu membayangkan bibirnya mengecup bibir tipis Wonwoo dengan lembut, lalu semakin dalam, semakin penuh gairah. Membawa pria muda itu ke pangkuannya, mengeksplorasi dan memanjakan setiap bagian sensitive-nya, mendengar Wonwoo mendesah di telinganya saat dia menjelajahi setiap bagian tubuh indahnya, membuatnya menggeliat di atas paha Mingyu yang kekar.

Mingyu tersentak kembali ke realitas, menggelengkan kepalanya sedikit, mencoba mengusir bayangan-bayangan sensual yang memenuhi benaknya saat Wonwoo menyentuh lengannya lembut, memanggil namanya beberapa kali.

“Prof? Are you okay?” tanya Wonwoo tanpa mengetahui apa yang sedang Mingyu pikirkan tentang dirinya.

“Oh, sorry,” ucapnya sambil berdeham, mencoba menormalkan suaranya yang sedikit lebih dalam dan berat dari biasanya. “Jadi, jurnal mana yang menurut kamu paling relevan untuk dasar teori di Bab 2, Wonwoo?” tanyanya saat akal sehatnya perlahan kembali.

Wonwoo masih merasa sedikit canggung, mencoba menjawab pertanyaan dosen pembimbingnya dengan yakin. Namun, di dalam benaknya, bayangan bibir Mingyu yang hampir menyentuhnya tadi terus menghantuinya, membuat bulu halusnya bergidik. Ada sesuatu yang berbeda dari tatapan Mingyu, sesuatu yang tak bisa ia artikan, tetapi yang diam-diam ia inginkan.

Pria manis yang lebih muda itu tak mampu menahan diri untuk tidak membayangkan bagaimana rasanya jika Mingyu benar-benar menciumnya, merasakan sentuhan tangan Mingyu lebih dari sekadar elusan singkat pada pundak, bahu, dan rahangnya tadi. Ia ingin tahu sebesar apa milik Mingyu, apakah sebesar milik ‘daddy’-nya? ia juga ingin melihat tubuh Mingyu yang kekar, apakah seindah tubuh sang ‘daddy’? Wonwoo membayangkan dengan nakal tubuh Mingyu yang menekan badannya, mencoba mengaudiokan suara Mingyu yang mendesahkan namanya saat pria yang lebih tua itu kehilangan kendali. Pikiran itu membuat darahnya mengalir lebih cepat, wajahnya memerah, napasnya tertahan, vagina-nya terasa mulai membasahi pantieliners yang ia gunakan.

Mingyu, sadar akan kecanggungan yang melingkupi ruangan itu, mencoba memusatkan kembali pembicaraan mereka. “Jadi, jurnal apa saja yang paling cocok, Wonwoo?” tanyanya sekali lagi, membuyarkan lamunan Wonwoo.

Wonwoo, dengan jantung yang masih berdebar kencang, berusaha mengontrol dirinya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Mingyu dengan lebih percaya diri. Mingyu mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan pria manis di sampingnya dengan saksama. Pandangannya tak lepas dari wajah Wonwoo, memperhatikan setiap gerakan dan ekspresi menggemaskan yang muncul. Sesekali, Mingyu memberi komentar atau pertanyaan tambahan, membimbing Wonwoo untuk menggali lebih dalam argumen-argumennya.

Meskipun suasana di ruangan itu perlahan kembali terasa normal, namun, pikiran Mingyu terus dihantui bayangan Wonwoo yang berada di pangkuannya dengan jemari gendutnya yang sedang memanjakan bagian intim pria cantik itu yang basah oleh jarinya, tubuh mereka yang saling menyatu dan napas yang semakin memburu. Sementara Wonwoo berusaha keras untuk tetap fokus pada diskusi, walaupun bayangannya terus melayang-layang nakal, membayangkan bagaimana rasanya jika sang dosen pembimbing benar-benar mulai menjelajahi setiap bagian tubuhnya yang mulus, seperti yang ia bayangkan saat bermain dengan sang ’daddy’. Sehingga, bayangan antara 'daddy'-nya dan dosen pembimbingnya itu tercampur menjadi satu, menciptakan bayangan yang semakin abstrak namun erotis.

Namun, keduanya tetap berusaha menjaga kendali. Meski pikiran masing-masing melayang ke arah yang tak seharusnya, diskusi mereka tetap berjalan lancar.

Oh, it’s already 6 PM,” kata Wonwoo, melirik jam di tangannya yang menunjukkan pukul 6 sore. “Kayaknya ini waktunya saya untuk pulang dan menyelesaikan Bab 2 di rumah, Prof,” tambahnya, menyadari bahwa waktu telah berlalu lebih cepat dari yang ia kira. Mingyu mengangguk pelan, meskipun hatinya enggan melepas kehadiran pria manis itu.

Setelah bersiap-siap, Wonwoo melangkah menuju pintu unit apartemen Mingyu, diikuti oleh Mingyu yang mengantarkannya hingga ke depan pintu utama. Wonwoo, yang sudah mengenakan sandal yang ia gunakan tadi, berbalik ke arah Mingyu. “Terima kasih banyak, Prof. This is really helping me out,” ucapnya dengan nada lembut.

Mingyu yang kini sudah berada di hadapan sang mahasiswa bimbingannya itu hanya tersenyum, “Sama-sama, Wonwoo. Don’t hesitate to reach me out if you need to discuss anything,” kata Mingyu yang dibalas anggukan penuh rasa terima kasih oleh Wonwoo.

Tatapan mereka masih bertemu, dan hati Wonwoo bergetar, ia seolah tidak ingin sesi bimbingan mereka berakhir hanya seperti ini. Ada sesuatu dalam tatapan Mingyu yang menariknya lebih dekat. Tanpa sepenuhnya menyadari tindakannya, Wonwoo meletakkan tas laptop dan bukunya sembarang. Lalu dengan impulsif dan tanpa aba-aba, pria cantik itu membuka kacamatanya membuangnya entah kemana, dan menarik kerah t-shirt Mingyu agar mendekat ke arahnya, mengikis jarak di antara mereka, serta menyatukan bibirnya dengan ranum dosen pembimbingnya itu.

Mingyu awalnya terkejut, matanya membelalak, namun tak perlu waktu yang lama, ia mulai membalas ciuman tersebut, kegiatan yang sebenarnya sangat ingin ia lakukan dengan pria yang lebih muda di hadapannya itu sedari tadi. Cumbuan mereka semakin dalam saat satu tangan Mingyu dengan lembut memegang rahang Wonwoo, sementara tangan lainnya memeluk pinggang ramping sang mahasiswa. Wonwoo membalas dengan melingkarkan kedua tangannya di leher Mingyu, saat dosen itu perlahan mendorongnya lembut ke belakang pintu utama apartemen tersebut. Kedua sejoli itu memaksimalkan kedekatan mereka dalam lumatan-lumatan penuh gairah, hingga lidah mereka saling beratut, dan bertukar saliva, desahan lembut keluar dari bibir tipis pria cantik yang kini berada direngkuhan Mingyu.

“Mhhh…” desahan manja Wonwoo terdengar saat ia menepuk lembut bahu pria yang lebih tua 15 tahun darinya itu, lalu melepaskan ciuman mereka dengan lembut. Napas mereka masih terengah, dan wajah mereka berdua sudah merah merona.

Setelah kembali ke kesadaran di tengah tarikan napasnya yang berat, Wonwoo mendorong tubuh Mingyu untuk mundur perlahan, ia langsung meraih barang-barangnya dengan tangan yang bergetar, dan melangkah cepat keluar dari unit apartemen Mingyu. Perasaannya campur aduk antara malu, cemas, dan bingung. Entah apa yang ia pikirkan saat menginisiasi ciuman itu.

Mingyu masih berdiri di tempatnya, mencoba mengumpulkan pikirannya yang mengawang. “Wonwoo, tung…” kalimatnya menggantung di udara saat Wonwoo seolah tidak mendengar suaranya dan dengan cepat melangkah keluar, meninggalkan apartemen Mingyu, lalu masuk ke unit apartemennya.

Mingyu hanya bisa berdiri diam, tatapannya kosong menatap pintu yang tertutup. Kepalanya dipenuhi oleh pertanyaan dan kebingungan, mencoba mencerna apa yang barusan saja terjadi antara mereka.


Pria manis berkacamata itu melangkahkan kakinya memasuki ruangan dosen setelah menerima pesan dari dosen pembimbingnya. Salah satu pintu frosted glass dari ruangan persegi dengan frosted glass di setiap sisinya itu terbuka, memperlihatkan Mingyu yang sudah berdiri di depan sana dengan tangan disilangkan di depan dada, menunggunya.

‘Oh, so you're wearing glasses today?’ kata Mingyu dalam hatinya. Selama dua tahun terakhir, ia hanya mengenal Bj Baby dengan menggunakan softlense, dan tidak pernah membayangkan pria cantik yang selalu membangkitkan gairah seksualnya itu memakai kacamata dalam kesehariannya.

“Selamat siang, Prof!” sapa Wonwoo, pria berkacamata yang merupakan salah satu mahasiswa bimbingan skripsi Mingyu.

“Siang, Wonwoo. You made it right on time. Please come in.” jawab Mingyu, mempersilakan pria yang 15 tahun lebih muda darinya itu masuk ke ruang konseling pribadi yang terdapat di dalam ruang dosen, lalu menutup pintu frosted glass tersebut.

Entah kenapa, jantung Wonwoo berdebar sangat cepat. Ia merasa grogi berada di ruangan seluas 13 meter persegi ini bersama dengan seorang dosen yang beberapa jam belakangan ini mulai mencuri pikirannya.

Mingyu setengah duduk dengan posisi miring di atas meja, satu tangannya tersimpan di saku, dan tangan lainnya mulai melepas beberapa kancing kemeja yang tampak sesak. Wonwoo secara refleks mengalihkan pandangannya ke arah pria yang lebih tua darinya yang sudah duduk tepat di depannya, melihat setiap gerakan pria tersebut.

Can you take off your glasses?” Mingyu bertanya dengan tatapan tajam yang seolah menembus kacamata Wonwoo, mengamati setiap detail dari manik rubah pria manis yang berada di hadapannya.

What for? Bukannya seharusnya kita membahas skripsi saya, Prof?” jawab Wonwoo dengan tenang, membalas tatapan Mingyu tanpa menunjukkan rasa takut.

Take off your glasses and put this on, then we’ll talk about your thesis,” kata Mingyu sambil memberikan masker kain yang digunakan sebagai penutup mulut dan hidung kepada Wonwoo. Dia kemudian berdiri dan duduk di seberang tempat duduk pria manis yang tampak bingung dengan perintah yang diberikan oleh dosennya itu.

‘I just wanna check if he’s Bj Baby or not. That’s it.’ pikir Mingyu dalam hati, sementara ia terus mengamati mahasiswa di depannya. Semakin lama ia memperhatikan Wonwoo, semakin berdebar jantungnya. Semakin cantik pria manis itu, terlihat semakin memikat baginya.

Okay!” kata Wonwoo dengan santai, tanpa curiga. Ia menanggalkan kacamata minusnya dan mengenakan masker kain yang Mingyu berikan. “Kaya gini?” tanya pria manis itu sambil menatap Mingyu dengan manik rubahnya.

Jantung Mingyu berdebar dengan sangat tidak teratur, seolah pria cantik yang hanya bisa ia nikmati dan membawanya ke dalam malam-malam bergairah muncul dari layar komputernya, benar-benar berada di hadapannya. Bj Babycatpussy, yang selama ini hanya menjadi fantasi virtualnya, kini ada di depannya.

Mingyu mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke arah pria cantik yang berada di hadapannya. “Coba kamu ngomong lagi?” pinta Mingyu sambil sedikit berbisik dengan suaranya yang sedikit berat.

“Mmmmm, ngomongin apa?” tanya Wonwoo, matanya bergerak gelisah, merasa salah tingkah dengan kedekatan wajah Mingyu yang kini berjarak kurang satu jengkal dari wajahnya. Sangat dekat. Terlalu dekat.

Wonwoo mengepalkan tangannya di atas paha rampingnya. Ia bahkan dapat mencium harum tubuh Mingyu dari balik masker tipis yang digunakannya, serta merasakan hembusan napas dosennya yang hangat dengan jarak sedekat ini.

“Prof, isn’t this a bit too close?” tanya Wonwoo, matanya tak bisa berpaling dari pria di depannya yang tampak serius, sedang mengamati wajahnya dengan seksama.

‘Finally, I found you, baby,’ gumam Mingyu dalam hati, jantungnya berdebar. Dia menemukan pria cantik yang selama dua tahun ini tidak hanya membantunya menghilangkan kepenatan, tapi juga mengisi hari-harinya dengan konten-konten erotisnya.

Sambil tersenyum, Mingyu membuka satu sisi karet masker yang Wonwoo gunakan, dan mengangguk pelan. Seolah tidak mendengar pertanyaan dari mahasiswanya itu, dan kembali ke posisi duduknya, sambil melipat kedua tangannya di dada. Memamerkan otot-otot kekar di balik kemeja panjang yang sudah terangkat hingga siku, dan juga urat-urat pada tangannya yang membuat Wonwoo menelan saliva-nya sedikit kasar. Seperti tadi malam.

“Kamu boleh pakai kacamata kamu lagi,” kata Mingyu sambil memberikan kacamata minus yang Wonwoo gunakan. “Kamu mau bahas skripsi kamu mulai dari mana?” tanya Mingyu sambil berdiri, berjalan ke salah satu lemari di ruangan tersebut, dan mengambil tumpukan kertas yang merupakan skripsi atas nama Jeon Wonwoo.

“Masalah skrips saya sebelumnya, Prof, Isn’t it a bit too much, kalau saya mengganti judul and completely overhaul my thesis?” tanya Wonwoo, berusaha mempertahankan skripsinya yang sudah susah payah ia buat dengan pembimbing skripsi sebelumnya.

“Ngga,” jawab Mingyu singkat sembari meletakkan kertas-kertas penuh tulisan itu di hadapan Wonwoo. “You can still find another title dan mulai mengerjakan abstrak, pendahuluan dan tinjauan pustaka lagi,” kata pria yang lebih tua itu dengan nada yang ringan, membuat Wonwoo ingin sekali menjambak surai hitam legam yang masih rapi milik pria tampan di hadapannya.

“Tapi kan itu artinya saya harus ngulang dari awal, Prof,” keluh Wonwoo, menarik nafasnya berat.

Mingyu menjawab dengan santai, “Iya, dan saya akan bantu kamu,” sambil berjalan menuju kursi belakang tempat Wonwoo duduk.

“Tapi, Prof…” kalimat Wonwoo terhenti saat Mingyu dengan lembut memegang kedua bahunya, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Wonwoo. Pria manis itu bahkan dapat merasakan lagi napas hangat dari profesor muda yang baru saja menjadi dosen pembimbingnya itu.

I said I can help you. Don’t worry, Jeon Wonwoo,” bisik Mingyu tepat di telinga Wonwoo, lalu kembali berjalan ke tempat duduknya di hadapan pria manis itu.

‘Damn, not only is your body all toned and hot, but you’re also kinda handsome, tall, and smell amazing. Terus sekarang maksud lo apa tadi pegang-pegang bahu gue and whispering in my ear?’ rutuk Wonwoo dalam hati sambil menatap wajah Mingyu yang masih tersenyum, dengan satu taring yang mengintip di bibirnya.

Why? Is something on your mind?” tanya Mingyu kepada pria manis di hadapannya yang tampak sedang berpikir. “Mari kita selesaikan judul skripsi untuk kamu hari ini, dan kamu bisa mulai pelan-pelan nyicil isinya dari sekarang,” lanjut Mingyu sambil berdiri dari tempat duduknya.

Wait here!” pinta Mingyu, berjalan keluar dari ruangan konseling. Ia sempat memegang salah satu pundak Wonwoo, membuat pria cantik tersebut merasa seperti dosen tampan itu sedang mengelus pundaknya dengan lembut.

Wonwoo bernafas lega sambil memegang dadanya setelah memastikan Profesor muda itu sudah keluar dari ruangan.

‘Shit lah! Kalau kaya gini terus sih, I’m gonna be typing my thesis while asking him to lick my wety pussy, oh my stress banget!’ rutuk Wonwoo dalam hatinya sambil merapatkan kedua pahanya.

Mingyu's scent still lingers in Wonwoo’s senses, and even the professor's breath feels warm against his ear.

***

Mingyu kembali duduk di mejanya setelah meninggalkan Wonwoo di ruang konsultasi sendirian. Ia sedang menenangkan jantungnya yang berdebar begitu cepat saat berada di satu ruangan kecil bersama dengan mahasiswanya itu. Wajahnya merona, perasaan campur aduk saat akhirnya ia dapat menemukan sosok asli Bj Babycatpussy yang selama ini ia puja. Aroma manis Wonwoo yang masih tercium di hidungnya membuat darahnya berdesir, menambah rasa tak karuan yang memenuhi dirinya.

‘He’s so gorgeous, and I absolutely love his scent—it’s exactly how I always imagined, even more exciting than I thought,’ pikir Mingyu sambil mengusap wajahnya sedikit kasar, berusaha menenangkan diri. ‘Shit! I’m really, really craving to have him inside me, to feel every inch of his body.’ lanjutnya dalam hati, matanya menatap plafon ruangan dosen dengan tatapan kosong yang penuh gejolak.

“DOOOORRR!!!!” seseorang datang dan membuyarkan lamunannya.

“Anjir!” Mingyu sedikit terperanjat.

“*What are you doing here? Mahasiswa lo kan yang ada di ruang konseling?” tanya Soo Hyuk, salah satu professor muda yang juga merupakan teman dekatnya.

“Iya, Jeon Wonwoo,” jawab Mingyu sambil berdiri dari tempat ia duduk, mengenakan kacamata, dan menutup laptopnya. Pria tampan itu menumpuk benda pipih tersebut bersama buku-buku modul, buku cetak, dan catatan yang telah ia persiapkan untuk bimbingan skripsi Wonwoo.

Ya, dia telah mempersiapkan semuanya untuk membantu skripsi Wonwoo, jika pria cantik yang lebih muda itu memang benar-benar Bj Baby yang selama ini ia tunggu-tunggu.

“Lo ngga lunch?” tanya Soo Hyuk lagi, masih penasaran dengan apa yang terjadi kepada temannya.

Nope, gue ada bimbingan. Lo duluan aja, kalau masih lama, nanti gue nyusul,” jawab Mingyu sambil melangkah meninggalkan temannya, kembali memasuki ruangan konseling dengan perasaan campur aduk.

***

Sorry for keeping you waiting,” kata Mingyu saat sudah memasuki ruang konseling, lalu meletakkan barang bawaannya di atas meja.

Mata Wonwoo kembali terpaku, manik rubah cantik itu tidak lepas dari tatapannya kepada dosen pembimbingnya dan mengikuti setiap gerak-gerik Mingyu yang kini sudah duduk di sampingnya.

“Itu ada beberapa buku tentang Digital Media Marketing, kamu bisa lihat-lihat dulu. Who knows, maybe you’ll get an idea for what kind of thesis you want to write,” kata Mingyu yang sudah duduk santai sambil bersandar di kursi tepat di samping Wonwoo. Ia menyelipkan satu tangannya di saku, semantara tangan lainnya yang terhias jam tangan mahal diletakkan di atas meja, jemari gendutnya mengetuk meja tersebut sambil menunggu jawaban mahasiswanya.

“Coba kamu liat dulu, Wonwoo,” pinta Mingyu sekali lagi dengan suara yang sedikit berat, membuat Wonwoo sedikit terkejut dibuatnya.

Pria manis itu segera mulai memeriksa beberapa buku tentang Media Marketing Digital yang telah dibawa profesor tampan itu.

Brand awareness di sosial media sudah dengan Doyoung, so you can skip that one,” kata Mingyu sambil memeriksa catatan di atas kertas skripsi Wonwoo yang sudah ia coret-coret sebelumnya. “Penggunaan SEO dan peringkat website di mesin pencari sudah milik Jheonny,” lanjutnya, sembari sesekali mencuri pandang kepada pria muda di hadapannya yang semakin lama semakin mengganggu konsentrasinya.

“Konten terhadap tingkat konversi di e-commerce sudah diambil Yuta, you can look for another title from the books in front of you instead of theirs,” kata Mingyu dengan tegas, sambil duduk tegap dan ikut memeriksa buku-buku yang sedang dibaca Wonwoo.

Ruangan konseling hening, hanya ada Mingyu yang sudah membuka laptopnya dengan suara ketikan laptop pria tampan yang sesekali terdengar. Kemudian, ia menghentikan pekerjaannya dan menopang dagunya dengan telapak tangan sambil menatap Wonwoo yang masih tenggelam dalam pencarian teori untuk calon skripsinya yang baru.

“Ini ada yang menarik sih, Prof,” kata Wonwoo, sambil memalingkan wajahnya dari buku-buku ke arah Mingyu. Ia sedikit terkejut saat menemukan Mingyu yang sudah menatapnya, meskipun jarak wajah mereka tidak sedekat sebelumnya.

“Mana yang menarik?” tanya Mingyu, mencondongkan tubuhnya untuk melihat buku yang sedang dibaca Wonwoo.

Wonwoo merasa gugup dengan tingkah laku dosen pembimbingnya itu. “Mmmm, ini,” kata pria manis itu sambil menunjuk bagian yang ia rasa bisa Mingyu terima sebagai topik skripsinya.

Rating di e-commerce?” tanya Mingyu, lalu menatap wajah Wonwoo yang kini sudah merah merona. “Terus? Udah kepikiran mau dibikin apa?” tanya dosen pembimbing itu dengan tatapan lembut.

“Mmmm, mungkin bisa ke ‘Pengaruh Ulasan dan Rating Pengguna Platform E-commerce terhadap Keputusan Pembelian Konsumen’?” tanya Wonwoo dengan ragu, berharap Mingyu menyetujui pilihannya.

Nice, you can totally grab that one right away!” puji Mingyu sambil tersenyum, membuat Wonwoo merasa sedikit lebih tenang. “See, kamu bisa kan langsung nemu pengganti analisis statistik kamu?” lanjut dosen pembimbing itu.

‘Iya, cari judul kan sangat mudah ya, gue bikin abstrak, pendahuluan, tinpusnya gimana, anjing? lo mau bantuin gue emang?’ keluh Wonwoo dalam hatinya, walaupun di wajahnya sedang tersenyum membalas senyuman dosen pembimbingnya.

“Tapi, Prof, untuk tinjauan pustakanya selain Teori Keputusan Konsumen, Psikologi Konsumen dan Persepsi Produk, tuh gimana ya?” tanya Wonwoo, sedikit ragu, dan langsung meminta saran dosen pembimbingnya.

“Kamu buat saja dulu abstrak, pendahuluan, dan kerangka tinjauan pustakanya. Teori apa saja yang menurut kamu dibutuhkan, nanti kita diskusikan untuk sisanya,” kata Mingyu sambil tersenyum. “That's what I'm here for, to help with your thesis,” lanjut pria tampan itu, sambil tanpa sadar mengelus pipi lembut mahasiswanya.

Not only was Wonwoo surprised, but Mingyu was also taken aback by the impulsive thing he did. Dengan cepat, Mingyu menarik tangannya kembali, membiarkan Wonwoo meminjam beberapa buku miliknya, dan mengakhiri sesi bimbingan pertama mereka.

If you need anything, you can just contact me, Jeon Wonwoo. Or knock on my door, tempat tinggal saya di seberang apartemen kamu juga,” kata Mingyu ketika Wonwoo berdiri untuk pamit.

“Iya, Prof. Terima kasih,” kata Wonwoo dengan segera membuja pintu ruang konsuling itu dan berjalan meninggalkan ruang dosen dengan jantung yang berdegup tak karuan.

Tidak hanya Wonwoo yang berdebar, Mingyu pun merasakan hal yang sama. “FUCK!!! He’s so cute!” teriak Mingyu dari dalam ruang konseling setelah Wonwoo keluar. “I really want to devour him,” lanjutnya sambil memijat keningnya, terpesona oleh pesona pria manis yang baru saja keluar dari ruangannya itu.


TW: NSFW, Sex Toys, Masturbation, Porn Video, Explicit Sexual Content, Explicit Language, Squirting and Vaginal Ejaculation, Nipple & Clit Torture, local profanities, Hand Jobs, etc

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan di dalam apartemen dengan pencahayaan ruangan yang temaram, seorang pria berwajah tampan dengan perawakan tinggi kekar sedang duduk di depan layar komputernya. Wajahnya yang tampan kini tampak terlihat serius, sementara tatapannya terfokus pada gambar bergerak dari layar 32 inch yang berada di hadapannya. Di sana, sebuah video dengan konten dewasa mengisi layarnya penuh, menampilkan adegan-adegan yang memancing nafsu dan merangsang imajinasinya. Suara desahan lembut pria manis dari video itu menyatu dengan atmosfer malam di unit apartemennya. Pria tampan itu sepenuhnya tenggelam, menikmati setiap detail dari visual dan audio yang menggugah gairah prianya.

Dug!

Terdengar suara gaduh yang mengejutkan, seperti sesuatu yang sengaja dibuang dan kemudian ditabrakkan ke depan pintu masuk apartemen pria yang berprofesi sebagai dosen itu.

“Suara apa tuh?” tanya sang penghuni terkejut mendengar bunyi berisik di luar. Ia segera bangkit dari kursinya dan melangkah menuju pintu utama apartemennya.

Saat pintu dibuka, pria tampan bertubuh atletis itu mendapati sebuah kotak besar tergeletak di depan pintunya. Kim Mingyu, sang pemilik apartemen, segera mengambil kotak tersebut dan membaca label pengirimannya dengan seksama. Terlihat jelas tulisan pada kardus itu: “Adults Goods — Don't open it without the owner's permission!” Mingyu membalikkan kotak itu, dan melihat alamat apartemen serta nomor unit yang tertera di sana: “Unit 1707 – J. Wonwoo”.

The name sounds familiar,” gumam Mingyu, tetapi ia hanya mengangkat bahunya, lalu mulai memencet bel unit apartemen 1707 yang tertera di daun pintu berwarna coklat itu. Bel itu ia bunyikan semakin cepat dan sengaja agar lebih mengganggu, seolah memaksa penghuni apartemen tersebut untuk membukakannya pintu.

***

“Aaaahhngg...” desah seorang pria cantik dengan suara lembut namun penuh gairah di dalam masker bermotifkan kumis kucingnya yang sedang membuka lebar-lebar kedua pahanya yang tidak terlapisi kain apapun di depan kamera. Vibrator dildo yang menggetarkan vagina-nya, clit suction yang menghisap klitorisnya, serta stimulasi tongue vibrator yang menjilati kedua nipples-nya secara bersamaan, menciptakan sensasi yang luar biasa nikmat untuknya, sehingga ia menggeliat tak karuan menerima rangsangan-rangsangan sex toys itu pada tubuhnya.

Namun, suara bel apartemennya tiba-tiba mengganggu kenikmatan yang tengah dinikmatinya. Dengan enggan, ia mematikan semua sex toys yang sedang bekerja pada tubuhnya sembari melenguh manja. “Mhhhh... Daddy, sorry, just a sec! I gotta get the door. Someone's bothering me,” katanya dengan nada manja sambil berdiri dari tempat duduknya. “Baby will be back, daddy,” tambahnya sebelum melangkah meninggalkan ruang studionya.

Pria cantik itu melepaskan masker kumis kucing dan bando cat ears yang menghiasi kepalanya, lalu mengenakan robe kimono hitamnya. Ia melangkah menuju pintu apartemennya dengan raut wajah yang sedikit kesal karena kenikmatan yang ia rasakan harus terhenti, namun ekspresinya berubah terkejut saat melihat dosen pembimbingnya berdiri di depan pintu unit apartemennya—begitu pula Mingyu, yang membawa kotak coklat besar di tangannya.

Penghuni unit 1707 itu langsung keluar dari apartemennya.

“Prof. Mingyu?” tanya Wonwoo, suaranya tidak bisa menyembunyikan kekagetannya saat menatap pria yang belakangan ini sedang ia keluhkan.

“Jeon Wonwoo?” balas Mingyu yang tak kalah terkejutnya.

Pria cantik itu celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri, memastikan apakah ada orang di sekitar lantai tempat mereka tinggal. Tatapannya kembali tertuju pada Mingyu yang malam ini menggunakan celana training panjang abu-abu dengan white t-shirt yang pas di badannya, memperlihatkan otot-otot lengannya yang kekar, dada bidangnya, dan urat-urat tangannya yang menonjol, membuat Wonwoo sedikit terpana hingga menelan salivanya dengan agak kasar. Sementara itu, mata Mingyu tetap terpaku pada Wonwoo, yang muncul di ambang pintu apartemennya hanya dengan robe kimono hitam sangat pendek, bermotif bunga sakura merah muda lembut. Kimono itu memperlihatkan dada Wonwoo yang putih dan kakinya yang jenjang, membuat Mingyu terdiam.

“Prof. Mingyu, ngapain di depan unit apart saya malem-malem gini?” tanya Wonwoo dengan nada bingung, matanya tertuju pada kotak besar di tangan Mingyu yang mencolok dengan tulisan “Adults Goods”.

Mingyu yang ditanya masih terdiam, ia masih sibuk mengabsen wajah mahasiswa yang kini berdiri di hadapannya. Tatapannya tertuju pada mata cantik Wonwoo yang dihiasi softlens abu-abu dan makeup halus. Manik rubah itu, saat Mingyu memperhatikannya lebih seksama, tidak terasa asing untuknya. Melihat Wonwoo lebih dekat dari sebelumnya—meskipun ia hanya beberapa kali bertemu dengannya di kelas—Mingyu baru menyadari betapa menawannya pria yang lebih muda darinya ini, membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

‘Gue baru sadar, ternyata Wonwoo ini cantik ya? Matanya yang cantik, bibirnya yang mengilap, kulitnya yang putih, dan tubuhnya yang ramping,’ pikir profesor muda itu memperhatikan Wonwoo dari atas hingga ke bawah.

“Prof?” panggil Wonwoo lagi, mengembalikan Mingyu dari lamunannya.

“Oh, iya. Jeon Wonwoo,” sapa Mingyu setelah sadar dari lamunannya, agak terkejut. “Ini, sepertinya paket kamu nyasar ke unit apart saya di seberang,” kata pria yang lebih tua itu sambil menunjuk pintu apartemennya dengan kepala dan tatapan matanya.

I just thought you might not want people seeing this, so here’s your package.” lanjut Mingyu sambil menyodorkan kotak coklat yang ia pegang, dengan senyuman lebar di bibirnya sembari memamerkan kedua taringnya yang terlihat menggemaskan.

“Oh, gitu. Terima kasih, Prof,” kata Wonwoo, dengan cepat mengambil kotak tersebut. “Sorry for bothering you,” tambahnya sebelum menutup pintu, meninggalkan Mingyu yang masih berdiri di depan pintu, sedikit mengernyitkan keningnya sebelum kembali ke unit apartemennya.

***

Mingyu kini telah kembali duduk di depan layar komputernya yang masih menyala, menampilkan suasana kamar tidur yang memikat dengan sprei lilac dari bahan sutra, begitu lembut dan mengilap di bawah cahaya. Di sisi lain, kursi gaming berwarna hitam dengan aksen lilac tampak begitu serasi dengan keseluruhan dekorasi ruangan yang tertangkap oleh kamera. Untuk pertama kalinya, Mingyu memperhatikan betapa estetikanya ruangan itu—sebuah pemandangan yang tidak pernah ia perhatikan sebelumnya.

Mingyu menatap layar komputernya dengan seksama. “Hah? Is the stream over? Don’t go, baby!” rengeknya saat ia hanya melihat kamar kosong tanpa aktivitas. Mingyu hampir putus asa, namun kemudian terdengar suara grasak-grusuk dari speaker komputernya, “Oh, great! It’s still on.

Di layar, seorang pria dengan tubuh putih yang menawan indah, tanpa menggunakan sehelai kain pun, hanya mengenakan masker kumis kucing dan bando telinga kucing, muncul sambil membawa kotak coklat besar. Mingyu langsung mengenali kotak tersebut—itu adalah kotak yang baru saja ia antar ke apartemen Wonwoo, persis sekali.

Pria yang dikenal dengan nama panggilan “Bj Baby” itu sudah kembali duduk. Dengan nada manja, pria itu berkata, “Sorry, babies. My neighbor gave me the package that ended up at his place by mistake. Liat deh!” kata streamer adegan dewasa berwajah manis sembari menunjukkan paket yang tampaknya baru ia terima.

Mingyu memperhatikan layar komputernya dengan serius, matanya menyipit untuk menangkap setiap detail dari situasi yang terpampang di depannya. Ketika kotak coklat muncul, Mingyu segera menghubungkan kotak tersebut dengan kejadian yang baru saja ia alami. “Wait, is baby Jeon Wonwoo?” pria itu membelalakkan matanya.

Namun, konsentrasi Mingyu kembali terpecah ketika Bj Baby kembali membuka lebar kedua kakinya, meletakkan pahanya di pegangan kursi untuk memamerkan area intimnya. Dalam sorotan lampu, bibir vaginanya yang merekah kembali tampak jelas di layar, memancarkan aura sensual yang menggoda. Melihat pemandangan itu, jantung Mingyu berdebar kencang. Bj Baby dan keintimannya tampaknya menyatu dalam satu kesatuan yang begitu memikat, membuat Mingyu menggila.

Forget about the package, daddy, nghhh... this pussy’s been waiting and craving for your touch, mmhhhh...” desahnya lembut. “What should I do now, daddy? Nghhhh...” lenguhnya manja saat jemari lentiknya mulai mengelus lembut labia minoranya yang terbuka dengan kedua jari, sementara tangan lainnya sudah kembali menggenggam dildo ukuran XL berwarna tan yang ia pesan kepada teman dekatnya. Perlahan ia memasukkan mainan itu dari balik maskernya ke dalam rongga mulutnya, gerakan naik turun memanjakan permainan tersebut dengan penuh kasih sayang, seperti ia sedang memanjakan kejantanan seseorang.

Mingyu mabuk, seolah merasakan bibir tipis ranum itu berada di antara selangkangannya dan bermain-main dengan penis-nya yang semakin lama semakin membesar.

“Aaaahhhh... put it in, daddy sayaanghhh... I miss your cock inside me,” desahan Bj Baby semakin manja saat ia memainkan dildo yang sudah basah dengan saliva-nya itu pada bibir kemaluannya, menggesek lembut klitorisnya dengan gerakan yang menggairahkan.

Mingyu, with his wild imagination, started playing with his penis that had already been freed from his gray sweatpants.

Lenguhan lantang terdengar jelas dari speaker komputer Mingyu, sementara layar menampilkan pinggul ramping Bj Baby yang bergerak naik turun, memasukkan dildo berukuran besar yang melekat di kursi tempatnya duduk ke dalam lubang senggamanya yang terbuka. “Yeeessshhh, deeper, daddy... nggghhhhh ngghhhhhh, punya daddy gedeee bangetttthh,” pujinya saat dildo XL itu masih ia masuk-keluarkan dengan gerakannya sendiri dengan yang bergairah.

Mingyu masih tenggelam dalam pesona Bj Baby yang tampak sangat berantakan di layar komputernya. Pria tampan berbadan kekar itu mengetikkan sesuatu, sementara lenguhan manja Bj Baby terdengar semakin bergairah.

“Aaaaahhh, mauuu daddy, baby mau bangeetttthh dijilathhhin daddyyyyhh...” desah pria cantik bermasker itu semakin mesra menanggapi pesan dari username ur_bestd4ddy111, yang memberikan $1500 koin dan menuliskan pesan bahwa ia saat ini sangat ingin menjilati kemaluan Bj Baby yang sudah basah itu.

Di balik nama samaran ur_bestd4ddy111 tersembunyi seorang Kim Mingyu yang berumur 37 tahun, yang diam-diam selalu menikmati setiap momen dari live streaming Bj Baby. Dengan sengaja ia menggunakan nama samaran untuk menjaga reputasinya sebagai profesor. Mingyu memanfaatkan kesempatan ini untuk memuaskan nafsu biharinya secara anonim, sambil terus mengamati dan berinteraksi dengan Bj Baby dari balik layar.

Bj Baby kembali duduk dengan kedua kaki terbuka lebar, memamerkan bibir vagina-nya yang semakin merah ranum, lalu dengan penuh gairah ia menempatkan tongue vibrator pada klitorisnya. Seolah-olah ia bisa merasakan sentuhan dari salah satu akun yang baru saja mengirimkan koin padanya dalam jumlah besar, yang kini sedang merangsang dan bermain-main di sana. “Yeeeeesssshhh, daddy, your tongue feels so amazing, aaaahhhh... aaaahhh...” racau Bj Baby dengan nada menggoda. Ia menambahkan tongue vibrator lainnya pada kedua pucuk dadanya, dan benda silikon itu dengan lembut memainkan putingnya tanpa henti, menambah intensitas kenikmatan yang semakin memuncak di pria muda cantik itu.

“Aaaaaaahhhhhh... daddy, baby mau pipiiiisssss, sayaaaangghh,” pria manis yang sudah tampak berantakan itu mengerang, tubuhnya semakin menggeliat saat ia menambahkan dildo ke dalam vaginanya, mendorong keluar dan masuk dengan ritme acak yang sangat menggoda siapapun yang sedang menontonnya. Getaran tongue vibrator yang melekat di tubuhnya menambah intensitas rangsangan, membuat setiap inci kulitnya berdenyut dengan kenikmatan yang tak terperi. Jemari lentiknya tak henti bergerak, seakan ingin mengejar puncak yang semakin dekat, semakin mendesak untuk dilepaskan.

Sementara di layar komputer Bj Baby, kilauan koin sebesar $2500 kembali muncul, disertai pesan yang menggoda, ‘Pipis aja, baby cantiknya daddy, pipisin daddynya, sayang.’ Kata-kata nakal itu semakin menyulut hasrat gairah dalam diri Bj Baby. Tubuhnya mulai bergerak semakin cepat, iramanya semakin liar, pinggulnya terangkat dan turun dengan desakan yang intens. Kulitnya semakin tampak mengilap karena keringat yang merembes keluar, setiap pori-pori menggambarkan rasa panas di dalam tubuhnya. Kepalanya terpental ke belakang, mulutnya terbuka lebar, dan salivanya menetes. Ruangan itu dipenuhi oleh suara desahannya yang penuh gairah, berpadu dengan suara erotis dari dildo silikon yang bergerak masuk-keluar, menabrak lubang senggamanya yang basah, membingkai setiap detik kenikmatan yang ia rasakan.

Daddyyyyy ngggghhhhhhhhh akuhnghhh pipiiiissssshhhiin yaaa nghhhhhhhh...” erangan panjang beserta tubuh ramping yang bergetar serta mata mendelik ke atas penuh nikmat dan gairah itu menggema dari layar komputer, serta cairan bening ejakulasi Bj Baby meluncur keluar dari bibir vaginanya seperti air mancur, tampak begitu jelas di hadapan Mingyu. Pria tampan itu merasakan jantungnya berdetak kencang, dorongan gairahnya semakin kuat, seiring tangannya yang semakin cepat mengocok kejantanannya, berusaha mengikuti Bj Baby menuju puncak kenikmatan.

Daddy cuumm, baby sayaaaanggghhhhh...” erang Mingyu saat klimaksnya. Tubuhnya bergetar hebat, napasnya terengah, dan akhirnya, semburan putih keluar dengan deras, menetes dan menodai layar komputer di hadapannya. Ia merasakan puncak kenikmatannya, seluruh tubuhnya menyerah pada gejolak hasrat yang tak terbendung.

Mingyu buru-buru meraih tisu, mengelap cairan putih kental yang membekas di layar komputernya, tepat di area tubuh Bj Baby yang masih terkulai lemas di atas kursi gaming-nya. Matanya tak lepas menatap tubuh pria itu, setiap lekuk yang begitu indah dan menggoda. Bibir vagina yang cantik nan merona terlihat sangat menggoda di layar yang cukup besar itu, membuat hasratnya semakin menggebu untuk benar-benar mencicipi rasanya, menikmati setiap tetes cairan kenikmatan dari kemaluan Bj Baby kesayangannya sampai tetes terakhir.

Wonwoo's Bday – Narasi 1 ✩ Wonwoo/Mingyu ✩ xxx words


tw:

Sesuai dengan janji, Wonwoo tiba tepat pukul tujuh pagi untuk menjemput Mingyu di apartemennya. Kini, mereka sudah sampai di pulau pribadi milik keluarga Jeon.

Setelah dua jam perjalanan dari Marina Ancol dengan menggunakan speed boat pribadi yang dikendalikan oleh Wonwoo sendiri, kedua pria dewasa itu tiba di sebuah pulau yang kecil dan tampak sepi, sebuah lokasi yang jelas bukan destinasi wisata umum. Pria tampan berkulit putih itu, mengenakan white t-shirt slim fit, dipadukan dengan jaket bomber navy berlengan putih dan celana jeans warna snow acid turun dari speed boat pribadinya ketika seorang pria yang telah menunggu di pulau tersebut segera mengambil alih kendali kendaraan air miliknya.

“Let's get off, kita sudah sampai,” kata Wonwoo dengan senyum manisnya yang hangat.

Pria tampan itu mengulurkan tangannya kepada Mingyu, pria cantik bersurai hitam dengan tekstur yang berombak menutupi bagian dahi serta sebagian mata, terlihat sedikit berantakan yang masih terlihat bingung karena tidak mengetahui di pulau apa mereka berada dan tujuan sebenarnya Wonwoo membawanya ke sana. Mingyu, yang mengenakan polo shirt putih dengan motif embossed Dior dan celana pendek hitam, menyambut tangan Wonwoo yang membantunya turun dari speed boat.

“Wait,” kata Wonwoo dengan sigap segera merapikan surai gelap bergelombang milik Mingyu yang sedari tadi menutup matanya, sebelum mereka melangkahkan kakinya di jembatan kayu yang akan mereka lalui untuk sampai ke dalam pulau pribadi itu. “This is better, saya suka melihat mata indah kamu.” lanjut pria itu dengan ringannya sambil tersenyum.

“Gombal teruuuussss,” kata Mingyu sembari memukul pelan lengan Wonwoo.

Setelah perjalanan laut selama dua jam yang mereka tempuh, sepertinya kedua pria dewasa itu terlihat sudah lebih dekat dan santai satu sama lain. Walaupun terkadang mereka masih berkecamuk dengan pemikiran mereka sendiri. Masih ada sedikit rasa canggung diantara keduanya.

Mingyu masih mengikuti langkah Wonwoo tenang sambil berbincang-bincang dengan pria tampan di sebelahnya yang sesekali menunjuk beberapa sudut di pulau yang membuat manik elang canti Mingyu ikut terpukai.

“Kamu mau langsung melihat pantai, atau ingin beristirahat dulu di dalam, Mingyu?” tanya Wonwoo yang telah melepas jaketnya dan menggantungkannya di lengan saat mereka berdua berada di depan pintu kaca penginapan yang megah. Mingyu masih terdiam, dengan wajah cantiknya yang tampak bingung, matanya bergantian menatap villa di depannya dan wajah tampan Wonwoo.

“Kenapa? Ada yang salah?” tanya Wonwoo sambil menatap mata Mingyu yang terpaku padanya. Pria yang lebih tua itu tersenyum melihat betapa menggemaskannya pria di hadapannya, “You can freely wander around the island as you like, there's nobody else here. It's just me, you, and the workers,” lanjutnya.

Mingyu masih terdiam, membuatnya semakin menggemaskan di mata Wonwoo.

“Saya minta seseorang menemani kamu keliling ya?” kata Wonwoo dengan nada sedikit bertanya.

Wonwoo terdiam sebentar, matanya kesana-kemari mencari seseorang yang bisa menemani pria cantiknya itu untuk berkeliling, hingga ia memanggil satu nama, “Vernon!” seru Wonwoo kepada salah satu pekerja yang kebetulan lewat dekat mereka.

“Ya, Mas Won?” sahut pria tersebut dengan nada santai. Vernon, pria yang setahun lebih muda dari adiknya Wonwoo itu telah lama bekerja di pulau pribadi tersebut, ia adalah General Manager di pulau tersebut.

“Please take Mingyu around to see the island and any place he wants to, ya!” pinta Wonwoo kepada pria yang terlihat lebih muda darinya itu.

“Oh, right! Siap, Mas!” jawab Vernon sambil memberi hormat. “Come on, Mas. Let's take a walk around here, there's a lot you can see,” ajaknya dengan gestur yang ramah, mengundang Mingyu untuk berjalan mendahuluinya.

Mingyu menoleh kepada Wonwoo, matanya yang lembut seolah meminta izin sebelum pergi meninggalkan pria yang lebih tua itu, “Can I, Mas Wonwoo?” tanya pria manis itu kepada pria tampan yang lebih tua, Wonwoo hanya tersenyum lembut, membiarkan Mingyu untuk pergi bersama salah satu pekerja kepercayaannya. Wonwoo memperhatikan punggung Mingyu yang perlahan menjauh darinya, dan kemudian ia masuk ke dalam villa.

Dengan sengaja, Wonwoo mengajak pria yang sedang ia dekati itu untuk healing di tempat favoritnya, sebuah pelarian dari kesibukan pekerjaan mereka yang melelahkan dan sekalian untuk menghabiskan waktu bersama di pulau pribadi milik keluarganya. Ini adalah cara Wonwoo menghindari sorotan media lokal dan rumor yang mungkin muncul jika mereka terlihat terlalu akrab di depan umum.

❀❀❀

Mingyu sudah duduk di atas pasir putih sembari sesekali menyeruput air kelapa muda dari batoknya sambil menikmati pemandangan di tepi pantai dan melihat permainan water ski Wonwoo yang terlihat sangat profesional, setelah ia menghabiskan waktu berkeliling pulau pribadi milik keluarga Jeon Wonwoo.

Sambil memegang batok kelapa di tangannya, mata elang indah Mingyu perlahan menelusuri satu per satu kontur tubuh Wonwoo yang berotot dan terbuka, basah oleh air laut. Mulai dari kakinya yang putih bersih dengan bulu halus, betisnya yang kekar, paha yang tampak padat terbungkus celana pendek yang sudah basah akibat permainan airnya, hingga perut sixpack-nya, dada serta lengan yang berotot, dan bahu lebarnya, semua yang ada di hadapannya itu membuat Mingyu terpukau. Ia tidak pernah menyangka pria yang selalu ia lihat di dalam headline berita tersebut memiliki tubuh yang semenggoda itu. Pria dengan manik rubah yang sedari tadi ia perhatikan berjalan semakin mendekat menghampiri Mingyu, sesekali menyisir rambut basahnya ke belakang sambil melempar senyum ke arah Mingyu yang sedang duduk manis di pinggir pantai.

Wonwoo langung mendudukkan tubuhnya di atas pasir putih bersih pinggir pantai, tepat di samping Mingyu. Matanya menatap pria manis yang duduk di sampingnya. “How was the tour?” tanya Wonwoo dengan nada suaranya yang lembut.

“Seru, Vernon's literally taking me around the whole island, I think,” jawab Mingyu sembari melebarkan senyum manisnya dan memamerkan gigi taringnya yang menggemaskan, at least untuk Wonwoo.

Mingyu sudah tampak lebih santai dibandingkan ketika pertama kali mereka sampai ke pulau ini. Ia sudah merentangkan kakinya sambil memainkan pasir putih yang berada di kakinya dan menatap ke arah hamparan laut.

“Wanna play?” tanya Wonwoo kepada pria di sampingnya.

“Huh? Oh, next time aja kalau Mas Wonwoo ngajak saya ke sini lagi,” jawab Mingyu, “Got a photoshoot tomorrow, it would be bummer if my skin belang-belang saking serunya main air di pantai,” tawa pria manis itu.

“Ah, saya lupa! I'm very sorry, I shouldn't have brought you here, right?” kata Wonwoo sembari menepuk jidatnya, karena ia benar-benar lupa akan kegiatan keesokan hari sang pria manis di sampingnya.

“No, Mas Wonwoo ngga usah minta maaf,” kata Mingyu sambil memiringkan tubuhnya agar dapat dengan jelas melihat Wonwoo dan memukul lembut paha kekarnya. “Actually, I’m glad I said yes last night untuk ajakan kamu,” lanjut sang influencer ibukota itu.

“I’m happy if you enjoyed it too,” jawab Wonwoo sambil mengambil tangan Mingyu yang masih berada di pahanya, dan mengajak pria yang lebih muda itu untuk berdiri. “No more staying out panas-panasan gini, let’s just go inside!” ajak pria kekar itu sembari membantu Mingyu untuk berdiri dari pasir putih yang berada di pinggir pantai tempat mereka bersantai.

Wonwoo tidak berniat melepaskan tangan Mingyu saat mereka berjalan menuju hunian besar yang terdapat di pulau itu, “Kamu masak?” tanya pria yang lebih muda memecahkan keheningan diantara deruan angin dari laut. Dengan tangan lembut milik Wonwoo yang sedang menggenggamnya itu, Mingyu tidak yakin pria itu bisa memasak.

“Well, basically, they're the ones who will cook, kita hanya menunggu saja,” jawab Wonwoo sambil menunjuk beberapa pekerja yang mereka lewati.

“Saya juga sedikit meragukan kemampuan memasak kamu,” ejek Mingyu sambil tertawa kecil, sembari masuk ke dalam villa megah terlebih dahulu setelah Wonwoo membukakan pintunya.

“Well, saya perantau waktu kuliah, so I can cook, though it might not be as good as a five-star chef's cooking, tapi, saya bisa menjamin kamu tidak keracunan,” jawab Wonwoo mengikuti langkah kaki Mingyu yang masih menatap langit-langit rumah peristirahatan yang memiliki 3 lantai itu.

“It’s safer if I cook for you,” kata Mingyu menatap Wonwoo masih dengan tawa kecilnya yang sedikit mengguncang jiwa pria yang lebih tua yang sedari tadi gemas karenanya.

“I can't wait to try your cooking,” kata Wonwoo sambil tersenyum. “By the way, saya akan mandi dulu, kamu bisa beristirahat di kamar itu, dan mungkin bebersih kalau kamu mau. I've got a spare set of clothes for you,” lanjut pria tampan itu sambil menunjuk ke salah satu pintu kamar yang masih tertutup rapat dengan Mingyu yang mengangguk tanda mengerti.

“Anggap saja rumah kamu sendiri ya, Mingyu, I don't mind,” Wonwoo tersenyum lalu menghilang dari pandangan Mingyu bersamaan dengan suara daun pintu yang tertutup.

❀❀❀

“Syukurlah kalau begitu,” kata Wonwoo menanggapi jawaban pria cantik yang lebih muda darinya itu. “This is the place I always come to when I get tired and stressed out from work,” tanya pria tampan itu, lalu menyesap air kelapanya, matanya menatap pemandangan pantai yang indah di hadapan mereka, kemudian matanya kembali menatap Mingyu yang masih menatap ke lautan luas.

“Kamu suka di sini?” tanya Wonwoo, tak perlu menunggu waktu lama, pria manis berkulit sawo matang itu tersenyum lebar memamerkan gigi taringnya yang membuat matanya membentuk bulan sabit terbalik, mempercepat detak jantung Wonwoo yang memang sudah tidak karuan sejak tadi.

Jangan tanyakan apa yang sedang Wonwoo pikirkan, karena saat ini, ingin rasanya pria yang lebih tua itu mengambil tengkuk pria di sampingnya dan mencium bibir ranum kenyal yang berkilauan di hadapannya. Apa rasanya? Isi kepala Wonwoo sudah berantakan dengan Mingyu di dalamnya.

Wonwoo menghalau segala pikiran pic segera berdiri dari duduknya, hingga membuat Mingyu sedikit kaget dan mendongak menatap tubuh tegap tinggi di sampingnya. “Mau kemana, mas?” pria manis itu. Wonwoo menundukkan wajahnya hingga manik mereka kembali saling bertemu, dengan sedikit salah tingkahnya, pria tampan itu tersenyum dan mengulurkan satu tangannya membangunkan Mingyu agar berdiri di sebelahnya, “Saya mau lanjut main lagi, kamu mau ikut?” tanya Wonwoo.

❤︎ Ex-WB – Narasi 5 ❤︎ Mingyu/Wonwoo ❤︎ 1.7k+ words


trigger warning ⚠️: Adult Content/NSFW | Kissing | Anal Sex | Oral Sex | Ex-lovers Sex | Bedroom Sex (W/o protection) | Foreplay | Too many details | Explicit Sexual Content | Dirty Talk | Blow Jobs | Missionary & 69 Position | Naked Cuddling | Kissing | French Kiss | Light Petting | Nipple Play & Licking.

Jemari lentik Wonwoo masih melingkar di leher Mingyu, mengelus lembut bagian ujung surai pria tampan itu, “Mhh~” Wonwoo mendesah manja saat bibir kenyal pria tampan di hadapannya itu perlahan menggodanya dengan menghisap salah satu tulang selangka yang tak tertutup oleh kain satinnya, Mingyu sengaja menyisakan tanda kemerahan di sana. Tidak hanya itu, jemari gendut pria dominan itu pun mulai bergerak liar pada paha putih mulus milik pria yang masih berada di atas paha kekarnya, menelusup masuk, mengabsen bokong Wonwoo sembari merematnya di balik short pants berbahan satin hijau belahan tinggi hingga ujung karet yang ia gunakan malam ini.

Mingyu menghentikan permainan bibirnya dan menatap pria manis yang berada di lahunannya saat merasakan tak ada sehelai kain pun yang menutupi lubang manis Wonwoo selain celana satin tipis yang ia gunakan. “Did you purposely not wear undies tonight, cantik?” bisik Mingyu menggoda pria manis yang berada di atas pangkuannya, meremas kedua bongkahan di belakang sana sembari menunggu jawaban dari Wonwoo.

“Aaahh~” desau Wonwoo, menikmati setiap remasannya tangan kekar pria di bawahnya. “I didn’t mean that at first nghh~” kata pria manis itu sembari menggigit bibir bawahnya dengan sensual.

“Terus ini?” tanya Mingyu manik rubah Wonwoo semakin sayu saat ia memainkan salah satu jarinya di belahan kedua bongkahan itu. Mengelus lubang berkerut milik pria cantik nya.

I didn't have time to buy you a gift,” alasan pria manis itu, “So I figured I~ hm~ could just be your gift instead.” Wonwoo menjawab pertanyaan Mingyu dengan terengah. “I don’t know if you’re gonna like it orrr nghhh~” lanjut Wonwoo mengeratkan pelukannya pada pria di hadapannya ketika merasakan jari Mingyu mulai menekan kerutan pada lubang manisnya di bawah sana.

Tubuh Wonwoo sudah sangat sensitif malam ini.

Mingyu mengambil tubuh ramping pria nya setelah ia menyudahi permainan jemarinya di bawah sana, menyejajarkan tubuh Wonwoo dengan dirinya, lalu mengelus rahang pria manis itu lembut, menariknya pelan dan menyatukan kedua bilah bibir mereka. Jemari Wonwoo mulai mengelus tengkuk pria yang berada di hadapannya hingga menelusupkan tangannya ke dalam kerah O t-shirt putih itu, mengelus punggung mantan suaminya sembari menikmati setiap sentuhan Mingyu. Di bawah lampu remang kamar tamu itu tangan Mingyu mulai menjelajahi tubuh Wonwoo, mengelus kulit putih halus yang terawat itu dengan sentuhan-sentuhan sensualnya, menggoda mantan suaminya agar mendesah di dalam penyatuan bibir mereka. Kedua sejoli itu masih bercumbu mesra, semakin lama semakin liar dan rakus, mengaitkan lidah mereka hingga saliva menetes dari ujung bibir Wonwoo.

Wonwoo meremat bahu Mingyu sebagai tanda untuk menyudahi penyatuan bibir mereka karena nafasnya yang mulai tercekat. Pria bertubuh atletis itu menyudahi cumbuan penuh gairah sesuai permintaan sang submisive, lalu ia berdiri dengan menggendong Wonwoo di dalam dekapannya, membawa tubuh ramping mantan suaminya itu ke atas tempat tidur yang masih rapih karena belum sempat terjamah.

They both clearly know what they want tonight on the bed covered with white silk sheets inside the room.

Tubuh ramping Wonwoo sudah berbaring dengan punggung menyentuh ke permukaan tempat tidur berlapiskan sprei sutra berwarna putih, pemandangan indah yang tak pernah membosankan untuk Mingyu, pria tampan itu segera menanggalkan t-shirt putih dan membuangnya sembarang di dalam ruangan itu. Mingyu tanpa segan kembali merengkuh tubuh putih yang masih terbalut piyama satin hijau itu, “I wanna open my present real soon,” bisik Mingyu, lalu menjilati telinga Wonwoo yang masih mendesah di bawahnya.

Damn, you smell good enough to eat, Nu.” erang Mingyu saat bibir pria tampan itu mengecup lembut perpotongan leher Wonwoo, dan berhenti di sana, menyisakan tanda merah keunguan miliknya.

Nghh~ Then, open me,” tantang Wonwoo lembut dengan satu tangannya sedang mengelus surai pria yang berada di atasnya itu, “I can’t wait to have you inside me and thrust my hole harder, Mingyu.” lanjutnya, jemari lentiknya sudah mengelus kejantanan Mingyu yang masih terbalut celana pendek di bawah sana.

Mingyu menuntun jemari lentik Wonwoo yang sedang mengelus kejantanannya dari luar itu untuk menelusup masuk ke dalam celana pendek yang ia gunakan, “Gini, cantik~ Hmmm—” erang Mingyu saat Wonwoo menggenggam benda tak bertulang miliknya yang mulai mengeras itu dengan gerakan naik turun dibawah sana, sesekali pria cantik itu memanjakan ujung penis nya juga, membuat pria tampan itu mengerang nikmat.

“Mmhhh~” desah pria berparas cantik yang mulai berantakan itu ketika jemari gemuk Mingyu memilin, dan mencubit puncak dadanya dengan gemas dari luar bahan satin yang Wonwoo gunakan.

Mingyu kembali menyatukan bibirnya dengan ranum tipis Wonwoo, melumat benda kenyal itu menuntut, lalu mengaitkan lidah mereka, hingga mereka kembali saling bertukar air liur. “Anghhhh~” desahan manja Wonwoo lolos dibalik cumbuan penuh gairah saat Mingyu membawa paha pria manis itu ke pinggangnya, lalu menelusup masuk melalui belahan celana pendek kain satin hijau yang sudah tersibak itu, bermain pada lubang Wonwoo di belakang sana. Mereka saling memanjakan bagian sensitif masing-masing sembari berciuman, cumbuan yang berlangsung cukup lama, hingga Wonwoo memegang dada kekar pria yang berada di atasnya, meminta Mingyu untuk menghentikan kegiatan yang saat ini mereka lakukan karena nafasnya yang sudah tercekat. Mingyu menurutinya.

Wonwoo mengatur nafasnya sembari membawa tubuh Mingyu untuk telentang di sampingnya, kemudian pria manis itu langsung duduk di atas perut Mingyu, “Since you’re not opening it, I’ll open the present for you myself.” katanya sambil menanggalkan atasan piyama satin hijau yang sedari tadi menutupi tubuh indahnya, sedangkan pria tampan yang terbaring di bawah sana tidak ingin hanya diam saja, ia juga sangat ingin membuka kadonya sendiri, dengan sigap Mingyu membantu membuka kancing celana piyama pendek Wonwoo yang terdapat di bagian karet pinggangnya itu. Dan tanpa ragu, manik elang Mingyu yang sedang dimanjakan itu menikmati kembali pemandangan yang berada di hadapannya, sembari meraba tubuh mulus putih milik Wonwoo yang tak menggunakan sehelai benangpun. “You’re so sexy, I could look at you all day and never blink.” goda Mingyu yang dijawab desahan manja Wonwoo ketika dirinya merasakan Mingyu mulai bermain serta memanjakan kedua nipples nya dengan memilin, dan mencubit puncak dada kecoklatan itu dengan gemas.

Wonwoo mengambil tangan dengan urat-urat menonjol yang sedang meraba tubuhnya, meletakkannya pada pinggang rampingnya seketika ia menungging, dan berbisik di salah satu daun telinga Mingyu, “Just lie down, I’ll take care of you.” kata Wonwoo mengecup bibir mantan suaminya itu singkat, kemudian menghirup wangi tubuh Mingyu, sembari memberi kecupan-kecupan erotis pada pipi, rahang, lalu turun ke leher jenjang sawo matang itu, dan sedikit bermain di perpotongannya, menyisakan bekas kemerahan kecil di sana.

Bibir tipis kenyal yang basah itu semakin turun ke bawah, mengabsen tubuh bagian depan Mingyu, dari mulai kedua nipples nya, lalu, ke perut sixpack nya, dan pinggang kekarnya, membuat pria tampan itu mengerang tak sabar. Wonwoo earnestly asked Mingyu to be quiet because he was going to spoil him.

Wonwoo membalikkan tubuhnya, menanggalkan sisa-sia kain yang masih menempel ditubuh Mingyu. “So cute, it’s already hard.” kata Wonwoo menggenggam benda kenyal berurat tebal yang sudah terbangun itu, dengan centilnya pria manis itu mengecup lembut kepala hingga batang kejantanan di hadapannya, mengabsen benda tersebut dengan lidah hangat miliknya. Mingyu mengerang berat dan desahan yang memburu membuat Wonwoo semakin senang menggodanya.

“Emmhhh–” erang Mingyu dengan suara baritone rendahnya saat hangatnya mulut Wonwoo sudah melahap dan memainkan kejantanannya di bawah sana. “Aaahh– It feels so good–” kata pria tampan itu sembari meremat bongkahan pantat Wonwoo yang sudah berada tepat di hadapannya. Mingyu sedang menikmati ranum tipis Wonwoo yang sedang memanjakan kejantanannya.

“Mhhh— Yes, deeper hmm– just like that, cantik–” pinta pria dewasa tampan itu sembari menarik pinggul Wonwoo dan membuka lebar kedua bongkahan di hadapannya hingga menunjukkan lubang sempit yang belum ia siapkan untuk permainan mereka selanjutnya.

Wonwoo menggoyangkan pinggul rampingnya saat merasakan deruan nafas mantan suaminya berada di depan lubang manisnya, “Mhhhh~” desah Wonwoo tertahan karena kejantanan Mingyu yang masih berada di dalam rongga mulutnya saat mantan suaminya itu mengecup kerutan yang berada di sekitar lubangnya, membuatnya terkejut. Pria manis itu menggerakkan pinggangnya gelisah saat Mingyu sudah menginvasi lubangnya dengan indera pengecap kenyal beserta saliva nya. Tak hanya lubang manisnya, Mingyu pun memanjakan testicles serta kejantanan Wonwoo yang mulai mengeras, begitupun dengan yang pria cantik itu lakukan pada titik sensitif mantan suaminya. “Sooo nghhh~gooodhh~” desau Wonwoo resah sembari mengocok kejantanan Mingyu dan menikmati lubangnya yang sudah basah karena air liur Mingyu.

Mingyu membawa tubuh ramping Wonwoo untuk kembali telentang di atas tempat tidur kamar tamu itu setelah foreplay mereka. Tanpa ia minta pria bermanik rubah yang terbaring penuh gairah itu sudah membuka lebar pahanya, menunjukkan lubang yang sudah basah disebabkan oleh kelakuan Mingyu tadi, “Gyuuu~ mauuu~ mhhh~” pinta Wonwoo manja sembari menggigit telunjuk jarinya dan mengelus kejantanan Mingyu yang sudah menegak sempurna di sana. Kedua jari lentik dari tangan lain milik Wonwoo kini sedang membuka lubang manisnya, mengajak Mingyu untuk memasukkan miliknya ke dalam sana.

Mingyu menyeringai saat melihat lubang berkerut yang sudah ia siapkan tadi sedang kembang kempis, dan tanpa membuang waktu Mingyu mengambil kaki jenjang Wonwoo, membuka pahanya lebar-lebar, “Aaahhh–” Mingyu mengerang saat kejantanannya perlahan memasuki lubang Wonwoo yang sempit karena tak pernah terjamah lagi sejak malam itu. Begitupun dengan Wonwoo, pria cantik itu merintih kesakitan saat merasakan kepala kejantanan Mingyu memaksa masuk ke dalam lubangnya yang basah. Namun, Mingyu tidak mau menyerah, dan Wonwoo menahan rasa sakitnya, karena setelah ini pria manis itu tahu Mingyu akan memberikan kenikmatan yang luar biasa pada lubangnya.

“Ngghhhhhh~” Wonwoo melenguh panjang ketika merasakan sakit namun nikmat sambil mencakar punggung mantan suaminya itu saat penis Mingyu sudah masuk sempurna ke dalam sana.

Mingyu menekan kejantanannya semakin dalam, membuat Wonwoo sulit untuk bernapas di bawah sana. Pria tampan itu membawa paha mantan suaminya di lengannya, mempermudahnya untuk mengakses lubang Wonwoo yang kini sudah penuh berisi penis nya, tubuh mereka sudah bersatu. Bahkan dada mereka sudah saling bersentuhan di atas tempat tidur kamar tamu itu.

Wonwoo dan Mingyu kembali memagut mesra, saling bercumbu intens hingga lidah mereka kembali saling mengait. Kedua pria dewasa itu sudah sangat berantakan, bunyi kecapan dari ciuman mereka menggema di ruangan itu, desahan serta lenguhan saling memanggil nama satu sama lain, tubuh lembab saling bertabrakan, semakin menimbulkan suara erotis yang malam menjadi suara latar di dalam kamar tamu itu. Memanjakan daun telinga mereka yang sudah dibalut nafsu dan gairah.

“Gyuu~ aahhhhh~ pleaseee~ hngg~” pria cantik itu melenguh manja saat penis Mingyu mulai bergerak, mengeluar-masukkan kejantanannya pelan namun dalam hingga menumbuk sweet spot nya berkali-kali, membuat tubuh Wonwoo ngilu, kejantanannya ikut berkedut.

“Eenghh– You’re so beautiful, Wonwoo–” Mingyu menggoyangkan pinggulnya dan menghajar lubang pria di bawahnya itu sembari menyisir surai Wonwoo yang sudah basah karena keringat dari hasil olah raga malam mereka.

Suara kulit saling beradu semakin terdengar cepat, desahan manja Wonwoo memanggil nama mantan suaminya itu makin lama tak beraturan, pahanya mulai bergetar hebat saat Mingyu tak henti-hentinya menumbuk titik orgasme-nya dengan menyebut nama Wonwoo tak karuan. “Aaaahhh~ aaahhh~ aaaangghhh~” lenguhan panjang Wonwoo yang disusul erangan berat dari Mingyu menandakan mereka sudah sampai pada pelepasannya bersamaan.

Kedua sejoli itu kembali memagut mesra di antara napas yang masih terengah. Cairan putih kental Wonwoo berceceran di perut keduanya, sedangkan Mingyu masih belum melepas tautannya.

“*You’re — nghh — the best — fucking gift ever, cantikhh~ Enghh~” kata Mingyu saat ia menekan kejantanannya yang masih berkedut di dalam lubang Wonwoo, melepaskan muatannya.

“Ahhhng~” desah Wonwoo saat merasakan bagian bawahnya sudah terisi cairan hangat milik mantan suaminya itu.

Ayah dan Papa Chan sudah berbaring di atas sprei berbahan sutra putih yang berantakan setelah melakukan kegiatan panas mereka dengan tubuh tanpa menggunakan sehelai kain pun, saling berhadapan. Mingyu memeluk pinggang Wonwoo dengan possessive sembari mengelusnya, begitupun Wonwoo yang menyisir surai mantan suaminya itu dengan jemari lentiknya. Mereka saling menatap dan bertukar senyum.

Perhaps it's already past the 6th, but Selamat ulang tahun, ganteng.” kata Wonwoo lembut sembari menangkup pipi mantan suaminya itu lalu mengecup bibir Mingyu. “Aku ngga nyesel jadi kado kamu tahun ini.” goda Wonwoo.

Thank you, cantik. If I knew the gift would be this good, I'd ask for my birthday every day.” jawab Mingyu, mengeratkan tubuh pria bermanik rubah itu ke dalam pelukannya, lalu menghirup wangi tubuh Wonwoo yang sudah bercampur dengan keringat, mengecup bibirnya lembut.

❤︎ Ex-WB – Narasi 4 ❤︎ Mingyu/Wonwoo ❤︎ 1,6k+ words


Sedari sore tadi dengan wajah yang sumringah Wonwoo sudah sibuk bersama Bibi di dapur untuk memasak beberapa masakan kesukaan Mingyu setelah mereka kembali dari berbelanja ke pasar swalayan dan mampir sebentar ke toko kue untuk mengambil pesanan kue ulang tahun yang sudah Wonwoo pesan dari beberapa hari yang lalu, birthday cake yang khusus untuk mantan suaminya itu. Chan juga baru tiba tadi sore setelah pulang bermain dengan temannya, dan anak remaja semata wayang itu pun kini sudah ikut sibuk menata meja makan untuk meringankan pekerjaan sang Papa dan si Bibi yang sedari tadi sibuk di dapur.

“Kue ulang tahunnya ini aku taro di tengah meja makan aja ya, Pa.” izin Chan yang sudah membawa kue ulang tahun dengan diameter 18 sentimeter berbentuk jas biru dongker sesuai dengan approval nya ke meja makan setelah dijawab anggukan oleh Wonwoo.

Sesuai dengan waktu yang sudah Wonwoo tentukan sebelumnya, tepat pukul 7 malam, suara mobil derap rendah dan gemuruh Aston Martin milik Mingyu sudah memasuki pekarangan rumah Wonwoo. Chan yang sudah hafal dengan bunyi dari mesin mobil sang Ayah langsung berlarian keluar menyambut kedatangan pria dewara yang hari ini sedang berulang tahun tersebut, sedangkan Wonwoo masih sok jual mahal dengan beryupura-pura sibuk merapikan dapur agar terlihat sedang membantu sang Bibi.

“Lho? Kok Den malah masih di sini?” tanya Bibi ketika melihat Wonwoo masih terdiam di dapur. “Ngga apa-apa lho, Den, ini biar Bibi aja yang lanjutin buat bebersihnya.” lanjut sang asisten rumah tangga.

“Gih, Den, pasti Den Mingyu seneng kalau disambut sama Den Wonwoo juga.” lanjut Bibi dengan sedikit nada yang menggoda sang pemilik rumah.

“Tapi, Bi—” belum selesai Wonwoo berkilah, Bibi sudah mendorong pria manis berumur 39 tahun itu untuk pergi menghampiri sang tamu istimewanya.

Dengan terlihat terpaksa – padahal sesungguhnya dia malu-malu – Wonwoo menuruti sang Bibi, ia membuka celemek yang masih melekat pada tubuhnya dan berjalan ke ruang tengah. Di ruangan tengah tempat biasanya mereka bersantai, kini sudah ada Mingyu baru saja tiba, pria tampan itu datang dengan menggunakan polo shirt putih slim fit dan celana bahan hitam yang malam ini terlihat lebih tampan dari hari lainnya di mata Wonwoo. Pria manis itu terdiam sejenak menikmati, menikmati ketampanan Mingyu, entah karena wangi segar yang merebak dari tubuhnya malam ini atau memang sebenarnya Wonwoo sudah lama sadar akan hal itu selama ini, namun, ia masih sangat denial untuk mengakuinya.

Am I late?” tanya Mingyu membuyarkan lamunan pria manis yang sudah berada di hadapannya.

“Eh? Ngga kok, you’re on time. Bibi just finished cooking for you.” kata Wonwoo.

Chan menarik lengan baju sang Ayah dan berjinjit sedikit, lalu berbisik, “Jangan percaya, Yah,” bisiknya kepada sang Ayah saat mendengar Papa nya berbohong karena ia tahu saat ini Papanya sedang menahan gengsinya. “That’s all Papa’s cooking, but Bibi chipped in to help him.” lanjut anak itu. Mingyu mendengarkan aduan anaknya sembari tersenyum dan memamerkan kedua gigi taringnya yang menawan.

Oh. I see. Looks like your Papa still a bit shy around me ya?” goda Mingyu membalas bisikan sang anak semata wayangnya itu sambil tersenyum. Bisikan itu sebenarnya bukan bisikan yang tidak dapat terdengar oleh Wonwoo, karena pada kenyataannya pria cantik itu dapat mendengar bisikan kedua pria kesayangannya dengan sanngat jelas.

“Ayo ah, nanti makan malemnya keburu dingin!” kata Wonwoo acuh dengan membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah meja makan yang sudah dipenuhi dengan masakan rumah favorite Mingyu serta kue ulang tahun yang Chan letakkan di tengah meja persegi panjang itu.

“Waaahh!! Sebanyak ini?” tanya Mingyu kaget saat melihat makanan kesukaannya tersedia di atas meja makan dengan harum yang menggoda. “Did you make everything?” tanya pria tampan kepada Wonwoo yang sudah duduk di kursi meja makan sebelah kirinya.

“Den Mingyu, selamat ulang tahun ya.” kata Bibi ketika membawakan korek api yang Wonwoo tinggalkan di dapur tadi.

“Terima kasih banyak ya, Bibi.” jawab Mingyu sambil tersenyum kepada wanita paruh baya itu. “Maaf, jadi ngerepotin Bibi masak sebanyak ini.” lanjut pria tampan itu dengan sopan kepada wanita paruh baya yang sudah lama bekerja di rumah Wonwoo tersebut.

“Bukan Bibi yang masak, Den, ini semua Den Wonwoo yang masak. Bahkan, tadi dia ikut Bibi belanja juga, milihin bahan-bahannya juga.” kata Bibi mengukuhkan perkataan Chan kepadanya tadi.

“Oh gitu?” kata Mingyu jail sambil menatap ke Wonwoo yang sedang menunduk tersipu malu. Pria tampan itu masih gemas dibuatnya.

“Selamat menikmati, Bibi ke belakang dulu ya, Den.” izin Bibi meninggalkan keluarga kecil itu duduk di meja makan agar dapat menyantap makan malam mereka.

Mingyu dan Chan menyusul Wonwoo yang sudah duduk di meja makan. Saat ini pun sama seperti saat mereka masih bersama, Mingyu duduk di tengah sebagai kepala keluarga, sedangkan Chan duduk berada di seberang Wonwoo. Pria yang baru berumur 39 tahun itu sedikit terkejut saat jemari lentik putih milik Wonwoo dengan sigap meletakkkan nasi di mangkuk nasi miliknya, kemudian mengambilkannya lauk, dan menuangkan sup di mangkuknya yang lain. Sama seperti yang pria manis itu lakukan untuk Chan. Hati Mingyu menjadi sangat hangat malam ini.

***

Setelah makan malam selesai, Mingyu dan Wonwoo masih berada di ruang makan, Wonwoo sedang merapikan piring-piring kotor dengan Mingyu yang hanya memperhatikan setiap gerak-gerik mantan suaminya itu ketika Chan meninggalkan mereka berdua, meminta izin sebentar karena harus menghubungi salah satu temannya, sehingga kini hanya ada kedua pria dewasa di sana. Setelah memastikan Chan dan Bibi tidak berada di dekat mereka, tanpa ragu, Mingyu segera mengambil kesempatan ini untuk mengikis jaraknya dengan mantan suaminya, lalu memeluk pria manisnya dari belakang, Wonwoo terkejut saat merasakan kedua tangan Mingyu sudah melingkar diperutnya. “Gyu, ada Chan sama Bibi, kalau mereka liat gimana?” bisik Wonwoo.

“Mereka ngga akan liat, I won't hug you for long.” kata Mingyu, Wonwoo terdiam karena sebenarnya jantungnya berdetak tak karuan ketika kedua tangan kekar Mingyu sudah merengkuh tubuh rampingnya. “Aku cuma mau bilang, terima kasih karena kamu udah mau ngerayain ulang tahun ku sama-sama lagi. You won't know how happy I am.” lanjut pria itu sembari mengecup bahu Wonwoo, karena dari belakang sini, hanya bahu tegapnya lah yang mampu ia raih. Jantung pria manis yang berada di rengkuhan Mingyu itu berdebar tak karuan.

“Thanks for cooking for me, your cooking is always the best.” kata Mingyu lagi dan mengecup pipi Wonwoo dari belakang sebagai ucapan terima kasihnya, ini merupakan perayaan ulang tahun terbaiknya selama 3 tahun belakangan.

Wonwoo's got butterflies in his stomach. Ia sangat senang ketika mengetahui bahwa mantan suaminya itu menyukai apa yang sudah ia lakukan untuknya.

Tanpa ragu, Wonwoo membalikkan tubuhnya agar ia dapat menatap manik elang pria yang sedang berulang tahun itu, lalu, kedua tangan putihnya sudah berada di wajah mantan suaminya dan mengelusnya lembut pipi pria di hadapannya, sedangkan tangan Mingyu masih melingkar di pinggangnya. “Happy birthday, Ayah Chan yang ganteng, may happiness and good things always be with you.” ucap Wonwoo dengan suara lembutnya, dan mengecup lembut bibir pria yang berada di hadapannya itu. “Semoga kamu suka hadiah aku dan Chan.” lanjut Wonwoo.

“Aku—” kalimat Mingyu terhenti ketika mendengar suara anak remaja yang berteriak memanggil pria manis yang sudah berada di pelukannya itu.

“Paaaaa, kita belum tiup liliiiin!” Chan berteriak dari tangga setelah usai menelepon temannya, mengagetkan kedua sejoli yang sedang saling berdekapan itu. Wonwoo segera mendorong tubuh Mingyu dengan refleks dari hadapannya agar mereka kembali menjaga jarak dan berpura-pura sibuk merapikan meja makan, sedangkan kini prianya sedang terhuyung untuk berdiri tegak karena dorongannya. Mingyu hanya berdeham berat.

“Oh iya, sayang! Hurry up and come down here!” jawab Wonwoo setengah berteriak, meminta anaknya untuk segera datang dan menyusulnya.

“Kaget!” gumam Wonwoo. “You okay?” tanya pria manis itu ke Mingyu setelah prianya sudah berdiri tegak dan berpura-pura mambantunya.

Pria yang ditanya itu malah tertawa renyah, “It’s okay, cantik” katanya di sela tawa saat melihat wajah panik pria manisnya itu. “Tapi lain kali aba-aba dulu, biar aku bisa siap-siap.” lanjut pria tampan itu menggoda Wonwoo. Wonwoo tertawa pelan sambil mengernyitkan hidung bangirnya, begitupun dengan Mingyu.

***

Chan, Mingyu dan Wonwoo sudah duduk bersama di ruang keluarga sambil menikmati dessert dari kue ulang tahun Mingyu setelah sang Ayah meniup lilin dan berdoa bersama. Kini kedua orang tua Chan itu sedang bercerita tentang kenangan indah mereka di zaman SMA, lalu masa-masa kuliah mereka bersama, hingga bagaimana mereka sangat menyayangi anak mereka satu-satunya itu.

Suasana hangat dan kebahagiaan memenuhi rumah mereka. Mereka tertawa, berseda-gurau, dan menikmati kebersamaan selayaknya keluarga. Momen spesial ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi Mingyu karena 2 tahun kemarin ia hampir lupa bagaimana rasanya bahagia dengan menanti hari ulang tahun setelah Wonwoo meninggalkannya.

Malam semakin larut, Chan sudah izin naik ke kamarnya, anak remaja itu sudah lelah karena hari ini ia bermain bersama temannya sampai sore, lalu membantu sang Papa menyiapkan makan malam dan merayakan ulang tahun bersama sang Ayah, belum lagi mala ini juga ia cukup banyak mendengarkan cerita nostalgia dari orang tuanya.

Wonwoo baru turun dari kamar Chan setelah pria manis itu memastikan kembali anaknya sudah berganti baju, cuci muka, cuci kaki dan sikat gigi sebelum tidur. Kebiasaan yang sudah Wonwoo terapkan kepada Chan sedari kecil, bahkan Mingyu sudah sangat hafal dengan kebiasaan mantan suaminya yang satu itu karena sampai saat ini pun ia juga masih melakukan hal yang sama seperti yang anak remajanya lakukan.

“Aku izin pamit pulang ya, Nu.” kata Mingyu terbangun dari tempat duduknya saat melihat mantan suaminya sudah berada di hadapannya. “Terima kasih banyak ya, this year's birthday present is more than plenty.” jawab Mingyu sambil tersenyum, mengelus lembut pipi Wonwoo dan mengecup keningnya.

Wonwoo hanya terdiam, ia masih merasakan ada yang kurang, “Hmm, Gyu~” pria manis itu menarik kain lengan baju polo shirt putih yang Mingyu gunakan.

“Hm?” Mingyu menghentikan langkahnya dan kembali menatap Wonwoo. Manik rubah itu menatapnya. namun, masih terdiam. “Kenapa, Nu?” tanya Mingyu dengan suara lembutnya.

“Kamu—” Wonwoo menggantung kalimatnya, ia masih menatap manik Mingyu dalam sembari mempertimbangkan kembali kalimat yang akan ia ungkapkan kepada mantan suaminya itu.

“Aku? Kenapa?” tanya Mingyu. Ia sangat tahu saat ini Wonwoo sedang memikirkan sesuatu, tapi Mingyu tidak tahu apa yang sedang dipikirkan pria manis berkacamata yang masih menggenggam kain lengan bajunya.

“Kamu… Ngga mau nginep aja di sini?” tanya Wonwoo dengan suaranya yang pelan, sedikit meragu, namun, kalimatnya jelas dan Mingyu dapat mendengarnya dengan jelas.


❤︎ Ex-WB – Narasi 3 ❤︎ Mingyu/Wonwoo ❤︎ 4.5k+ words


trigger warning ⚠️: Adult Content/NSFW | Kissing | Anal Sex | Oral Sex | Ex-lovers Sex | Bedroom Sex (W/o protection) | Foreplay | Too many details | Anal Fingering | Explicit Sexual Content | Sex Talk | Blow Jobs | Deep Talk Sex | Cuddling & Snuggling | Naked Cuddling | Kissing | French Kiss | Foreplay | Light Petting | Nipple Play & Licking.

Wonwoo keluar dari pintu kamar mandi yang berada di kamar utama itu dengan hanya menggunakan sehelai kain satin robe berwarna putih beserta underwear briefs abu-abu yang dapat terlihat dari balik kain putih menerawang yang berada di tubuhnya, setelah pria bermanik rubah itu melakukan ritual sehari-harinya sebelum tidur. Pria manis berkacamata itu sudah duduk bersandar pada headboard tempat tidurnya, mengintip pesan yang masuk dan langsung meletakkan handphone nya di atas nakas setelah membaca pesan terakhir dari Kak Han — sahabat sekaligus seniornya di kampus dulu. Lalu, ia mengambil majalah yang berada di dekatnya, membawa jemari lentiknya untuk membolak balikkan lembar majalah yang berada di tangannya, dan menghentikan kegiatannya, kemudian, meletakkan majalah itu di sebelah ponsel nya.

Is that for real?” tanya Wonwoo bicara pada dirinya sendiri. “Am I often stressed and cranky just because I haven't had sex in a while?” gumamnya lagi.

“Kapan ya terakhir gue having sex?” tanya Wonwoo pada dirinya sendiri sambil memainkan pita pada robe yang melingkar di perutnya.

Wonwoo masih mengingat-ingat kapan terakhir kalinya ia dan Mingyu saling menyatukan tubuh mereka dengan bermandikan keringat penuh dengan gairah, sembari mereka mendesahkan nama masing-masing dengan sang mantan suami yang terus menerus menekan lubangnya, nikmat. Mungkin malam itu, malam ketika ia dan Mingyu melakukan sex terpanas mereka setelah beberapa tahun belakangan hubungan mereka mulai terasa datar. Seketika pipi Wonwoo merona merah saat ia kembali mengingat kejadian 2 tahun lalu di Paris.

Pria cantik itu perlahan memejamkan kedua matanya, membayangkan kembali malam di mana ia sudah berada di pangkuan Mingyu dengan nafas berat mantan suaminya itu berada di bahunya, mengecup tengkuk lehernya, dan kedua tangan gendut Mingyu memainkan bagian depan tubuhnya jail, sambil mengucapkan kalimat-kalimat usil yang membuat Wonwoo semakin terangsang di atas lahunan paha kekar itu. “Hmm~” desah Wonwoo sambil mulai membuka kedua kakinya lebar, kini ia seperti merasakan jemari gemuk Mingyu sedang mengelus kejantanan miliknya dari luar briefs yang malam ini ia gunakan.

You’re so hot, sayang.” kata pria tampan yang berada di pikiran Wonwoo dengan suara baritone-nya yang memburu.

“Ahh~ G~” kalimatnya menggantung sesaat Wonwoo kembali tersadar dari pikiran nakalnya. Pria manis itu membelalakkan matanya saat melihat robe satinnya sudah tersibak menampakkan kaki ramping putihnya yang terbuka lebar dan salah satu tangannya sedang mengelus lembut ‘miliknya’ dari luar celana dalamnya. Degupan jantung pria bermanik rubah itu mulai tak karuan, aliran darahnya berdesir dan benda tak bertulang di selatan-nya pun perlahan terbangun.

Tadi, Mingyu tampak jelas di dalam bayangannya.

Wonwoo membuka laci di samping tempat tidurnya, dan mengambil benda panjang berwarna merah yang terbuat dari rubber bulat-bulat dan tebal dengan ujungnya yang berbentuk mawar. Pria manis itu dengan sigap menanggalkan underwear nya dan membaluri benda itu dengan lubricant. Mungkin, benda itu bisa memenuhi lubangnya, seperti ketika jemari mantan suaminya mengisi lubangnya sebelum mereka memulai permainan utama, pikir Wonwoo.

“Nghhhh~” desahnya saat benda itu ia masukkan secara perlahan ke dalam lubangnya.

***

Lantunan lagu classic yang sebelumnya sudah Wonwoo hidupkan untuk menemaninya tidur, malam ini menjadi backsound yang mampu meredam suara desahannya, pria manis itu masih berada di posisi bersandar pada headboard, kedua kakinya sudah terbuka lebar, pinggulnya mulai naik sedikit dengan satu tangannya masih memainkan rubber butt plug pada lubangnya, menggerakkan gestur keluar masuk di bawah sana, membayangkan bahwa benda itu adalah jari-jari gendut mantan suaminya.

He never hooked up with anyone else besides her ex-husband, even after they got divorced. He hasn't done it with anyone else all this time.

“Nghhh~” desah Wonwoo sembari menggigit bibir bawahnya saat ia menekan semua butt plug rubber agar sempurna masuk ke dalam analnya.

Dan desahannya semakin memenuhi ruangan kamar ketika satu tangannya mulai memijat kejantanannya serta tangan lainnya memilin salah satu pucuk dadanya.

***

Mingyu yang sedari tadi tidak dapat menghubungi anaknya, nekat langsung mendatangi rumah kediaman mantan suaminya itu, dan disinilah dirinya sekarang, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan pria tampan berbadan tegap besar tersebut kini berada di pekarangan rumah kediaman Wonwoo, satpam rumah mantan suaminya itu pun masih membukakan automatic gate untuknya, sama seperti hari-hari biasa, tanpa bertanya apapun seolah Mingyu masih tinggal di sana.

Pria 38 tahun itu memarkirkan mobilnya seperti biasa dan mencoba memanggil orang yang berada di dalam rumah, namun, tak ada satupun yang datang membukakan pintu untuknya, sehingga ia menekan 6 digit access kunci otomatis yang terdapat di pintu samping menuju dapur rumah dan ternyata terbuka, passwordnya masih sama seperti saat ia tinggal di sana.

Tanggal pernikahannya dengan Wonwoo.

“Kak?” panggil sang Ayah sedikit berbisik, karena penerangan rumah sudah mulai redup, seperti semua penghuninya sudah tertidur lelap. Sementara, anak remaja yang saat itu sedang dihukum untuk belajar oleh sang Papa tidak mendengar panggilan Mingyu karena sudah menggunakan airpod max bervolume kencang di telinganya.

“Nu?” masih tak ada jawaban.

Rumah itu masih hening.

Lalu, Mingyu berjalan menyusuri isi rumah menuju ke arah tangga naik untuk langsung ke kamar anaknya sembari membawa tas laptop Chan seperti yang ia janjikan tadi siang, namun, langkahnya terhenti di anak tangga pertama saat ia melihat pintu kamar utama yang dihuni mantan suaminya itu terdengar sayup-sayup musik classic dengan daun pintu yang tidak tertutup rapat. Pria tampan berkulit tan itu mengurungkan niatnya ke lantai atas dan berjalan ke datangnya arah suara sayup itu. Awalnya Mingyu berniat menutup pintunya saja, karena membayangkan sang mantan suami sudah tertidur lelap, namun, gerakannya terhenti ketika ia mendengar suara rintihan Wonwoo dari dalam.

Pria bermanik elang itu masih dengan sedikit ragu mengintip ke dalam kamar untuk memastikan apa yang ia dengar barusan, tapi, matanya langsung terpaku ketika menemukan Wonwoo yang menggunakan silk robe putih tipis, sedang merintih nikmat sambil mengocok kejantanannya dengan salah satu tangan, sedangkan tangan yang lain bermain dengan salah satu nipples nya serta kedua kakinya terbuka lebar di atas tempat tidur beralaskan sprei kain sutra. Mingyu dapat melihat jelas ketika sang mantan suami sedang menikmati lubangnya yang terisi dengan butt plug berwarna merah di dalam sana. Pemandangan yang membuat Mingyu tidak mampu membuang pandangannya, matanya disuguhkan tubuh putih mulus sexy nan menggoda milik Wonwoo yang sedang bermain dengan dirinya sendiri. Kejadian langka yang tidak mungkin lagi ia temukan.

“Aahh~ Nghhh~ Gyuuuu~” desah pria cantik bertubuh putih mulus itu memanggil nama pria yang kini sedang menatapnya dari sisi pintu yang terbuka.

Pria yang namanya berada di sela rintihan Wonwoo pun terkejut saat mendengar mantan suaminya masih memanggil namanya merdu, hingga tas laptop Chan yang ia pegang terjatuh di depan pintu kamar utama itu.

Brug!

⁠Wonwoo kaget mendengar suara dari depan pintu kamarnya, pria manis yang sudah mulai berkeringat dan hampir menemukan puncaknya itu bergegas berdiri, membiarkan butt plug miliknya masih tertanam di sana, dan perlahan berjalan dengan tertatih menghampiri pintu.

Sedangkan pria tampan bertubuh atletis yang masih menggunakan kemeja putih slim fit dengan dasi berantakan yang dari pagi ia gunakan itu malah masuk ke dalam kamar tersebut, bergegas mengunci pintu, dan membuang tas laptop anaknya sembarang, lalu ia bersandar pada daun pintu kamar Wonwoo, menunggu mantan suaminya itu datang menghampirinya sambil memanjakan mata dengan menikmati tubuh indah mantan suaminya yang terpampang jelas karena si dia belum sempat membenahi jubah atau kembali menggunakan celana dalamnya lagi ketika tahu Mingyu berada di sana.

What are you doing here?” tanya Wonwoo dengan suara lemahnya saat ia sudah berada di hadapan Mingyu.

Do you need a hand?” tanya Mingyu mengacuhkan pertanyaan Wonwoo dengan memberikan pertanyaan lain sambil tersenyum dan merapikan surai gelap mantan suaminya, lalu mengelus rahang pria cantik bermanik rubah yang sayu di hadapannya.

“Nghh~ I don’t think is a good idea,” kata Wonwoo disela desahannya ketika Mingyu dengan lembut mengelus leher jenjangnya. Tubuh Wonwoo terasa sangat sensitif saat ini, dan setiap sentuhan Mingyu bagaikan sengatan listrik baginya.

Sometimes a bad idea can make you feels good, cantik~” jawab Mingyu dengan tangannya yang sudah melingkar di pinggang ramping mantan suaminya itu.

Tanpa meminta consent dari Wonwoo, Mingyu langsung memagut ranum oranye Wonwoo dengan penuh mesra dan kerinduan. Suara desahan Wonwoo teredam di dalam penyatuan mereka saat Mingyu mengaitkan lidahnya dengan sang mantan suaminya, hingga mereka bertukar saliva.

“Nghh~” desah Wonwoo sembari mendorong dada kekar Mingyu, namun, pria kekar itu semakin merapat. “Gyuu, STOP!” kata pria manis itu ketika tautan mereka mampu ia lepaskan.

Tanpa mengindahkan permintaan Wonwoo, Mingyu kembali menyatukan bibir mereka, namun kali ini Wonwoo menutup bibirnya rapat-rapat sehingga pria tampan yang lebih muda satu tahun itu tidak dapat menyatukan indera pengecap mereka seperti sebelumnya. Mingyu tidak mau menyerah, ia tahu bahwa Wonwoo menginginkannya sama seperti ia sangat merindukan mantan suaminya itu.

Open your mouth, Nu, I know you're longing for me just as much as I'm longing for you too.” bisik Mingyu sambil menggigit bibir bawah Wonwoo dengan jail, dan menekan butt plug yang masih terdapat di dalam lubang mantan suaminya itu.

“Aaahhng~” desah Wonwoo manja saat Mingyu menekan benda panjang itu hingga ujung benda tersebut menyentuh sweet spot-nya di bawah sana.

Mingyu kembali mencium bibir tipis ranum itu, memagutnya mesra hingga Wonwoo tak mampu lagi berkilah dan membalas ciuman tersebut. Lidah mereka saling bersilat dan menyatu, hingga entah saliva milik siapa sudah menetes dari pinggir bibir pria cantik itu.

Tanpa melepaskan penyatuan bibir mereka, pria kekar berbadan atletis itu membawa kedua tangan Wonwoo untuk melingkar di lehernya, serta membawa kedua paha ramping mantan kekasihnya itu ke pinggangnya, menggendongnya hingga berada di atas tempat tidur yang berlapis sprei sutra abu-abu, dan meletakkan Wonwoo perlahan.

Pria manis itu tidur terlentang pasrah saat Mingyu sudah membuka kedua pahanya lebar-lebar, memamerkan kejantanan berwarna serupa dengan kulit tubuhnya, urat-urat yang sedikit terlihat karena sudah kembali menegang dengan testicles yang menggantung di bawah sana, dan butt plug motif mawar yang masih menutupi lubang manisnya.

Mingyu tanpa ragu membawa wajahnya di antara selangkangan Wonwoo yang ia angkat sedikit. “Hmmph~” desah pria manis itu sambil menatap dan memegang surai gelap mantan suaminya saat Mingyu mengecup kulit testicles mantan suaminya dengan sensual, kemudian turun untuk menggoda perineal raphe milik Wonwoo dengan jilatannya sebelum menggoda lubang yang masih tertutup itu. Wonwoo mendesau geli dan nikmat.

You always like it when I do this—” kata Mingyu sedang bermain dengan lidahnya di pinggiran butt plug itu. Wonwoo meremas sprei yang dapat ia jangkau sambil meringis ngilu ketika Mingyu menarik mainan sex itu dengan mulutnya, membuang benda tersebut sembarang. “When what you need is this—” lanjut Mingyu dengan lincah memasukkan lidahnya ke dalam lubang Wonwoo dan menabrak rectum pria manis itu di bawah sana, membuat Wonwoo nikmat hingga sakit kepala.

“Aaaanghhh~ nghhh~” desahan yang menjadi alunan indah untuk Mingyu, membuatnya sangat ingin terus-menerus bermain di sana. “Gyuuhhh~ Mmmm~” Wonwoo semakin mendesau resah saat jemari jail Mingyu ikut masuk bersama dengan lidahnya ke dalam lubangnya.

Wonwoo menarik wajah tampan Mingyu untuk menyudahi kegiatan pria tersebut saat lubangnya sudah terasa basah akibat lubricant dari butt plug yang bercampur dengan saliva mantan suaminya itu, dan mengambil dasi yang masih melingkar di leher Mingyu untuk semakin mendekatkan wajah mereka berdua, “I hope nobody else knows how playful your tongue can be.” kata Wonwoo berbisik sambil mengatur nafasnya, dan kemudian kembali menyatukan bibir mereka hingga lidah mereka bertaut dan terdengar merdu desahan-desahan yang teredam di dalam sana.

Mereka masih bercumbu mesra saat pria manis berjari lentik itu perlahan menanggalkan satu persatu kancing kemeja putih yang Mingyu gunakan malam ini, hingga duda tampan itu melepaskan cumbuan mereka hanya untuk membuang kemejanya sembarang dan kembali menyatukan kedua bibir mereka.

Jemari lentik Wonwoo mulai mengabsen tubuh pria yang berada di atasnya. “Hhmmhhh~” desah berat Wonwoo semakin menggoda saat ia mulai memegang kejantanan Mingyu yang sedari tadi sudah menegang dan terasa sesak. Wonwoo membuka kancing celana bahan pria berkulit tan itu dan melucuti semua bawahan Mingyu dengan kedua kakinya lihai.

It’s already hard when I heard you moaning my name earlier, cantik.” kata Mingyu saat menyudahi ciuman mereka dan membalik tubuh Wonwoo, mengangkat pinggul mantan suaminya itu hingga menungging di hadapannya.

“Aaaaaaaaahhngggg~” mata Wonwoo membelalak saat ia merasakan ada benda berukuran besar, panjang tak bertulang dengan tekstur urat-urat masuk ke dalam lubangnya yang sudah basah dan licin. “Aaaahhhh- aaahh- aahhh~” desahan erotis Wonwoo lainnya terdengar lantang saat Mingyu menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan maju-mundur, menusuk rektum miliknya hingga bunyi kulit mereka saling bertabrakan menambah panasnya suasana kamar utama itu malam ini.

“Nu, tell me the honest truthh~ Aghh~” kata Mingyu sambil mengerang ketika ia menusukkan kejantanannya dalam, lalu, memeluk punggung tubuh ramping pria yang menukik indah di hadapannya. membuat bulu kuduk Wonwoo meremang. Kulit mereka yang mengkilap karena lembab oleh keringat itu kini sudah menjadi satu.

Mingyu mengecup tengkuk Wonwoo dengan sensual, sama halnya seperti yang pria cantik itu bayangkan beberapa saat yang lalu.

“Aahhhh~” desah Wonwoo saat merasakan Mingyu sudah memainkan kedua nipples nya dengan memilin, menyentil dan mencubit nakal dari belakang tubuhnya.

So, all this time you've still been thinking about me, hmm?” tanya mantan suami Wonwoo itu sambil tersenyum lebar sembari menyisakan tanda merah keunguan miliknya di tubuh mulus dan putih itu.

“Emmmhhh~ don’t be silly!” ucap Wonwoo diantara desahannya merasakan seluruh tubuhnya sudah di invasi oleh mantan suaminya itu.

Really? See how your body always reacts to every little thing I do, Nu— Aahh~” bisik Mingyu sembari mengerang saat rektum Wonwoo mulai menjepit kejantanannya.

Mingyu mengubah posisi mereka dengan perlahan dan lembut, ia semakin memperdalam penyatuan mereka sembari menarik pelan pinggul Wonwoo dengan hati-hati, Mingyu membawa tubuh Wonwoo untuk berdiri dengan lututnya, seperti yang sedari tadi ia lakukan. Wonwoo menuruti pergerakan Mingyu tanpa melawan dengan desahannya yang semakin tak tertahan saat merasakan milik Mingyu yang sudah semakin menekan titik manisnya, dan membiarkan tubuhnya bersandar pada dada bidang mantan suaminya itu.

“Gyuuhh— it’s too deephh!” protes Wonwoo sembari memegang lengan kekar Mingyu yang kini sudah melingkarkan satu tangannya di perut Wonwoo, dan tangan lainnya kembali memainkan nipplesnya secara bergantian.

Let’s be real~” Mingyu menggoyangkan pinggulnya pelan, menggoda lubang Wonwoo yang sudah penuh dengan penisnya, membuat mantan suaminya semakin frustasi karena rectumnya yang tertekan dan terhimpit benda semakin keras nan besar itu. “Kamu ngga pernah— kaya ginihh— sama orang lain, because you still thinking of me, right?” kata Mingyu semakin menekan titik manis mantan suaminya di bawah sana.

“Aaaaahh~ dunia aku ngga aahhh— selalu berputar di kamungh~” desah Wonwoo menahan rasa nikmatnya mati-matian saat ia menjawab pertanyaan mantan suaminya yang angkuh itu sembari memegang lengan Mingyu, sedikit mencakarnya dengan kepala yang sudah bersandar pada bahu kokoh di belakangnya. “You and your ego— hhnggg~” Wonwoo melanjutkan kalimatnya dengan desahan erotisnya.

“Kenapa dengan aku dan ego ku? Hmm?” tanya Mingyu sambil mengecup leher jenjang pria yang ada di depannya meninggalkan jejak merah nya lagi di sana.

“Kamu sadar ngga kalau mmhhh~” Wonwoo semakin menyandarkan kepalanya di bahu Mingyu, dengan tangan kanannya sudah memeluk leher pria kekar di belakangnya itu, memberikan akses Mingyu untuk menyentuh tubuh bagian depannya. “Kamu merasa selalu benar dan nghhh” kalimat Wonwoo tergantung saat Mingyu mulai memainkan kejantanannya yang sudah menegang sempurna.

“Hmm?” tanya Mingyu masih menikmati tubuh Wonwoo yang sudah lama tak ia sentuh seperti saat ini.

“Kamu ngghh—aaahhh— pernah dengerin pendapat aku nghhh~” keluh Wonwoo ketika merasakan kenikmatan dari tangan Mingyu yang mulai memijat kejantanannya. “Ehmmm~ Kamu sibuk sama urusan kamu sendiri~” lanjutnya saat precum-nya sudah keluar di bawah sana.

You don’t know how I feel back then, Nu.” jawab Mingyu yang masih menggerakkan pinggulnya, “I’m trying to give you and Chan the best thing in this world, haahhh—” erangnya, gerakan pinggul Mingyu yang bergerak maju dan mundur itu semakin cepat, sehingga pria manis yang kini sudah berada di rengkuhannya itu terkejut dan mendesah tak karuan.

“Semua buat kamu dan Chan.” Mingyu memijat kejantanan Wonwoo semakin cepat, membuat Wonwoo tak sanggup untuk menahan desahan rasa nikmatnya.

“Tapi aaahhku nggghhhh~” lenguh Wonwoo manja, suaranya tercekat karena gerakan Mingyu yang semakin cepat menginvasi kejantanan dan lubangnya. Pria manis itu sudah tak sanggup bicara, tubuhnya sudah tak terkendali.

“Haaaa— Angghh—” erangan Mingyu terdengar bersamaan dengan desahan manja Wonwoo yang melantun, menggema bersamaan dengan lagu classic yang terputar di kamar utama itu menemani pencapaian mereka yang pertama.

Rasa hangat memenuhi perut Wonwoo saat cairan putih Mingyu keluar di dalam bagian tubuhnya, sedangkan milik Wonwoo meluber ke atas sprei silk abu-abu miliknya dan di tangan mantan suaminya itu.

“Tapi apa aaghh—” kata Mingyu, Wonwoo menatap ke wajah pria itu, pria yang sedang menyelesaikan pelepasannya di dalam sana.

Kini wajah mereka sudah saling bertatap, Wonwoo menatap wajah pria yang berada di bahunya dengan tatapan sayu. “Sumpah, gue benci banget sama lo,” kata Wonwoo lemah di sela nafasnya yang terengah itu.

Nafas Mingyu masih memburu, ia hanya tersenyum menyeringai, “I know, tapi cuma aku yang bisa bikin kamu seberantakan ini, Nu.” jawabnya percaya diri sembari menatap wajah pria cantik bersurai gelap, lepek dan berantakan, dengan mata sayu yang sedang bersandar pada bahunya. Mingyu benar, karena untuk Wonwoo cuma ada seorang Kim Mingyu yang mampu mewarnai seluruh hari-harinya dan membuat ia tak karuan seperti saat ini.

Mingyu tanpa ragu kembali menyatukan ranum mereka. ‘Lain dibibir lain dihati’ begitu kata orang, persis dengan keadaan Wonwoo saat ini — berbeda dengan kalimatnya barusan, Wonwoo justru tidak menolak ciuman Mingyu, justru pria manis itu membalas cumbuan Mingyu hingga mereka sudah saling memagut mesra pada posisi yang masih sama, tubuh mereka yang masih menyatu. Wonwoo sudah tidak peduli lagi apa yang membuatnya marah kepada pria yang kini sedang mencium bibirnya sambil menyatukan lidah mereka itu, saat ini ia sedang menikmati saat satu tangan Mingyu melingkar pada perutnya dan tangan bebas lain mengelus lembut rahangnya.

Mingyu melepaskan tautan mereka di bawah sana, membiarkan cairan kental putih miliknya keluar perlahan dari lubang manis milik mantan suaminya itu. Wonwoo sudah terkapar lunglai di atas tempat tidurnya, membuat Mingyu dengan jelas dapat melihat tubuh indah-putih-halus-mengkilap karena keringat dan beberapa tanda merah keunguan yang ia buat tadi. Tubuh yang selalu ia rindukan.

Pria tampan bertubuh kekar tersebut membalik tubuh Wonwoo, agar ia bisa menatap wajah cantik sayunya, lalu, pria manis yang sedang mengatur nafasnya yang terengah itu pasrah saat melihat tubuh Mingyu sudah berada di atasnya, manik mereka sudah saling menatap.

Lantunan musik klasik masih terdengar samar saat Mingyu mengelus lembut surai gelap Wonwoo, merapikannya, Wonwoo pun membalas tatapan manik elang itu.

Let me tell you something, Nu,” kata Mingyu memecah keheningan antara mereka berdua sembari mengelus lembut salah satu sisi kening dan alis mantan kekasihnya itu, Wonwoo memejamkan matanya, menikmati sentuhan pria yang selalu berada di hatinya.

“Hmmm, no matter how hard I try to find someone else, no one even comes close to you, Jeon Wonwoo.” Kata Mingyu, pria yang dipanggil nama lengkapnya itu membuka perlahan matanya. “And if you ask me now, do I lo—” kalimat Mingyu menggantung saat pria yang berada di bawahnya itu segera menarik wajahnya dan menyatukan kembali kedua bibir mereka. Wonwoo mencumbu bibir kenyal Mingyu dengan lumatan perlahan tanpa menuntut, hanya ciuman lembut penuh rindu.

Wonwoo melepaskan ciumannya, lalu, melingkarkan tangannya di leher pria yang masih berada di atasnya itu, semakin mendekatkan tubuh mereka.

I used to feel lonely when I was with you because you were always busy with your work and your attention was only for Chan,” jujur Wonwoo dengan suara dan tatapannya yang lembut kepada pria tampan di hadapannya, mengeluarkan isi hatinya yang ia pendam beberapa tahun belakang ini, “Without you knowing how much I needed you to back then,” ungkapnya sembari menyisir rambut lepek Mingyu karena keringat dari kegiatan mereka tadi.

“Tapi, aku sadar sesuatu setelah kita pisah, Mingyu, I feel even lonelier now that you're no longer with me.” kata Wonwoo mengakui apa yang sedang ia rasakan. “Aku masih cemburu waktu aku denger kabar kamu hooking up with random people,” suaranya masih lembut dan tenang. Mata mereka masih saling menatap dalam.

Mingyu terdiam mendengar curahan hati mantan suaminya yang sudah berada di rengkuhan tubuh kekarnya. “Aku marah karena cuma aku di sini yang masih ngga bisa lupain kamu dan semua tentang kita,” kata Wonwoo memejamkan matanya, jantungnya berdegup kencang saat mengakui apa yang masih ia rasakan.

While you've been living your life as if nothing ever happened to—

Kalimat Wonwoo menggantung karena Mingyu memotong kalimat terakhir mantan suaminya dan menutup bibir ranum oranye indah itu dengan bibirnya, menyesapi bibir bawah pria ramping yang masih terkukung oleh tubuhnya itu. Mencumbunya mesra sambil mengelus surai gelapnya, tanpa ragu Wonwoo membalas ciuman itu dengan kehangatan. Ciuman demi ciuman lembut yang berubah menjadi cumbuan dalam penuh gairah, serta permainan lidah yang intens dengan saling bertukar saliva. Desahan lembut teredam di dalam penyatuan bibir mereka ketika tangan Mingyu mulai menjelajahi kembali tubuh Wonwoo dengan menyentuh setiap lekuk dan konturnya.

Sepasang mantan suami itu sudah berciuman dengan penuh nafsu saat Wonwoo perlahan membuka pahanya lebar ketika jemari gemuk Mingyu berada di sana dan mengelus bagian dalamnya lembut. Wonwoo mengangkat pinggulnya sedikit saat mantan kekasihnya itu mengelus bagian belakang bawah tubuhnya, meremas bongkahan itu sembari menepuknya pelan, “Ahh~” desah manja pria yang mengelus punggung kulit tan pria matang yang masih mengurungnya itu terlepas dari dalam ciuman penuh gairah mereka.

Mingyu melepas cumbuan penuh hasratnya dan perlahan menggoda tubuh bagian lain sang mantan suaminya itu dengan kecupan, mulai dari salah satu rahang pria yang lebih tua satu tahun itu, turun ke leher jenjang putihnya dan berhenti sejenak di sana, menghisap lembut leher indah itu hingga menyisakan tanda kepemilikannya. Wonwoo mendesah menggoda penuh gairah, menikmati setiap sentuhan bibir kenyal Mingyu pada tubuhnya. Tak hanya bibir, jemari gemuk Mingyu pun ikut menjelajahi tubuh Wonwoo, mengelus kedua lengan berotot kecil yang sudah lama tak pergi ke gym itu dan membawanya ke atas kepala Wonwoo, menahan kedua tangan pria manis itu dengan satu tangannya.

“Nghhhh~ ahhh~” erang Wonwoo genit saat Mingyu sudah memainkan kedua putingnya yang mengeras dengan jemari gemuk dan lidahnya. Wonwoo merasakan benda tak bertulang milik Mingyu sedang menjilati, kemudian menggigitnya gemas hingga menghisap tonjolan merah jambu kecoklatan itu, sedangkan sisi lainnya, jemari mantan suaminya sudah memilinnya, mencubit gemas tonjolan itu, hingga menggesekkannya dengan buku jarinya.

Tubuh Wonwoo melengkung indah bak busur saat menikmati sentuhan demi sentuhan Mingyu.

“Hnghh~” Wonwoo mendesau tak karuan sambil mengelus kepala Mingyu saat kejantanannya merasakan hangat rongga mulut milik pria tampan itu. “Ahhh~ yesss! Just like ooohh~ that nghhhh~” Wonwoo mendesah nikmat ketika lidah Mingyu bermain dengan penisnya dan memasukkan satu demi satu jari ke lubang manisnya.

“Mmm, I never knew if you were enjoying it.” kata Mingyu setelah menjilati cairan pre-cum Wonwoo yang menetes dari ujung kejantanannya. “If I had known, I'd gladly give you my mouth jobs for the rest of my life.” lanjut Mingyu ketika sedang membasahi lubang Wonwoo yang hampir mengering karena sisa spermanya tadi dengan cairan saliva nya.

Look, I’m throbbing just from spoiling you like this.” kata Mingyu menunjukkan kejantanan yang sedang ia pijat sudah mengeras karena tubuh sexy serta suara erotis dari desahan Wonwoo.

“Nghhhhh~ ngga gituuuhhhh ahhh,” tubuh Wonwoo habis-habisan dimanjakan Mingyu malam ini. Pinggangnya bergetar saat lidah Mingyu bermain dengan gestur melingkar pada kerutan pantatnya, dan perlahan masuk mengabsen isinya.

Mingyu mengambil kesempatan yang ia punya selagi ia bisa, kapan lagi ia bisa seperti ini dengan pria yang masih ia cintai namun tak mungkin lagi ia miliki?

“Gyuuuhhh, stop!! Nghhhh~” pinta Wonwoo menjambak rambut pendek mantan kekasihnya, Mingyu menghentikan permainannya, dan menatap Wonwoo dari bawah sana. “Siniii~” Wonwoo merentangkan kedua tangannya dan meminta Mingyu untuk kembali memeluknya dan berada di atasnya, pria bertaring tampan itu menurut.

Lemme do somethin’ for ya~” bisik Wonwoo tepat ditelinga Mingyu, lalu mengecupnya lembut.

Wonwoo menelentangkan tubuh Mingyu ke sampingnya dan bangun dari posisinya. Pria manis itu naik ke atas tubuh kekar Mingyu, “*I can't wait anymore, I need you to fill me with your cock!” kata Wonwoo berbisik tepat di depan wajah Mingyu yang sedang tersenyum menyeringai karena mantan suaminya yang sedang berada pada puncak hasrat seksualnya.

Tidak hanya Wonwoo, Mingyu sudah sangat terangsang dengan pemandangan yang berada di atasnya ini, ia pun ingin memenuhi lubang manis Wonwoo dengan kejantanan serta cairan spermanya.

“Haaa—ngh—” erang Mingyu pada saat Wonwoo yang sudah duduk tegak perlahan memasukkan kejantanannya ke dalam lubang pria manis yang berada di atasnya itu.

“Ugh— Need a help, cantik ku?” tanya Mingyu sedikit mengerang sambil menggoda pria manis yang masih dalam posisi squat di atas tubuhnya karena belum sempurna memasukkan penisnya ke dalam sana.

“Haaaanggghhhhhh~” rintih Wonwoo panjang waktu Mingyu yang sudah tidak mampu menahan hasratnya untuk mengacak-acak kembali liang bokong mantan suaminya itu dengan sigap memegang kedua sisi pinggul Wonwoo, menekannya ke bawah ditambah lagi dengan menggerakkan pinggulnya ke atas, memperdalam penisnya untuk masuk ke lubang manis itu dengan sempurna.

“Unghhh~ aaahhh~ aaahhh~ Gyuhhh~ mphhh~” desah Wonwoo berantakan ketika Mingyu meremas kedua pantatnya, dan menggerakkan benda kenyal itu naik turun, menggesek rektum dan menumbuk sweet spotnya.

“Aagghhh— It feels so good, right? Damn~” erang Mingyu saat merasakan lubang Wonwoo memijat kejantanannya yang semakin besar di sana.

Wait! Nghh~ I can’t breathe hnggg~ too deepphhh~” rengek Wonwoo sembari memegang kedua sisi tangan Mingyu untuk menghentikan apa yang pria di bawahnya itu lakukan.

“Haaa~ You don’t like it? Hmmm?” Mingyu menghentikan gerakannya.

“Enak bangethh~ I’m dyingnghhh~” kata Wonwoo dengan nafasnya yang terengah. “But, I wanna move myself and make you feel good.” cicit Wonwoo yang terdengar jelas di telinga Mingyu.

Pria bertubuh atletis itu melepaskan pegangannya, meletakkan satu tangan di bawah kepalanya dan mengelus paha Wonwoo menggoda untuk memberikan pria nya itu semangat.

Wonwoo meletakkan kedua telapak tangannya di paha kekar Mingyu, membusungkan dadanya dan melempar kepalanya ke belakang saat pantatnya mulai bergerak naik dan turun pelan di atas Mingyu.

“Aaahhhh— maaf, sayang, I can’t hold it back anymore, haaaa~ aah—” erang Mingyu sambil menaik turunkan pinggul Wonwoo bersamaan dengan miliknya — berlawanan arah dengan cepat.

Suara kulit basah saling bertabrakan bersamaan dengan desahan kenikmatan dari dua sejoli yang sedang menyatu itu menggema di ruang tidur milik Wonwoo mengalahkan lantunan lagu classic yang pria manis itu nyalakan sebelum semua ini terjadi. Erangan manja erotis dan maskulin menambah suasana intim menjadi lebih panas hingga tak terelakkan.

“Gyu! Wait! Hnggg pleeaassee~ aaahhhh~ pleeeaseee~ pleaseeeee~” desah Wonwoo saat seluruh kakinya terasa ngilu, pahanya bergetar, penisnya berkedut tanpa tersentuh.

“Haaaa— Nghhh—“ Mingyu mengerang nikmat tak peduli permohonan Wonwoo.

Lubang dan kejantanan Wonwoo semakin berkedut karena penis Mingyu yang menekan titik tersensitifnya bertubi-tubi, sambil mendesah ia meremat tangan kekar Mingyu, merintih nikmat tak karuan saat dominan di bawahnya mempercepat gerakan dan memperdalam dorongannya.

Kedua pria dewasa yang sudah berkeringat itu mengerang panjang bersama ketika mereka kembali sampai pada puncaknya yang kedua malam ini. Wonwoo kembali merasakan kejantanan Mingyu yang berkedut pada lubangnya, mengisi liang itu dengan cairan kental di sana, sedangkan punya Wonwoo sudah meleber ke mana-mana, perut Mingyu, sprei abu-abunya, mereka sudah tak perduli.

Mingyu melepaskan kembali tautan mereka dan Wonwoo sudah terkulai lemas di atas tubuh pria yang lebih besar darinya itu. “You’re doing great, cantik.” kata Mingyu memeluk erat tubuh Wonwoo, lalu mengelus surai hitam yang kembali lepek karena berkeringat dan mengecupnya.