mnwninlove

❤︎ Ex-WB – Narasi 2 ❤︎ Mingyu/Wonwoo ❤︎ 1.5k+ words


Wonwoo keluar dari mobil SUV miliknya dengan wajah yang sedikit panik. Pria manis berkacamata itu berjalan cepat dari parkiran memasuki gedung salah satu sekolah swasta di bilangan Jakarta Selatan. Kakinya yang jenjang itu langsung melangkah ke lift yang tersedia di gedung tersebut menuju ke lantai 3, sesuai dengan arahan dari wali kelas anaknya dan berjalan menuju ke arah plang yang bertuliskan Counseling Room. Langkahnya terhenti sebelum ia sampai ke depan pintu ruangan tersebut ketika ia melihat mantan suaminya sedang duduk di kursi panjang yang terdapat tepat di depan ruangan tersebut, seolah pria tampan itu memang sedang menunggunya.

Finally, you made it.” kata pria itu berdiri dari duduknya sembari merapihkan jasnya saat Wonwoo sudah berjalan perlahan menghampirinya.

“Lho? What are you doing here?” tanya Wonwoo kepada pria yang sudah berada di hadapannya. Wonwoo menatap pria yang siang ini menggunakan kemeja putih dengan setelan jas slim fit berwarna hitam dihiasi dasi senada yang melingkar di kerah kemejanya dari atas sampai bawah.

“Bagaimanapun aku kan juga walinya Chan, Nu,” jawab Mingyu dengan singkat, “Ayo, kita masuk! Wali kelas Kakak udah nunggu.” lanjutnya dengan gestur tangan yang meminta Wonwoo untuk mendekat agar mereka bisa masuk ke dalam ruangan kantor Guru Bimbingan Konseling yang sudah berada di hadapan mereka.

Kini, pintu ruangan tersebut sudah terbuka perlahan, di sana sudah terdapat wali kelas Chan di kelas XI yang juga merangkap menjadi Guru BK di sekolah internasional itu. Saat ini, Wonwoo dan Mingyu sudah mengambil tempat duduk setelah dipersilahkan oleh Miss Daniela. Kedua orang tua Chan duduk berdampingan di dalam ruangan tersebut. Ayah Chan tidak terlihat gelisah karena ia sudah tahu apa yang terjadi pada anaknya, namun, berbeda dengan sang Papa, ekspresi wajah Wonwoo memperlihatkan kegelisahannya. Wonwoo tidak tahu mengapa siang ini ia dihubungi untuk datang ke tempat yang hampir tidak pernah ia kunjungi ini, sehingga ia masih bertanya-tanya apa yang sudah Chan lakukan sampai mereka berdua ada di ruangan tersebut.

Miss Daniela yang ramah itu sudah memberikan segelas teh hangat untuk kedua orang tua muridnya, kemudian, duduk di hadapan Mingyu dan Wonwoo.

“Silahkan untuk diminum terlebih dahulu Pak Jeon dan Pak Kim.” kata Miss Daniela sopan mempersilahkan kedua pria tampan di hadapannya itu menyesap teh hangat yang ia buatkan agar lebih tenang saat ia menyampaikan alasan mengapa kedua orang tua Chan dipanggil ke ruangannya.

Wonwoo mengangguk, mengambil gelas itu dan meminumnya sedikit sebelum ia mendengarkan kalimat yang akan dilontarkan oleh sang wali murid anaknya.

“Sebelumnya, terima kasih karena sudah datang secara mendadak hari ini. Saya sangat mengerti bahwa kedua orang tua Chan adalah orang yang sibuk,” kata Miss Daniela memulai percakapannya dengan nada yang sangat sopan. “Namun, saya tidak ada pilihan lain karena ini merupakan hal yang begitu mengejutkan juga untuk saya dan juga terlalu sensitif apabila tidak dibicarakan secara langsung, jadi menurut saya penting bagi kita untuk dapat menanganinya bersama.” lanjut wanita muda itu sembari sedikit berdehem lembut.

Wonwoo dan Mingyu mengangguk.

Miss Daniela melanjutkan, “Hari ini, untuk pertama kalinya Chan terlibat dalam pertengkaran dengan teman sekelasnya saat jam kosong, tadi.”

Wonwoo terkejut dengan apa yang ia dengar, pria manis bermanik rubah itu menghela nafasnya berat, “Sorry, Miss, gimana? How could it be?” tanya Wonwoo. “Dia ga pernah berantem atau bikin masalah sebelumnya lho!” lanjut Wonwoo, suaranya dipenuhi dengan kebingungan dan kekhawatiran terhadap anak satu-satunya. Dengan refleks, Mingyu dalam diamnya mengambil salah satu tangan Wonwoo yang mengepal ke pahanya dan menggenggam jemari lentik itu sembari mengelusnya lembut. Mencoba menenangkan Wonwoo.

It seems he stepped in to defend his friend who was being bullied, Pak Jeon.” Miss Daniela tersenyum sambil menatap Wonwoo dan Mingyu secara bergantian. “Saya sangat mengerti atas kekhawatiran bapak-bapak di hadapan saya ini sebagai orang tua, namun, yang terpenting saat ini adalah menemukan solusi bersama untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana kita bisa membantu Chan melalui situasi ini.” lanjut wali kelas sekaligus Guru BK Chan itu.

Mingyu mengangguk setuju, “Lalu, gimana dengan anak yang membully itu? Kalian sudah menghukum dia juga?” tanya pria tampan berkulit tan itu.

Wonwoo menatap sinis ke arah mantan suaminya itu, “Gyu, kayaknya saat ini harusnya kita lebih baik fokus ke Chan dulu.” tegur Wonwoo.

“Iya, Papa Chan, I know, aku cuma mau make sure kalau Chan baik-baik saja dan ngga akan mengalami kesulitan lagi kalau di sekolah karena anak itu. Nanti, kalau anak itu berulah ke Chan, gimana?” kata Mingyu sembari tersenyum lembut menjawab kalimat Wonwoo, sedangkan pria manis itu memutar bola matanya, ia sudah mulai kesal. Walaupun demikian, sentuhan di punggung tangannya saat ini tidak dapat ia dustai, bila gestur sederhana itu masih mampu menenangkan hatinya yang sedang kacau karena tingkah anak semata wayangnya.

“Saat ini Chan dan anak-anak yang terlibat pada kejadian tersebut sedang kami interogasi di ruangan terpisah, Pak Jeon dan Pak Kim tidak perlu khawatir, pihak kami akan mendalami kasus ini.” jawab Miss Daniela sembari tersenyum. Mingyu kembali mengangguk dan Wonwoo masih terlihat khawatir.

Actually, what I want to talk about is Chan’s action, he showed loyalty and stood up against injustice. Namun, sebagai orang tua yang dekat dengannya, sangat penting bagi bapak-bapak untuk memberinya bimbingan dan dukungan, terutama dalam situasi seperti ini.” jelas Miss Daniela. “Saya sangat yakin, Pak Jeon dan Pak Kim pasti memiliki perbedaan dalam cara mengasuh Chan, namun, ada baiknya bila anda memprioritaskan kesejahteraan Chan terlebih dahulu, mengingat bahwa pada umurnya saat ini memang sedang tidak stabil. He needs to feel the love and stability of a united family, bahkan jika itu berarti menempatkan perbedaan pribadi, hal ini tidak lain adalah untuk perkembangan dan kepentingan Chan di masa pubertasnya.” lanjut wali kelas Chan sembari tersenyum kepada kedua orang tua anak muridnya itu.

Wonwoo dan Mingyu bertukar pandang, keduanya baru menyadari bahwa mereka masih belum menempatkan kebutuhan Chan di atas segalanya, mereka masih lebih mementingkan ego masing-masing. Kedua pria dewasa itu juga baru tersadar bahwa di tengah konflik mereka yang rumit, anak semata wayang merekalah yang kini menjadi korbannya. Maybe this is Chan's way of rebelling against his parents.

“Mungkin untuk saat ini Chan boleh dibawa pulang terlebih dahulu, mengingat ia juga kena beberapa pukulan pada wajahnya,” kata Miss Daniela. “Akan lebih baik jika ia segera dirawat dan beristirahat di rumah.” lanjut wali kelas Chan itu.

“Pukulan? On his face?” Wonwoo membelalakkan matanya. Terus terang ia sangat terkejut dengan apa yang saat ini ia dengar. Anak manisnya semata wayang itu pasti kesakitan.

The one who bullied, what happened? Did Chan hit them too?” tanya Mingyu penasaran.

“Mingyu, Chan got hit in his face!” kata Wonwoo sembari melepaskan tangannya dari genggaman Mingyu.

“Aku tahu, tapi at least Chan bisa bales pukulannya.” kata Mingyu masih santai. Wonwoo menatap mantan suaminya itu dengan tatapan kesal. Sebenarnya, Mingyu sudah dijelaskan oleh Miss Daniela sebelumnya, ia tidak sekaget Wonwoo.

“Terus, Chan sekarang ada di mana, Miss?” tanya Wonwoo kepada wali kelas Chan itu, tidak menggubris kalimat Mingyu.

“Saat ini Chan sedang merapihkan bukunya di ruangan kelas, setelah selesai ia akan menunggu bapak-bapak di lobby ya, Pak Jeon dan Pak Kim.” jawab Miss Daniela.

“Kalau begitu, excuse us, we will immediately take Chan home and talk to him.” kata Wonwoo berdiri dari tempat duduknya dan menarik jas Mingyu untuk mengikutinya.

Sure, Pak Jeon.” senyum Miss Daniela, “Terima kasih atas waktunya yang sudah diberikan kepada saya siang ini, orang tua Chan.” lanjutnya.

“Sama-sama, Miss. Selamat siang.” kata Wonwoo yang diikuti oleh Mingyu, meninggalkan ruangan BK tersebut dan berjalan perlahan menuju ke lift.

Wonwoo masih berjalan dengan wajahnya yang mengernyit sembari menatap ke arah mantan suaminya.

“Kenapa?” tanya Mingyu santai saat berjalan dengan kedua tangannya yang sudah berada di dalam saku celana bahan yang ia gunakan siang itu.

“Kok bisa-bisanya sih kamu santai banget when your child already able to hit his friend and his face also got punched?” tanya Wonwoo.

Just to be fair, yang Chan pukul itu pembully,” kata Mingyu, “Harusnya kamu bangga karena anak kamu nolongin temennya yang di bully.” lanjut sang ayah menghentikan langkahnya tepat di depan lift sembari menekan tombol yang terdapat di sana.

What? Chan is clearly wrong, there’s no need to act like a hero. Dia masih kelas XI, Mingyu, dan tugasnya dia itu cuma belajar!” kata Wonwoo menggebu-gebu sembari masuk ke dalam ruangan kecil berbentuk tabung itu. “Ngga usah sok jagoan! Kalau kejadian ini mempengaruhi nilai-nilainya gimana?” lanjut sang Papa yang suaranya menggema di dalam ruangan yang bergerak ke bawah itu.

“Cowok berantem diumurnya yang masih remaja itu wajar, Wonwoo.” jawab Mingyu membela pendapatnya. “Chan itu lagi masa pubertas, kan kamu denger sendiri tadi.” lanjut Mingyu masih tenang.

“Wajar kamu bilang? Kamu mana sih pernah peduli sama nilai dan masa depan Chan, Gyu?” Wonwoo sudah sangat emosi siang itu.

“Gimana? Aku? Ngga peduli sama masa depan Chan?” Mingyu menyeringai. “Kamu yang sibuk kerja until you can’t control your son’s anger issue.” tuduh pria tampan itu.

YOUR SON? Kalau udah kaya gini cuma aku yang kamu salahin? Kamu ngga pernah ada niat buat nyalahin diri kamu sendiri? HE IS OUR SON!” teriak Wonwoo, ia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Ia menyibakkan surai gelapnya yang mulai memanjang itu ke belakang. “Kamu bilang apa tadi? Aku sibuk kerja? Kamu apa? Sibuk sama orang-orang yang kamu ajak one night stand?” lanjut Wonwoo kemudian menggigit bibirnya karena kesal seolah tak ada hari esok untuk marah-marah kepada mantan suaminya itu.

Mingyu tersenyum menyeringai sembari membuang mukanya, begitupun dengan Wonwoo yang wajahnya sudah merah karena marah. Lift berhenti di lantai ground dan ada Chan yang sudah menunggu mereka di sana sembari menundukkan wajahnya.

Wonwoo meninggalkan Mingyu, “Kamu pulang sama Papa!” kata pria manis berkacamata itu dengan manik rubahnya yang memicing.

“Lho? Barang-barangku masih di rumah Ayah,” tolak Chan. Sesungguhnya itu bukanlah hal yang penting bagi Chan, yang terpenting saat ini ia harus kabur dari omelan sang Papa.

Wonwoo terdiam, ia sudah malas melihat mantan suaminya itu.

Come to me now, or you don’t need to come home to me anymore.” kata Wonwoo dengan tegas.

“Kamu pulang aja sama Papa dulu ya? Nanti malam Ayah ke rumah Papa bawa laptop kamu.” rayu Mingyu, kalau Chan bisa, ia pasti sudah menggelengkan kepalanya, jujur, ia takut sekali dengan sang Papa. Namun, Chan mengangguk, menuruti kata Ayahnya dan ikut Wonwoo pulang ke rumah.

Wonwoo melengos pergi tanpa menatap Mingyu dan meninggalkan pria tampan itu sendirian di lobby sekolah anak mereka. Pria bermanik elang itu pun memegang kepalanya sambil memijatnya pelan. Tak ia sangka akan kena amukan Wonwoo seperti itu siang ini. Mingyu menarik nafasnya panjang dan berat.

❤︎ Ex-WB – Narasi 1 ❤︎ Mingyu/Wonwoo ❤︎ Tw: Deep talk, fluff, kissing ❤︎ 2.8k+ words


Siang tadi Mingyu dan Chan berhasil mengejutkan Wonwoo dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba di depan pintu sebua villa, tempatnya menginap. Wonwoo beberapa hari ini memang sedang melakukan perjalanan bisnis di Bali, namun, dibandingkan dengan tinggal di hotel, pria manis berkacamata itu lebih memilih untuk tinggal di salah satu private villa yang merupakan hadiah ulang tahun dari mantan suaminya. Sebuah rumah yang sengaja dibuat sebagai tempat persinggahan mereka apabila ke Bali. Bangunan rumah yang memang sengaja mereka buat dari awal untuk mewujudkan rumah liburan yang sesuai dengan selera dan impian keduanya, dimulai dari structure bangunan hingga furniture yang terdapat di dalamnya, semuanya merupakan pilihan dari Mingyu dan Wonwoo. Tidak hanya mereka berdua, Chan pun sering menghabiskan waktunya di private villa itu apabila mereka sekeluarga sedang berlibur ke Kota Dewata.

Kedatangan Mingyu yang awalnya hanya berniat mengantar anak semata wayangnya untuk bertemu dengan sang Ayah seolah memberikan Chan kesempatan agar dapat kembali berkumpul dengan kedua orang tuanya, serta menghabiskan waktu mereka bersama seperti yang sering mereka lakukan, dulu. Chan tidak ingin membuang-buang peluang yang ia miliki saat ini, remaja SMA itu benar-benar memanfaatkan waktu liburnya bersama dengan ayah dan papanya, apapun itu. Mingyu dan Wonwoo yang hanya memikirkan kebahagiaan anak semata wayangnya itu mengabulkan apapun yang hari ini Chan minta tanpa memikirkan hal lainnya, walaupun, mereka tidak banyak bertukar kata.

Wonwoo dan Mingyu tampak sedikit terlihat canggung ketika mereka bertiga baru tiba di villa tersebut setelah mereka kembali dari makan malam.

“Ayah nginep di sini kan?” tanya Chan saat ia sudah duduk di sofa panjang yang terdapat di ruang keluarga sembari menatap Wonwoo dan Mingyu yang masih berjalan ke arahnya. Remaja itu menatap ke arah Mingyu, lalu, menatap sang Papa, bertanya-tanya mengapa tak ada dari orang tuanya yang menjawab pertanyaan yang ia lontarkan. “Nginep kan?” tanya pria muda itu lagi, duduk tegak di sofa dan menunggu jawaban dari ayahnya.

“Hmm,” Mingyu berdeham ragu. “Ayah akan duduk sebentar and head to the hotel after Kakak tidur.” kata Mingyu sembari duduk di sofa, duduk di samping Chan sembari merangkul anak semata wayangnya, lalu menyandarkan tubuhnya yang lelah setelah berjalan-jalan seharian.

Chan mengernyitkan keningnya.

“Kenapa harus ke hotel? Kenapa ngga tidur di sini?” tanya Chan bersandar di biceps sang ayah. “Emang ngga boleh sama Papa?” tanya anak remaja itu kepada sang ayah yang sedang menggelengkan kepalanya, sejujurnya ia juga tidak tahu apakah ia diizinkan untuk berada lama di sana.

“Apa yang ngga boleh?” tanya Wonwoo lembut sembari menatap Chan saat mendengarkan pembicaraan anaknya dan sang mantan suami, sembari memberikan gelas air mineral untuk kedua pria yang sudah santai di sofa berwarna abu-abu itu, lalu, duduk di single sofa dengan warna senada.

“Emang ayah ngga boleh nginep di sini, Pa?” tanya Chan lagi kepada pria yang sudah duduk santai di sofa single-nya.

Who said that?” tanya Wonwoo kepada anak semata wayangnya itu.

“Tuh kan, Yah! Boleh kok sama Papa. Udah nginep di sini aja, biar ngga bulak-balik,” rayu Chan kepada sang ayah. “Lagian, tomorrow afternoon juga kita bouncing back to the Jakarta.” lanjut anaknya.

“Kamu bisa tidur di kamar aku, Gyu, aku bisa tidur sama Chan kok, if you’re down for it.” kata Wonwoo menimpali rayuan sang anak. “Tapi kalau di hotel kamu lebih nyaman, atau mungkin mau ‘ketemu’ sama seseorang, it’s okay. Chan bisa sama aku.” lanjut pria manis dengan manik rubah berkacamata itu, ia tersenyum simpul. Pria berumur 39 tahun itu menekankan kata ketemu dikalimatnya dengan gerakan kedua jari, membuat gerakan tanda petik dengan kedua tangannya.

Mingyu tahu apa maksud Wonwoo dan mengarah kemana kalimat mantan suaminya. Pria cantik berbadan ramping itu pasti mengira bahwa ia sangat ingin menginap di hotel karena sudah ada janji 'ketemu' dengan seseorang yang sudah Mingyu sewa dan akan ditemani oleh orang tersebut, lalu, mereka akan menghabiskan sisa malam ini dengan beradegan dewasa di kamar hotel, nantinya.

Tapi, tidak hanya Wonwoo yang berfikiran seperti itu, sebenarnya Mingyu juga berfikir yang hampir sama, yaitu saat ini Wonwoo ke Bali tidak hanya untuk bussiness trip, tapi, berlibur dengan orang yang sedang dekat dengan mantan suaminya itu, dan saat ini orang tersebut tidak berada di sana karena mengetahui ia dan anaknya datang untuk berkunjung. Mingyu tidak tahu bahwa orang yang ia maksud tidak pernah ada di dunia ini karena yang Wonwoo lakukan selama dua tahun ini hanya fokus pada pekerjaannya dan belajar untuk menjadi papa serta ayah yang selalu bisa Chan andalkan ketika ia absen untuk menjaga anak remaja mereka.

If I’m allowed here, I’ll stay the night.” jawab Mingyu sembari mengelus acak surai Chan yang masih berada di sampingnya, menunggu ayahnya menyetujui idenya. Wonwoo hanya tersenyum simpul saat Chan berkata “Horay!” seperti anak kecil yang kesenengan. Dan di dalam lubuk hatinya yang dalam, Wonwoo merasa lega karena Mingyu tidak akan bersama dengan orang asing yang akan menemaninya tidur malam ini. Mingyu berada bersamanya.

Okay, I’m gonna take a shower first, setelah itu kamu bisa unpacking di kamar ku,” Wonwoo berkata sembari bangun dari posisi duduknya, menghampiri Chan yang baru saja akan membuka ponsel-nya dan laporan kepada ke-empat teman dekatnya. “Dan kamu anak remaja, ayok, mandi! Hari ini kamu main seharian di luar!” kata Wonwoo sembari mengambil benda pipih yang berada digenggaman anaknya dan berlalu meninggalkan Mingyu serta Chan.

“Nanti lanjutin lagi main handphone-nya!” kata pria manis berkacamata itu sambil melambaikan benda pipih milik anaknya.

“Aaaaaaaaahh~ Papaaaaaa~ handphonkuuu~” rengek Chan mengikuti langkah kaki Papanya yang sudah membawa kabur ponselnya itu menuju ke kamar tempatnya akan bermalam.

Mingyu sudah terbiasa dengan apa yang ia lihat di hadapannya. Ia sangat tahu kalau dari dulu, Wonwoo selalu rewel dengannya dan Chan apabila mereka baru pulang dari berkegiatan di rumah, pria manis bermanik rubah itu pasti bawel dan meminta mereka membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, lalu mereka bisa kembali melanjutkan apapun kegiatan mereka di dalam rumah. Suasana rumah yang sudah tak pernah Mingyu rasakan selama 2 tahun belakangan ini, sangat ia rindukan. Karena setelah berpisah dengan Wonwoo, saat ia pulang ke rumah yang ia temukan hanya rumah besar yang hampa dan kamar tidur yang besar dengan kasur king size yang kosong.

***

Pria berbadan atletis yang malam ini sudah menggunakan baju rumahnya itu kembali duduk bersandar untuk mengistirahatkan tubuhnya di ruang keluarga yang teradapat di private villa tersebut sembari menatap ke sekeliling rumah minimalis dengan dominan putih dan abu-abu itu, mengabsen setiap sudutnya, tidak ada yang berubah. Kenangan-kenangan indah dengan mantan suaminya yang ia miliki di dalam rumah itu pun sekelebat perlahan muncul satu persatu tak terbantahkan, membuat pria berbadan tinggi atletis tersebut tersenyum membayangkan memori yang mungkin tidak akan terjadi lagi dan tak pernah ingin ia lupakan.

Why are you smiling?” tanya Wonwoo dengan suaranya yang lembut kepada pria yang masih diposisinya saat ia berjalan melewati mantan suaminya itu untuk berjalan ke arah dapur.

“Ngga,” jawab Mingyu sedikit terkejut ketika Wonwoo keluar dari kamar Chan. “Tiba-tiba mikir kalau villa ini udah tua juga ya umurnya?” tanya Mingyu kepada Wonwoo masih dengan posisinya yang sama.

Beer?” tanya Wonwoo sembari meletakkan kaleng putih dengan gambar bintang berwarna merah dingin di pipi mantan suaminya itu dari belakang sofa tempat Mingyu bersantai.

Thank you.” kata Mingyu sembari mengambil bir yang tadi ditempelkan Wonwoo pada pipinya, dan membuka kaleng tersebut.

Not that old, baru 7 tahun,” jawab pria manis yang sudah menggunakan celana pendek rumah berwarna khaki dan t-shirt putih oversized seperti yang biasa pria manis itu gunakan bila di rumah sembari berjalan meninggalkan Mingyu ke pintu kaca yang tersambung dengan kolam renang yang terdapat di villa pribadi mereka berdua itu.

Pria manis berkacamata serta bersurai hitam itu dengan tenang duduk di pinggir kolam renang dengan kakinya yang sudah masuk ke dalam bak raksasa berisikan air biru jernih yang terdapat di sana. Sedangkan Mingyu, sudah mengikuti langkah mantan kekasihnya yang sedang mendongakkan kepala sembari menatap langit gelap dengan beberapa bintang yang terpampang di depan manik rubahnya yang terbalut kacamata frame hitam itu.

Can I sit here?” tanya Mingyu ketika Wonwoo sudah mendongakkan wajahnya ke samping dan melihat ke arahnya.

Wonwoo menganggukkan kepala, mengizinkan pria itu untuk duduk di sampingnya, dan, mengalihkan pandangannya pada kaleng bir ditangannya, menyuruputnya perlahan. Sedangkan Mingyu sudah duduk di kanan pria yang pernah – bahkan masih – menjadi sebagian dari hidupnya, memasukkan kedua kakinya ke dalam kolam renang, sama dengan apa yang Wonwoo lakukan. Jarak mereka sangat dekat kali ini, lebih dekat dari biasanya selama 2 tahun belakangan ini.

“Chan udah tidur?” tanya Mingyu sembari menatap wajah mantan suaminya itu, Wonwoo menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan pria yang kini sudah duduk menemaninya.

Ruangan terbuka itu kembali hening dengan fikiran mereka sendiri sembari menatap ke langit Bali yang dihiasi bulan beserta bintang-bintang, sembari sesekali kedua pria dewasa itu menyesap bir yang mereka pegang masing-masing untuk menghangatkan tubuh mereka malam ini.

Do you still remember, Nu?” tanya Mingyu memecah keheningan antara mereka berdua dengan suara lembutnya. “14 tahun yang lalu, waktu kita pertama kali ketemu Chan di acara Penggalangan Dana Jeon Foundation,” lanjutnya.

Wonwoo tersenyum, dan terbawa kembali ke kenangan yang mereka miliki di 14 tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya pria manis itu bertemu dengan seorang anak kecil berumur 2 tahun yang membuat jantungnya berdegup kencang sesaat ketika jarinya digenggam oleh tangan kecil itu.

“Masih inget ngga pertama kali kamu jatuh cinta sama Chan?” tanya Mingyu kembali menatap wajah pria manis dengan surai hitam yang sudah mulai gondrong di sampingnya. Pria tampan berbadan atletis itu tersenyum sembari meletakkan kaleng bir di sampingnya dan menyandarkan tubuhnya yang sudah ditopang oleh kedua tangannya di belakang sembari menatap ke langit. Ia kembali ke masa-masa lalu yang mereka habiskan berdua.

Wonwoo tersenyum simpul sembari merapihkan surai pada keningnya yang mulai menusuk mata cokelat indahnya, dan ikut menatap ke langit, seolah memori di hari itu terpampang jelas di sana bak layar TV raksasa. Tentu ia sangat jelas mengingat apa yang terjadi pada hari dimana untuk pertama kalinya mereka bertemu dengan anak remaja yang kini sedang tertidur lelap di dalam kamarnya.

I remember vividly you crying in the car waktu Chan dadah-dadah ke kamu sambil senyum pas kita mau pulang,” kata Mingyu pelan dengan nada suara baritone-nya, dan tersenyum memamerkan kedua taringnya yang selalu menjadi daya tariknya.

Wonwoo mengangguk sambil tersenyum dan menatap ke arah Mingyu, “Aku minta kamu untuk puter balik mobil karena aku ngga mau pulang.” jawab Wonwoo, Mingyu menatap wajah manis pria di sampingnya masih tersenyum.

Yes, and that’s the first time in my life I saw you crying dan ngerengek ke aku pengen bawa Chan pulang ke rumah,” kata Mingyu sembari menatap ke Wonwoo. “All the way home. Saat itu yang bisa aku lakuin cuma meluk kamu dan janji akan temenin kamu ketemu Chan lagi.” lanjut pria tampan itu, tersenyum mengingat kenangan indahnya, kini wajah Wonwoo sedikit merona di dalam gelapnya malam.

“Inget ngga kamu, Gyu?” tanya Wonwoo dengan suara lembutnya, Mingyu menatap Wonwoo semakin dalam mengabsen wajah manis pria yang selalu menjadi pemenang dari semua orang yang pernah ia temui, di hatinya. “After waiting for 2 years, and our dream house is finally built, kita bisa bawa Chan pulang ke rumah barunya.” mata pria manis itu berkaca-kaca, dadanya masih berdegup kencang saat mengingat hari itu.

I proposed to you later that evening,” lanjut Mingyu sembari tersenyum. “And promise to always take care of both you and Chan.” lanjutnya sembari bernafas berat sebari membenarkan duduknya dan kembali meminum bir kaleng yang tadi ia letakkan.

I know you’ve been trying.” cicit Wonwoo sembari menenggak isi dari kaleng birnya.

I am.” jawab Mingyu.

Kedua pria dewasa itu kembali terdiam kembali, kini yang terdengar hanya suara angin sepoy-sepoy, dan beberapa kali bunyi air yang ditendang pelan oleh Mingyu, ditemani bintang dengan remangnya penerangan pada sisi kolam renang di private villa mereka.

“Hmm,” Mingyu berdeham untuk memecah kesunyian kesekian kalinya. “Ngomong-ngomong, kamu dapet salam dari Seokmin.” kata Ayah dari Chan itu.

“Inget kan?” tanya Mingyu kepada Wonwoo yang sedang memainkan bibir kaleng bir ditangannya.

“Inget,” jawab Wonwoo. “Seokmin temen SMA kamu yang selalu kasih aku kertas-kertas yang isinya gombalan dari kamu kan?” tanya pria manis berkacamata itu memastikan.

Mingyu tersenyum menyeringai, “Siapa yang nyangka anak rebel kelas sepuluh kaya aku bisa pacaran sama calon ketua OSIS periode selanjutnya?” pria tampan itu jelas sedang mengingat masa SMAnya dengan Wonwoo.

“Waktu itu, inget ngga kamu abis diceng-cengin temen seangkatan aku dan anak OSIS-MPR karena percaya dirinya mau deketin aku.” Wonwoo tersenyum mengingatnya kembali.

“Jangan sedih, aku selalu hafalin jadwal kamu ke perpustakaan,” lanjut Mingyu. “Terus, kamu tiba-tiba ada di samping aku sambil bisik-bisik, ‘nyari siapa, Mingyu kelas sepuluh dua?’ terus aku kaget banget.” kenang pria tampan itu sembari tertawa renyah.

“Konyol ya,” kata Wonwoo sembari merapihkan rambutnya yang tersibak angin malam.

“Siapa?” tanya Mingyu.

“Kita, Mingyu,” jawab Wonwoo sembari memainkan kakinya pelan di dalam kolam renang. “Without us realizing it, we’ve been together for almost 23 years.” lanjut Wonwoo.

Mingyu dan Wonwoo tersenyum, mereka lagi-lagi terdiam sembari mengingat kembali 23 tahun kebersamaan mereka.

But strangely, no matter how mad I get at you, I never want to break up and see you with another chick.” Wonwoo membuka suaranya, mengeluarkan isi hatinya.

I feel the same way,” timpal Mingyu, “It’s just you.” lanjut pria yang lebih muda satu tahun dari mantan suaminya itu, dengan suaranya yang mencicit.

Mereka kembali terdiam, darah dalam tubuh Wonwoo berdesir, jantungnya mulai berdetak sedikit cepat tak biasa, begitupun dengan Mingyu.

“Kamu inget first kiss kita ngga, Nu?” tanya Mingyu memecahkan kesunyian antara mereka sembari memainkan jarinya di atas air yang mengambang di hadapannya. Wonwoo hanya merapihkan kembali surai rambutnya, pipinya memanas mendengar pertanyaan dari mantan suaminya itu.

Tentu saja Wonwoo ingat, pria manis berkacamata itu tidak akan lupa hari di mana untuk pertama kali dalam hidupnya jantungnya berdegup kencang tak beraturan, perutnya dipenuhi oleh kupu-kupu yang beterbangan saat bibir Mingyu menyentuh bibirnya lembut.

“Inget, Mingyu,” jawab Wonwoo sambil menatap manik elang mantan suaminya yang sedang menatap kearahnya. “Very clearly.” lanjut pria manis itu dengan suaranya yang mencicit.

Sebenarnya, di dalam remang malam ini wajah Wonwoo kembali bersemu dan jantungnya berdegup sedikit tak teratur saat ia mengingat kejadian tersebut. Bagaimana tidak? Mingyu adalah pria satu-satunya yang mengisi hari-harinya lebih dari setengah umurnya saat ini. Hanya dengan Mingyu lah semua kalimat pertama kali untuk Wonwoo.

I also remember very clearly, Nu,” jawab Mingyu. “Di taman belakang sekolah, waktu kamu tiduran di paha aku sambil baca novel kesukaan kamu,” kata Mingyu menimpali.

“Apa judulnya? Galgadot?” tanya Mingyu mencoba mengingat buku dengan cover biru yang bergambarkan sebuah toko yang selalu Wonwoo bawa ketika jam kosongnya.

Wonwoo tertawa kecil dengan hidungnya yang mengernyit, membuat Mingyu masih menahan kegemasannya pada pria yang kini berada di sampingnya itu.

Dollagoot,” jawab Wonwoo, masih dengan suara tawanya.

“Nah, iya itu! Haha.” kata Mingyu ikut tertawa bersama dengan mantan suaminya itu.

“Kamu tau ngga?” tanya Mingyu kepada pria yang masih menatapnya. Kini mereka sudah kembali saling bertatap, Wonwoo kembali terdiam, ia menjawabnya dengan alis yang terangkat tanda meminta Mingyu untuk melanjutkan kalimatnya. “Back then, I was so amused by your beauty face while reading a book, so, I dared myself to kiss you.” lanjut pria itu sambil tertawa ketika mengingat betapa penuh pertimbangannya ia saat ingin mencium mantan suaminya itu.

“Yang ada dipikiran aku, antara kamu bangun dan nampar aku, terus, pergi,” lanjut Mingyu, “Or we kissed.” kata pria beranak satu itu.

Wonwoo kembali tersenyum saat dengan jelas ia masih mengingatnya, karena jawaban yang Mingyu dapat adalah pria berkacamata tersebut sempat terdiam ketika bibir lembut itu menyentuh ranumnya, dan kemudian membalas ciuman lembut itu sembari menutup wajah mereka yang sedang bersatu dengan buku yang ada digenggamannya.

Just like now,” kata Mingyu meletakkan kaleng bir yang ia dan Wonwoo pegang sedari tadi, kemudian bergerak untuk mendekatkan tubuhnya dengan pria yang berada di sampingnya. “I dare myself again to kiss you.” lanjut Ayah Chan dengan telapak tangannya yang sudah menyentuh lembut rahang tegas milik Wonwoo.

Seperti terhipnotis dan tidak bisa berkata apapun, Wonwoo dengan refleks memejamkan matanya ketika ia dapat merasakan nafas Mingyu yang semakin mendekat di hadapannya, lalu, ia merasakan bibir kenyal mantan suaminya itu dengan lembut sudah menyentuh ranumnya. Wonwoo dengan perlahan mulai membalas ciuman yang Mingyu berikan sembari meremat kedua sisi t-shirt putih pada bagian pinggang Mingyu. Bibir yang 2 tahun ini Wonwoo rindukan, membuat jantungnya berdegup kencang begitupun dengan perutnya yang tergelitik, tak hanya pria manis itu, Mingyupun merasakan hal yang sama.

It still feels the same, because nothing has changed, but no one wants to admit it.

Ciuman itu berlangsung cukup lama hingga Wonwoo membuka matanya sesaat ketika lidah mereka akan saling menyapa. Wonwoo menahan dada Mingyu yang sudah semakin dekat dengannya, pria manis itu melepaskan penyatuan bibir mereka, lalu, berdiri dari tempatnya duduk.

It’s already late, Gyu,” kata Wonwoo dengan suaranya yang pelan. “We should sleep.” lanjut pria itu yang berjalan sedikit terburu-buru kembali ke dalam rumah dengan celananya yang sudah basah oleh air dari kolam renang tempat mereka duduk.

Mingyu masih di tempat saat Wonwoo meninggalkannya, tadi. Pria tampan itu menatap ke arah langit yang masih dipenuhi bintang dengan bulan yang bersinar cukup terang sembari memegang bibirnya. Masih terasa bibir Wonwoo dengan rasa bir yang sebelumnya pria manis itu esap.

Sementara Wonwoo yang sudah berbaring di samping anak remajanya yang masih nyenyak di alam mimpinya itu, menatap kosong ke arah langit sembari menyentuh bibirnya pelan, seolah ia masih merasakan bibir kenyal Mingyu masih berada di sana. Jantungnya masih berdebar, kupu-kupu yang telah lama tertidur seolah terbangun dan mulai kembali beterbangan di perutnya, menggelitik. Wonwoo kembali bingung dengan perasaannya terhadap Mingyu malam ini, Apakah perasaannya terhadap mantan suaminya itu memang sudah berubah saat ia memutuskan untuk bercerai, atau sebenarnya ia hanya menahan karena rasa amarah sesaat agar rasa itu tidak pernah muncul kepermukaan?

Wonwoo and Mingyu spent the night with their thoughts, thinking about what would happen next.

“Hehe…” Marcelio cengengesan dengan memamerkan kedua gigi taringnya sembari memegang benda pipih milik Putra yang barusan ia rebut dari pemiliknya.

“Nih, udah!” kata pria tampan berambut sedikit gondrong yang diikat agak longgar ke arah belakang dengan asal-asalan.

Pemilik ponsel yang manis itu langsung mengambil kembali smartphone-nya dan mengecek apa yang Marcelio ketik di room chat kakak sepupunya itu.

“MAS!” omel Putra dengan nada tinggi setelah meletakkan ponselnya sedikit kesal. Marcelio segera menutup mulut Putra, “Sssttt, tempat umum.” jawabnya sembari menatap kedua mata lembut milik Putra, begitupun dengan pria manis itu. Mata mereka saling bertatap.

Deg! tidak hanya Putra yang kaget, Marcelio pun terkejut dengan apa yang sedang ia lakukan saat ini.

Putra dengan segera menatap tangan yang menutup bibirnya untuk mengalihkan pandangannya sembari menepuk punggung tangan Marcelio, meminta senior manager-nya itu untuk melepaskan telapak tangannya. Kalau boleh jujur, Putra sedang salah tingkah.

Pria yang pagi ini menggunakan white t-shirt dengan lengan sengaja terlipat yang memamerkan otot-otot lengannya itu dengan cepat menarik tangannya, lalu segera menyeruput coffee latte-nya. Sama halnya Putra yang salah tingkah, pria tampan itu juga sedang mencoba menenangkan degupan jantungnya yang mulai aneh.

Setelah tangan Marcelio terlepas, pria manis yang sedang salah tingkah itu mencoba untuk lebih tenang dengan segera membenarkan kacamatanya dan mengambil kembali ponsel yang tadi ia letakkan, kemudian menatap layarnya dengan nanar, sembari scroll-scroll homescreen ngga karuan. Ia masih sedikit deg-deg-an.

Meja di pojok yang berada di dalam, dekat dengan kaca jendela besar di salah satu coffee shop di bilangan Jakarta Selatan itu hening. Tidak ada satupun kalimat yang keluar dari kedua bibir pria itu.

Hingga—

“Mas,” panggil Putra.

“Put,” kata Marcelio membuka suara.

Suara mereka saling bersautan untuk memecahkan keheningan di pagi menuju siang itu.

“Lo dulu aja.” pinta Marcelio kepada planner digital-nya.

“Lo dulu, mas, gue cuma manggil.” jawab Putra sembari tersenyum sedikit canggung.

“Hmm,” kata pria yang dipanggil Celo itu.

“Hmm?” Putra menyahut.

“Lo ngga suka ya kalau Onel tau kita lagi jalan berdua gini?” tanya Marcelio, nadanya sedikit serius, pria yang ditanya langsung menegakkan tubuhnya. Sedikit terkejut.

“Hah? Nggaaa, ngga gitu konsepnya.” jawab Putra sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya.

“Bukan gitu,” kalimat pria manis itu menggantung.

“Terus, kenapa?” tanya Marcelio.

“Kenapa lo kaget banget kalau gue kasih tau Onel kalau kita lagi work from anywhere bareng?” tanya pria tampan itu dengan nada yang penasaran.

“Lo malu jalan sama gue?” tanyanya lagi bertubi.

Putra seketika tertawa hingga mengernyitkan hidung yang membuat matanya tinggal segaris saat mendengar pertanyaan dari Marcelio. Pria tampan dengan tinggi 187cm itu menatap Putra dengan wajah penuh tanda tanyanya.

“Kok lo ketawa sih?” tanya Marcelio sembari mengernyitkan dahinya.

“Lo lucu, mas,” kata pria bermanik rubah itu setelah tawanya mereda.

Gantian, Marcelio kini yang menegakkan tubuhnya dan terkejut mendengar jawaban dari pria manis di hadapannya.

“Gue bukan Komeng!” kini berganti Marcelio yang mengerucutkan bibirnya.

“Ngga, gue tuh ngga mau kita jadi bahan gunjingan anak-anak planner dan team lain aja,” jawab Putra sambil tersenyum manis.

“Kan lo tau mulut Kak Onel ember-nya kaya gimana? Ya, walaupun gue tau dia bercanda sih,” lanjut pria manis itu.

“Tapi, enakan kaya kemaren-kemaren aja ngga sih, mas? I mean, no one knows. It doesn't become gossip in the office gitu.” jelas Putra.

“Ya lo taukan di kantor tuh kita terkenal banget berantem terus, sampe dipanggil cat and dog lah, tom and jerry lah.” kata pria manis itu sambil mengedikkan bahu lebarnya.

“Kalau orang tau kita sering bareng gini, aneh ngga sih? Bukan jadi bahan ghibahan lagi, fix banget masuk ke global magazine.” kata Putra.

Marcelio menatap wajah manis Putra dalam dan mendengarkan setiap kalimat yang Putra katakan, mencoba memahami point of view dari pria yang belakangan ini ia dekati — ssttt, ini masih rahasia.

“Bener sih,” Marcelio menyetujuinya dengan nada yang serius.

“Emang seharusnya, gue yang malu jalan sama lo. Ya, ngga?” ejek pria itu sembari memberantaki rambut Putra.

“Ihs, gue lagi serius juga!” kata Putra menggeplak tangan Marcelio dan merapihkan rambutnya.

“Hehe, iyaaa iyaaa, ngerti Putra Mahkota, hamba mengerti maksud dan tujuannya.” Marcelio tersenyum jahil sembari meletakkan satu tangannya dan sedikit membungkukkan tubuhnya yang masih terduduk.

Putra memutar bola matanya, menandakan ia sudah mulai sebal dengan pernyataan Marcelio.

“Nanti gue yang ngomong sama Onel buat ngga ngasih tau siapa-siapa.” kata Marcelio dengan penuh percaya diri.

I’ll shut Onel's mouth.” lanjut pria tampan itu dengan penuh percaya diri.

How?” tanya Putra.

“Gue punya kunciannya, dia pasti ngga akan ngomong sama siapa-siapa.” Marcelio menyunggingkan senyuman liciknya sembari mengelus dagunya seolah sedang merapihkan jenggot. (FYI, Marcelio ngga pernah menumbuhkan jenggotnya.)

Putra hanya menggelengkan kepalanya, berharap kuncian Marcelio dapat menghentikan jeratan gossip tentang mereka di kantor dari mulut kakak sepupunya itu, sebelum semuanya terlambat.

No.1


Introduction: main characters — 1

Seperti yang udah gue bilang tadi di group chat yang isinya cuma temen-temen deket terbangsat yang gue miliki, kalau hari ini rencananya gue akan ketemu sama pacar si Papip dan anaknya.

Mungkin gue akan menceritakan sedikit latar belakang dari bokap gue. Yup, nama bokap gue adalah Kim Bum, dan beliau sudah menduda dari gue umur 10 tahun karena nyokap gue pergi dari rumah, entah kemana dan ngga pulang-pulang sampai hari ini, jadi, gue hanya dibesarkan oleh bokap gue yang ganteng. Karena gue melihat pria separuh baya itu sendirian, gue pun membiarkan beliau pacaran dengan wanita manapun yang ia sukai dengan satu syarat; bokap harus nyari cewek yang ngga seumuran dengan gue atau at least lebih tua sekitar 10 tahun lah dari gue.

Long story short, akhirnya Pak Kim Bum yang merupakan manusia sibuk sedunia itu bertemu dengan seorang janda cantik beranak satu. Kalau gue lihat dari fotonya sih, pacar bokap gue cantik, dan kelihatan masih muda. Tapi, kalau gue tanya dan denger dari cerita beliau, pacarnya ngga semuda yang gue bayangkan, hanya terpaut beberapa tahun lebih muda aja dari dia. Jadi, gue tanpa berbasa-basi langsung setuju dengan hubungan mereka. Oh by the way, bokap gue juga selalu update tentang kisah cintanya, walaupun kadang hanya lewat chat atau sepintas aja, soalnya beliau kan sibuk betul ya orangnya, kecuali ada satu hal gue baru banget tahu, yaitu kekasih bokap ternyata punya anak cowok yang surprisingly lebih tua satu tahun dari gue — untuk ini Bambam pasti kecewa, ‘sorry, Bam, ternyata gue dapetnya kakak tiri cowo, bukan cewe seperti yang lo idam-idamkan.

Setelah denger gue akan punya kakak cowok, gue sih langsung berfikir, it's a good thing tho', we can be a best partner in crime or best friends who hang out together. That sounds like a fun idea! Having a wingman, casually dropping hints to Wonwoo waktu di perpustakaan, terus dia bilang, “Hey, have you met Gyu?could be a cool and playful way to start a conversation.

“Lagi mikirin apa kamu, Gu?” tanya bokap gue, jujur gue agak kaget sih, soalnya kan gue lagi ngelamun sambil ngomongin dia dalam hati.

Just wanna asking you aja sih, Pi. Papip pernah ketemu sama anaknya Tante Seulgi ini?” tanya gue santai, setelah beliau cerita sedikit tentang calon step older brother gue ini.

“Pernah sekali, waktu Papip mengantar bundanya pulang.” jawab bokap gue santai. Iya, bokap gue emang ngga bawel orangnya, anteng, dan selalu menjawab apa yang memang perlu dia jawab, setelahnya hening. Kalau diantara kita berdua, gue yang extrovert di sini, bokap gue mostly jadi patung Matahari.

How does it look? Ganteng?” tanya gue, ya maklum, karena gue pecinta keindahan, gue pasti akan menanyakan apa yang sedap dipandang terlebih dahulu. Evil laugh.

Later on, you decide for yourself what kind of person he is.” jawab bokap gue yang ganteng dan berwibawa itu. Gue menganggukkan kepala tanda setuju, kalimat terakhir bokap kaya pertanda kalau kehadiran pria itu akan menjadi surprise dalam hidup gue, atau mungkin bokap mikir anak gantengnya akan terkalahkan dengan calon kakak tirinya. OH NO! Oke, gue lebay.

By the way, Pip, acar lunch ini ngga akan lama kan ya?” tanya gue.

Why? Do you have appointment?” tanya bokap gue. Bokap gue memang paling mengenal gue, ngga sia-sia gue hidup 20 tahun sama beliau

“Iya, sama nak-anak aja sih, sekitar jam 7-an.” jawab gue yang hanya disambut anggukan oleh beliau.

It's okay, as long as you don't get too drunk or go home in a drunken state. Kasian Bi Iyem ngurusin kamu sampe baju kamu bau alkohol gitu.” nasihat bokap gue, dan gue hanya bisa ngangguk, seperti biasa yang selalu gue lakukan.

By the way, hubungan gue sama bokap gue berjalan sangat baik, sesibuk apapun Bapak Kim Bum ini, dia bisa tahu siapa aja mantan-mantan gue. Ngga cuma mantan sih, dia bahkan tahu siapa sahabat-sahabat gue, sampai tau rumah mereka di mana. Eh, sebentar deh, ini kalau dipikir-pikir, daripada monitoring kehidupan sosial gue, kayaknya dia lebih ke — sudah memasang chip di badan gue, atau nyewa detektif swasta buat ngikutin gue ngga sih? Hmmm.

“Tuan Besar dan Tuan Muda, kita sudah sampai.” suara dari driver bokap yang sudah bekerja selama puluhan tahu itu menggema di dalam mobil sedan Mercedes Maybach Exelero yang kita naiki, bersamaan dengan berhentinya kuda besi beroda empat itu.

Jam baru menunjukkan pukul 01.35 siang, dan memang inilah kebiasaan Pak Kim Bum, dia akan datang lebih dahulu dari waktu yang sudah dijanjikan, serta memilih untuk menunggu dibandingkan membiarkan sang tamu yang harus menunggunya, tiap gue tanya kenapa padahal kita adalah warga negara Wakanda yang ngga pernah tepat waktu karena smartwatch belum di charge atau ketinggalan di meja sebelah tempat tidur, jawabannya selalu sama, beliau selalu bilang, “Ngga sopan Gu, membiarkan tamu kita menunggu.” Dan gue yang sudah beranjak dewasa ini dengan perlahan mulai memaklumi kebiasaannya.

Siang ini gue yang menggunakan white t-shirt tipis berlapiskan white suit serta sepatu pentofel hitam mengilap, dan Pak Kim Bum juga tak mau kalah rapih, beliau menggunakan kemeja putih tanpa dasi dengan 2 kancingnya yang sengaja ia buka, dipadu-padankan dengan suit biru dongker pattern vertical serta sepatu pentofel hitam yang tak kalah kinclong sedang berjalan memasuki salah satu lobby hotel bintang 5, hotel yang terkenal dengan restoran paling enak dan chef 5 stars michelin-nya. Ya ya ya, I really know his taste.

Good afternoon, Mr. Kim.” sapa seorang pria yang merupakan manager operational hotel ini kepada gue dan bokap gue. Iya, kebetulan kita punya marga yang sama, jadi waktu dipanggil kita sama-sama menatap sang manager operational itu — yaiyaaaalaah, sama!

Please this way, sir.” kata pria itu lagi ketika sudah melihat Pak Kim Bum mengangguk dan gue menjawab sapaannya dengan suara mencicit. Pelan-pelan aja, biar disangka pemalu.

Tak perlu waktu yang lama, gue sama Papip sudah keluar dari salah satu elevator restoran yang ternyata sudah dipesen setengah ruangannya hanya untuk makan siang hari ini oleh Pak Kim Bum. To be honest this is nothing special — it’s my dad, but I was still surprised. Let me take a moment of silence in shock. Thank you.

***

Thank you.” kata bokap ketika sudah selesai memesankan makanan untuk lunch gue dan beliau sembari tersenyum. Setelah repeat the order, waiter berpakaian vest hitam, berkemeja putih bersih, dengan dasi, dan celana bahan hitam yang rapih itu meninggalkan kami berdua.

“Deg-deg-an ngga, Pip?” tanya gue memecahkan keheningan di meja makan ini, ditambah lagi memang beberapa meja di kanan dan kiri gue kosong.

Not really, I have no doubt that Seulgi will win your heart right away.” jawab bokap gue dengan penuh percaya diri. Ya, kalau mau jujur, dari cerita dan unggahan bokap di social media-nya sih wanita yang bernama Seulgi ini cocoklah buat beliau, gue juga akan setuju-setuju aja untuk ngerestuin hubungan mereka. If they’re meant to be, why not?

As usual, gue sama bokap kalau lagi nunggu orang seperti apa yang sedang kita lakukan saat ini, pasti ngobrol ngalur ngidul, dari bahas ekonomi, bisnis, politik atau hal random lainnya, seperti kuliah, gimana gini gimana gitu, hingga, seorang wanita yang menggunakan gaun dark gray sleeveless, dan tas tangan senada bermerk designer terkenal dengan anggun serta senyuman cantiknya berjalan ke arah kami, bokap dan gue otomatis langsung berdiri. She is the woman and her son that we have been waiting for, but hold on a second! Gue kayaknya perlu kacamata minus karena gue seperti melihat sosok yang tak asing di balik tubuh tante cantik itu.

Jantung gue mulai ketar-ketir, r nya boleh dipanjangin, ketaarrrrrr-ketiirrrrrr~

“Mas,” sapanya lembut sembari tersenyum ketika sudah berada di hadapan gue dan bokap. Kalau gue lagi lagi boleh jujur sih, ini sih type bokap banget. Dilihat dari fisiknya aja, gue mulai mengerti kenapa bokap mau ngenalin gue sama pacarnya yang satu ini.

“Kok udah dateng aja sih? Kan kamu jadi nungguin akunya kelamaan.” kata wanita itu ke bokap dengan nada lembut, sambil megang lengan bokap gue. Iya, mesra. Gue masih ngga apa-apa. Iyakan ya? Gue so far masih so good.

“Ngga kok, sayang, saya sama Mingyu memang sengaja datang lebih cepat untuk menyambut kamu.” jawab Pak Kim Bum dengan suara lembutnya dan tersenyum, lalu merengkuh pinggang wanita separuh baya yang ramping itu. Jujur, gue jarang liat bokap sesumringah dan semanis ini sama cewek manapun selain Bi Iyem. Insert Devil laugh here.

“Oh iya, sayang, perkenalkan ini Mingyu, my only son, so far.” kata Papip sambil mengelus pundak gue, yang membuat gue dengan refleks tersenyum.

Nice to meet you, Igu.” wanita paruh baya itu langsung memanggil gue dengan panggilan rumah gue, dan gue seperti terhipnotis, menyambut uluran tangannya, dan kami sudah saling bersalaman. Hal itu tentu saja karena gue ramah, gue juga tak lupa untuk tersenyum dan menyebutkan nama lengkap gue.

“Kim Mingyu.” kata gue.

“Kang Seul-gi.” jawab tante-tante cantik itu.

“Panggil Tante Egi, atau Mamim kalau kamu sudah siap.” kata bokap gue dengan tenang, wanita cantik di hadapan gue hanya tersenyum malu-malu.

LHO! Sebentaaar, pelan-pelan Pak Sopirrr!!!

“Tante Egi aja, Igu,” jawab Tante Egi itu sedikit menenangkan gue, mungkin dia ngga enak juga kali ya ngeliat mata gue yang langsung melotot kaya Suzanna pas mau minta 100 tusuk sate ke Bang Bokir.

“Igu dan Mas Bum, kenalin ini Wonwoo, anak aku.” kata Tante Seulgi seraya memperkenalkan seorang pria manis berkacamata kotak frame hitam yang sedari tadi hanya diam di belakangnya.

“Mungkin mas udah ketemu ya sama Nunu, tapi aku belum kenalin in person.” lanjutnya.

Wonwoo, asing ngga sih namanya? Tentu tidak, karena dia adalah cowok yang tadi namanya disebutin sama Seokmin, bak sulap, orangnya udah ada di depan mata gue saat ini.

Wonwoo bukan sekedar Wonwoo, tapi kakak kelas yang gue gebet dari jaman high school, dan pria yang bahkan menjadi alasan gue memilih masuk President University instead of ngambil jalur prestasi ke University of Indonesia, walaupun gue ngga sejurusan sama dia, at least gue selalu punya alasan ke perpustakaan kampus tiap hari Senin, Rabu dan Kamis, iya, cuma buat ngeliat mukanya yang gemes banget tiap lagi ngerjain tugas, atau baca novel romantis. Pengen gue temenin. Banget.

Dan betul, saat ini, gue sama dia sedang bersalaman. Akhirnya, gue bisa megang tangan dia yang putih. Gue nyebutin lagi nama lengkap gue, dan dia juga nyebutin nama lengkap dia pake senyum. Belum nyebur ke laut, tapi gue udah tenggelem di dalam senyuman indahnya, mampus ngga gue? Kalau boleh mengingatkan diri gue sendiri, ini bukan gue yang lagi dijodohin sama anak dari temennya bokap. Slap myself, and I really deserve it.

Jujur, halus banget tangannya, ngga pengen gue lepas rasanya, tapi memang namanya juga dunia tipu-tipu karena kamulah tempat aku bertumpu, bokap gue membuyarkan semuanya dengan menepuk lengan pria yang lebih tua satu tahun dari gue itu dan menyuruh kita semua untuk duduk pada tempat yang sudah disediakan. Oh My God, gue ngga mau lebay, tapi Wonwoo sekarang udah duduk di hadapan gue, lagi ngobrol sama nyokapnya buat menentukan pesanan seraya beberapa kali tersenyum. Ngga boleh bohong karena dosa, manik gue dan doi beberapa kali bertemu, lalu dia senyum ke gue manis banget. Senyum lo bisa gue bawa pulang aja ngga sih? Ah, elah! Mau gue pajang, woy!

“Gimana pindahannya?” kata bokap gue membuka perbincangan di meja persegi panjang ini, tentu pertanyaan itu keluar sesaat setelah Wonwoo dan Tante Seulgi sudah memesan makanannya.

Oh iya, ini juga Wonwoo yang sama ketika Seokmin ngabarin kalau ada tetangga baru di kompleknya.

“Lumayan heboh, soalnya Nu punya banyak perintilan, kaya buku, journal, computer PC gaming-nya—” kata Tante Seulgi yang sisanya ngga begitu jelas di gendang telinga gue, yang penting adalah dia suka baca, dia suka main game, dan itu very interesting.

“Rumahnya di Aarden Townhouse ngga sih, Tante?” tanya gue dengan percaya diri, padahal ngga ada satupun yang ngasih tau. Anggep aja gue fortune-teller deh.

“Kok kamu tahu?” itu pertanyaan bokap gue, dan pandangan mata manusia di depan gue juga seperti mempertanyakan hal yang sama.

“Iya, temen kampus Igu ada yang tinggal di sana juga, terus, sempet liat Kak Wonwoo waktu pindahan.” MAMPUS AJA MULUT LEMES GUE! Kenapa jawabnya gitu, njing?

“Lho? Kamu udah kenal Wonwoo, Gu?” tanya bokap gue. Tentu ini adalah pertanyaan wajar.

“Ngga kenal, Pip, tapi tau aja, beberapa kali ketemu di sekolah, dan di kampus,” ya jangan sepolos ini juga dong lambe-ku.

“Lo SMA di JIS, terus, kuliah di President University kan ya, Kak Wonwoo?” telat banget sih pertanyaannya, tapi okelah, bablas aja terus, nanggung!

“Iya, kamu jugakan?” jiah, dia nanya balik ke gue, cuy! sambil senyum lagi, kayak yang ngajak ngobrol seolah gue bukan orang aneh, padahal jelas-jelas gue co-gil (cowok gila).

Yaelah, suaranya lembut banget masuk ke daun telinga gue. Duh, Jeon Wonwoo!!

“Iya, ka.” gue jawab singkat, agak keki sih ini.

“Pantes, kayaknya aku juga beberapa kali liat kamu.” kata dia masih tersenyum ke arah gue. Gue kaget kaya yang 'Eh ayam eh ayam'. Dia pernah liat gue? Wow, gue visible dong ya di mata dia. UWUWUUWUUWUUWUW— Gemes banget.

“Iyakah? Sama, kak, gue juga ngerasa hal yang sama, muka lo juga ngga asing buat gue.” masih penuh dengan kepercayaan diri gue yang menumpuk, gue bantai semua rasa deg-deg-an gue sambil ngangguk-ngangguk.

Kaya ada yang salah sih, tapi bodo amatlah. Sebenernya kalimat gue yang tadi itu ada lanjutannya, 'muka lo juga ngga asing buat gue, apalagi masa depan kita. EEEAAAKK!!!' Stop, Mingyu! Slap myself in the face.

“Oh gitu, udah pernah pada ketemu? Bisa cepet akrab dong kalau gitu?” kata Tante Seulgi ke gue dan Kak Wonwoo yang cuma ngangguk sembari tersenyum. Senyum mulu deh, gue karungin juga lo!

“Kalau gitu boleh ya, mas, kapan-kapan aku ajak Mingyu buat bantu pindahan? Siapa tau anak-anak malah makin akrab.” tanya Tante Seulgi seraya tersenyum menggoda ke arah bokap gue.

“Iya dong, tentu saja boleh, dari pada dia main sama handphone dan kameranya terus, ajak saja dia untuk membantu kamu dan Wonwoo, sayangku.” izin bokap gue. Gue cuma bisa mengangguk aja. Sudah waktunya gue acting belaga gila sih.

Yah, ini sih namanya gue lagi diejek-ejek sama keadaan dan ngga kesempatan untuk move on sama sekali. Kejam juga nih hidup.

***

Seperti makan siang dan pertemuan keluarga untuk saling mengenal lainnya, gue, bokap, Wonwoo dan Tante Seulgi tenggelam dalam pembahasan yang kini sudah kemana-mana, mostly bokap membuka hampir semua aib-aib gue yang gue ngga tau gimana cara nutupinnya lagi, dan Tante Seulgi membeberkan cerita tentang seberapa menggemaskannya Wonwoo membuat gue jadi semakin tahu tentang pria manis di hadapan gue ini. Duh, anjirlah, bukannya mau mundur ini malah gue semakin ingin mencintainya dengan ugal-ugalan. Insert crying imoji here.

Saking serunya ngobrol, ngga disangka sekarang udah jam 5 sore. Gue punya firasat kalau bokap dan Tante Seulgi akan segera mengusir gue dan Wonwoo dari sini. Intuisi aja, belum tentu benar, tapi jarang meleset.

“Gu, kamu pulang gih sama Pak Hwaji, sekalian anterin Wonwoo dulu sebelum kamu ketemu temen-temen kamu.” dan ternyata intuisi gue betul.

“Papip masih ada urusan soalnya sama Tante Seulgi.” lanjut pria tampan separuh baya di samping gue itu. Ya kali ada urusan di hotel berduaan? Mungkin, bokap menyangka gue masih 10 tahun kali ya?

“Ngga usah, Om, Wonwoo bawa mobil kok.” kata pria manis pencuri hati gue itu ke bokap. Bokap gue geleng-geleng, kalau kaya gini tandanya dia insist nyuruh Wonwoo pulang sama gue (lebih tepatnya dianter sama Pak Hwaji).

“Naik mobil Papip aja, Kak, nanti lo gue anterin ke rumah. Mobil lo tinggalin aja di sini, nanti gue minta anak buah bokap buat bawain. Kuncinya di valet kan?” jelas gue, mengukuhkan kalimat bokap yang sekarang lagi senyum sembari mengangguk.

Gila ya? Sepanjang hari waktu makan siang ini gue bener-bener jago banget berperan sebagai anak Pak Kim Bum yang baik hati dan penurut, iya-iya aja sambil senyum ganteng, padahal aslinya gue lagi memaki takdir yang akhirnya bisa membuat gue kenalan sama Wonwoo gara-gara bokap gue dan nyokapnya pacaran. Lo kebayang ngga kalau gue nanti jadi adeknya Wonwoo? Wah, taik sih, mana bisa gue jadiin pacar? Apa gue nekat? Gue terabas aja? Mumpung bokap sama Tante Seulgi belum bahas pernikahan sama sekali. Gue yakin gue punya kesempatan sih, walaupun cuma 10%, 90%-nya udah dicuri bokap.

Still, njiiirrrr, gue ngga pernah memikirkan kalau ternyata my crush of almost 5 years adalah anaknya dari pacar bokap yang kemungkinan bakal jadi nyokap gue. Heh, takdir, apa boleh lo sebercanda ini sama gue?

“Pa, ini lho handphone kamu hampir ketinggalan.” kata seorang wanita paruh baya menyerahkan benda pipih milik pria yang ia panggil ‘Pa’ itu.

“Owalah, ada di kamu ternyata, dari tadi saya cari ngga nemu. Thank you, Mama Woozi.” kata pria berbadan tegap itu mengelus lengan istrinya dan memasukkan ponsel itu ke dalam saku celana bahannya.

“Sini aku benerin dulu dasinya.” kata wanita itu kepada sang suami yang sudah berada di hadapannya, dengan tangan lincahnya ia menyimpul dasi yang sudah melingkar di leher Mingyu — pria yang ia panggil 'Pa' tadi.

“Nanti malem lembur lagi kamu?” tanya wanita yang memiliki tahi lalat di bawah bibirnya kepada sang suami. “Semalem kamu pulang aku sama dedek udah bobok.” lanjut wanita itu dengan nadanya yang manja, sedikit kecewa karena permintaannya tidak dikabulkan oleh Mingyu.

“Iya, tapi kan saya sudah izin sama kamu dan dedek.” jawab pria tampan itu seraya mengelus perut istrinya.

“Sedih, dedeknya mau dipeluk papa, mamanya juga.” kata Karina — wanita paruh baya yang sedang merapihkan dasi suaminya.

“Saya usahakan pulang tepat waktu.” jawab Mingyu. “Tapi, saya ngga bisa janji karena di kantor sedang banyak pekerjaan, Karina, semuanya sedang sibuk.” lanjutnya.

'Kalau kamu jelas sibuk main sama anak 18 tahun?' Karina membathin.

Setelah Karina selesai merapihkan dasinya, Mingyu menundukkan tubuhnya sembari izin untuk berangkat kepada perut Karina yang semakin hari semakin membesar, bunyi kecupan dari bibir suaminya membuat wanita setengah baya itu tersenyum.

“Mamanya ngga di-kiss juga?” pinta wanita hamil itu, dengan tenang Mingyu menurutinya, memberikan kecupan cepat pada kening, dan bibir sang istri.

By the way, pa, aku hari ini mau ke rumah mama ya.” izin Karina. “Bosen di rumah, kalau ke mall pegel jalan.” lanjutnya.

“Boleh saja, terserah kamu.” jawab Mingyu sembari berjalan mengambil jas-nya.

Pria tinggi besar itu berbalik badan sebelum keluar dari kamar utama istana 3 tingkat yang mereka huni, “Belakangan ini kamu sering banget ke mama?” tanya Mingyu dengan nada tenang walaupun hatinya sangat penasaran.

“Ngga ada apa-apa, aku mau bahas syukuran 6 bulanan dedek, soalnya kalau diskusi sama kamu, kamunya sibuk banget—” jawab Karina dengan tenang. “Sama mainannya.” lanjut wanita paruh baya itu dengan nada yang sangat kecil.

“Apa?” tanya Mingyu yang tidak jelas mendengar cicitan istrinya.

Nothing, aku cuma bilang kalau nanti aku pergi sama Lia.” lanjutnya. Mingyu mengangguk tanpa ada rasa curiga.

“Oh iya sayang, aku lupa ngasih kamu sesuatu.” kata Karina ketika Mingyu sudah membuka pintu kamarnya.

Seraya membuka laci nakas, Karina mengeluarkan kotak segi empat berbahan suede warna hijau toska yang berisikan kalung life guard yang seharusnya berada manis di leher kekasih gelapnya.

“Lia bilang ini dia temuin di kamar hotel kamu waktu jemput aku.” kata Karina dengan nada tenangnya.

This is for me right?” tanya wanita itu penuh dengan percaya diri, walaupun Karina sesungguhnya sudah tahu jika kalung itu bukan untuknya, ia pernah melihat seseorang menggunakan kalung yang sama, seseorang yang sangat ia kenal.

Kalung yang kini ada di hadapan sepasang suami istri itu adalah kalung yang diberikan Lia kepada Karina sepulangnya mereka dari Melbourne. Lia mengatakan kepada wanita cantik itu bahwa kalung tersebut dibelikan oleh Mingyu untuk dirinya, namun, ketika ia melihat ada ukiran inisal ‘MW’ pada belakang pendant-nya, Karina langsung disadarkan kalung bukan untuknya. Melainkan milik tutor anaknya — Kakak Wonwoo. MW adalah Mingyu Wonwoo, bukan Mingyu Woozi seperti yang Lia katakan pada dirinya ketika menyerahkan benda itu. Karina sangat yakin.

Mingyu masih terpaku ketika melihat kalung kesayangan baby foxy-nya sudah berada di tangan Karina. Ingin rasanya ia pergi membawa kalung itu menjauh dari istrinya, dan memberikan kepada pria yang seharusnya memang memiliki benda kecil tersebut.

'Aku tahu pasti kamu kaget kan kalau aku punya kalung Wonwoo, Mingyu? Calm, sayang, dia ngga akan pernah punya benda ini lagi, karena kalung ini sudah jadi hak milik aku. Walaupun jujur, kalung ini jelek banget.' Kata Karina kembali bergumam.

“Pa?” panggil Karina membuyarkan lemunan sang suami.

“Ya?”

“Pakein!” Pinta wanita hamil, seraya memberikan kalung itu pada pria yang sudah bersiap untuk pergi ke kantor pagi itu. “Although this is not my taste, tapi apapun dari kamu pasti akan selalu aku pake.” senyumnya.

'Karena kamu ngga boleh jadi milik siapapun kecuali aku. Of course' kata Karina bergumam dalam hatinya.

Mingyu berusaha menenangkan dirinya, ia lalu berjalan mendekati sang istri dan memakaikan hadiah kecil yang sengaja ia berikan untuk Wonwoo beberapa tahun yang lalu. Bukannya malah meminta maaf kepada Karina akan perselingkuhannya, Mingyu malah bergumam minta maaf kepada Wonwoo karena sudah memakaikan kalung keberuntungan baby foxy-nya kepada sang istri.

Thank you, sayang.” kata Karina sembari memeluk suaminya.

Mingyu terdiam.

MORNING STROLL


Putra hanya tersenyum saat melihat chat terakhir dari Marcelio yang memanggilnya ‘Putra Mahkota’, not even once or twice, mungkin pria manis itu sudah hampir terbiasa dengan panggilan-panggilan spontan yang senior managernya lontarkan, apabila mereka sedang berdua.

Putra yang siang ini menggunakan white t-shirt dan

sudah berjalan menghampiri Marcelio yang sudah memarkirkan motor vespanya di depan pagar koss-kossan pria m menggunakan helm kesayangannya, dan menggendong tas kulit berwarna hitam kesayangannya berada di atas motor Vespa kesayangan Marcelio yang tadi sudah menjemputnya di depan koss-kossan. Pria manis yang berada di kursi penumpang itu sedang celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri menatap jalanan, sama seperti yang selalu ia lakukan. Motor Marcelio sudah berada di gedung tempat kedua pria itu bekerja, namun, bukannya masuk ke dalam parkiran gedung, Marcelio lebih memilih untuk melewatkannya. Pria manis berkacamata yang berada di jok belakang itu diam, lalu perlahan mengernyitkan keningnya, sedikit bingung.

“Mas, kelewat itu pintu masuk motornya.” tegur Putra, ia hanya takut kalau pengemudi motor bebek itu sedang bengong atau tidak fokus, makanya mereka jadi kelewat.

Pria yang pagi ini menggunakan kaos hijau botol oversized itu bertanya-tanya di dalam hatinya, ‘mau kemana ini?’ ketika melihat jalanan yang sudah melewati gedung perkantoran tempat mereka berdua bekerja.

“Hah?” tanya Marcelio yang masih fokus ke jalan.

“Kita mau kemana?” tanya Putra dengan suaranya yang agak kencang agar pria yang dipanggil ‘Mas’ itu mendengar kalimatnya.

“Siapa Pramana?” tanya Marcelio, jidatnya mengernyit, sedikit cemburu mendengar Putra memanggil nama lain karena ia tidak dapat menderngar dengan jelas kalimat yang Putra keluarkan.

“Hah? Bonamana?” tanya Putra, pembicaraan ini memang semakin aneh karena si dia juga tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh pria yang berada di depannya.

Marcelio dan Putra mengendikkan bahu masing-masing, mereka tahu pembicaraan mereka tidak akan nyambung karena helm yang mengganggu dan bisingnya jalanan. Mereka tampaknya sudah lelah untuk melanjutkan perbincangan yang semakin lama semakin tidak nyambung. Putra hanya berpasrah kepada Marcelio yang entah akan membawanya kemana pagi ini.

Sudah dua bulan belakangan ini Marcelio dan Putra selalu berangkat kerja dan pulang bersama. Walaupun setelah sampai gedung perkantoran mereka akan naik ke lantai kantor sendiri-sendiri, serta terlihat sibuk dengan pekerjaan dan teman masing-masing, tapi saat pulang Marcelio akan menunggu Putra untuk pulang bersama, begitupun sebaliknya.

Kalau Putra ada meeting di luar dan tidak kembali ke kantor, Marcelio akan menjemputnya dimanapun pria manis itu berada, sedangkan bila Marcelio yang meeting keluar kantor, Putra akan menunggu pria tampan itu hingga si dia kembali ke kantor.

Pagi ini, Marcelio sedang tidak ingin pergi ke kantor dan hanya ingin berduaan bersama Putra, karena alasan itu lah kini Marcelio sedang mengingat-ingat serta mencari-cari tempat yang cocok. Di kepalanya ada beberapa nama cafe, dan berakhir dengan Marcelio yang memberhentikan motor di depan gedung berkaca

“Sampe!”

2 months…


tw: kissing, implisit content, hanya narasi orang sedang melepaskan rindu.

Sudah 2 bulan sejak kepulangan Wonwoo dan Mingyu dari Melbourne, namun tak seperti sebelumnya, di mana biasanya Mingyu akan memberikan istrinya seribu alasan untuk bisa menghabiskan waktu berdua dengan sang baby, kini setelah Karina hamil, kedua sejoli dengan umur yang terpaut 20 tahun itu tak dapat sering-sering menghabiskan waktu bersama, lantaran Karina selalu membutuhkan Mingyu dengan alasan keinginan sang orok, dan pria yang lebih muda hanya mampu untuk mengalah, karena menyadari dirinya sekedar pria simpanan Mingyu.

Tepat pada pukul 8 malam, dan seluruh karyawan back office hotel SVTStar sudah pulang, Wonwoo mengetuk pintu ruang kerja yang tertutup rapat, dengan pintu kokoh terbuat dari bahan kayu jati berwarna cokelat. Seorang pria dengan tubuh kekarnya yang dibaluti kemeja putih dengan kancing paling atas terbuka, rompi hitam dan dasi yang berantakan sudah membukakan pintu untuk pria manis yang malam ini menggunakan t-shirt oversized putih dan celana pendek berbahan jeans di atas lutut, serta sepatu sneakers berwarna putih yang kini sudah berada di hadapannya.

Pelukan penuh rindu, itu yang pria bertubuh tinggi kekar itu berikan kepada tamunya, pria yang ia tunggu-tunggu kehadirannya dan kini sudah berada tepat direngkuhannya. Setelah menutup dan mengunci pintu ruangannya, Mingyu segera menggendong pria muda di hadapannya, membawa tubuh ramping itu ke kursi singgasananya dan mendudukannya.

Wonwoo — pria manis yang kini sudah berada di kursi kerja Mingyu — menarik dasi sang daddy yang sudah terbuka acak sedari tadi, mendekatkan wajah manisnya dan wajah tampan pria yang lebih tua di hadapannya untuk lebih mendekat.

I miss you, you know.” kata Wonwoo membuka suaranya ketika wajah Mingyu tepat berada di depan wajahnya, bahkan pria manis itu dapat merasakan deru nafas sang kekasih.

I miss you too, and I can’t hold it back any longer, baby.” jawab Mingyu sembari menangkup kedua sisi rahang Wonwoo dan menyatukan kedua bilah bibir mereka dengan acak, pria yang lebih muda tentu saja membalas kecupan yang sudah sangat ia rindukan. Bibir yang saling memagut, dengan lidah yang saling beradu. Lenguhan kecil manja mulai terdengar dari bibir manis pria yang lebih muda, semakin memacu adrenalin Mingyu untuk menguasai kekasih gelapnya, malam ini, di sini, saat ini juga.

Wonwoo dan Mingyu yang kini sudah tak menggunakan sehelai kainpun, sudah berada di atas sofa yang tersedia di ruang kantor CEO Hotel SVTStar itu. Suara erangan dan desahan yang saling sahut menyahut, serta bunyi kecapan kulit lembab yang saling bertubrukan bergema di sana.

Malam ini mereka sedang saling memuaskan, paying for longing with burning passion.

Your hole is already full of mine, baby.” kata Mingyu terengah-engah ketika sudah mencapai pelepasan yang kesekian kalinya di dalam tubuh Wonwoo seraya memeluk pria manis yang berada di bawahnya.

It’s okay, daddy. I love yours keeps me full.” jawab Wonwoo, sembari melingkarkan tangannya di leher sang pria yang lebih dominan di hadapannya itu.

Kedua bibir itu kembali bersatu, membawa mereka untuk kembali terbuai. Kini, Wonwoo sedang mendesah nikmat ketika berada di lahunan Mingyu dengan kejantanan pria dominan itu sudah masuk, kembali memenuhi lubangnya.

Sleep with me here, sayang?” tanya Mingyu disela erangannya ketika Wonwoo sudah menaik turunkan pinggulnya menggoda.

I can’t— ahhh.” desahnya seraya menjawab pertanyaan pria yang lebih muda. “Aku takut ketauan Tante Karina.” lanjut pria itu.

I will satisfy you, then I go home for today, daddy.” kata Wonwoo menentukan pilihannya. Walaupun sebenarnya dia masih merindukan hangat dan harum tubuh Mingyu, tapi ia tahan. Ia harus lebih berhati-hati lagi.

“Bawa mobil kan kamu?” tanya Mingyu sembari berdesis ketika Wonwoo mempercepat goyangan pinggulnya.

Desahan Wonwoo semakin lama semakin vocal, pria manis itu sedang tidak ingin menahan nafsunya ketika kejantanan Mingyu menumbuk bagian dalam lubangnya dengan sangat intens.

Tanpa mereka tahu apa yang akan terjadi setelahnya.

REDEMPTION


tw: harsh words.

‘Aneh banget lo Putra, kenapa juga lo harus cemberut pas liat Celo lagi sama Winter?’ Itu aja yang dipikirin sama Putra, bahkan sampai dia sudah sampai pada mejanya.

‘Cemburu lo? Dih! Ada gila-gilanya kalau gue perhatiin.’ lagi-lagi dia ngedumel di dalam hatinya sembari menarik kursi kerjanya, lalu terduduk, membuka laptop dan menyalakannya.

‘Wkwkwk, fix sih lo gila!’ Putra menertawakan dirinya sendiri, sembari memegang keningnya ketika melihat laptop-nya sudah menampilkan data-data report di depan matanya.

“Hahaha, this is so weird!” dumalnya sembari membuka kacamatanya dan melemparkan punggungnya untuk menyender, mendongakkan kepala ke langit-langit ruangan tempatnya bekerja dan memejamkan matanya.

Tak perlu waktu yang lama untuk Putra terlelap, namun tiba-tina ia terperanjat dan “Anjing!!” kata-katanya tercekat ketika ia merasakan sesuatu yang cukup dingin menyentuh pipinya.

Tawa pria yang ia kenali itu memenuhi gendang telinganya, pria dengan man bun pada rambutnya yang mulai gondrong itu meletakkan satu gelas penuh es-batu yang bertuliskan Lawson di pinggirannya. Putra mengikuti gerak-gerik pria tersebut.

“Kaget gue.” katanya sembari memegang dada, ada sedikit — sedikit sekali — rasa bersalah karena sudah berkata kasar pada pria yang sudah duduk di sebelahnya itu.

“Minum air putih pake es batu biar kepala lo dingin.” kata pria itu sembari mengambil to-do-list Putra hari ini, kemudian mengambil pulpen yang ada di depan matanya dan menulis sesuatu di buku kecil milik Putra.

“Buat apa coba?” tanya Putra yang melihat gerak-gerik manager-nya yang belakangan ini sangat aneh itu — menurutnya.

“Biar otak lo dingin, bisa beresin deadline ngga pake lembur—” kalimatnya menggantung, pria tinggi itu menutup buku pria manis yang berada di sampingnya, lalu berdiri, dan melanjutkan kalimatnya, “Plus ngga judes, muka lo kaya mau makan anak orang.” lanjutnya sembari mengacak rambut Putra dengan cepat.

DEG! Badump... Badump... jangan tanya itu degupan jantungnya siapa.

Putra langsung mengambil cup berisi air dan es batu pemberian Marcelio tadi yang masih tersegel dan meminum air dingin itu untuk meredakan degupannya jantungnya yang aneh — menurutnya. Sejujurnya, Putra ngga pernah tahu kalau detak jantungnya bisa berdetak secepat itu.


*Reporting-meeting-briefing-brainstorming-e-mailing, and repeat one”, itu yang Putra lakukan sampai-sampai ngga sadar kalau waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Pulang *on-time”? Apa itu? Putra tidak pernah mengenal kata pulang tepat waktu ketika sudah menjajakkan career path-nya menjadi seorang media planner, ngga hanya dia saja, yang lainnya pun merasakan hal yang sama.

“AAAAAHHHHH 24jam ngga cukup buat gueeeee!” teriak seorang pria dengan gemas dari ujung, suara siapa lagi yang berani ngedumel kalau kantor sudah sepi — Lionel.

“Gue ngga mau tau ah, gue balik!” lanjutnya. “Lo balik kapan, Ta?” tanya Lionel pada pria kesayangannya itu.

“Nanti ajalah, naik TeJe masih macet.” jawab Putra yang lebih memilih memaki pekerjaannya dalam hati dan kembali ke mejanya, membuka leptop hitamnya dan mulai kembali mengerjakan pekerjaan yang tertunda karena meeting-briefing yang tak berkesudahan.

“Gue balik! GUE BALIK!!!!!! BYE!” Lionel menghilang dari pintu kaca, disusul oleh Yuqi, lalu, Theo yang diikuti oleh Selgiana.

“Kak Uta, ga balik?” tanya Winter yang sudah bersiap menjadi manusia lainnya yang akan menghilang melalui pintu kaca yang tidak terlalu jauh dari meja Putra.

Putra menggeleng.

“Mas Celo ngga pulang?” tanya Winter dengan nada suaranya yang sedikit berbeda, Putra hanya dapat merutuki perempuan itu dalam hatinya, dan mengalihkan pikirannya untuk mengacuhkan apapun yang akan menjadi jawaban Celo.

“Mas~” panggil wanita di sampingnya lagi dengan nada suara yang semakin menyebalkan untuk Putra.

‘Anjinglah, harus banget nadanya dimanja-manjain gitu? Najis najis najis! Celo jawab kek!’ rutuknya. Entah sejak kapan kehadiran Winter agak mengganggu kehidupan Putra selama ia di kantor.

Sejak kapan?

“Maasss~” lagi, nadanya semakin naik-turun manja.

“Mas Celo!” akhirnya Putra mengetuk pembatas meja yang ada di antara mereka untuk mengalihkan perhatian Celo agar pria tampan itu menjawab pertanyaan Winter. “Dipanggil Winter tuh!” ucap Putra ketus ketika Celo mendongakkan kepalanya pada Putra.

“Mas Celo ngga pulang? Aku mau nebeng hehe.” kata Winter sembari memberikan senyum termanisnya ketika Celo sudah menatapnya.

Celo tentu tidak lupa dengan nasihat Deon tadi siang — jangan sampai Putra salah paham tentang hubungannya dengan Winter.

No more misunderstandings!’ kata Celo dalam hatinya.

“Lo mau pulang jam berapa?” Celo malah balik bertanya, tapi bukan ke Winter melainkan pria manis berkacamata yang sedang duduk di hadapannya, tepat berada di sebelah wanita yang berdiri dan sibuk sendiri menanyakan kapan si dia pulang.

“Hah?” kaget, tentu saja Putra terkejut, yang ditanya siapa yang ditanya balik siapa. “Gue?” tanya Putra kepada managernya itu.

“Iya, emang siapa lagi?” tanya Celo.

Ya siapa lagi? Kan di sebelah gue ada Winter! Jelas-jelas dia yang nanya kapan lo pulang, kenapa malah nanya ke gue deh?’ Putra dan bathinnya sekarang sedang berbincang sendiri.

“Kan ada Winter?” tanya Putra dengan polosnya.

“Ya iya sih, tapi kan gue maunya nanya ke lo—” rasanya Putra sangat ingin sekali menggeplak Celo saat ini.

“Emang lo belum baca notes dari gue?” lanjutnya sembari melirik ke buku yang sedari sore tak terjamah oleh Putra karena terdistrak oleh pekerjaan yang lebih penting lainnya.

Notes?’ tak menunggu lama Putra membuka halaman to-do-list-nya hari ini dan menemukan tulisan Celo yang sedikit tak terbaca karena tulisannya yang seperti ceker ayam.

With one condition lo adalah makan malem terus gue anterin balik selama sebulan (bisa nambah atau kurang, there’s still under consideration according to your attitude). Sadly, gue ngga menerima penolakan, it's your fault for getting angry anyway! Wkwkwk

Putra membelalakkan matanya, Winter memasang wajah bingungnya. Ia menatap wajah kaget Putra, sedangkan Celo tersenyum hingga kedua gigi taring di jajaran gigi atasnya terlihat. Winter jarang melihat senyum itu — hmmm, Winter mulai mengingat-ingat sesuatu.

Mmmkey! Untuk sekarang mari acuhkan dulu, dan pulang ke rumah.’ gumam wanita cantik itu.

“Yaudah deh, aku pulang duluan! Happy overtime!” ejek Winter sambil melambaikan tangan pada kedua orang sisa yang berada di ruangan itu, dan menghilang setelah melewati pintu kaca.

Celo menatap ke pintu kaca yang berada beberapa meter di belakangnya, memastikan bahwa sudah tidak ada siapa-siapa lagi selain mereka berdua.

No option for me, jadi sebulan ini gue harus nungguin lo pulang.” kata Celo dengan nada yang menyebalkan sembari menggelengkan kepalanya.

Putra mau marah sebenarnya, karena kan siapa yang minta dia nungguin coba? There was no consent between the two of them juga kan? Tapi emosinya ia urungkan ketika kalimat, “And it will add a day every time you’re angry with me.” Celo melanjutkan kalimatnya lagi sambil tersenyum ketika melihat Putra memanyunkan bibirnya tanda protes dan menahan kekesalannya.

“Pinter!” kata Celo masih tersenyum.

“Yuk, pulang! Gue mau makan nasi krawu deket kossan lo.” lanjutnya sembari berdiri dan sibuk merapihkan mejanya.

Sumber Asli?” tanya Putra.

“Seratus!” jawab Celo. “Udah pernah makan di sana?” tanyanya dengan tangan yang masih sibuk, sama halnya dengan Putra. “Yah! Ga asik!” lanjutnya.

“Eh, hahaha belum pernah. Enak?” tanya Putra balik.

“Enak, lo harus cobain nasi krawu atau garang asemnya sih. Favorite di sana.” kata Celo sembari menggendong tas punggungnya, diikuti oleh Putra.

Mereka berjalan beriringan.

“Emang kenapa kalau gue udah pernah makan di sana?” tanya Putra dengan nada santai sembari menekan panah ke bawah pada tombol lift yang ada di lantai itu.

“Ngga tau, sebel aja.” jawab Celo cuek. “I want to be the first person to make you experience something.” lanjutnya dengan suara yang memelan, hingga Putra tidak dapat mendengar kalimatnya dengan lengkap.

Pintu elevator terbuka, Celo langsung berjalan masuk ke dalam, namun Putra masih terdiam, menerka-nerka kalimat lanjutan dari I want to be the person to make you—

MAKE WHAT?’ tanya Wonwoo pada dirinya sendiri. ‘Kenapa tiba-tiba suaranya ilang? Gue ngga denger! Ngga bisa direwind????’ dumelnya.

“Put?” panggil Celo sembari menekan tombol pembuka pintu lift. “Masuk ngga?” tanyanya ketika melihat Putra sudah menatapnya.

“Gue mau makan garang asem nih!” kata Celo lagi.

Putra berjalan masuk ke dalam ruang sempit bergerak naik dan turun itu sambil menatap Celo penuh dengan tanda tanya di kepalanya, begitupun dengan Celo.

Sepanjang perjalanan ke parkiran, pria tinggi dan tampan itu memecahkan keheningan antara mereka dengan menceritakan tentang suasana di Sumber Asli: Kuliner Tempo Dulu — restoran tempat mereka makan malam nanti, sembari menceritakan definisi dari menu-menu yang sudah pria itu coba. Sedangkan Putra, berusaha mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Celo — agar tidak kehilangan kalimat dari pria itu dengan tiba-tiba seperti tadi.

Sepanjang mencari mobil Celo, mereka berbincang sembari melempar senyum kepada satu sama lain. Ah, apa itu anjing dan kucing? Apa itu langit dan bumi? Tampaknya Celo dan Putra lupa kalau mereka pernah seperti air dan api beberapa minggu yang lalu.

Surprises on Valentine's Day




Chapt. 2.1 — “Our Sex Tape”

Seorang pria tampan menghentikan mobil SUV hitamnya-nya di depan pintu lobby salah satu hotel berbintang lima di Bandung setelah Google Maps dari ponsel kekasihnya memberitahukan bahwa mereka sudah sampai di tempat tujuan. Valet hotel sudah mengambil alih mobil SUV BMW X7 dengan plat F itu, sedangkan bellboy hotel mengangkat beberapa barang yang kedua sejoli itu bawa dari Jakarta, sesuai dengan arahan pria cantik yang menggunakan cardigan mustard dengan t-shirt putih yang dipadankan dengan celana pendek di atas lutut berwarna khaki, sedangkan pria yang mengemudikan mobil tadi sudah masuk terlebih dahulu ke receptionist untuk check-in hotel.

Mingyu dan Wonwoo sudah berada di dalam salah satu kamar Premier Suite di lantai 8 yang berisikan satu king size bed, satu kamar mandi dengan bathtub dan shower yang memiliki tempat terpisah, kemudian balkon dengan dua kursi, bahkan ada kedua angsa yang menyambut mereka di meja kamar berbintang lima itu. Tidak hanya itu, kamar yang mereka akan tinggali beberapa hari ke depan ini memiliki pemandangan yang sangat asri, memperlihatkan landscape Hillside yang terlihat hijau, serta memberikan kesan rindang.

Thank you.” kata Wonwoo — pria bercardigan mustard — kepada bellboy yang telah mengantarkan barang bawaan mereka, kemudian memberikannya tip, dan menutup rapat pintu kamar.

Sedangkan sang pengemudi mobil — Mingyu — terlihat sedang meletakkan mini tripod dan ponsel-nya di nakas sebelah tempat tidur yang mulai melantunkan salah satu lagu dari playlist yang kedua pria itu buat bersama: Our Mood, suara Justine Skye dengan melody yang sangat mereka hafal melantun tenang di kamar hotel Premier Suite tersebut.

I been knowing you for long enough Damn, I need you right now You can take your time, don't have to rush This might take us a while, yeah I left all the doors unlocked and you said you're on your way When you get here don't just say a word, got no time to play

“Wah, akhirnya kasur!” teriak Wonwoo setelah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, merebahkan badannya yang lumayan remuk setelah duduk di kuda besi yang bergerak selama berjam-jam dari Jakarta.

Mingyu hanya tersenyum dengan melihat sepintas tingkah laku Wonwoo, sembari ia membawa tas panjang dan tas besar yang berwarna hitam, ke depan kasur dimana tunangannya itu berada. Si dia membuka satu persatu, dari mulai tas panjang yang berisi tripod, kemudian mengeluarkan barang-barang dari tas besar yang di dalamnya terdapat kamera mirrorless miliknya.

“Kamu lagi mau ngapain, yang?” tanya Wonwoo dengan posisi tiduran miring dengan tangan yang sedang menopang kepalanya, melihat kekasih yang sedang sibuk sendiri, sedangkan tangan lainnya yang menggenggam ponsel, mulai merekam kegiatan yang Mingyu lakukan, mau ia abadikan dan masukkan ke instagram story. Mingyu sibuk sendiri merakit lensa kameranya setelah ia berhasil memasang besi berkaki 3 di hadapannya.

“Cantik, coba kamu jalan dari pintu balkon situ, ke tengah tempat tidur.” pinta Mingyu yang menatap kekasihnya sekilas ketika kameranya sudah berdiri kokoh di atas tripod yang ia rakit.

Wonwoo beranjak dari tempat tidurnya dan mengikuti arahan Mingyu, sedangkan manik elang Mingyu kembali lagi ke layar kamera menangkap gambar kekasihnya sedang berjalan sesuai arahannya.

“Gini?” tanya Wonwoo yang sedang berjalan sembari membuka cardigan mustardnya.

Yup yup, coba naik ke tempat tidur.” kata Mingyu datar.

“Perlu pake gaya ngga?” tanya Wonwoo iseng.

“Gaya gimana?” tanya Mingyu, menatap kekasihnya yang sudah menyiapkan gaya yang ia maksud.

“Gini?” tanya Wonwoo sembari merangkak ke atas tempat tidur sembari melenggokkan pantatnya, menggoda kekasihnya seperti biasa. “Meoww.” lanjut Wonwoo mengeong.

“Haha, ada meow juga?” tanya Mingyu. “Genit banget.” lanjutnya masih menatap gerak-gerik kekasihnya yang masih tertangkap kamera.

“Sekarang, coba mundur sedikit.” pinta Mingyu ketika Wonwoo sudah terduduk di tengah tempat tidur.

Meoow.” jawab Wonwoo mengiyakan kekasihnya. Mingyu bergeleng-geleng sembari tersenyum sembari membenarkan kameranya.

“Sekarang, coba kamu duduk bersimpuh, yang.” kata Mingyu.

“Mau ngapain sih ini?” tanya Wonwoo yang semakin penasaran, namun masih tetap mengikuti arahan dari tunangannya untuk bersimpuh di atas tempat tidur empuk itu.

Lampu merah mirrorless Sony A7 berkedip sedari tadi, tanda kamera kesayangan Mingyu itu sudah mulai merekam apa yang pria tampan itu bidik.

“Aku lagi bikin video dokumenter, sayang.” jawab Mingyu dengan tenang, setelah setting-an kameranya selesai.

Ia yang tampan itu membuka t-shirt fit body-nya yang berwarna hitam dan celana cargo creme yang ia gunakan, lalu berjalan ke arah tempat tidur ketika memastikan kembali bahwa kameranya sudah mendapatkan angel yang bagus dengan kualitas 4K full HD.

“Video dokumenter kita.” lanjut Mingyu sebelum Wonwoo kembali bertanya.

Mata Wonwoo terbelalak, sebenarnya ia sudah sangat terbiasa melihat tubuh kekar tunangannya itu, tapi tetap saja— kini pupilnya sudah membesar, ia menelan ludahnya kasar menatap tubuh yang tentu membuatnya gerah dan gelisah, kulit berwarna sedikit gelap dengan otot-otot tangan dan dada yang kencang terjaga, perut four-pack yang padat, pasti Wonwoo sukai, pinggul kokoh yang mampu membuatnya menggila, belum lagi paha kekar yang selalu bisa menjadi sofanya. Pria tampan yang membuat Wonwoo terpana itu sedang menghampirinya.

“Lagi liatin apa?” tanya Mingyu, memancing kekasihnya.

“Kamu.” jawab Wonwoo sembari mengelus perut fourpack yang sudah berada di hadapannya. “Jadi pengen dimainin.” lanjut Wonwoo, menarik tubuh besar kekasihnya untuk duduk di sebelahnya.

Wonwoo tak segan-segan duduk di atas lahunan Mingyu, membelakangi kamera, sembari mengelus surai gelap kekasihnya, dan mengelus dada berotot di hadapannya.

“Dimainin gimana?” tanya Mingyu dengan senyum yang menyeringai sembari berbisik pura-pura tidak tahu apa yang dimaksudkan sang kekasih. “Kaya gini?” tanya Mingyu meraba dada kekasihnya yang masih tertutup cotton combed berwarna putih, lalu mencubit pelan salah satu nipples Wonwoo dari luar fabric itu.

“Hngg— Mingyu tangannya bandel nih—” desah Wonwoo sembari memukul tangan Mingyu yang berada di dadanya.

“Tapi ini kan punya aku.” jawab Mingyu, meremas kedua dada Wonwoo tanpa aba-aba.

“Iya, semuanya punya Mingyu, mainin aja.” kata Wonwoo. “Aku suka kok dimainin kamu— banget!” lanjut Wonwoo menggoda kekasihnya. Mingyu senyum menyeringai, sangat mengerti apa maksud dari sang kekasih.

Wonwoo meletakkan kedua tangannya di lengan Mingyu, dan membusungkan dadanya cantik ketika Mingyu sudah kembali memilin serta menggesek puncak dadanya dengan telapak tangan kasar milik pria tampan itu, tanpa protes.

“Kali ini kita mainnya sambil di-video-in ya?” izin Mingyu, masih memanjakan puting kekasihnya.

Wonwoo tersenyum, “Ahh— Tau gitu aku pake daleman fishnet, biar bisa kamu robek.” jawab pria cantik itu menjahili Mingyu. “Atau bawa butt plug kesukaankuhh.” jawabnya sembari mendesah karena sentuhan Mingyu yang masih berada di dadanya.

“Ngga perlu pake properti, kamu sendiri udah cantik.” kata Mingyu membuka t-shirt putih Wonwoo dan menatap lurus bibir kekasihnya.

Tatapan dalam diberikan Mingyu untuk Wonwoo, kemudian mencium bibir ranum itu — mengulumnya perlahan yang dibalas oleh si dia dengan bermain di bagian atas bibir kenyal Mingyu. Ciuman mereka sudah dipimpin oleh Mingyu yang menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Wonwoo terlebih dahulu, begitupun dengan indera pengecap Wonwoo yang menyambut milik kekasihnya. Benda tak bertulang itu saling menyatu, dan bertukar saliva di sana.

Wait.” kata Wonwoo berdiri dari lahunan Mingyu, berjalan ke arah tas kecil yang ia bawa, mencari lubricant dan meletakkan benda itu di samping nakas tempat tidur, takut mereka membutuhkannya saat foreplay nanti.

Tak membutuhkan waktu lama untuk kamera itu menangkap Mingyu yang sudah totally naked sedang bersandar pada headboard king size bed di kamar Premier Suite lantai 8 itu, karena ia sudah menghadap ke arah kamera — Pria tampan itu bahkan dapat melihat pantulannya sendiri. Disusul oleh Wonwoo yang naik ke atas tempat tidur, mendudukkan dirinya menghadap ke arah kamera juga yang sedari tadi merekam kegiatan yang mereka lakukan detiap detiknya.

Mingyu mengarahkan wajah Wonwoo untuk menghadapnya, dan kembali menyatuhkan kedua bibir mereka. Mingyu menuntun kedua tangan pria cantiknya untuk masing-masing ada di samping badannya. Ciuman yang awalnya biasa saja, kini perlahan sedikit berantakan. Kedua sejoli mulai bersilat lidah dengan penuh hasrat dan bergairah untuk memulai permainan mereka sore ini. Sementara itu, kedua tangan Mingyu sudah mulai kembali meraba, menggesek dan memilin puting Wonwoo. Wonwoo menggeliatkan tubuhnya saat merasakan tangan kasar Mingyu memilin salah satu titik sensitifnya.

Salah satu tangan kekar Mingyu turun ke bagian paha Wonwoo dan mengelusnya dengan sentuhan erotis, membuka celana thong putih Wonwoo, dan membuangnya sembarang. Jemari gendut itu kembali menjamah perlahan ke tengah selangkangan Wonwoo yang sudah sedikit mengeras, dan menggodanya dengan memainkan kepala penis di selatan kekasihnya.

Lube-nya di mana, sayang?” tanya Mingyu berbisik ketika memijat kejantanan pria yang ada di depannya itu.

“Ituhh—” Wonwoo menjawabnya dengan terbata, entah menunjuk kemana. Tapi, Mingyu tahu maksudnya, ia meraih tube yang tadi Wonwoo letakkan di nakas, dan mengolesnya ke kedua telapak tangannya.

Mingyu perlahan memberikan stimulus ke tubuh mulus kekasihnya, dimulai dengan bergantian memberi pijatan pada penis-nya, lalu, turun ke testicles, kemudian bermain dipinggiran lubang berkerut pria cantik itu seolah menggoda.

Lenguhan pelan yang tadi Wonwoo keluarkan, kini lebih lantang. Wonwoo tercekat merasakan sentuhan pria di hadapannya hingga darahnya berdesir kencang, seperti ada kupu-kupu yang menggelitiki perutnya. Wonwoo meletakkan tangannya dipaha sang kekasih, hingga dadanya mampu membusung, dan Mingyu juga dapat melihat dengan jelas tubuh mulus putih dengan beberapa bekas merah jambu — bekas permainan mereka kemarin — yang ada di depannya sedang menikmati jemari gemuk Mingyu yang mulai masuk satu persatu mengacak-acak lubang anusnya.

“Nghhh— ahhhh—” lenguhan lolos dari bibir terbuka Wonwoo, membuat Mingyu tersenyum menang. Kekasihnya sudah terangsang oleh setiap sentuhannya.

“Suka ya diacak-acak sama aku kaya gini?” tanya Mingyu dengan tangan kanan licinnya masih memijat intense kejantanan Wonwoo, kemudian sesekali mengelus lubang pipis diujung kepala penis itu, dan jemari dari tangan lainnya menumbuk dengan gestur acak, mengusik lubang yang mulai berkedut milik Wonwoo secara bersamaan, membuat Wonwoo menggeliat dan mendesah tak karuan.

“Jawab, sayang kalau ditanya.” pinta Mingyu sembari menjilati dan menggigit daun telinga Wonwoo, menambah rangsangan pada tubuh Wonwoo.

Mingyu tahu semua titik terlemah pria yang sedang mengerang sexy sembari meliuk-liukan tubuhnya dengan gelisah di depannya ini. Sangat mudah untuk Mingyu membuat Wonwoo bersimpuh minta ampun, dan begitupun sebaliknya, Wonwoo pun sangat tahu bagaimana membuat Mingyu bertekuk lutut di hadapannya. Tapi belum saatnya ia menggoda Mingyu.

“Suka— hhmphh— aaahhh— Gyuuhhh—” lenguh Wonwoo sembari mencengkeram lengan kekasihnya yang berotot itu.

“Kamu liat ke kamera deh, liat kamu lagi sange gini!” pinta Mingyu dengan suara baritone-nya yang sexy, “Gila, gimana aku ngga ikutan sange coba!” lanjut Mingyu ketika Wonwoo berusaha sekuat tenaga untuk menatap dirinya yang mulai meliuk tak karuan dari pantulan layar mirrorless kamera tunangannya, tangan Mingyu masih menjajah penis dan lubangnya.

Semua terpantul jelas di layar kamera, wajah kedua sejoli penuh dengan nafsu birahi. Saling bergumul.

“Liat deh lubang pantat kamu, warnanya pink gitu, nakal banget.” goda Mingyu melepas cepat jemarinya yang menyumpal lubang Wonwoo. “Minta diewe.” lanjut Mingyu, kembali mengelus lubang berkedut itu dan mulai memasuk-keluarkan jemarinya satu persatu lagi.

Bukannya marah dengan perkataan kekasihnya, wonwoo malah senang. Tidak dapat dipungkiri bahwa kini Wonwoo sudah sangat terangsang dan merasakan panas dalam tubuhnya ketika melihat dari pantulan layar kamera apa yang sedang Mingyu lakukan pada tubuh bagian depannya, terlebih lagi kalimat 'minta diewe' yang keluar dari mulut pria kesayangannya itu semakin membuatnya benar-benar ingin diisi dengan penis besar milik Mingyu dan menyumbat lubangnya.

“Hmm? Mau aku ewe?” tanya Mingyu frontal di tengah erangannya.

Wonwoo membalikkan kepalanya, mencium rahang sang prianya dan memijat lengan kekar berotot milik Mingyu, seolah memberinya semangat untuk terus memanjakan lubang dan penis-nya, ia sungguh sangat menikmatinya.

“Aaaahhh— Gyu, if I were you, I would destroy this hole with your big penis over and over again—” tantang Wonwoo dengan suara terbata-bata yang diselangi oleh desahannya.

Seolah diberikan lampu hijau, Mingyu membuat Wonwoo kembali melenguh tak karuan, si dia sengaja menusuk-nusuk titik prostat cantiknya semakin cepat dengan jemarinya.

“Pastilah— enghh” erang Mingyu. “Cuma aku yang bisa ngacak-ngacak kamu kaya gini, kitten.” lanjut Mingyu.

“Nghhh— Gyuuhhh—” lenguh Wonwoo.

Wonwoo menolehkan wajahnya ke belakang agar dapat menghadap Mingyu, dan membawa mereka untuk masuk ke dalam ciuman dalam. Jari Mingyu masih berada di dalam anal Wonwoo, pria tampan itu menggerakkan ketiga jemarinya dengan posisi keluar masuk yang semakin lama semakin cepat, semakin dalam, membuat Wonwoo melenguh berantakan di dalam ciuman mereka. Wonwoo mulai kelimpungan.

Mingyu mengunci kaki Wonwoo yang mulai semakin gelisah. Penis Wonwoo tampak sudah tegak berdiri, dapat dilihat dari benda berurat yang berkedut, dan pre-cum-nya mulai keluar dari ujungnya.

“Tuhaaan aahhh— aaahhh—” desau Wonwoo sembari memijat paha Mingyu, meminta ampun, sedangkan Mingyu justru tidak dapat menahan dirinya untuk mengacuhkan kejantanan Wonwoo yang menganggur tak tersentuh.

I know you think that you know me But you ain't even seen my dark side It's reserved for you only So, baby, do it right, do me right

“Gyuuuhhh— ahh— aahnggh—” lenguh Wonwoo memanggil nama tunangannya itu, mulutnya kembali terbuka menandakan Wonwoo sangat menikmati permainan mereka.

“Ahhh—” erang Mingyu ketika Wonwoo mendesah dengan acak.

Mingyu dapat merasakan kaki Wonwoo yang mulai yang bergetar hebat, benda berurat yang sedari tadi ia pijat semakin berkedut, ingin menuju puncak pelepasannya. Detik selanjutnya, Wonwoo memejamkan matanya, merasakan rangsangan Mingyu hingga mendapatkan pelepasan pertamanya di telapak tangan sang tunangan, tempat tidur, dan perutnya. Wonwoo puas, walaupun nafasnya sedikit tersenggal.

Mingyu tak perlu rangsangan lainnya pada titik ini, karena kejantanannya kini sudah berdiri sedari tadi hanya karena Wonwoo merengek memanggil namanya, meminta pengampunan dari gerakan jemari gemuknya yang tak memiliki ampun, badan rampingnya yang meliuk gelisah tak karuan dan semua dapat ia lihat dari pantulan LED kamera mirrorless-nya.

We can go all the time We can move fast, then rewind When you put your body on mine And collide, collide It could be one of those nights Where we don't turn off the lights Wanna see your body on mine And collide, collide

“Suka ya dimanja gini?” Mingyu menanyakan kekasihnya dengan jahil.

Wonwoo mengangguk tak mampu berkata karena sedang menikmati pelepasan pertamanya, bahkan cairan putih masih menetes dari ujung penis-nya.

Mingyu berpindah tempat dan membaringkan Wonwoo yang masih mengeluarkan cairan kental putihnya, sedang Mingyu turun ke bagian bawah tubuh Wonwoo, dengan perlahan namun jahil, pria itu menghisap penis kekasihnya.

“Ahhh— Gyuhhh— aahhh—” desah Wonwoo ketika mulai merasakan perut yang menegang, kaki yang begetar karena perasaan ngilu yang ia rasakan efek hisapan sang kekasih di kejantanannya.

“Ngiluuu—” kata Wonwoo menggeliat, kemudian menarik kekasihnya itu agar berhenti dari kegiatannya, dan menyatukan ranum mereka secara acak. Wonwoo berusaha memimpin lumatan itu, tapi Mingyu tidak ingin mengalah untuk hari ini.

Kini hanya terdengar sayu-sayu lagu playlist yang Mingyu nyalakan, karena sudah didominasi oleh suara kecapan ciuman dan lenguhan yang lepas sesekali dari kedua insan yang sedang bercinta itu. Tangan Mingyu yang tidak bisa diam tentu saja mulai meraba dada sang kekasih, memilin, mencubit, menarik dan menggesek puting Wonwoo yang berwarna cokelat itu hingga kembali menegang. Mingyu selalu gemas dengan puting Wonwoo.

“Hhhh—” Wonwoo menarik ciumannya, nafasnya tersenggal mencari oksigen, ditambah dengan rangsangan pada putingnya oleh tangan nakal Mingyu yang tak berkesudahan.

Mingyu yang sudah berada di atas Wonwoo, mulai kembali beraksi dengan meraba tubuh depan Wonwoo dengan kecupan demi kecupan, membuat tubuh pria ramping itu kembali membusung. Melihat dada kekasihnya membusung, Mingyu menghentikan bibirnya di salah satu puting Wonwoo yang sudah mencuat dan sangat memprovokasi Mingyu untuk menghisapnya.

Mingyupun menjilati nipples itu bergantian, memainkan benda cokelat kecil itu dengan lidahnya, kemudian berhenti di salah satu puting dan menghisapnya dengan semangat seolah berharap sesuatu keluar dari klitoris berwarna cokelat menggoda yang sudah sangat menegang itu, sedangkan benda kecil yang mencuat di sisi lain ia mainkan dengan pilinan cepat dan menggesekkan telapak tangannya di sana.

“Ahh Gyyuuhh—” Desau Wonwoo. “Ngiluuu— hmph—” lanjutnya.

Wonwoo mendesahkan nama tunangannya berkali-kali sembari memejamkan mata, walaupun ngilu, ia tetap menikmati lidah basah dan sentuhan yang berada di dadanya, karena lama kelamaan sentuhan dan hisapan yang Mingyu berikan terasa begitu menggairahkan. Mingyu terkadang menggigit putingnya mesra untuk mengacaukan perasaan pria manis itu, bukannya marah, Wonwoo malah merasa terangsang kembali.

Saat ini kamera mirrorless Mingyu masih menangkap picture tubuh Wonwoo yang tidak terlapisi apapun, memperlihatkan kegiatan dua insan yang sudah dilapisi nafsu itu. Mingyu mulai kembali memainkan tangannya di selatan Wonwoo dan disambut dengan desahan sang tunangan yang terdengar sangat menikmati walaupun terasa masih ngilu akibat pelepasan pertamanya, terlihat dari respond tubuh ramping putih mulus milik Wonwoo yang meliuk-liuk genit, bergerak gelisah serta kakinya yang dengan refleks terbuka lebar, memberikan lebih banyak akses Mingyu untuk menjamahnya. Lagi dan lagi.

Wonwoo's body squirms, with a glazed look full of lust. He liked what Mingyu did right now.

“Ngiluu— mau cium—” rengek Wonwoo sembari mendesah merasakan tubuh bagian depannya sudah diinvasi habis-habisan oleh kekasihnya.

“Coba minta baik-baik ke aku.” pinta Mingyu.

Big guy enghh—” kata Wonwoo terpatah-patah. “Aku mau ciuman— hhngh—” lanjutnya sembari melenguh nikmat tak tertahankan.

“Jalangnya Big Guy mau dicium ya, sayang?” tanya Mingyu menggoda sembari tersenyum dengan menyeringai. Wonwoo bukannya marah dengan kalimat Mingyu yang melecehkannya itu, ia malah merasa semakin turn on.

“Mau.” minta pria itu manja.

Udara di salah satu kamar berbintang 5 itu terasa sangat panas, air conditioner dengan udara Bandung tampaknya tidak membantu menenangkan tubuh Wonwoo yang horny di dalam rengkuhan sang tunangan. Panas, bergelora, keringat perlahan merembes keluar kulitnya. Begitupun Mingyu, semakin menggila, mengacaukan tubuh kekasihnya karena ia sendiri sudah gelap mata dengan libidonya yang memuncak.

Mingyu mengambil kedua tangan Wonwoo dan membawa kedua lengan mulus itu untuk melingkar di lehernya. Mingyu lalu menatap mata sayu cantik bermanik rubah yang selalu menjadi favorite-nya, kemudian menyatukan dua bilah bibir mereka, membawa pria di bawahnya ke dalam ciuman acak penuh dengan gairah, Mingyupun melumat bibir sang kitten, lidah mereka kembali saling bertaut, dan menukar saliva, bahkan ada beberapa air liur yang lolos dari pinggiran bibir mereka, turun ke leher jenjang cantik milik Wonwoo.

Baby, it's all yours if you want me, all yours if you want me Put it down if you want me, tonight Said it's all yours if you want me, all yours if you want me Put it down if you want me, let's collide

Ciuman Mingyu turun perlahan menginvasi jenjang leher dan menghisapnya perlahan, kembali menandakan kekasihnya itu dengan love mark di badannya, bermain dengan nipples Wonwoo, ia sangat menyukai kegiatan ini — menikmati satu persatu bagian sensitif di tubuh Wonwoo dengan bersemangat, hingga dari sentuhan puting mungil itu menghasilkan suara-suara desahan yang semakin nikmat dari Wonwoo, sampai aerola cokelat itu berwarna kemerahan akibat hisapannya dan pilinannya.

Dengan lihai, kecupan Mingyu turun perlahan, dari puting Wonwoo yang sudah sangat mengeras, ke bagian perut six pack-nya dan mengecup otot-otot yang sudah mulai terbentuk itu, berhenti di belly button — menjilatinya dengan sensual, membuat Wonwoo melenguh sembari terkekeh serta menggeliat karena geli. Bibir Mingyu masih berjelajah, semakin turun ke selangkangan Wonwoo, menghisap paha bagian dalam prianya, kemudian mencium kepala kejantanan Wonwoo yang sudah mengeluarkan pre-cum-nya lagi.

Mingyu menghentikan permainannya dengan tiba-tiba, membuat Wonwoo yang sedang enak itu kecewa. Kamera bermerk Sony Alpha itu tak dapat menangkap tubuh kekarnya, hanya ada Wonwoo yang sedang menatap kesal ke arah lain, dan matanya bergerak seolah sedang mengikuti pergerakan seseorang.

Rasa kecewanya berubah menjadi senyuman saat Wonwoo melihat Mingyu melepaskannya untuk mengambil kamera dari tripod, mendekatkan kamera mahal itu kearahnya agar dapat mengabadikan wajah serta tubuhnya yang berparas cantik dan sangat menggoda. Dengan kulit putih mulus mengilap penuh love marks darinya hingga ke tulang selangka, Mingyu dapat melihat Wonwoo sedang tergeletak bergairah sambil mendesah, mengocok kejantanan dan memainkan latto-latto-nya sendiri. Mingyu tau pria sexy di atas tempat tidur itu sedang sengaja untuk mengusik hasratnya melalui bidikan kamera yang masih Mingyu tatap dengan menggigit bagian bawah bibir basah kemerahan yang sedikit membengkak itu.

“Anjing! Sexy banget— Ugh!” erang Mingyu.

Kamera sedikit tak stabil, Mingyu masih menatap Wonwoo lewat layar kameranya sembari mengocok kejantanannya sendiri bak menonton blue film, bagaimana tidak, Mingyu kini sudah melihat tubuh kekasihnya sedang memanjakan nafsunya dan menikmati sentuhan tangannya sendiri, seperti model film bokep yang menggoda penontonnya. Persis seperti itu. Desahan nakal memanggil nama Mingyu dengan suara berat, membuat telinganya sangat termanjakan.

“Anjinglah, yang, aahh— artis bokep ngga ada apa-apanya sama binalnya kamu.” kata Mingyu ditengah desahannya yang sedang mengocok miliknya sendiri.

Wonwoo tersenyum, berhasil mengacaukan sang kekasih, dan semakin ingin menggoda pria itu.

Need a tounge?” tanya Wonwoo yang terbangun dari posisinya, merangkak menghampiri Mingyu yang masih berdiri dengan kamera di salah satu tangannya, wajah penuh gairah Wonwoo yang memerah tertangkap sangat dekat dengan resolusi 4K full HD.

“Mau dong, isepin.” jawab Mingyu ketika Wonwoo sudah memegang kejantanannya, memajukan pinggulnya.

Wonwoo tersenyum girang seperti anak kecil yang diberikan lollipop oleh orang tuanya, dengan semangat ia memanjakan batang besar panjang berwarna sedikit lebih gelap dari miliknya, memijat lembut benda panjang yang sudah menggendut digenggamannya, memasukkannya ke dalam rongga mulutnya yang kecil dan menghisapnya dengan permainan lidah yang lihai, memaju mundurkan wajahnya di antara selangkangan Mingyu. Wonwoo adalah seorang professional sucker untuk penis Mingyu seorang.

We can go all the time We can move fast, then rewind (yeah) When you put your body on mine (you already know what I do) And collide, collide It could be one of those nights (I give you that) Where we don't turn off the lights Wanna see your body on mine (uh) And collide (yeah), collide (baby, it's all yours)

“Ah, gila.” Mingyu mengerang sembari mengelus surai Wonwoo dengan desahan beratnya, meminta pria di bawahnya untuk melahap habis penisnya.

Pria tampan yang berdiri di pinggir tempat tidur dengan tripod kecil berada digenggamannya itu memejamkan matanya merasakan nikmat ketika Wonwoo memainkan lubang kecil di ujung kepala penisnya dengan lidah yang nakal, sembari memijat testicles yang menggantung di bawah sana. Wonwoo merasakan cairan lain selain saliva-nya di dalam mulut — Mingyu sudah mengeluarkan pre-cum-nya. Mengulumnya dengan passionate hingga merasakan kejantanan Mingyu mulai berdenyut, semakin membesar di dalam mulutnya. Mingyu tersenyum saat Wonwoo menatapnya, senyuman dengan nafsu birahi yang sangat mengundang Wonwoo untuk terus memanjakan kejantanan itu hingga limit Mingyu.

Mingyu menarik penisnya keluar, menatap kekasihnya dengan penuh bangga karena hisapan dari mulut tipisnya yang konsisten mampu membuat Mingyu mengerang hebat dan ketagihan akan hisapannya.

“Pinter banget ngisepnya, punyanya siapa?” tanya Mingyu dengan suara beratnya ketika sudah mengambil dagu pria yang yang masih menungging itu dengan jemarinya untuk mendongakkan kepala Wonwoo.

“Punya Mingyu” jawab Wonwoo dengan wajahnya yang sudah memerah, bertambah merah lagi karena kalimat pujian Mingyu yang entah kenapa membuat jantungnya berdegup cepat.

Mingyu melumat bibir basah Wonwoo dengan berantakan, Wonwoo sedikit kewalahan untuk menyeimbangkannya, tapi bukan Jeon Wonwoo bila tidak mampu menyetarakan semua permainan dengan sang kekasih bertubuh besar dan atletis ini.

“Kalau aku pinter—” kata Wonwoo menggantung.

You have to give me a present.” tantang Wonwoo.

Pria manis itu membalikkan tubuhnya mandiri, hingga Mingyu dengan jelas dapat melihat lubang berkerut Wonwoo yang berwarna merah jambu di hadapannya. Lubang itu adalah Kryptonite Mingyu — tentu dapat melemahkannya. Wonwoo menggoyangkan pantatnya yang sintal, dan Mingyu memukulnya perlahan hingga desahan manja dengan nada pelan keluar dari bibir Wonwoo — memang itu yang Wonwoo inginkan, goyangan bokong-nya seolah berkata 'Please spank me, Big Guy.'

“Gemes—” remat Mingyu pada salah satu pantat Wonwoo.

Baby, it's all yours if you want me, all yours if you want me Put it down if you want me, tonight Said it's all yours if you want me, all yours if you want me Put it down if you want me, let's collide

Pria manis itu menggoyangkan kedua pantatnya untuk menggoda Mingyu. Tak perduli bagaimana jadinya sex tape mereka, Mingyu meletakkan kamera mahal itu sembarangan, dengan objek yang berubah menjadi langit kamar hotel mereka. Sedangkan kini, Mingyu tak segan-segan menurunkan wajahnya hingga setara dengan lubang berkerut milik Wonwoo, dan melahapnya, sang empunya hanya mendesah sembari mendongakkan kepalanya nikmat.

“AAHHHHH— ahh sayang—” erang Wonwoo ketika merasakan indera pengecap hangat milik Mingyu sudah berada di dalam lubangnya, mengacak-acak di sana.

“Nghh—” lenguh Wonwoo ketika Mingyu menggerakkan lidahnya keluar-masuk lubangnya hingga basah tak karuan.

Faster, ganteng!” pinta Wonwoo sambil mendesah berantakan.

Kemudian Mingyu juga membuat gestur lingkaran dari indera pengecapnya memainkan pinggiran lubang anus Wonwoo. Desahan Wonwoo berantakan tak karuan merasakan stimulus nikmat yang ia dapatkan saat ini, mulutnya terbuka dengan beberapa tetas air liur lagi-lagi keluar dari pinggiran bibirnya ke leher. Keringat mulai mengucur ketika ia merasakan perutnya terasa kencang, pinggang, paha dan pantatnya bergetar tak karuan.

Mingyu tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun, tentu saja ia tak perduli, pria tampan itu sedang menikmati lubang manis kekasihnya saat ini.

“Gyu!! Ahhhh—” kata Wonwoo memaju mundurkan pinggangnya, karena pelepasannya sudah dekat. Mingyu memegang pinggang Wonwoo dengan kuat, memberikan rangsangan-rangsangan yang tak sanggup Wonwoo terima lagi, hingga pria manis itu sudah sampai pada puncaknya untuk kedua kalinya, kali ini tanpa tersentuh.

Mingyu belum berhenti walaupun Wonwoo sudah mengerang panjang, dengan kaki yang bergetar hebat. Sperma Wonwoo meluncur bebas, bahkan seperti pelepasan pertamanya, cairan kental itu masih menetes dari ujung kepala penis-nya. Namun, Mingyu dengan tanpa ampun mengganti lidahnya di lubang yang pinggirannya sudah hampir memerah itu dengan kejantanannya yang sudah menegang ingin bersilaturahmi dengan lubang kekasihnya.

Mingyu mengambil lagi kameranya, dan dengan lihai kembali mengambil gambar tubuh mulus Wonwoo dengan kepala penisnya yang sudah berada di ujung lubang berkedut di depannya itu.

“Enghhh—” lenguhan lemah Wonwoo setelah pelepasan pertamanya, saat merasakan kepala kejantanan Mingyu masuk perlahan. “AAAANGHHHH— Ngiluu, yanghhh nghhh—” erang Wonwoo.

“Masa?” tanya Mingyu mengeluarkan penis-nya lagi, memasukkannya lagi sedikit lebih banyak tak lama ia keluarkan lagi.

“Tapi enak?” tanya Mingyu lagi kepada kekasihnya itu yang dijawab anggukan.

Mingyu melakukannya lagi, ia memasukkan kembali kejantanannya dan mendorong sedikit lebih banyak benda besar tak bertulang itu, begitu terus hingga terdengar bunyi kulit yang bertabrakan dengan genangan air. Cipakan erotic.

“Aaaaaaahhhhhhh—” erangan panjang Wonwoo keluar bagaikan lantunan erotis saat Mingyu sudah memasukkan seluruh batang berurat yang menegang itu ke dalam lubang sang tunangan.

Mingyu tentu saja tidak akan melewatkan untuk mendokumentasikan kekasihnya yang sedang mendongakkan kepalanya, merintih dan mendesahkan namanya semakin liar ketika ia tanamkan miliknya dan menusuk-nusuk dalam rectum-nya, lalu mendesak titik prostat Wonwoo, memberikan rangsangan lagi ke penis Wonwoo yang perlahan kembali menegang. Mingyu dan Wonwoo sedang menikmati penyatuan mereka.

Mingyu menatap dari kamera ketika melihat kekasihnya sudah kembali menggeliat dan melenguh sensual sembari menungging, memastikan ia merekam Wonwoo dengan goyangan pinggul yang gelisah karena ada kejantanannya yang menyumbat lubang Wonwoo dan menerjang isi anal-nya.

“Gila sih, seductive bgt kamu, fuck!” kata Mingyu, semakin kencang menggempur lubang Wonwoo, membuat sang submissive menjadi gila karena tumbukan-tumbukan tak beraturan itu terus saja menabrak rectum dan sweet spot-nya. Panas, tubuh mereka berdua semakin berkeringat.

“Ahh— Gyuhhh—” kata Wonwoo terbata-bata. “Kecepetannn aahhh ahhh—” rengek Wonwoo.

Pinggang, paha, dan pantat sang pria manis itu kembali bergetar tak karuan, kesepuluh jarinya menekuk seperti sedang mempersiapkan sesuatu.

“Keenakan ya di ewe gini? Hmm?” tanya Mingyu yang masih menumbuk kasar lubang manis Wonwoo dan menepuk salah satu pantat tunangannya itu dengan gemas. “Pengen keluar lagi ya, cantik?” bisik Mingyu sembari memberikan love marksnya di punggung sang kekasih, Wonwoo mengangguk seraya mendesah memanggil nama kekasihnya.

Mingyu meremat dan menggerakkan pantat Wonwoo dengan satu tangannya, memberikan stimulus pada kekasihnya untuk mengeluarkan sperma-nya lagi, ia terus menerus menghantamnya.

“Dalem banget— hngghhh— Gyuuhh—” kata Wonwoo ketika Mingyu mulai menggoyangkan pinggulnya kembali.

“Aaahh— enaakk bangetthh— ahh aahh— mph—” desah Wonwoo terbata dan berantakan.

Shit lubang kamu sih— enakhh— nghhh—” kalimat Mingyu mengiringi pelepasan ketiga Wonwoo karena pria manis itu sudah tak sanggup menahan kenikmatan dari tumbukan-tumbukan yang Mingyu berikan pada lubangnya.

“Lubangnya Mingyu.” lanjut Mingyu, menggigit daun telinga Wonwoo dari belakang tubuh yang sudah lembab penuh dengan peluh.

Mingyu pun tak sanggup menahan hasratnya lagi dengan kejantanannya yang sudah membesar dan berkedut siap mengeluarkan pelepasan pertamanya di dalam lubang Wonwoo. Walaupun Wonwoo masih merasakan ngilu pada bagian selatannya, tentu saja ia tidak ingin melewatkan pelepasan Mingyu. Wonwoo mengetatkan lubang manisnya, menghisap kejantanan Mingyu yang semakin membesar semakin ke dalam. Lubang yang berkedut itu menjeramah penis Mingyu.

Damn!, kenceng banget sayanghhh—” erang Mingyu ketika merasakan rectum Wonwoo semakin ketat dan menggenggam kemaluannya, seperti ingin menyedot cairan kental putih itu keluar dari penisnya.

Tidak hanya Mingyu, Wonwoo yang masih merasakan ngilu di sekujur tubuh bagian bawahnya pun ikut melenguh, merasakan kejantanan Mingyu dengan urat yang menonjol dalam keadaan raw itu semakin membesar dan berkedut di dalam sana. Desahan demi desahan saling beradu di ruangan itu, erangan nikmat menyelimuti kamar hotel mereka, membuat playlist Spotify yang sebelumnya dinyalakan Mingyu seolah tak berarti, tergantikan dengan bunyi kulit yang saling beradu, menciptakan bunyi erotic yang membuat jantung dua sejoli itu berdebar tak karuan.

I know that this is love when we touch, boy You got my heart And can't nobody make me feel like you do, boy, like you do 'Cause, baby, we can go We can go all the time We can move fast, then rewind When you put your body on mine And collide, collide It could be one of those nights Where we don't turn off the lights Wanna see your body on mine And collide, collide

Mingyu sudah dekat sekali dengan pelepasannya, hingga pria tampan itu terus menyerang lubang Wonwoo dengan sangat berantakan, tanpa belas kasihan agar ia dapat menemukan puncak kenikmatannya.

“Aaahhh— nghh hngg—” desah Wonwoo tak karuan yang dijawab erangan panjang Mingyu.

Mingyu mengeluarkan pelepasan pertamanya di dalam ruang hangat milik Wonwoo, hingga cairan putih itu merembes keluar — turun ke seprai putih di bawahnya. Wonwoo menyerah, ia sudah tak sanggup menungging lagi. Kejantanannya ngilu, pantatnya sakit karena gempuran kesetanan yang Mingyu berikan. Pria manis itu menjatuhkan dirinya di atas kasur dengan keadaan tengkurap, melepaskan koneksi mereka berdua di bawah sana. Cairan sperma lengket bekas pelepasan sebelumnya yang belum mengering menempel disekujur tubuh mulusnya.

“Kamu keren bgt. I love you, baby, happy valentine's day.” kata Mingyu mengecup kening lembab itu, sembari kembali memegang kameranya, mengabadikan wajah sayu kekasihnya yang memerah akibat kegiatan mereka.

Happy valentine's day to you too.” kata Wonwoo lemah. “Love you.” lanjutnya yang disambut dengan kecupan dari Mingyu pada bibir yang sedikit membengkak itu.

“Bersih-bersih dulu yuk, biar aku bersihin badan kamu.” kata Mingyu.

Pria tampan itu segera mengisi bathtub dengan air hangat, dan membawa tubuh ramping Wonwoo ke dalam benda putih oval yang cukup menampung mereka berdua. Dengan apik, Mingyu membersihkan tubuh Wonwoo, hingga ke lubang anusnya dengan rintihan dari Wonwoo karena pantatnya yang terasa perih. Setelah selesai, iapun menghandukkan tubuh ramping Wonwoo, dan mendudukkan kekasihnya di depan meja westafel yang terbuat dari marmer.

Big Guy,” panggil Wonwoo kepada sang kekasih.

“Ya, sayang?” tanya Mingyu dari dalam kamar mandi bagian shower.

“Liat sini!” pinta Wonwoo.

Mingyu membuka pintu kaca shower itu, dan mendapati Wonwoo sudah menggunakan ponsel-nya untuk membidik tubuh atletis telanjangnya sembari tertawa.

“Nakal deh.” kata Mingyu mengambil benda pipih itu dari tangan kekasihnya.

“Nanti dimasukin ya, buat bahan coli aku kalau lagi LDR-an.” kata Wonwoo iseng sembari tertawa, bukannya kesal Mingyu malah menganggap kalimat itu lucu.

Wonwoo masih merekam Mingyu yang menghandukkan tubuhnya.

“Udah yuk, ke kamar aja, kamu pasti capek banget” kata Mingyu kepada Wonwoo dan menggendong kekasihnya kembali ke kamar utama, meletakkan tubuh ramping itu di atas sofa karena tempat tidur mereka sangat berantakan. Mingyu juga tidak lupa untuk memakaikan t-shirt oversized dan G-string yang kekasihnya bawa, lalu memakai celana boxer untuk dirinya sendiri.

Dengan sigap Mingyu meminta seprai dan selimut baru kepada cleaning service dan merapikan seprai mereka secara mandiri.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, tempat tidur mereka sudah kembali rapih. Langit Bandung sudah menggelap, Mingyu yang lupa menutup gorden hotelnya saat mereka bermain tadi, kini sudah menutupnya dengan rapat.

Woneoo masih terduduk di sofa, walaupun mingyu sudah membersihkan tempat tidur. Ia bersantai.

Mingyu mengambil kembali kamera mirrorless-nya, berjalan ke sofa tempat Wonwoo selonjoran dengan santai daritadi sembari memegang ponselnya. Mingyu membawa tubuh kekasihnya untuk berada di lahunannya, memeluk tubuh ramping itu posesif.

“Besok sore kita pergi ya,” kata Mingyu mengecup bahu kekasihnya, yang dibalas anggukan.

“Mau lihat hasilnya ngga? Sebelum aku edit.” ajak Mingyu setelah menyalakan kembali kameranya.

Wonwoo segera meletakkan ponselnya, bersama Mingyu, mereka berdua mulai melihat-lihat hasil rekaman dokumentasi yang tadi mereka ambil.

Hasil yang benar-benar amatiran itu membuat jantung Mingyu berdebar ketika menontonnya kembali, begitupun Wonwoo yang ikut menontonnya. Darah mereka kembali berdesir, hasil videonya sedikit goyang, kadang hanya suara yang terdengar dengan langit-langit kamar hotel sebagai gambarnya. Persis seperti film bokep yang dijual dipasaran karena bocor atau dicuri orang. Namun, walaupun demikian sesuatu ditubuh Wonwoo seperti ada yang gatal dan ingin kembali disentuh.

Wonwoo sedang melihat tubuhnya sendiri habis babak-belur dibuat Mingyu, apalagi terdengar suara berat kekasihnya yang sangat dominan itu sedang merutuki kenikmatan yang ia ciptakan, membuat wajah Wonwoo memanas. Sama halnya dengan Mingyu, ada sesuatu yang bangun di bawah sana ketika mendengar desahan sensual kekasihnya, ditambah lagi tubuh ramping itu menggelinjang tak karuan, terpampang di layar.

Kemudian, kalimat “Pinter banget ngisepnya, punyanya siapa?” ketika Mingyu bertanya dengan suara baritone-nya terdengar dari rekaman video yang sedang mereka tonton, Wonwoo berdeham salah tingkah. Mingyu tersenyum seolah tau apa yang Wonwoo pikirkan.

Sesuatu ada yang perlahan bangun, Wonwoo membenarkan duduknya yang mulai gelisah di atas lahunan Mingyu, menarik ujung t-shirt oversized-nya untuk menutupi bagian bawah yang mulai tak nyaman. Mingyupun merasakan perasaan yang serupa. Darahnya berdesir kesatu titik yang kita tahu apa.

“Kenapa, sayang?” tanya Mingyu menghentikan video dan meletakkan kamera dengan durasi yang baru ditonton setengah.

“Nghhga—“ Wonwoo sedikit bingung, namun bukan Big Guy namanya bila tidak peka dengan perubahan yang terjadi pada Kitten-nya.

“Aku horny lagi lho denger desahan kamu.” pancing Mingyu sembari berbisik dengan suara berat nan sexy-nya di telinga Wonwoo, membawa satu tangan dengan jemari lentik itu untuk merasakan kejantanannya yang mulai terbangun.

Mingyu mencium tengkuk kekasihnya dengan bunyi kecupan-kecupan yang terdengar dengan jelas di sana.

“Hnghhh—“ lenguh Wonwoo terdengar saat Mingyu membuka lebar kaki ramping pria yang ada di atasnya, dan menemukan kejantanan Wonwoo mulai bangun di dalam kain G-string tipis.

Mingyu memberikan elusan-elusan lembut nan sensual yang membuat Wonwoo tak sanggup menahan desahannya.

“Gyuhhh—“ panggil Wonwoo dengan suara berat yang menggoda, kemudian menggigit bibir bawahnya, memprovokasi sang tunangan untuk kembali menyentuhnya.

Tanpa perlu kalimat lainnya, Mingyu tahu malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk mereka berdua.

Baby, it's all yours if you want me, all yours if you want me Put it down if you want me, tonight Said it's all yours if you want me, all yours if you want me Put it down if you want me, let's collide

COULD IT BE...


Saat ini Mingyu yang bertindak sebagai tuan rumah dan kekasihnya — Wonwoo — sudah berada di tengah Grand Opening Private Party SVTStar Melbourne yang sangat ramai dihadiri oleh para undangan, dan investor besar yang membantu pembangunan cabang hotel berbintang 5 plus itu. Acara tentu saja terselenggara dengan lancar, dapat dilihat dari awal terselenggaranya acara tersebut, seperti kalimat sambutan yang Mingyu berikan mendapatkan standing applause dari para tamu undangan dengan Wonwoo yang selalu menemaninya, dimanapun CEO itu berada. Sama halnya dengan saat ini, Mingyu dengan tenang menggeret dan membawa Wonwoo bersamanya untuk dikenalkan kepada para tamu undangannya.

Hi Mr. Forrest, thank you for coming and fulfilling our invitation. Have you enjoyed our dinner? Our chefs already hold a Michelin star, and there will never disappoint your taste buds.” kata Mingyu dengan senyuman ramahnya kepada salah satu investor yang hadir, investor itu menyambut ramah sambutan secara langsung dari CEO SVTStar Melbourne itu dan berbincang-bincang, membahas hal lainnya.

Pria manis yang sedari tadi berada di samping host grand opening hotel berbintang 5 tersebut kini sudah membawa dua gelas untuk wine ditangannya, dan menghampiri dua pria dewasa yang sedang berbincang asik dengan bahasa asing yang dapat ia pahami, “Excuse me,” katanya dengan ramah dan sopan kepada kedua pria itu.

“Ya, sayang?” tanya pria tampan yang berumur matang itu ketika mendengar suara lembut kekasihnya, menghentikan sejenak pembicaraannya dengan pria asing di hadapannya, dan memalingkan wajah kepada Wonwoo.

Here, for you.” kata Wonwoo memberikan salah satu gelas wine yang dia bawa.

You're still underage, cantik.” bisik Mingyu menggoda dan mengambil kedua gelas yang berada ditangan Wonwoo.

It's mine, Daddy, apple juice.” goda Wonwoo sembari berbisik, mengambil kembali gelas berisi air yang memiliki warna kuning sedikit lebih gelap dibandingkan dengan gelas satunya.

“Pinter.” balas Mingyu lalu mengecup pipi pria muda kesayangannya itu. Lalu, kembali pada lawan bicaranya, “Oh, Mr. Forrest, have you met Wonwoo Kim?” kata Mingyu kembali berbicara dengan pria asing yang berada di hadapannya dan Wonwoo. Pria muda manis yang disebut namanya itu mengulurkan jemari lentiknya, tersenyum dan menyebutkan namanya dengan yakin.

Hello Mr. Kim, so, this Mr. Kim is right, his lover is very beautiful.” kata Mr. Forrest sembari tersenyum jahil kepada Mingyu, dan menjabat jari jemari lentik Wonwoo sembari memujinya, begitupun Wonwoo yang hanya bisa tersenyum malu-malu.

Tidak hanya satu tamu, namun, tamu lainnya pun beranggapan hal yang sama saat Mingyu dengan bangganya memperkenalkan kekasih gelapnya itu dipublik malam ini — Wonwoo sangat cantik dan tampak serasi berada di sebelah sang CEO hotel. Mingyu gegabah? Tentu saja tidak, dia sudah mempertimbangkan matang-matang untuk hal ini, di grand opening party yang bersifat private malam ini Wonwoo harus dikenal sebagai miliknya. Karena tidak akan ada yang mengenal Karina di sini, dia dan Joshua sudah sangat teliti memilih para tamu undangan.

Wonwoo dan Mingyu sedang asyik berkeliling, menyapa satu persatu tamu yang hadir, dan berbincang ringan selayaknya host acara. Sedangkan, Joshua sedari tadi hanya berbincang sepintas dengan para investor dan celingak-celinguk kesekelilingnya, untuk memastikan tidak ada tamu yang tak diundang masuk ke dalam ballroom hotel bintang 5 itu. Entah apa yang merasuki pikirannya, namun dari semalam, firasatnya tidak terlalu bagus. Walaupun demikian, ia mencoba untuk positif dan tidak terlalu menghiraukannya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lewat di Melbourne, dan tak ada yang terjadi, tak ada hal janggal yang ia temukan, sehingga membuat Joshua merasa lebih tenang, ia pun mulai mencoba kembali mingle dengan tamu yang masih meramaikan salah satu ballroom terbesar di hotel yang baru saja buka itu.

“Kak Jo,” panggil Wonwoo ketika menemukan Joshua yang sedang mengambil beberapa dessert di prasmanan yang tersedia penuh dengan hidangan penutup dari berbagai negara.

Yes, manis?” jawab Joshua tenang.

“Aku ke kamar mandi dulu ya, aku ngga menemukan daddy, mungkin dia lagi ngobrol entah di mana sama tamunya.” kata Wonwoo. “If daddy asks where I am, please tell him I'm in the bathroom, okay?” pintanya.

Sure, take your time. Tapi, jangan lama-lama di kamar mandi. Ok?” jawab Joshua sembari menatap ke arah anak manis itu, dan dibalas anggukan oleh Wonwoo.

Dengan tenang Wonwoo berjalan ke arah toilet untuk menyelesaikan urusannya, setelah ia tersenyum manis melewati seorang wanita yang menjadi penjamu tamu yang masih dengan ramahnya berdiri di depan pintu ballroom yang menjadi tempat pembukaan private Hotel SVTStar Melbourne itu.

Tidak terlalu jauh di belakangnya, Wonwoo sempat mendengar wanita yang baru saja tersenyum padanya itu, sedang menyambut tamu yang baru datang di penghujung waktu acara.

Excuse me, is there anything I can help you with, Miss?” kata seorang penjamu tamu kepada wanita tinggi semampai dengan rambut panjang hitam legam bergelombang, yang diikuti wanita berwajah Asia berambut blonde di belakangnya.

This is the venue for the grand opening for SVTStar Hotel, right?” jawabnya dengan tenang, sembari membawa sebuket bunga mawar merah didalam pelukannya dan tersenyum manis. Satu kata, wanita bergaun merah maroon itu cantik dan sangat all out dengan gayanya, seolah ia salah satu tamu undangan di acara tersebut.

Can you show me the invitation card for this event, Miss? Because only people who bring invitation card can enter this party. I'm very sorry.” kata wanita berseragam itu kepada wanita yang baru saja datang tersebut.

I don't need an invitation, I'm the wife of the CEO.” jawab wanita tinggi semampai berbaju merah itu masih dengan suara tenang sedikit angkuh. “Coba kamu deh, suruh Mingyu keluar.” kata wanita itu lagi, namun bukan kepada wanita asing di hadapannya, melainkan kepada personal asistennya yang sedari tadi berdiri di belakang. Wanita Asia yang menggunakan setelah jas abu-abu itu tanpa berfikir panjang, langsung menganggukan kepalanya, dan maju satu langkah, melewati wanita elegan bergaun merah.

Sorry, Miss, can we meet the host of this Grand Opening or meet the secretary of Mr. Kim?” tanya wanita bejas abu dan memiliki rambut blonde itu. “*He must have recognized who we are.” lanjutnya dengan penuh percaya diri.

Oh, there's Mr. Kim, Miss.” kedua wanita itu langsung mengarahkan pandangan mereka berharap yang ditunjuk oleh penjamu tamu ini adalah Mr. Kim yang mereka maksud. Penjamu tamu menunjuk pria yang sedang berjalan ke arah lokasi acara itu, ia terlihat sangat serius sedang menatap layar ponsel-nya. Kedua wanita itu kecewa karena saat mereka melihat pria tersebut, ia bukan lah Mr. Kim yang mereka maksud.

Sorry who is that guy?” tanya wanita cantik bergaun merah maroon dengan wajah yang mendadak berubah penuh dengan tanda tanya.

“*He's the host, Miss, the lover of the owner of this hotel, Mr. Wonwoo Kim. You can meet him, maybe he can help you to meet Mr. Mingyu Kim.” jawab wanita muda itu dengan nada yang sangat meyakinkan. Tentu saja ia sangat yakin, karena memang sebelum acara berlangsung, para staff hotel sudah dikenalkan dengan pria manis yang sedang berhenti sejenak untuk menatap ke arah ponsel itu adalah kekasih dari pemilik hotel tersebut yang bernama Kim Wonwoo.

Mr. Wonwoo Kim? Not Wonwoo Jeon?” tanya wanita cantik itu mengulang pertanyaannya.

I'm sure he is Mr. Wonwoo Kim, lover of Mr. Mingyu Kim, Miss.” jawab penjamu tamu itu dengan percaya diri.

“Bu, dia bukannya—” Wanita berbadan bak model tinggi semampai itu menghentikan kalimat personal asisten yang sedari tadi berada di sampingnya.

“Kita pulang, sekarang!” kata wanita bergaun merah itu dengan wajah yang memerah menahan amarah, hampir melemparkan kumpulan bunga mawar yang sudah ditata rapih yang ia bawa sedari tadi kepada wanita di sebelahnya yang menggunakan blazer abu-abu berambut blonde itu.

Wanita dengan pakaian formal segera memberikan buket bunga yang sudah berada di tangannya kepada penjamu tamu yang berada di hadapannya, “Please give this to Mr. Mingyu Kim, thank you.” sembari menunduk tanda permisi dan meninggalkan tempat itu, berjalan dengan cepat untuk mengikuti wanita bergaun merah yang sudah berjalan lebih dulu.

Sedangkan, Wonwoo kini sudah kembali berjalan ke arah aula tempat acara Grand Opening yang diadakan oleh Mingyu sebagai pembukaan Hotel berbintang 5 miliknya di negara Kangguru itu, tempat kedua wanita tadi mencoba memaksa untuk masuk.

Mr. Kim, I'm sorry, there were two women who came and didn't have invitation cards, they gave you this bouquet of roses and left.” kata penjamu tamu mencegat Wonwoo yang ingin masuk kembali ke ballroom.

Women?” tanya Wonwoo melihat ke berbagai arah, mengharapkan masih bisa melihat dua wanita yang dimaksudkan oleh karyawan hotel ini, tapi, ia tidak menemukan apapun, wanita asing di hadapannya hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman. Wonwoo hanya mengendikkan bahunya, tanda ia tidak tahu siapa yang dimaksud, lalu mengambil bunga mawar itu dengan sopan, kemudian mengucapkan terima kasih, serta merta membawa kumpulan bunga cantik itu ke dalam untuk melanjutkan acara yang tersisa.

“Kamu bawa apa?” tanya Joshua ketika menemukan Wonwoo yang baru kembali dari toilet sedang membawa sebuket bunga mawar merah.

Wonwoo menggeleng, namun memberi senyuman kepada pria manis berkulit putih di hadapannya, “Don't know, tadi ada yang dateng ngga bawa kartu invitation and left, leaving this flowers.” jawab Wonwoo masih dengan tenang.

“Siapa?” tanya Joshua, nadanya sudah was-was, ia takut apa yang ia khawatirkan akan terjadi.

Two women, I really don't know who, tadi aku liat ke sana ke mari ngga ada siapa-siapa.” jawab Wonwoo. “Tapi ada kartunya, wait, siapa tau ada di sini namanya.” lanjutnya, mengambil selembar kertas dengan tulisan cantik, bertuliskan, “Congratulations, My Lovely Hubby.” dengan gambar hati setelah kata Hubby.

Buket bunga itu terjatuh, Wonwoo menutup mulut dengan kedua tangannya secara refleks, “Kak—” Wonwoo menggantungkan kalimatnya. Suaranya mencicit, ada rasa takut, ada rasa bingung, ada rasa khawatir yang semuanya bercampur menjadi satu kesatuan yang berkecamuk di dada Wonwoo. Pria muda itu membeku, tak mampu berfikir.

Joshua mengambil bunga yang sudah tergeletak dengan kelopak yang sedikit bececeran di lantai beralaskan karpet itu, dan segera bergegas meninggalkan ballroom, mencoba mencari keberadaan dua wanita misterius yang memberikan bunga ditangannya.

'Not now, Karina! Bukan waktunya untuk ngasih surprise ke Mingyu!' rutuk Joshua dalam hati.