mnwninlove

[Narasi 6 – 🍄 Shall We? 🍄] ↳ Mingyu/Wonwoo ↳ fluff ↳ 2.1k words. ↳ Narator POV

Date Night

Seperti yang sudah dijanjikan dari beberapa hari yang lalu, Wonwoo akan menghabiskan malamnya di malam Minggu ini dengan kekasihnya yang sudah setahun ini mengisi hari-harinya, Kim Mingyu. Kini dia sudah duduk di ruang keluarga rumah Ayah dari Yuvin itu dengan Yuvin dan Ichan yang sedang asyik menonton televisi, menghina satu sama lain dan terkadang dia ikut menimpali juga.

“Sayang, udah siap?” Tanya pria tinggi dengan suara baritone-nya bertanya pada pria manis yang sedari tadi menemani dua ABG.

“Sudah, aku gini aja kan? Ngga usah pake tuxedo?” Tanya Wonwoo ketika melihat kekasihnya menggunakan shirt long-sleeved nya yang dilipat hingga siku. Rapih, sedangkan dia hanya menggunakan kemeja berlengan pendek dengan motif abstrack yang masing-masing lengannya dilipat. Santai.

Whatever you use, you are still the most beautiful in my eyes, Yang.” Kata Mingyu dengan tenang. Dia lupa kalau ada ke dua remaja yang hampir melempar brownies kukus yang sedang mereka cemilin.

Go away! Iyuuuuhhh!” Kata Yuvin, jijik sama ayahnya.

“Tapi, emang papa the most beautiful sih.” Kata Ichan setuju dengan Om Mingyunya.

Agree. Tapi, kalau Bapak Kim yang ngomong tuh kek hadeuh pasti mau modus.” Timpal Yuvin.

Hush! Jaga bicaramu demi masa depan uang jajanmu, anak muda!” Kata Mingyu. Yuvin langsung membelalakkan matanya kesal.

“Udah.. udah.. kok malah berantem?” Tanya Wonwoo yang sedari tadi menjadi penonton.

“Chan, Pin, udah ya makan browniesnya jangan diabisin, kalian harus makan nasi. Tadi, papa udah masak.” Kata Wonwoo melanjutkan, matanya tertuju pada anak-anak yang kini sudah ada di kelas 2 SMA itu.

Yuvin sedikit terkejut ketika Wonwoo mengucapkan dirinya 'Papa', tak lama senyum jahil terpatri di wajahnya, “Jadi, Upin udah boleh manggil papa nih, Om?” Katanya iseng sambil menyenggol tangan Ichan. Pipi Wonwoo seketika merona merah kali ini, tidak menyangka akan dihadapkan pertanyaan seperti ini. Ichan memang sering menggodanya, tapi, digoda Yuvin belum pernah terjadi, apalagi bila berkaitan dengan hubungannya dan ayahnya.

“Iya, panggil papa aja. Biar enak. Ribet kalau kamu manggil Om Papa.” Jawab Mingyu tenang, kini kedua pipi Wonwoo semakin memanas.

“Udah ah, malu!” Kata Wonwoo mencubit lengan Ayah Yuvin itu. “Call me whatever makes you comfortable ya, Upin.” Jawab Wonwoo.

Okay, papa then! Haha.” Upin dan Ichan tertawa melihat Wonwoo yang memegang wajahnya yang sudah seperti udang rebus. Pipinya sudah sangat menghangat.

“Gih sana pergi! Nanti kemaleman pulangnya!” Ujar Ichan.

“Hati-hati ya, Yah.. Pa..” kata Yuvin, masih dengan nada jahilnya.

Good luck!” Bisik Ichan ke kuping Wonwoo ketika dia menyalimi tangan pria ramping itu. Di sisi lainnya “Break a leg, brou!” Bisik Yuvin kepada ayahnya setelah salim.


Kini Wonwoo dan Mingyu sudah ada di salah satu restaurant di daerah Setiabudi, House Rooftop di lantai 6 MD Place Tower. Wonwoo sedikit terheran-heran karena tidak biasanya dia mengajak dirinya makan di restoran mewah dengan vibes romantis seperti ini. Lampu kuning yang meremang, langit biru menjadi atapnya.

“Tumben banget, Mas?” Tanya Wonwoo ketika menginjakkan kakinya di restoran ini.

“Malah tadinya aku mau ngajak ke SKYE Bar atau Cloud Lounge, tapi tinggi-tinggi banget lantainya. Kan aku akrofobia, Yang.” Keluhnya.

“Haha. Cowo ganteng, badan tinggi, takut ketinggian tuh aku masih gagal paham.” Tawa Wonwoo ketika mereka sudah duduk di salah satu sudut restoran tersebut.

“Jangan ngetawain, muka ganteng sama tinggi ngga ada hubungannya sama fobia ketinggian.” Kata Mingyu, mengerucutkan bibirnya tanda kesal.

“Becanda, Masyang. Let me protect you for height, you take care of the rest.” Kata Wonwoo sambil tersenyum manis, dan kembali ke menu yang disediakn restoran ini.

Mingyu tersenyum dalam diamnya. Mensyukuri kehadiran pria yang ada dihadapannya ini. Setelah mereka bertemu banyak hal yang terjadi di kehidupan seorang Kim Mingyu, dari yang awalnya dia akan selalu sibuk dengan pekerjaannya bahkan sempat melupakan ada remaja di rumah yang sedang tumbuh dewasa sendirian.

Pria di depannya ini, yang membuatnya tersadar bahwa hidup tak hanya selalu tentang materi dalam membesarkan seorang anak. Kehangatan pria di depannya ini yang mampu melelehkan dingin hatinya selama 12 tahun kemarin.

Kau bawa bahagia ke dekatku Kau buatku lupa tentang waktu Kapan pun itu di wahanamu Di harummu aku hanyut Di hangatmu aku larut

“Kenapa, Masyang? Kok ngeliatin akunya kaya gitu?” Tanya Wonwoo menghentikan kegiatan melamun kekasihnya, ketika melihat pria di hadapannya tersenyum penuh makna. “Kaya om-om mesum tau ngga?” Kata Wonwoo jail.

“Ganteng gini om-om mesum? Tega banget!” Jawab Mingyu tidak terima. Wonwoo pun tertawa, mengerutkan hidung bangirnya. Senyum yang selalu menjadi moodbooster seorang Kim Mingyu.

“Om-om ganteng aja ya?” tanya Wonwoo yang dijawab anggukan oleh Mingyu.

“Ayo ih, ini kita mau makan malem.” Kata Wonwoo lagi, memegang tangan pria di hadapannya yang sedari tadi jahil mencolek punggung tangannya dengan jari telunjuknya yang panjang.

“Kamu mau pesen apa?” Tanya Mingyu.

“Kayaknya Crispy Duck Convit ini menarik ya?” Tanya Wonwoo menunjukkan salah satu gambar pada menu.

“Bebek itu.” Kata Mingyu.

“Yaiya, kalau ayam kan chicken.” Kata Wonwoo mengikuti lelucon pria yang berumur 37 tahun di hadapannya.

“Tapi aku pengen Wagyu Sirloin deh, Mas.” Kata Wonwoo lagi.

“Pesen dua-duanya aja, kalau ga abis kamu yang bayar.” Kata Mingyu.

“Kok gitu?” Tanya Wonwoo.

“Ngga boleh mubadzirin makanan. Kan kamu yang rewel suka ngingetin anak-anak.” Kata Mingyu lagi, wajah Wonwoo seketika memerah ketika mendengar kata anak-anak.

“Gemes bgt kamu tuh, ayo pesen aja!” Pinta Mingyu.

Setelah mereka memesan makanan, mereka dalam diam dengan fikiran mereka masing-masing, saling memainkan jari satu sama lain di atas meja, mengaitkannya, kemudian melepaskannya. Saling melempar senyum, masih memikirkan bagaimana cara menyampaikan semua yang ada dipikiran mereka masing-masing.

Ingin dekat-dekat Dekat di pelukmu Duhai sayang Denganmu tenang Hanya kau yang mampu, Melengkapiku

“Masyang..” panggil Wonwoo akhirnya membuka suara untuk menghentikan kesunyian di antara mereka.

“Hmm?” Jawab Mingyu dengan mengangkat kedua alisnya masih memainkan jari Wonwoo di sana.

“Gimana testimoni hampir satu tahun sama aku?” Tanya Wonwoo tiba-tiba.

“Haha. Kalimat bahagia aja ngga cukup buat ngegambarinnya, sayang.” Jawab Mingyu. “Aku mau extend sampai selamanya, bisa?” Tanya Mingyu tiba-tiba.

“Yakin? Selamanya itu masih panjang.” Jawab Wonwoo.

“Justru itu, karena masih panjang, aku mau selama itu mengenal kamu. Kalau ada yang lebih panjang dari kata selamanya kasih tau aku.” Kata Mingyu lagi.

“Buat?” Tanya Wonwoo.

“Buat ngasih tau ke kamu kalau selamanya belum cukup untuk bareng sama kamu.” Jawab Mingyu.

“Kalimat ngalus-ngalus gini tuh diajarin siapa sih? Seokmin ya? Atau Jaehyun?” Tanya Wonwoo, pipinya merona. Sudah berapa kali dalam hari ini dia merasa sangat malu yang bercampur dengan bahagia?

“Yuvin, dia yang jadi guru gombal aku sekarang.” Jawab Mingyu.

“Haha.. aku jitak kalau udah sampe rumah nanti. Dasar bocah.” Kata Wonwoo sambil tertawa puas mengingat kelakuan Yuvin kepada bapaknya.

“Ichan cerita tadi di mobil, Yuvin mau ke New Zealand pas lulus nanti?” Tanya Wonwoo.

“Iya, dia bilang mau kuliah di sana. Rencananya memang sudah lama sih, makanya dia sudah prepare semuanya juga.” Jawab Mingyu, wajahnya melesu.

“Sedih ya, mas?” Tanya Wonwoo.

“Itu bukan pilihan yang seharusnya aku sedihin sih.” Ucap Mingyu, mencoba tabah.

Sad is a natural thing, especially if he is your only child. Jadi, kalau kamu bilang ke aku sedih, aku kasih pundak aku buat kamu bersandar, Masyang.” Kata Wonwoo, mengelus tangan kekasihnya. “Tempat bersandar juga butuh sandaran kan?” Tanya Wonwoo. Mingyu mengangkat tangan putih mulus itu menciumi jari-jarinya dengan sayang.

Tak lama makan malam mereka sudah tersaji dengan plating yang sangat cantik. Wonwoo mengambil beberapa foto, agar bisa dia tunjukkan ke teman-temannya, ide untuk plating di Tavore.

“Tetep ya, nanti aja di share ke Jun sama Jiunnya, malem ini kamu sama aku aja.” Tegur Mingyu yang sudah hafal dengan kelakuan kekasihnya ini.

“Iya, sayang. Tenang aja.” Jawab Wonwoo yang memberikan kerlingan sebelah mata ke Mingyu agar pria tampan di hadapannya tidak cemberut. Mingyu membalasnya dengan tertawa. Kadang dia amaze sendiri dengan tingah laku pria ini.

Hidangan makan malam mereka kini sudah habis dan meja mereka kini sudah bersih selain gelas yang berisi air mineral dan dessert ice cream vanilla untuk Wonwoo dan ice cream mochi green tea untuk Mingyu.

“Kalau Ichan, rencananya gimana, Nu?” tanya Mingyu. Biasanya memang seperti itu setelah menceritakan tentang Yuvin pasti tidak akan lepas dengan membicarakan Ichan atau sebaliknya.

“Ichan masih mau di sini-sini aja, katanya mau ambil Hubungan Internasional di UNPAD.” Jawab Wonwoo yang sekarang sudah menyuapi ice cream vanilla ke mulutnya.

“Terus?” tanya Mingyu.

“Ngga ada terusannya. Hehe.” Jawab Wonwoo.

“Kamu ngga pindah ke Bandung ikut Ichan kan?” Tanya Mingyu.

“Nggak lah! Ichan pasti bisa hidup di sana sendiriankan? Sesekali aku samper paling. Akukan di sini harus mengais rejeki buat dia juga.” Kata Wonwoo. “Lagiankan orang tua sama adik aku di Bandung, Mas. Jadi aku ga takut ninggalin dia di sana.” Kata Wonwoo lagi.

“Owalah, iyaa juga, udah enak banget itu Ichan sering makan masakan nenek nanti.” Kata Mingyu. “Nanti kalau mau nyamperin Ichannya sama aku aja. Aku yang supirin kamu ke Nangor.” Kata Mingyu.

“Iya, I hope until then, you still make me your first priority.” Kata Wonwoo tersenyum.

I will.” Jawab Mingyu.

“Mas/Nu” kata mereka bersamaan. Setelah desert mereka sudah diangkat oleh waiter.

“Ya/Ya?” Jawab mereka bersamaan pula.

“Haha. Ini siapa yang ngomong duluan kalau barengan terus?” Tanya Wonwoo, gemas.

“Aku dulu aja boleh?” Tanya Mingyu gugup.

“Boleh dong.” Jawab Wonwoo.

“Aku tuh mikirin ini udah lama, pas tahun lalu kita liburan ke Bandung ketemu orang tua kamu juga akunya udah mikirin ini.” Kini detak jantung Mingyu berdegup kencang.

“Inget kan tadi aku bilang kalau mau extend sama kamu selamanya?” Kata Mingyu melanjutkan, mendekap kedua tangan pria ramping di hadapannya dengan kedua tangannya, menghantarkan kehangatan.

“Aku ga pernah kepikiran untuk mencintai orang lain selain Nayana, sampai setahun yang lalu kamu masuk ke dalam hidup aku, melengkapi aku yang banyak kurangnya ini. Ngajarin aku banyak hal, ga cuma ngajarin aku untuk lebih menyayangi Yuvin, tapi, juga ngajarin aku mencintai diri aku sendiri.” Kata Mingyu menarik nafas. Jantung Wonwoo berdetak ribut.

“Kamu salah satu alas an aku ingin jadi ayah yang baik buat Yuvin, buat Ichan nantinya. Kamu alasan yang paling tepat untuk aku buat nyetir hati-hati dan pulang cepet untuk bantu Yuvin ngerjain tugas dan bisa ngobrol panjang lebar tentang hari-hariku di telephone, menutup hari dengerin suara kamu. Dan dengan magisnya, kamu membuat aku merasa selalu dicintai.” Mingyu mengambil nafasnya berat. Wonwoo menitikkan air matanya, haru.

“Jeon Wonwoo, I love you this BIG. Will you spend the rest of your life with me? Will you marry me?” Tanya Mingyu tiba-tiba, pria yang ditanya sontak terkejut.

“Hah?” Tanya Wonwoo, masih memproses pertanyaan terakhir dari kekasihnya itu. Kotak beludru hijau tosca sudah terbuka lebar, ada satu cincin manis di sana, dengan bentuk simple, berwarna platinum, dengan satin finish.

“Kok malah 'hah?' sih? Ini aku udah panjang lebar lho.” Jawab Mingyu yang kaget karena ekspresi kaget kekasihnya.

“Kalimat terakhirnya apa, Mas?” Tanya Wonwoo ulang.

Will you marry me?” Tanya Mingyu ulang. Wonwoo menjauhkan cincin yang ada di depannya itu, seakan mengembalikan kepada sang pemberi, Mingyu bingung.

“Aku ditolak?” Tanya Mingyu. Wonwoo menggeleng ribut.

“Kamu kok nyuri start?” Tanya Wonwoo.

“Hah?” Tanya Mingyu, dia juga malam ini cosplay jadi Kang Keong.

“Nasib ini aku gimana kalau kamu udah nunjukin duluan?” Tanya Wonwoo tidak mau kalah. Dia mengeluarkan kotak beludru biru gelap, membukanya ada memperlihatkan ada cincin couple di sana, berwarna gold dengan lapisan pure titanium yang sederhana. Mingyu tertawa puas.

“Kamu juga nyiapin?” Tanya Mingyu. Wonwoo mengangguk, malu.

“Iya, tadinya aku yang mau propose kalau kamu ga ngomong-ngomong juga.” Kata Wonwoo, jantungnya masih berdegup. “Soalnya, aku udah ngga bisa kalau pisah sama kamu tiap abis ketemu. I really love you, I want to spend my days with you, I want to be the first face you see when you wake up in the morning and I wanna be the last person you see before you close your eyes.” Lanjut Wonwoo.

So, I have no reason not to say yes to your last questions. Aku ga butuh waktu untuk mikirin kata-kata kamu.” Jawab Wonwoo. Mingyu terkejut dengan jawaban Wonwoo yang terkesan terburu-buru.

“Tapi, ini cincin aku gimana?” Tanya Womwoo. “Ini pilihan Ichan lho!” Kata Wonwoo lagi sambil mengerucutkan bibirnya.

“Baru nih aku liat ada yang cemberut di lamar.” Kata Mingyu jahil. “Cincin ini juga pilihan Yuvin. Gimana dong?” Tanya Mingyu balik.

Double?” Tanya Wonwoo. “Coba kalau dipake double.” Kata Wonwoo lagi, menyerahkan tangan lentiknya ke depan Mingyu. Mingyu meraihnya dengan lembut, dipasangkannya cincin darinya, kemudian memasangkan cincin dari Wonwoo dijari manis kiri pria itu.

“Aneh ga?” Tanya Wonwoo.

I often say, everything in you is beautiful.” Jawab Mingyu mencium jari manis itu.

“Kamu juga pake. Cincin kamu kemana satunya?” Tanya Wonwoo. Mingyu mengeluarkan cincin dari kantong celananya. Meminta Wonwoo untuk memasangkannya, Wonwoo melakukan hal yang dipinta dan mengikuti Mingyu, mencium tangan pria yang berada di depannya itu.

“Jadi?” Tanya Mingyu.

Absolutely yes!” Jawab Wonwoo, berlari ke kursi Mingyu, duduk dipangkuannya dan memeluk pria yang lebih tua itu.

“Haha.. sayang.. kenapa jadi manja?” Tanya Mingyu menggoyang-goyangkan badan Wonwoo yang sedang berada direngkuhannya.

“Tanda sayang.” Jawab Wonwoo dari ceruk leher Mingyu.

“I love you, Jeon Wonwoo.” Kata Mingyu.

“I love you too, calon imam.” balas Wonwoo.

Bahkan saat kau tak ada Hanya kau yang mampu Membuatku merasa dicintai Sebesar ini Duhai sayang Denganmu tenang Melengkapiku Duhai sayang Kusebut namamu Dalam hening doaku

We Met, We Know, We Love

[One-Shot AU] ↳ Mingyu/Wonwoo ↳ bxg >> switch gender (man!gyu, wom!won) ↳ fluff/romance ↳ 4.6k words. ↳ written in bahasa.

“Hujan lagi, Nu.” Kata seorang wanita di hadapannya, wanita yang dipanggil Nu itu berpaling dari sebuah buku yang sedari tadi mencuri perhatiannya.

“Iya, Kak. Udah pertengahan April juga.” Jawab wanita berkacamata bundar itu kepada seseorang di hadapannya, sembari menatap ke luar jendela cafe yang sedari tadi mereka kunjungi.

Charissa Wonu, nama lengkap wanita berkacamata itu. Wanita berumur 23 tahun yang biasa dipanggil dengan Wonu, berparas ayu, tingginya yang semampai bak model majalah, berkulit putih pucat, bermahkotakan rambut wavy coklat gelap sepunggung yang hari ini sedang dikuncir dengan gaya half ponytail asal dengan jedaynya, memiliki mata secantik rubah, hidung mancung, dengan wajah tanpa polesan make up, dan bibir merah mudah yang selalu dilapisi dengan liptint kesayangannya.

“Gimana tawaran gue? Mau?” Tanya seorang di hadapannya yang selalu Wonu panggil dengan imbuhan Kakak sebelum namanya.

“Gue ga cocok jadi model, Kak Han.” Jelas Wonu kepada wanita dihadapannya, Hannie. Mantan teman sekantornya dulu yang kini bekerja di salah satu majalah mode besar di Ibukota.

“Cuma freelance aja, Nu. Coba dulu sekali, pake baju kebayanya Anne Avantie lho!” Rayu Hannie.

“Lo kan cita-citanya nikahan pake jaitan Beliau. Kapan lagi pake karyanya dan ga bayar? Malah gue yang bayar elo.” Masih mempersuasi wanita yang lebih muda 2 tahun di hadapannya itu.

Wonu menyilangkan kaki kanannya menumpu kaki kirinya dengan anggun, menopang dagunya dengan tangan kanan masih memandangi hujan deras di luar cafe, langit mulai menggelap. Hari ini adalah hari favorite Wonu, Sabtu. Seminggu lalu Wonu dan Hannie memang sudah merencanakam untuk hang out bersama as a bestie. Namun tak disangka tawaran menjadi model lepasan muncul dari mulut Hannie.

Photographer nya juga profesional kok, Nu. Mana mungkin sih majalah gue pake yang abal-abal.” Ucap Hannie. Wonu adalah wanita paling sulit diyakinkan, paling keras kepala, paling-paling menurut Hannie.

“Kalau weekdays kan gue ga bisa, Kak. Gue kerja.” Wonu masih kekeuh ingin menolak tawaran Hannie karena tidak percaya akan kemampuannya di depan kamera profesional.

“Ambil cuti aja, Nu. Katanya cuti lo masih penuh? 2 hari aja.” Suara Hannie terdengar sudah kelelahan merayu wanita di hadapannya yang hari ini menggunakan long-sleeved berwarna putih dengan lengan kemejanya yang sudah dilipat hingga siku dipadukan dengan rok pendek jeans selutut itu.

“Mmm.. menurut lo apa nanti fotografer-nya ngga ngamuk sama gue yang kaku?” Tanya Wonu, pertanyaan terakhirnya sebelum dia menjawab keinginan Hannie.

“Tenang, photographer nya super baik. Gue jamin a hundred percent!” Yakin Hannie.

“Okay. Kalau lo jamin kaya gitu, gue ambil.” Jawab Wonu setuju, sedikit ragu, tapi percaya akan penilaian Kak Hannie-nya itu.

“Sip! I'll prepare our contract, and send it to you. A.S.A.P!” Suara Hannie mantap.

“Asiiikkkk kerja bareng lagi. I'm so happy!” Wajah Hannie sumringah yang dibalas senyum Wonu.

“Jadwal pemotretan dari lo kan, Kak?”

Absolutely yes! Gue akan kirim seminggu sebelum pemotretan, so, lo bisa minta cuti untuk hari itu.” Kata Hannie, masih semangat.

Nice.” Kata Wonu, melihat sebentar ke luar jendela, jalanan yang masih basah, hujan yang masih turun dan langit yang semakin gelap, memalingkan wajahnya ke buku novel yang sedari tadi ia pegang.

“Gue balik duluan ngga pa-pa, Nu?” Tanya Hannie setelah mereka berbincang hal lain selain Wonu yang akan menjadi model lepasan, wajah Hannie menyiratkan kekhawatiran di sana.

Yes, sure. Ga apa kok, gue juga masih mau baca buku, plus latte?” Kata Wonu mengangkat gelas caramel latte-nya.

Okay then. Gue duluan ya, Nu?” Hannie berdiri dari bangkunya, cupika-cupiki — cium pipi kanan – cium pipi kiri — dengan Wonu dan berkata “See you, adik manis.” Sebelum meninggalkan Wonu sambil melambaikan tangan, wanita yang ditinggal hanya memberikan senyum terbaiknya. Namun, Hannie sempat berhenti dan berbincang dengan seseorang di sana, “Mungkin kenalannya.” Pikir Wonu dan kembali sibuk dengan bukunya.

Kini sudah jam 8 malam, Wonu mulai merapihkan barang bawaannya ke dalam tas, tas sedang yang hanya cukup satu buku, dompet, ponsel dan liptintnya.

“Oh shit! Battery gue abis.” Monolognya ketika melihat layar ponsel pintarnya gelap, tidak bernyawa. Wonupun berdiri, melangkah ke depan cashier dan meninggalkan barangnya tergeletak di kursi.

“Mba, sorry. Ada chargeran iPhone ngga ya?” Tanya Wonu berhati-hati.

“Wah, maaf Kak, kita ngga punya.” Jawab sang cashiernya tidak enak.

“Yah, yaudah deh. Thank you ya.” Kata Wonu dengan senyumnya dan meninggalkan cashier tersebut. Dia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata pria memperhatikan gerak-geriknya dari seberang meja, saat Wonu pertama kali membuka suara dan merutuki ponselnya. Tersenyum.

What should I do now?” Monolognya dengan memandangi tasnya yang sudah rapih. “Ah, bodo lah.” Wonu, masih bermonolog. Pria itu masih mendengarnya sembari melihat-lihat buku besar semacam album yang sedari tadi dia bulak-balik. Wonu berdiri, terdiam di kaca luar cafe itu sambil menghalau air hujan yang menyipratnya dari atap cafe. Hujannya semakin menjadi.

Lama berdiri di sana dengan tas kecil yang menghalau, kemejanya tetap basah “Damn me! Kenapa pake kemeja putih?” Erangnya dalam hati, tak lama ada sebuah cardigan menyelinap di punggung hingga bahunya, kaget, itu yang dirasakan Wonu. Dia menolehkan wajahnya dan menemukan seorang pria tinggi, bersurai hitam, berhidung mancung, sedang memegang bahunya agar cardigan coklat yang diberikan tidak terjatuh karena belum diraih oleh sang empunya bahu.

“Eh.” Wonu membuka suaranya, kaget, memegangi bahunya yang sudah tertutup cardigan.

“Saya lihat kamu kuyup, better use this, your clothes are starting to see through.” Kata pria tersebut membuka suaranya, lembut.

“Oh iya. Sorry to bother your eyes.” Jawab Wonu dengan sopan dan tersenyum. “Cardigannya saya pinjem dulu. I didn't prepare anything for today's weather.” Kata Wonu lagi. Pria tersebut tersenyum, tampan.

No worries. I've gotta go, please take care.” Pesan pria itu, tersenyum dan menunjukkan dua fangs di kanan dan kirinya mencuat manis, sebelum meninggalkan Wonu dengan cardigannya. “Eh bentar? Namanya siapa? Alamatnya di mana? Balikinnya kemana?” Ucap wanita dengan tingg 171 sentimeter itu dalam bathinnya setelah pria itu menghilang.


Dua minggu dari terakhir kalinya dia bertemu dengan Hannie di cafe yang berujung dia pulang menggunakan cardigan seorang pria yang dia tidak tahu siapa. Memang betul kata pria itu, long-sleeved nya basah kuyup dan memperlihatkan warna bra yang dia gunakan kala itu. Dia tidak tahu bagaimana dia pulang bila tidak menggunakan cardigan tersebut, malam gelap, di Kota Jakarta, wanita seorang diri, pulang menggunakan busway dengan kemeja putih basah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Membayangkannya saja sudah cukup merinding. Wonu sangat bersyukur.

Kini Wonu sudah ada di studio yang diinfokan oleh Hannie, dengan kemeja navy blue berlengan pendek yang dilipat dua kali di sana dan menggunakan rok di atas lutut lima sentimeter berwarna khaki yang memamerkan kaki jenjangnya, dengan rambut kali ini di ikat ponytail tinggi.

“Udah nyampe?” Tanya seorang wanita dari belakang Wonu yang suaranya sangat dia hafal.

“Belom, masih di ojol.” Jawab Wonu sambil menurunkan bibirnya yang dihadiahi tawa sang kakak. Sesungguhnya Wonu masih tidak yakin akan kemampuannya, takut mengecewakan Kakak Hannie-nya itu.

Don't worry, just follow his lead!” Kata Hannie menunjuk seseorang ketika melihat sang adik manisnya nervous tidak karuan.

Who?” Tanya Wonu yang masih mengikuti Hannie.

The photographer lah! Kenalan dulu biar ga awkward.” Ajak Hannie, sedikit menarik adiknya itu.

“Mingyu!” sapa Hannie, orang yang dipanggil Hannie langsung mendongakkan kepalanya dari kamera yang sedari tadi sedang ia setting. Hannie dan Wonu pun berjalan semakin mendekat.

“Hai.” Sapa pria tampan tinggi, bersurai hitam lebat sedikit berantakan, yang memiliki tai lalat dipipi itu.

Please, meet the model— Wonu.” Kata Hannie memperkenalkan Wonu ke seorang yang tadi ia panggil Mingyu.

“Mingyu, nice to meet you.” Ucapnya sembari memberikan tangannya untuk dijabat.

“Oh iya, Wonu. Nice to meet you too?” Katanya, entah kenapa dia semakin gugup, membalas jabatan tangan dan senyum pria itu. “Still, cantik.” Ucap Mingyu dalam hatinya.

“Okay, sekarang lo dandan terus ganti baju ya, Won. Let's go!” Kata Hannie membuyarkan pikiran Mingyu, dan mendorong Wonu meninggalkannya.

Terhitung 45 menit waktu yang dibutuhkan Wonu untuk bersiap-siap. Dia sudah menggunakan baju jaitan karya Anne Avantie berwarna hijau pekat yang dihiasi payet dan brokat, namun bahan kebayanya sendiri adalah satin yang super lembut, dengan belahan berbentuk V yang cukup tinggi hingga cleavage nya terlihat jelas, lengan baju seperti sabrina sehingga menampakkan bahu lebarnya dan collarbone yang menonjol dengan jelas untuk atasannya, disandingkan dengan bawahan bahan batik motif entah apa namanya berwarna dominan hijau yang serupa atasannya, motif yang berwarna emas, hitam, biru muda, hijau dan warna-warna cantik lainnya dengan belahan yang tinggi untuk memamerkan kaki jenjang dan paha mulus milik Wonu. Seperti yang Wonu duga, baju ini luar biasa bagus. Namun, sangat terbuka untuknya. Make up nya cukup sederhana dengan beberapa warna yang sedikit menonjol agar dapat tertangkap di kamera.

“Lo sih cantik banget valid no debat!” Kata Hannie ketika melihat Wonu sudah siap dari tatanan rambutnya yang di sanggul dengan mawar merah hingga ke bawah kakinya yang sudah menggunakan high heels hitam bercorak dengan hak 7 sentimeter.

“Tinggi gue jadi 178cm gini, Kak. Giant!” Kata Wonu pelan.

“Bagus kok, gue udah bilangkan badan lo tuh bagus? Lo liat kaca deh! Ya ampun, gue ga percaya lo cuma jadi design graphics dengan badan seanggun ini.” Celoteh Hannie.

Is the dress too open? Liat deh, lo bisa liat cleavage gue yang gini.” Wonu sedikit protes karena kebagian baju yang terbuka dibandingkan yang lain.

See! Your collarbone and your shoulders are the highlights for today! Just shut up and take a shoot.” Ujar Hannie kesal karena Wonu terus protes, padahal buat Hannie, Wonu sudah cukup sempurna.

Okay, Sissy! Just lead a way. Gue harus jalan ke mana?” Tanya Wonu, menyerah.

“Haha. Follow me!” Ajak Hannie, menuju ke arah para kru fotografer, dengan beberapa kamera sudah siap di sana, dua layar monitor, pencahayaan yang terang dan back drop yang sudah disiapkan sesuai dengan konsepnya.

Mingyu membulatkan matanya ketika melihat sosok wanita cantik datang ke arahnya, kaget. “She's really human, right? Why she's so.. perfect?” Gumam Mingyu sambil mengikuti arah jalan Wonu.

Sorry.” Kata Wonu pertama kali ketika sampai di depan back drop.

Why?” Tanya Mingyu menjauhkan kameranya, melihat Wonu seksama ketika mendengar kalimat itu terlantun dari mulut wanita yang sudah berlapis lipstick merah di hadapannya itu. “You look so perfect, so, we wont take long for this.” Kata Mingyu dari balik kameranya, menciptakan senyum kecil dari Wonu yang kini blus on nya sudah tampak lebih jelas merekah di pipinya, padahal pipinya memanas karena malu.

Just relax, Wonu. I'll take the picture, ok?” Tanya Mingyu menanyakan kesiapan Wonu untuk difoto, Wonu menjawab dengan anggukan pelan.

Okay, good girl. Lihat kamera ya, Cantik. 1.. 2..” kata Mingyu. Suara 1.. 2.. 3.. bergema di dalam ruangan itu, mengambil foto Wonu. Hannie memonitor hasil jepretan Mingyu di 2 layar yang sudah disiapkan di sana. Tersenyum lebar merasa puas.

Perfect, Wonu!” Ucap Hannie melihat hasil-hasilnya hingga Wonu selesai untuk pemotretannya, dan bertepuk tangan bangga.

“Bagus banget hasilnya. Lo mau liat?” Tanya Wonu.

Photographer nya aja yang pro, guekan gitu aja, kak.” Jawab Wonu malu-malu.

Whatever! Gue share after kita pilih-pilih ya. Damn good! Gue pasti bingung milihnya. Dan gue bangga banget. Huhu.” Kata Hannie memeluk wanita yang kini semakin jauh lebih tinggi darinya.

“Abis ini gue udah atau ada lagi ka?” Tanya Wonu, berhati-hati.

“Beres kok, cuma gue sama team mau makan bareng. Ikut aja! Biar makin akrab.” Ajak Hannie yang diiyakan oleh Wonu. Karena kebetulan memang dia cuti seharian dan memiliki waktu kosong hari ini. “Daripada bengong di apart.” Pikirnya.


Kini Wonu sudah kembali memakai pakaian yang ia gunakan saat berangkat ke studio tadi pagi, make up yang sudah dihapus sempurna selain alis dan bibirnya yang sudah dilapisi liptint yang selalu ada di tasnya dan duduk di salah satu bangku dekat dengan peralatan kamera, entah kenapa dia ada di sana, menunggu Kak Hannie-nya.

Sorry. Mau ambil tas itu, can I?” Tanya seorang yang membuyarkan lamunannya. Iya, orang itu Mingyu.

“Oh sorry, this one?” Tanya Wonu yang buyar dari lamunannya dan dijawab dengan anggukan. Tas itu memang lebih dekat dengannya, bila pria itu tetap mengambil sendiri, pasti akan menabrak tubuh ramping Wonu.

Here.” Jawab Wonu, menaikkan kedua ujung bibirnya yang tipis.

Thank you.” Jawab Mingyu. “Gimana malam itu? Arrives safely?” Tanya pria yang memasukkan sesuatu ke dalam tas tadi, yang ditanya malah bingung.

Pardon?” Tanya Wonu, she no has an idea.

Cardigan coklat? Rain? Cafe?” Tanya Mingyu, memberikan beberapa kata kunci untuk Wonu mengingatnya.

“Ah! Mr. Fangs?” Tanya Wonu, kebingungan berbalik ke Mingyu, matanya bertanya ke arah Wonu. Wonu memang benar-benar lupa bagaimana rupa pria yang membuatnya bersyukur dengan cardigan yang digunakannya malam itu.

I don't know your name, but, I do remember you had fangs. So, yeah! Mr. Fangs. Hehe.” Kata Wonu, tersenyum manis dan memamerkan kerutan pada hidungnya.

“Kenapa ga Mr. Cardigan?” Tanya Mingyu, memamerkan kedua fangsnya.

Your fangs are more attractive than cardigans, I think.” Jawab Wonu dengan percaya diri. Disambut tawa manis dari Mingyu, mengelus pucuk kepala Wonu dengan refleks dan berkata “I like it.” Wajah Wonu kini sudah bersemu merah. “I swear to God, this girl damn good to be true.” Rengek Mingyu dalam hati. Sedangkan menurut Wonu, “Selain professional photographer, he's very tall, ganteng, baik hati dan menarik. Himself was more attractive than his fangs, anyway.” Wonu mulai tertarik.


Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, team Hannie sudah pulang satu persatu, ada yang sudah mabuk dan menaiki taksi, ada juga yang dijemput oleh pasangannya seperti Hannie, ada yang pulang dengan kendaraan online atau kereta. Dan di sinilah mereka berdua, Wonu dan Mingyu di depan restoran yang tadi mereka tandangi untuk ronde ke 2. Wonu masih bingung harus naik apa, sedangkan Mingyu sengaja menunggu Wonu pulang.

Are you drunk?” Tanya Wonu, memecahkan keheningan antara mereka.

“Ngga lah, gue nyetir.” Jawab Mingyu. “Mau bareng?” Tanya Mingyu sedikit ragu, menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.

It's late and it's not good for you to walk alone. Right?” Tanya Mingyu meminta persetujuan Wonu. “Bahaya, Won.” Ucapnya lagi sedikit khawatir.

It's just 10.” Jawab Wonu santai.

“Yup, but still dangerous tho.” Kata Mingyu. “Tapi, bebas. Kalau mau bareng hayo, mobil gue parkirnya agak di sana. Kalau mau ya jalan bareng. At least I have an accompany to talk in the car.” Katanya. Wonu terdiam sebentar, mempertimbangkan penawaran pria yang jauh lebih tinggi darinya itu.

Okay, You're a little bit insist, so I'll accept it.” Kata Wonu, “Thank you.” Senyumnya merekah menerima tawaran pria tinggi itu. Disambut dengan senyuman lega pria itu.

Wonu tidak tahu bahwa pria itu — Mingyu — sangat ingin menjaganya. Entah mengapa, bila dikatakan love at the first sight memang ada, mungkin itulah yang Mingyu rasakan malam di kala hujan tempo lalu. Wonu menariknya seperti magnet utara kepada magnet selatan, dengan kencangnya.


Kini mobil CRV Hitam milik Mingyu sudah sampai di depan pintu lobby apartemen Wonu. Mingyu menghentikan kuda besinya dan menunggu Wonu untuk turun.

By the way, Mingyu. Cardigannya udah bersih. Mau sekalian diambil?” Tanya Wonu memecahkan keheningan setelah mobil itu sampai di tujuan, seperti tidak ingin berpisah.

Not today, I guess. Udah malem banget dan kamu harus istirahat. Today is a long day, isn't it?” Tanyanya, mengelus lengan Wonu lembut. Wonu tidak menolak afeksi itu, malah dia menyukainya, walaupun darahnya berdesir, degupan jantung yang bergemuruh. Dari usapan kepala, elusan dilengan. Wonu suka bagaimana pria ini memperlakukannya lembut. “Well, ini pertemuan kedua. Wonu sudah gila.” Ujurnya dalam hati, ketika merasakan detak jantungnya ribut.

Okay. Please give me your phone number, so I can call you to return the cardigan.” Pinta Wonu, menyodorkan ponselnya ke arah pria yang berkulit sawo matang itu. Mingyu mengambil ponsel itu dan menekan beberapa tombol yang terlihat di layar.

Here. Please call me.” Kata Mingyu, tersenyum hingga gigi taringnya mengintip di balik bibir kenyalnya yang — menurut Wonu —sexy.

Thank you. I will use it well.” Kata Wonu, dan melepaskan seatbelt yang sedari tadi mengukung dadanya.

You have to. Haha.” Tawa Mingyu.

Good night, Wonu. Sleep tight.” Kata Mingyu sebelum Wonu turun.

Good night, Mr. Fangs.” Jawab Wonu turun dari mobil, menunggu mobil itu berlalu dan masuk ke dalam lobby menuju unit apartment-nya.

Wonu hanya tidak tahu, jantung pria di dalam mobil CRV Hitam yang sudah berlalu itu berdegup lebih kencang, berusaha menahan nervous-nya ketika mereka sedang berdua. Menahan rasa ingin merengkuh wanita itu. Tak apa, selalu ada lain kali untuk Mingyu. Akan banyak alasan lainnya.

We always have another time, Wonu.” Ucap Mingyu bermonolog sembari mengintip dari kaca spion yang memperlihatkan wanita yang dia antar masih di sana.


Sudah terhitung dua bulan sejak Mingyu berkenalan dengan wanita cantik yang kini ada dihadapannya. Kini mereka sudah ada di kedai ice cream terkenal di salah satu mall, dan wanita di hadapannya itu sedang asik memakan ice cream vanilla dari cone yang tadi dipesannya, menyampirkan rambut panjang yang sedang terurai — rambut bergelombang, poni yang sudah mulai menusuk matanya yang selalu menggunakan kacamata bundarnya, rambut yang berwarna coklat gelap, menambah kecantikannya — ke belakang daun telinganya dengan tangannya yang bersih, putih dan lembut.

“So, kamu akan pergi ke Spain next Thursday and will stay there in a week?” Tanya wanita yang hari itu menggunakan t-shirt hitam dengan kerah V yang ditutupi kemeja oversize kotak-kotak merah dan biru, memecah lamunan pria di hadapannya yang masih memperhatikan satu demi satu bagian dari wajah mulus putih wanita itu.

“Yup!” Jawabnya santai, tanpa mengalihkan pandangannya.

And why do you keep staring at me like that? Is there something in my face?” Tanya wanita itu memegang wajahnya dengan satu tangan, mengecek bila ada sesuatu, mungkin ice cream-nya berantakan atau sisa nasi menempel di pipinya.

Nothing. Aku cuma seneng mandangin kamu, I'm tattooing your face in my brain right now.” Jawabnya semakin santai, sambil mengambil gelas lemon tea yang ada di atas meja dan meneguknya perlahan. Pria itu tidak terlalu suka ice cream, dia hanya menemani sang wanita yang dari awal bertemu sudah mencuri perhatiannya itu.

Dengan Mingyu sadari, kini wajah sang wanita sudah bersemu merah muda. Malu. Mingyu selalu mengeluarkan kalimat yang membuatnya merona dan kadang telinganya hingga merah saking tersipu malu oleh kata-katanya.

Just shut up! Kamu tuh kebiasaan deh, kalo ngomong lemes bgt mulutnya.” Kata Wonu menutup mukanya dengan sebelah tangannya yang tidak memegang cone. Sudah hal biasa mendengarkan kalimat-kalimat random atau gombalan dari pria di depannya, tapi, Wonu seolah tidak pernah siap untuk tidak tersipu malu akan hal itu.

“Abisin itu ice cream-nya, nanti meleleh, Kitten. 15 menit lagi kita harus masuk theater lho.” Ah iya, Wonu baru teringat kalau dia akan menonton film dengan pria itu, merekapun sudah membeli tiketnya secara online semalam pada saat sedang bercengkrama di telephone.

Ini bukan pertama kalinya waktu yang mereka habiskan berdua sejak Mingyu mengantar Wonu sampai di lobby malam itu. Mereka mulai bertukar pesan, saling mengikuti social media satu sama lain, bertukar kabar, bahkan bertukar sambungan telephone hanya untuk meceritakan hal ini itu yang terjadi pada mereka.

Mereka bisa bertemu di hari kerja bila keduanya senggang, dan bila weekend biasanya Mingyu akan menjemput Wonu di depan apartemennya, mereka akan makan siang bersama, mengitari mall, melihat gallery foto, pergi ke museum, bahkan makan malam bersama atau seperti hari ini menonton bioskop.

Hold my hand. Kamu suka tiba-tiba masuk toko.” Ucap Mingyu insecure yang kemudian mengaitkan jarinya lembut ke sela-sela jari wanita yang kini sudah berjalan di sampingnya menuju bioskop. Wonu membalas kaitannya, mengunci jari jemari mereka, menutupi mukanya yang dia rasa kini sudah muncul semburat merah muda lagi dan lagi sambil celingak-celinguk salah tingkah.

Kini mereka sudah berada ke dalam studio theater, sudah ada beberapa orang yang duduk sesuai dengan tiket yang mereka beli. Wonu pun melakukan hal yang serupa diikuti oleh Mingyu yang sudah membawa air mineral untuk Wonu dan cola di tangannya untuk dirinya sendiri, sedangkan Wonu sudah menyimpan big mix popcorn di atas pahanya yang bebas.

Filmnya sudah mulai, satu demi satu adegan sudah dipertunjukkan, Wonu sibuk memakan popocorn ke mulutnya, bergantian dengan menyuapi pria di sampingnya, masih serius. Sedangkan pria di sampingnya sudah sekitar 15 menit tidak memperhatikan ke layar besar di hadapannya hanya menerima suapan popocorn dan malah memperhatikan wanita yang datang bersamanya dengan ekspresi-ekspresinya yang lucu menanggapi adegan di layar besar itu.

Hey, I'm not the main character, so, please stop staring at me.” Bisiknya saat menyadari Mingyu melihat ke arahnya.

Do you want to be the main character in my life?” Tanya Mingyu berbisik dekat ke telinga Wonu, yang ditanggapi Wonu dengan mata terbelalak karena serangan dadakan yang diberikan pria itu dan bulu kuduk meremang karena geli oleh nafas Mingyu sempat berada di sana.

Stop joking around and watch the movie, Mister.” Bisik Wonu menegur santai untuk sepersekian detik, sebelum dia melihat ke arah Mingyu, wajah pria itu sudah sangat dekat dengan wajahnya.

I'm serious tho.” Bisik Mingyu, mencuri kecupan di pipi kanan Wonu. Kaget yang Wonu rasakan, dan Mingyu yang dengan santainya kembali memperhatikan layar besar tersebut.

Wonu tidak tahu bila dada Mingyu kini sudah bergetar tidak karuan akan hal nekat yang baru saja dia lakukakan, begitupun dengan Mingyu yang membuat seorang Wonu terpaku, membisu, mencari fokusnya dan mulai mencoba untuk menonton lagi.


So, meet you on Tuesday night?” Tanya Mingyu, ketika mobil kesayangannya sudah sampai di depan pintu lobby apertemen milik Wonu. Dijawab anggukan oleh sang wanita.

“Aku berangkat Thursday, so, Tuesday puas-puasin ketemunya ya.” Ajak Mingyu.

Of course. I will.” Ujar Wonu percaya diri.

By the way, Won. Before you get on, can I kiss you?” Tanya Mingyu pelan. “Just a peck kiss on a lips, maybe.” Ragu Mingyu ketika melihat Wonu sedikit tersentak dengan keinginannya.

Wonu mulai kembali ke alam sadarnya, melepaskan seatbelt-nya memajukan tubuhnya lebih dekat dengan Mingyu dan mencium cepat bibir kenyal yang lebih tebal dari bibirnya itu.

Good Night, Mr. Fangs.” Kata Wonu membuka pintu mobil SUV itu, sedikit salah tingkah yang terlihat jelas.

Good night, Kitten.” Ujar Mingyu sambil tersenyum sebelum Wonu menutup pintunya dan membalas senyumnya.

Wonu memasuki apartmennya yang berukuran 30 meter persegi dan mendudukkan badannya di sofa, mengulum bibirnya sendiri, seakan masih terasa benda kenyal itu. Merutuki kebodohannya, mencium lelaki yang bukan pacarnya, “Charissa Wonu, you idiot! Pegangan tangan, suapin makan, bukan menjadikan dia cowok lu, Bitch!” Rutuknya sambil menggoncangkan badannya di sana, melempar bantal-bantal yang tadinya tertata cantik di sana.

Sedangkan di mobil CRV hitam yang sedang melaju, ada pria dengan detak jantung yang menderu, sesekali menyentuh bibirnya, seakan ciuman singkat tadi masih terasa di sana. Senyuman lebar terlukis ketika mengingat wajah wanita itu. “Oh my God. Can I make you mine?” Monolognya sembari menggenggam bajunya dengan detak jantungnya yang merusuh.

Tidak sampai disitu, malam itu mereka masih menghabiskan waktu via chat dan telephone hingga salah satu dari mereka ada yang tertidur, seakan waktu mereka saat bertemu tidaklah cukup. 8 jam dengan Wonu masih kurang untuk Mingyu, begitupun sebaliknya.


Selasa yang ditunggu Wonu dan Mingyu untuk saling bertemu, sebelum mereka terpisah jarak, benua dan perbedaan waktu selama satu minggu — belum pernah terjadi —. Wonu sudah mematikan leptop kantornya, menata rapih rambutnya dengan mengikat half ponitail with twist techniques, merapihkan sweater rajut biru muda yang oversize, ujungnya sudah dimasukkan ke dalam rok pendek bermotif kotak biru dongker, menutupi tubuhnya.

“Ciyeee.. date?” Ledek teman dekatnya di kantor.

“Ngga ih, Kwan. Ngga tau apa. Haha.” Jawabnya bingung. Apa ya? Date? Kayaknya ngga juga ya? Apa dong? Katanya dalam hati. Bingung. Sadar kembali, dia merapihkan leptopnya, memasukkannya ke dalam tas trapeze ukuran large berwarna navy itu serta barangnya yang lain. Berpamitan karena sudah mendapatkan pesan bahwa pria yang dia tunggu sudah masuk ke plataran perkantorannya.

Mereka sudah bertemu, Wonu kini sudah duduk manis di kursi penumpang, dan Mingyu mulai menjalankan mobilnya dengan laju sedang.

“Kamu kenapa cantik banget?” Tanya pria itu membuka suara saat mobil berhenti karena menemui lampu merah di depannya, menatap Wonu.

“Hah?” Tanya Wonu kali ini sedang memindai lagu-lagu di playlist musik dari ponsel Mingyu yang tergeletak tadi untuk memilih lagu yang ingin dia dengarkan dengan salah tingkah dan rona yang muncul dipipinya. Pipinya kembali memanas.

You have always been beautiful, but today is prettier. Why?” Tanya Mingyu kini sudah menjalankan kembali mobilnya itu. “Supaya aku ngga macem-macem di Spain ya?” Tanyanya sambil meledek Wonu. Mencairkan suasana tegang karena pertanyaan 'kenapa?' dari Mingyu, Wonupun tidak memiliki jawabannya, dia hanya ingin terlihat cantik di depan Mingyu.

“Ihs, kamu tuh totally resek!” Jawab Wonu sambil memukul pelan lengan pria di sampingnya.

Kini sudah terlantun lagu Sheila on 7 yang berjudul Buat Aku Tersenyum. Jakarta pukul 7 malam di hari Selasa, tidak terlalu buruk untuk mereka, bila ada traffic jam di depan, mereka akan bersenda gurau, menertawakan hal yang tidak penting, atau bercerita tentang kegiatan mereka hari ini.

Mobil Mingyu berhenti di ujung Kota Jakarta, tanpa Wonu sadari mereka sudah berada di Ancol. “Hah? Ancol?” Tanya Wonu bingung.

More precisely, Le Bridge. Kamukan ngga bisa makan seafood, so, here we are. Menunya western kok. Don't worry.” Jawabnya setelah membuka pintu untuk Wonu dan menggenggam tangan Wonu, masuk ke dalam. Sebelumnya, Mingyu berbicara dengan waiter di sana karena Mingyu sudah reservation meja untuk mereka berdua.

But, I don't know, if you have seasick or not?” Tanya Mingyu yang mendapatkan pukulan kecil ketika mereka masih berjalan ke arah tempat duduk yang sudah disediakan, di dekat laut. Mingyu hanya cengengesan sambil menangkap tangan yang lebih kecil darinya itu. Suasananya romantis banget sih di sini. Ini pertama kalinya Wonu ke sana dan terkesima oleh interior yang sebenarnya simple with romantic vibes.

“Mau makan apa?” Tanya Mingyu ketika Wonu sedang konsentrasi dengan menu di tangannya.

“Aku mau morotin kamu, so, I choose Wagyu ternderloin medium rare with strawberry smoothies.” Jawab Wonu sambil mengembangkan senyumnya. Benar saja Wonu memesan makanan termahal di restoran itu, dihadiahi senyuman oleh Mingyu. Karena itu memang inside jokes mereka.

“Haha. Whatever makes you happy, Kitten.” Jawab Mingyu, kemudian memanggil waiter untuk mencatat pesanan mereka. Setelah waiter beranjak. Mingyu mulai mengawali pembicaraannya, kali ini nadanya serius.

“Won?” Panggilnya dengan nada serius.

Yes?” Jawab Wonu tenang, suaranya yang selalu menenangkan hari-hari Mingyu.

I want to confess.” Kata Mingyu blak-blakan.

About?” Tanya Wonu, suaranya masih dengan nada yang sama. Angin semilir mulai menyapa rambut coklat gelap itu melayangkan beberapa helainya, menyapa lembut sang pemiliknya yang cantik.

Us? I realized that, I love you. I want you to be my girlfriend, spend our time together longer —” kata Mingyu to the point, wajah wanita di hadapannya kini memerah sambil menunduk, tangan Mingyu menyentuh pipi merah itu, mendongakkan wajah cantiknya untuk melihat ke arah lelaki yang sudah putus asa yang sangat ingin dicintai oleh Wonu itu. Mengelus pipi itu dengan ibu jarinya lembut. Just as Mingyu imagined, those white cheeks were extremely smooth.

I'm not a Kahlil Gibran, jadi aku ngga bisa merangkai kalimat romantis. And yeah—” kata Mingyu lagi, kalimatnya menggantung di sana. Wonu menurunkan tangan Mingyu dari pipinya, diganggam tangan lelaki itu, diusap dengan lembut menggunakan ibu jarinya, sama persis yang Mingyu lakukan pada pipinya tadi.

“Mingyu.. No need romantic words, your feeling is the important thing.” Jawab Wonu dengan tersenyum lebar. “Siapa yang nyuruh kamu jadi Kahlil Gibran, Mingyu is all what I want.” Lanjutnya lagi sambil tersenyum, mengecup tangan pria yang ada digenggamannya.

Then, would you be mine, Charissa Wonu?” Tanya Mingyu gamblang, sembari memegang kedua tangan hangat wanita itu.

Of course.. Yes, I do, Mingyu.” Jawab Wonu sambil tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya. Melihat ke arah pria yang memang sudah mencuri banyak tenaga, pikiran dan perhatiannya 2 bulan terakhir.

Makanan mereka sudah datang, Mingyu memesan steak yang sama dengan Wonu dan ice lemon tea kesukaannya. Mereka sesekali berbincang, kemudian menghabiskan makanannya. Malam semakin larut, kini sudah hampir jam 11 malam.

Mereka masih ada di Ancol, di pinggiran bibir pantai yang bisa digunakan untuk parkir, mmbiarkan laut yang menghitam di sana, bulan dan bintang sebagai penghiasnya. Sedangkan, dari dalam mobil CRV itu kini ada Wonu yang sudah berada dipangkuan Mingyu, sedang menikmati waktu mereka berdua berbincang dan berciuman. Hanya itu. Tidak lebih dari itu.

“Kamu ngga boleh bandel ya nanti. You're mine now, Mingyu” Tegur Wonu sambil memeluk pria yang kini sudah menjadi kekasihnya itu.

“Justru kamu yang ngga boleh bandel aku tinggal di sini.” Balas Mingyu, menggigit hidung wanitanya itu.

I love you, Kitten.” Kata Mingyu mengecup bibir wanita yang kini ada di atas pahanya.

I love you too, Mr. Fangs.” Jawab Wonu sambil mengecup lekat bibir Mingyu kembali dengan menyisir surai sang pria.

I MISS YOU [One Shot AU]

TW// – BxG, mature content 20+, in bahasa, 4K words, switch gender (man!gyu, wom!won), slowburn, too much details. – Imagine it with yourself, good luck! – Be a wise reader ya, don't copy the link


Seorang wanita berjalan menaiki eskalator salah satu kampus swasta dibilangan Jakarta Barat itu, menuju kelasnya di lantai 5 dengan menggunakan kaos milik kekasihnya yang tampak terlihat kebesaran di badannya yang dilapisi kemeja flannel, celana skinny jeans robek di daerah paha dan lututnya, rambut sepunggungnya yang dicepol dengan rapih. Tidak lupa dengan kacamata yang menemani wajahnya yang tirus. Namanya Charissa Wonu yang biasa orang panggil Wonu, wanita berumur 20 tahun yang kini berada di tingkat 3 fakultas Design Komunikasi Visual.

“Nu!” Panggil suara di seberang sana, Juju, teman akrabnya dari awal OSPEK hingga sekarang.

“Wah, Ju. Gue kira ya gue telat.” Kata Wonu menghampiri wanita yang berambut panjang digerai dengan warna ash grey tersebut.

“Belum belum.. Pak Bobby lagi otewe, macet katanya.” Jawab Juju. Kini Wonu dan Juju sudah duduk yang dihadapkan dengan meja lebar, membentangkan sketch book mereka yang berukuran A3 di atas meja tersebut dengan atribut pulpen yang berukuran 0.3mm – 4mm, pinsil berukuran HB – 3B di tempat pinsilnya — peralatan perang untuk menghadapi kelas Pak Bobby.

“Matkul Animasi emang deh paling bener.” Dumel Juju. Karena Wonu senang menggambar storyboard jadi dia tidak masalah dengan matakuliah ini, selain itu memang Juju senang ngedumel aja sih.

Kelas sudah di mulai, Wonu sudah melepas flannelnya yang dia lampirkan di senderan kursinya dan sudah melipat lengan kaosnya dan serius mengerjakan storyboard sesuai dengan penjelasan si dosennya yang ternyata hari ini telat setengah jam.

Kelaspun sudah selesai Wonu dan Juju berjalan menuju kantin kampusnya, untuk makan siang, namun sebelumnya mereka sudah menyimpan tas dan buku gambar mereka di loker lantai 3, karena hari ini belum selesai karena masih ada 1 mata kuliah praktek di lab. Komputer.

“Gue laper. Makan apa kita?” Tanya Juju sambil menyusuri kantin yang dapat kita sebutkan sebagai food court itu, karena memang sudah tampak seperti food court di mall-mall besar Kota Jakarta bila dibandingkan dengan kantin.

“Gue pengen Hokben. Lo pesen dulu deh— Eh, bentar Ju.” Kata Wonu menghentikan langkahnya dan mengambil ponsel yang bergetar di saku kantong jeansnya. Terulis “Mas Sayang” di layar ponselnya. Tentu saja, itu adalah nomor sang kekasih.

“Yes?” Jawab Wonu, santai seperti biasa. Dia kadang lupa pria yang dikencaninya sejak 1 tahun setengah belakangan ini lebih tua 2 tahun darinya.

“Yes?” Protes pria itu.

“Haha. Iya, Halo Sayang.” Tawa Wonu renyah dan mengulang sapaannya.

“Gitu dong. Halo Sayang, kelasnya udah kelar belum?” Tanyanya di seberang sana.

“Belum, Mas. Masih ada praktek jam setengah 2. Kenapa?” Tanya Wonu balik.

“Gak apa, aku ada meeting di daerah kampus kamu. Emang kamu ga kangen udah ngga ketemu 1 bulan?” Kata pria yang biasa dipanggil Mingyu oleh orang-orang dan Mas oleh Wonu seorang.

“Sorry, yang sibuk banget tuh siapa ya?” Tanya Wonu sambil berjalan menuju counter makanan yang ingin dia beli.

“Siapa?” Tanya Juju berbisik.

“Bentar ya, Mas.” Kata Wonu, sebelum kekasihnya menjawab. “Mas Mingyu. Lo udah pesen? Apa?” Tanya Wonu sedikit berbisik.

“Hokben ajalah, gue udah pesenin buat lo, yang biasakan?” Tanya Juju sambil mengeluarkan debit cardnya dari dompet dan dibalas dengan anggukan dari wanita berkulit putih susu itu — Wonu.

“Aku lagi beli makan siang, maafin.” Kata Wonu mendekatkan ponsel pintarnya dan mulai berbicara lagi dengan pria di seberang sana yang masih menunggunya.

“Akukan udah pulang dari 2 minggu yang lalu, tapi malah kamunya yang sibuk.” Kata pria itu misuh.

“Yaudah, maafin kalau gitu ya. Nanti kita ketemu. Weekend ini gimana?” Kata Wonu yang daritadi celingak-celinguk mencari tempat duduk.

Netflix and chill ya, Mas. Aku ga mau tiba-tiba kamu ninggalin aku buka leptop.” Keluh Wonu, karena belakangan ini itulah yang dilakukan sang kekasih ketika mereka sedang bersama di apartemen pria itu.

“Iya, Sayang. Aku jemput ke kossan kamu ya? Lusakan berarti?” Tanya Mingyu.

“Iya, pagi ya? Aku mau belanja peralatan kampus dulu sama mau ke skippy, naro aja. Buat maket 3D.” Kata Wonu.

“Anything you want, sayang.” Jawab Mingyu yang membuat rona merah dipipi Wonu. Sayang Mingyu tidak melihatnya. Kalau iya, dia pasti sudah gemas.

“Aku mau makan dulu ya, Mas. Juju udah cemberut aku cuekin. Hehe.” Kata Wonu izin untuk menutup sambungan telephonenya.

“Okay. Makan yang kenyang ya.” Jawab pria di ujung sana.

“Siap. Kamu juga jangan lupa makan ya. See you, Mas.” Kata Wonu.

“See you, Babe. Love you.” Kata Mingyu.

Love you too.” Jawab Wonu dan kemudian mematikan sambungan telephonenya dan meletakkannya di meja.

“Lo nyadar ga sih? Lo sama Mingyu tuh awet banget.” Tutur Juju. Iya sih, karena hubungan relationship Wonu selama ini paling lama ya sama Mingyu ini, biasanya hanya 3bulan, sudah seperti probation di perusahaan-perusahaan untuk karyawan baru.

“Haha.. iya juga, ga sadar. Jalan aja. Kan waktu jawab dia juga, jalanin aja.” Jawab Wonu sembari menyuapi makanannya ke mulut. Juju hanya mengangguk dan mengikuti sahabatnya itu untuk makan.

“Sabtu gue mau ngajak lo belanja, betewe.” Ucap Juju ketika mereka berjalan ke laboratorium komputer di lantai 3.

“Gue mau jalan sama Mingyu.” Jawab Wonu, “Lagian kenapa lo ngga jalan sama Kak Hao aja sih? Gue kira lagi pedekate.” Ucap Wonu lagi.

“Yah, gue belanja sendiri aja deh.” Kata Juju. Belanja di sini maksudnya adalah membeli peralatan kuliah mereka.

“Pertanyaan gue kenapa ga lo jawab?” Tanya Wonu mulai menyerang. Karena Juju ini typical cewe yang suka ghostingin cowo entah karena apa. Ngakunya belum siap relationship tapi ngga mau jadi third wheel kalau temennya lagi pacaran —alias misuh-misuh kalau ditinggal pacaran.

“Yang mana? Kak Hao? Ga tau. Dia ga suka kali sama gue.” Tanya Juju.

“Paling lo M.I.A lagikan?” Todong Wonu. “Tuh orangnya dateng. Kayaknya dia dukun deh, soalnya selalu bisa nangkep lo yang sering ghosting!” Ejek Wonu.

“Kak! Hai!” Sapa Wonu kepada pria tinggi, putih, dengan rambut mullet rapihnya ketika dia dan Juju sudah sampai di depan lab. Komputernya. “Gue masuk duluan. Jadi manusia sekali-kali, ga usah ghosting.” Tegur Wonu kepada temannya yang masih mematung di sana sambil berbisik rese'. Pria yang dimaksud dukun itu adalah Hao, anak jurusan Business International tingkat 4 yang memang sudah lama mendekati Juju. Tapi, Juju suka ngilang, dan belum cerita apapun tentang alasannya itu.


Hari Sabtu, seperti yang dijanjikan oleh Mingyu yang akan menjemput kekasihnya di kossan jam 10 pagi, dia sudah stand-by di depan bangunan bergaya minimalis berwarna abu-abu dengan lapangan parkir luas tidak berpagar itu sambil berdiri di depan mobilnya.

“Mas, kamu naik aja dulu boleh ga?” Teriak seseorang dari balkon lantai 2 kossan itu — kekasihnya tentu saja. Sebenarnya, kossan Wonu itu bebas, jadi kalau Mingyu langsung masuk juga tidak apa-apa tapi Mingyu tidak pernah melakukannya, “ngga enak aku masuk kamar perempuan.” katanya suatu hari saat Wonu mengajaknya. Mingyu mengacungkan jempol kearah wanita yang berteriak itu, kemudian disusul oleh menghilangnya wanita itu dari sana.

Mingyu melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang banyak pintunya itu, menaiki tangga ke lantai 2 dan mencari kamar dengan nomor 2D — milik kekasihnya. Diketuk pintu itu satu kali dan langsung ada perintah kalau dia langsung boleh masuk dan membuka dulu sepatunya di depan pintu.

Ketika memasuki kamar itu, dia sudah menemukan kekasihnya yang menggunakan celana bahan hotpants pendek bermotif abstrak dengan tank top yang memamerkan bahu lebarnya yang putih, collarbone nya yang selalu menggoda, lengannya yang memiliki otot-otot kecil belum jadi karena jarang datang ke gym dan memperlihatkan betapa mulus dan putihnya si kekasih hati sedang duduk di lantai dan merapihkan beberapa kertas-kertas yang berantakan di lantai.

Sorry, aku ga sempet beresin ini semalem. Ngeselin banget deh.” Dumelnya ketika melihat pacarnya sudah masuk dan menutup pintu kamar. Mingyu mengikutinya untuk duduk di sebelahnya, sebelumnya dia membuka jaket yang dia gunakan, menyampirkannya ke kursi satu-satunya di kamar itu.

“Ini tuh apa? Kok berantakan?” Tanya Mingyu. Kalian juga harus tau kalau Mingyu sangat rapih dan bersih, dia kesal sekali bila melihat kekacauan ini sebenarnya.

“Buat kebutuhan maket aku. Semalem tuh aku ngecek lagikan apa yang kurang biar bisa dicetak sekalian di skippy hari ini, taunya pas dibongkar sebanyak ini. Haha.” Keluhnya kepada sang kekasih, sambil tertawa dan memamerkan kerutan dihidung kepada lelaki di sampingnya itu.

“Udah diabsen yang mana yang kurang?” Tanya pria tampan itu, dengan sigap membantu sang kekasihnya merapihkan kertas yang tergelatak itu.

“Udah, kok.” Tanya Wonu yang kini sudah berhasil merapihkan kertas itu dan meletakkannya di meja komputer nya.

Mingyu masih duduk di lantai, posisinya belum berubah, memperhatikan kekasihnya yang hilir mudik di depannya entah merapihkan ini itu. Diperhatikan wanitanya yang rambutnya coklat gelap sedang dicepol tinggi, memamerkan leher jenjangnya yang ingin sekali dia berikan jejaknya di sana, bibir ranumnya yang tipis, cleavage yang terlihat sedikit dengan nipples yang menonjol di sana. Fix pacarnya sedang tidak menggunakan bra pagi ini. Mingyu menurunkan matanya ke pinggul ramping sang kekasih, paha putih mulusnya, hingga ke kaki kurusnya.

“Mas.” Tegur Wonu. “Kamu denger ngga aku ngomong apa?” Tanya Wonu yang kini sudah ada di depan Mingyu dan dijawab gelengan jujur oleh Mingyu, disambung dengan senyum manis sang wanita.

“Kamu ngomong apa gitu? Aku ke distrak, sumpah.” Kata Mingyu, sambil meraih tangan kekasihnya. Sudah lama rasanya dia tidak menggenggam tangan ini. Rindu sekali rasanya.

“Ke distrak apa?” Tanya Wonu sedikit bingung, karena dia tidak mengerti arah pembicaraan pria tampan di hadapannya ini.

“Banyak, semuanya tentang kamu.” Jawab Mingyu jujur sambil mengecup jemari sang kekasih.

“Aku tuh tadi bilang, kita ga usah belanja, aku biar belanja sama Juju aja. Jadi, nanti kita taro flash disk di skippy terus langsung ke apart kamu.” Kata Wonu mengusap surai pria yang lebih tua itu.

“Ga boleh di sini dulu?” Tanya Mingyu yang kini sudah membawa kekasihnya itu ke pangkuannya. Wonu kini sudah ada di atas paha Mingyu, memunggungi Mingyu. Dada Mingyu dan punggungnya sudah menempel, matanya membelalak sedikit terkejut, namun kini dia mengerti apa yang membuat sang pria ke distract sedari tadi.

“Jangan pernah salahin hormon aku kalau kamunya kaya gini.” Kata Mingyu, mulai menciumi tengkuk leher Wonu, mengelus perut Wonu yang terdapat otot-otot yang belum jadi menggunakan tangan kirinya dan mengelus bagian bawah sang kekasih yang tertutupi 2 lapis kain tipis itu, naik-turun dengan telapak tangannya yang besar. Desahan kecilpun mulai keluar, badan ramping Wonupun mulai menggeliat.

“Geli, Mas.” Ucapnya mendesah sedikit di telinga Mingyu yang ada di sampingnya.

“Hmphm..” jawab Mingyu tidak menghiraukannya, masih mengecup lembut leher sang kekasihnya, menghisapnya dengan sedikit jejak di sana dan masih melakukan kegiatannya di tempat lain. Kini bahkan salah satu tangan Mingyu sudah masuk ke dalam kain tank top yang Wonu gunakan, naik dan mengincar buah dadanya yang polos.

“Nghhh.. Mas..” ucap Wonu semakin mendesah ketika tangan Mingyu sudah mengelus belahan bawah payudaranya, meremas salah satu buah dadanya. Mingyu menolehkan wajah kekasihnya yang sudah merah merona karena menahan geli, sedang menghadapnya sayu. Mingyu menciumi belah bibir Wonu dan mengulumnya di sana, desahan Wonu tertahan di ciuman mereka sedangkan tangan Mingyu masih menjelajahi senti demi senti kulit Wonu. Tangan kanannya kini sedang mengelus lembut paha wanitanya itu.

Mingyu menelisik lidahnya masuk ke mulut sang kekasih, memainkan lidahnya di dalam sana, Wonu-pun menyeimbangi permainan lidah sang kekasih. Meletakkan tangannya ke kepala Mingyu sambil mengelus surai hitamnya, sehingga memberi banyak akses Mingyu untuk menyentuh semua yang ada di tubuh depannya, termasuk payudaranya dengan nipples yang kini sudah mulai mengeras.

Desahan lembut sudah mulai keluar dari mulut Wonu ketika Mingyu mulai memilin, memijat, mengelus dan mencubit sesekali kedua payudaranya. Satu tangan Mingyu turun ke bawah, memasukkan tangannya ke dalam celana bahan hotpants yang digunakan Wonu, mengelus vagina Wonu yang masih terlapis kain tipis lembut dihiasi renda-renda. Sesungguhnya, Mingyu turn on* ketika dia memasuki kamar wanita yang sudah menadi pusat dunianya belakangan ini. Namun dia tahan karena melihat kekasihnya yang sedang sibuk dengan tugasnya dan memasang wajah cemberutnya, sehingga tidak tega untuk dia ganggu.

“Mas..” kata Wonu pelan ketika melepas ciuman panas dia dan kekasihnya itu, dijawab dengan kedua alis Mingyu yang naik.

“Kamu udah basah loh, Nu.” Kata Mingyu, masih mengelus sesekali menekan dengan jarinya di luar celana dalam Wonu yang memang kini sudah basah, dan tangan satunya masih memijat buah dada sang kekasih.

“Kamu sih bandel.” Rengek Wonu dengan wajahnya yang merona, cantik. “Jangan di sini, Mas. Aku ngga pernah nyimpen kondom.” Ucapnya lagi, menghentikan kegiatan Mingyu, namun sebelum benar-benar menyudahinya, Mingyu menepuk celana dalam Wonu itu. “Pluk” yang dibalas pukulan kecil dari Wonu di bahu Mingyu. “Nakal ih tangannya.” Rengek Wonu sambil merapihkan surai sang kekasih.

Wonu dan Mingyu memang sudah berkomitmen, mereka harus menggunakan pengaman. Itu satu-satunya syarat yang Wonu berikan 6 bulan yang lalu saat mereka memutuskan untuk melakukan hubungan sex untuk pertama kalinya. Karena Wonu sadar akan hormonnya dan hormon Mingyu yang sulit terbendung ketika saat mereka bersama, bahkan melalui sentuhan kecil dari masing-masing. Karena itu, mereka merasa harus tetap safe, at least dengan menggunakan pengaman tersebut. Wonu yang masih kuliah dan Mingyu yang masih belajar untuk meneruskan perusahaan ayahnya.

“Jadi, sekarang kita ke skippy dulu terus langsung ke apart kamu aja ya?” Tanya Wonu meyakinkan kekasihnya untuk benar-benar menghentikan kegiatan enak mereka, “Nanti kita lanjutin lagi. Aku juga kangen sama Optimus.” Ucap Wonu tersenyum sambil mengelus kejantanan Mingyu — yang sering dia sapa dengan Optimus — yang mulai mengeras di balik celana jeans yang digunakan kekasihnya itu.

“Aku ganti baju dulu ya.” Kata Wonu melanjutkan ucapannya sambil berjalan menuju lemari bajunya yang memang tidak jauh dari sana. Membelakangi Mingyu yang hanya melihat punggung mulus dan lekukan tubuh sang kekasih yang sedang memakai sweater kebesaran dan memasukkan ujung bawahnya setengah ke skinny jeans yang kini sudah cantik membalut tubuhnya.

Dandan bukanlah hal yang disukai Wonu, dia hanya menggunakan skin carenya. Wonu memang dasarnya sudah cantik, dengan mata rubahnya, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, dan bibir ranumnya, wajah yang dengan sendirinya suka merona, entah karena panas atau kedinginan. Wonu mengambil tas kecil yang sudah diisi dompet, ponsel, flash disk, dan lipbalmnya.

“Kamu bengong terus. Kita ga berangkat-berangkat, Mas.” Kata Wonu, menarik tangan kekasihnya, menggandengnya dan meninggalkan kamarnya dalam keadaan terkunci. Mingyu menurutinya, otaknya kini hanya ada payudara Wonu, vagina Wonu, collarbone Wonu, yang semua adalah miliknya.


Setelah ke tempat percetakan yang ditunjuk oleh Wonu, kini mereka sudah berada di apartemen tipe studio alcove dengan luas 30 meter persegi, bila berjalan sedikit mereka langsung menemukan dapur dan ruang meja makan di sebelah kanan. Di depannya sudah tersedia sofa empuk dengan beberapa bantal, berseberangan dengan layar TV berukuran 40 inch, di balik sekat penyimpanan TV itu terdapat bedroom tempat Mingyu tidur sehari-hari dengan seprai abu-abu tua yang dipadukan bedcover berwarna abu-abu yang lebih muda. Apartemen Mingyu memang selalu rapih, prianya itu memang sangat menjaga kebersihan.

Mingyu dengan tidak sabarnya merengkuh pinggang wanita yang daritadi tidak pernah lepas dari pikirannya. Membalikkan tubuh ramping tersebut agar menghadap ke arahnya, membelai ujung rambut kekasihnya yang sedang digerai itu. Tampaknya Wonu sudah aware akan serangan dadakan itu, hingga dia tidak protes dan terkejut. Wanita itu langsung melingkarkan tangannya di tengkuk sang pria, menyisir surai hitam Mingyu sambil tersenyum.

“Kenapa sih, Mas? Kok ga sabar banget.” Tanya Wonu lirih, karena kini tubuh depan mereka sudah saling berhimpitan, suara nafas Mingyu yang beratpun dapat Wonu rasakan di depan wajahnya.

“Hu umph.” Jawab Mingyu yang kemudian mencium bibir ranum wanita di depannya dengan perlahan. Melepasnya, “Kangen kamu banget.” Katanya melirih dan mulai menciumi bibir itu kembali, kali ini melumatnya, menggigit bibir bawah wanitanya perlahan. Wonu mulai menyeimbanginya, menelisikkan lidahnya masuk lebih dulu ke dalam mulut sang pria, mengabsen deretan gigi di sana dan mulai melumat lidah sang kekasih. Sambil sesekali desahan keluar dari mulutnya.

Tangan Mingyu sudah berjalan masuk ke dalam sweater kebesaran yang di pakai Wonu, mulai meremas buah dada sang kekasih yang masih menggunakan pelapisnya. Mingyu melepaskan tautan bibir mereka, menuju ke leher jenjang milik Wonu, menjilat di sana, dikecup, dihisap perlahan seakan menggoda desahan Wonu untuk keluar.

“Sayang,” kata Mingyu yang masih dicuruk leher kekasihnya itu, masih meremas payudara sang kekasih dengan tangannya yang bebas mulai meraba-raba bagian bawah Wonu yang masih terlapisi celana jeansnya.

“Nghh?” Desah Wonu terlepas ketika ingin menjawab panggilan Mingyu.

“Kamu mau lepas baju sendiri, atau aku bantuin?” Tanya Mingyu sembari melepaskan ciuman dari tengkuk Wonu. Mata Wonu sudah sayu, penuh hawa nafsu ingin segera diraba lebih oleh di hadapannya ini.

“Aku buka jeans dulu ya, ga suka elusan kamu ga berasa.” Jawab Wonu melepas kancing celana jeansnya hingga lepas seutuhnya. “Kamu juga ya, aku susah ngelusnya.” Kata Wonu melepas tali pinggang dan kancing celana sang kekasih. Mingyu membantunya agar jeansnya terlepas dan menampilkan kakinya yang jenjang itu.

Mingyu langsung menggendong Wonu dengan koala style ke sofa ruang tengahnya. Mingyu duduk di sana, sekarang Wonu berada di atas paha Mingyu dengan kaki mengekah di antara dua paha Mingyu dengan lutut yang tertekuk ke belakang. Wonu mengangkat kepalanya dari ceruk leher Mingyu, mencium belah bibir pria yang lebih tua ini dengan pelan hingga menuntut untuk lebih dalam.

Desahan terlepas beberapa kali dalam bibir mereka yang masih bersatu. Tangan Wonu mulai meraba ujung kaos hitam yang digunakan Mingyu yang kemudian menariknya ke atas, menganggalkannya. Membiarkan dada bidang berkulit tan yang tertempel otot-otot jadi di sana tanpa kain sedikitpun agar dapat ia lihat dengan jelas. Dirabanya dada itu. Dada yang sebulan ini sangat ia rindukan.

“Kangen kamu juga, Mas.” Jawab Wonu, sambil menciumi dada bidang sang kekasih. Mingyu menikmatinya, pemandangan kali ini adalah Wonu yang sangat sexy menurutnya, walaupun dengan menggunakan daster Wonu tetap tampak sangat sexy untuk seorang Mingyu.

Mingyu menaikkan ujung sweater Wonu dan meminta wanita itu untuk menggigitnya, hingga dia dapat melihat badan ciptaan Tuhan itu dengan leluasa, yang menampilkan cleavage Wonu dengan bongkahan payudara yang hampir mencuat dari tempatnya, meminta untuk dilepaskan.

“Kamu tau ngga? Your breasts are really beautiful, Nu. I love it, over and over again.” Puji Mingyu, menciumi bagian yang dia maksud tanpa membuka penutup payudara itu, menjilati belahannya, meremasnya dari luar, dan mulai dengan perlahan menuruni cup bra tersebut, memilin tonjolan kecil berwarna coklat muda kemerahan itu disatu sisi, dan menjilati, mengemut dan menggigit pelan di sisi lainnya, secara bergantian.

Wonu mendesah, “Ngghhh..” desahannya teredam oleh kain sweater yang digigitnya. Tangan yang bebas Wonu sudah meraba Optimus di bawah sana. Mengelusnya perlahan sembari memijat benda panjang dan besar itu. Merasakan sentuhan pada kejantanannya, Mingyu memasukkan tangannya ke dalam celana Wonu yang sudah mulai basah itu.

“Kamu abis brazilian waxing ya?” Tanya Mingyu menggoda ketika meraba bibir vagina kekasihnya itu halus, gembil dan lembut tanpa adanya rambut di daerah sana. Di balas dengan anggukan dan mata sayunya yang sedang menikmati sentuhan Mingyu.

“Buka ya nghhh celananya, Mas?” Rengek Wonu sambil mendesah dengan jari Mingyu yang sudah mulai masuk ke dalam labia minoranya, memainkan klitoris milik Wonu yang membuat Wonu membusungkan badannya dan mendesah dengan gila karena nikmat dan geli yang bersamaan.

I want to see you like this. Kamu cantik banget, Sayang.” Kata Mingyu dengan suara beratnya. Klitoris Wonu masih dimainkan Mingyu di bawah sana semakin intens, Wonu sudah benar-benar basah. Mendesah dan kemudian menaik-turunkan badannya, menjambak surai kekasihnya.

“Nghh.. Mas.. Please lick mine.” Pinta Wonu. “Hhhaahhh.. Want to — nggh— feel your tongue there, pake jari kamu gi—nghhh—ni perih, Mas.” Keluh Wonu saat dia sudah merasakan sedikit perih di bawah sana. Mingyu menyadari yang dirasakan kekasihnya, menghentikan kegiatannya, dan menggendong wanita miliknya ini ke kamar, melemparnya pelan ke atas kasur King Size nya.

Wonu menanggalkan sweater yang dia anggap mengganggunya sedari tadi itu, membiarkan bra yang masih menutupi payudaranya.

“Dibuka aja, sayang.” Kata Mingyu membantu Wonu melepaskan bra nya, dan memperlihatkan payudara dengan bentuk yang bulat sempurna, nipples yang mulai menegang karena stimulasi yang diberikan oleh Mingyu dari tadi.

Wonunya kini sudah telanjang sempurna. Mingyu mulai merenggangkan kedua kaki wanita itu untuk melihat vagina mulus yang sudah becek di sana. Dikecupnya bibir kemaluan wanita itu perlahan, dibukanya bibir ranum merah dibawah itu dengan tangannya, menjilati klitoris dan vestibulum wanita itu, menghisapnya, menjilatinya di sana penuh dengan nafsu seakan ingin memakannya.

“Eunghhh.. Mas Minghhh..” desah Wonu keenakan. “Umphh.. OMG.. Enakk, mas.” Kata Wonu, kini tangan kirinya mendorong pelan kepala sang kekasih, “Lebih dalem lagi, mas. Hhh..” katanya ketika melihat sang kekasih sedang mengintip ke arahnya dari bawah sana. Tangan kanan Wonu kini sedang memilin tonjolan di payudara kanannya yang menegang, dan tangan kanan Mingyu membantu untuk memilin puting kiri Wonu. Kini jiwa Wonu sudah tidak ada di sana, terbang ke langit ke 7, terlalu nikmat di bawa oleh sentuhaan dan jilatan Mingyu.

“Eunghhh.. Mas.. I think I want to squirt, Mas.” Ucap Wonu yang sedang merasakan ingin pipis di bawah sana karena rangsangan dari lidah Mingyu yang semakin lama semakin intense dan cepat. Ditambah lagi, jari Mingyu juga sudah mulai menelusup ke dalan lubangnya bersamaan dengan lidahnya yang masih terus di sana.

“Hmmph.. go ahead, Baby.” Jawab Mingyu yang kemudian melanjutkan kegiatannya lagi.

“Oh Noo... Mas aku nghhh nggak kuatthhh..” kata Wonu, tubuhnya kembali membusung, dan bergelinjang tak nyaman sembari menjambak rambut Mingyu berusaha menyudahi kegiatannya namun Mingyu lebih kuat, semakin ingin pipis Wonu dibuatnya. Cccrrttt... dan benar saja, dia squirt di dalam mulut Mingyu yang masih menjilatnya. Kakinya bergetar kuat dan Mingyu tetap tidak melepasnya.

Oh my God, kan aku jadi nyembur kamu.” Kata Wonu panik mendudukan dirinya, dengan sigap mengelap mulut dan wajah kekasihnya. Ini bukan yang pertama, tapi dia masih panik bila dihadapkan dengan ini. Mingyu memang paling tahu bagaimana caranya Wonu mendapatkan OGorgasme — nya.

“Ngga pa-pa sayang, I love when I see your face in that state.” Jawab Mingyu mengecup kening Wonu, kemudia ke bibirnya.

“Ngga ada yang ga enak kalau disentuh kamu. I like when you touch me.” Kata Wonu. Menarik ke kasihnya untuk berada ke atasnya, di kecupi wajah prianya itu, dan memulai ciuman panas mereka kembali.

Even though I've squirted, but, my vagina still misses Optimus in there. Fill me, Mas. Only you can fill me.” Ucap Wonu dengan nada bandelnya di tengkuk Mingyu ketika ciuman mereka terlepas dan memeluk Mingyu erat.

With my pleasure, princess.” Jawab Mingyu.

Optimus boleh di blowjob dulu ngga, yang?” Tanya Mingyu yang dibalas anggukan oleh Wonu. Mengulum, menghisap, menjilati dan memijit benda yang kini sudah mulai mengeras dengan urat-urat yang mulai berkedut di dalam mulut hangat Wonu. Mingyu sedikit mendorong wajah kekasihnya untuk mengulum miliknya lebih dalam, Wonu mendesah, punya Mingyu cukup besar untuk masuk sekaligus di mulutnya. “Sorry, Yang.. muluthh.. ngghhh.. kamu enakh..” Kata Mingyu ketika mendengar desahan kekasihnya.

“Oh shit, Wonu.. anget bangethh.. nhh” kata Mingyu. “I comehhh.. nggghhh.. in your mouthh yaaa~” izin Mingyu, dan Wonu mengangguk, Mingyupun mulai menyemburkan cairan putih itu menggempur rongga tenggorokan Wonu dan mulutnya yang terasa penuh. Langsung ditelan saat itu juga oleh Wonu.

“Manis. Kamu udah ngga ngerokok ya?” Tanya Wonu seketika setelah menelan cairan kekasihnya itu. Mingyu memang perokok tadinya, tapi tidak pernah merokok di depan Wonu karena Wonu tidak menyukainya.

Nope. Sejak kamu bilang sperm-ku pait.” Jawab Mingyu, manarik badan sang kekasih ke pangkuannya, membalikkan badan kekasihnya itu, hingga dadanya yang penuh peluh menyentuh rapat punggung putih sang kekasih yang tak kalah basah karena permainan mereka. Permainan mereka yang sesungguhnya memang belum dimulai.

Mingyu menjilati jarinya, melebarkan kedua paha sang kekasih agar bibir ranum merah di bawah sana itu terbuka, menelusupkan jarinya yang sudah basah ke dalamnya. Erangan dan desahan tak terbendung memenuhi apartemen itu, baik dari Wonu dan Mingyu.

Kini Wonu sudah ada di bawah kungkungan Mingyu, kejantanan Mingyu yang sudah digunakan pengaman kini masuk menghantam kemaluan Wonu. Kaki Wonu sudah melingkar di pinggang Mingyu agar memudahkan akses pria itu. Mingyu mulai mendorong keluar masuk penisnya hingga tercipta suara bertemunya kulit dengan kulit dan nada kecipak di bawah sana. Basah. Vagina Wonu sudah banjir sekarang dan Mingyu membawa Wonu terbang kembali ke langit ke 7, sekarang. Wonu sangat menyukai ketika kejantanan MIngyu sudah menjajah daerah vaginanya. Sungguh surga dunia. Mingyupun sangat menikmatinya, dia sangat menyukai ketika vagina Wonu tanpa sadar menggencet kejantanannya yang membesar di dalam sana. Saat ini, mendengar desahan Wonu adalah lantunan indah untuknya, yang selalu membuatnya ingin mendengarkan desahan itu lagi dan lagi.

Kejantanan Mingyu kini sudah mulai berkedut, semakin membesar, dan semakin dalam pula dorongannya pada kemaluan Wonu.

“Aahhh... Maasshhh..” kata Wonu yang merasakan kajantanan Mingyu semakin menyerang ke dalam. Wonu membusungkan badannya untuk kesekian kalinya hari ini, mengekspresikan rasa nikmatnya, yang disambut dengan satu tangan Mingyu yang meremas payuaranya dan satu tangan lainnya menggoyangkan pinggul Wonu.

“Oh yeaaahhh... Wonhhh.. mppphhhh.” Erang Mingyu sambil sedikit terengah.

“Angghhh~ that spot OMG! Sayanghhh.. aku mau pipis lagiiihhh..” ucap Wonu. Ya, Mingyu menemukan OG Wonu untuk yang kedua kalinya hari ini.

“Keluarin aja, sayang.. enghhh..” kata Mingyu. Dan benar saja, Mingyu merasakan ada sesuatu yang hangat menyerang kondomnya. “Are you squirt now, Babe?” Tanya Mingyu pelan dan menghujami Wonu dengan kecupan di wajahnya. Wonu mengangguk malu.

“Aku keluarhhg bentarr lagiihh... tahan.. nggghhhh” kata Mingyu masih menggoyangkan pinggulnya. Wonu semakin gila karena tumbukan Mingyu tanpa henti. Hingga dia merasakan kejantanan Mingyu yang berlapis kondom berkedut di dalam sana, sedang mengeluarkan muatannya. Mingyu masih mengerang panjang dan mengeluarkan miliknya ketika sudah keluar semuanya. Wonu merasa kosong di bawah sana.

Mingyu kemudian mengikat kondomnya dan membuangnya sembarang. Hal yang terakhir Mingyu lakukan adalah mencium bibir luar vagina kekasihnya dengan sayang dan memeluk tubuh ramping Wonu. Membawa tubuhnya terbaring di samping sang kekasih yang kelelahan.

I Love you, Wonu.” kata Mingyu mencium belah bibir Wonu yang semakin merah ranum karena apa yang mereka lakukan hari ini.

I Love you too, Mas Mingyu.” balas Wonu dengan mata yang semakin sayu. Mingyu kemudian memeluk tubuh lunglai itu dan menghisap pelan payudara di sana.

“Ngilu, mas.” Kata Wonu, mengusap lembut surai pria yang lebih tua, namun tidak melarangnya.

“Hmmph.. sorry, enak banget. Aku ngga bisa lepashh.” Kata Mingyu. Padahal ngga ada apa-apa di sana. Wonu memeluk kekasihnya yang masih seperti bayi dengan bibir yang masih bermain di payudaranya dan meninggalkan Bayi besarnya kemudian tertidur.

KATINGTENG [Kaka Tingkat Ganteng] [Narasi 1] – Seharian dengan Kak Wonu

Hari telah terganti, tak bisa 'ku hindari Tibalah saat ini bertemu dengannya Jantungku berdegup cepat, kaki bergetar hebat Akankah aku ulangi merusak harinya? Mohon Tuhan, untuk kali ini saja Beri aku kekuatan 'tuk menatap matanya Mohon Tuhan, untuk kali ini saja Lancarkanlah hariku, hariku bersamanya Hariku bersamanya

Pagi ini lagu Sheila On 7 – Hari Bersamanya sudah melantun indah dari audio di dalam mobil Yaris 2020 Grey Metallic itu dengan sang pengendara sedang bersenandung mengikuti lirik lagu tersebut, jam 7.30 pagi sudah membelah jalan Kota Jakarta. Mingyu sedang di dalam perjalanan ke Menteng untuk menjemput pria yang sudah ia kagumi dari tahun lalu untuk mengantarnya ke kampus mereka yang ada di Grogol.

Bila ingin dihitung jarak, jarak dari rumah Mingyu yang ada di Kemanggisan itu hanya memakan waktu 20 – 30 menit ke kampus, itu juga kalau macet, sedangkan hari ini, dia membutuhkan waktu ekstra untuk sampai ke kampusnya. Alasannya hanya satu, menjemput Wonwoo sesuai dengan permintaan Eunwoo, temannya sekaligus adik dari pujaan hatinya itu.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 9 kurang 15, dia sudah ada di depan rumah dengan dua tingkat berwarna abu-abu muda dengan paduan putih, asri karena banyak tanaman dan pohon tumbuh di halaman rumahnya, pagar hitam tinggi depan yang menyambutnya pagi ini. Sesuai dengan alamat yang dikirimkan Wowo — panggilan Eunwoo dari teman-teman dan keluarganya — “Okay, ini rumahnya. Gue telfon atau gue chat? Bentar, masih jam 9 kurang 15 tapi. Gue kecepetan apa jalanan lagi baik banget sama gue?” monolognya, masih terdiam di dalam mobil sambil memegangi ponselnya.

“Dahlah, kabarin aja. Gue harus ada di perpustakaan jam 10 juga.” katanya lagi. Bermonolog dan langsung menghubungi nomor 'Tambatan Hati' di sana.

“Halo?” jawab pria di ujung sana, sedikit bingung. Iya, gimana dia ngga bingung, pertama Wowo ngga ngasih tau siapa yang akan jemput dia pagi ini, dan kedua tiba-tiba untuk pertama kalinya Mingyu menghubunginya via telephone. Selama ini, Mingyu hanya chat saja dan tidak seintense itu hingga mereka harus saling mengubungi via telephone.

“Hai, Kak. Ini gue udah di depan. Lo udah siap belum?” tanyanya langsung, setelah terdiam sedikit karena kaget mendengar sexy nya Wonwoo pagi ini. Jantungnya mendadak berdegup, entah kenapa dia merasa sangat gugup. Seharusnya kan biasa aja ya?

“Eh, emang Mingyu yang jemput?” tanyanya dari ujung sana dan terdengar beberapa suara, seperti pintu yang tertutup dan langkah kaki menuruni tangga, yang Mingyu asumsikan tadi dia masih di kamar dan sekarang sedang menuruni tangga.

“Bentar ya, gue udah siap kok ini, tinggal keluar.” katanya dengan terbru-buru.

“Santai aja, Kak. Gue baru sampe kok.” kata Mingyu, tidak ada niat untuk mematikan sambungan telfon itu.

“Ini gue udah di depan by the way, lo di —” Katanya terhenti setelah melihat pria tinggi yang menggunakan kaos putih yang dibalut oleh flannel kotak-kotak warna paduan antara biru, hitam dan abu-abu dipasangkan dengan blue jeans belel — robek di bagian paha dan lutut, kurang lebih seperti itu —. Wonwoo langsung melangkahkan kakinya ke arah depan Mingyu, tersenyum sambil mengkat tangan kanannya dan mengucapkan Hai dengan suara lirih, Mingyupun membalas senyumnya, mengangkat salah satu tangannya untuk membalas yang dilakukan oleh kakak tingkatnya itu dan dia — Mingyu — memamerkan fangs yang ada di jajaran gigi atasnya.

“Masuk, Kak.” kata Mingyu sambil membukakan pintu penumpang mobil yang sudah menemaninya belakangan ini.

Thank you.” kata Wonwoo berjalan ke arah pintu yang sudah dibuka dan duduk manis di dalam sana. Mingyu langsung menyusulnya dengan sedikit berlari dan duduk di kursi pengemudi. Mingyu langsung mengemudikan mobilnya kembali ke Jakarta Barat — tepatnya Grogol.

“Lo mau denger lagu apa, Kak? Pindah-pindahin aja pake ini.” ucapnya sembari memberikan ponselnya yang sudah terbuka applikasi musik dan tersambung ke audionya, kembali konsen menatap jalanan. Wonwoo sempat bingung karena pria di sampingnya ini percaya banget dengan memberikan ponselnya, “Apa ngga takut gue gap-in pacarnya chat dia atau gebetan dia bales chat gitu. Kalau gue baca gimana?” tanya Wonwoo ngomong sendiri, tentunya di dalam hatinya.

“Kenapa?” tanya Mingyu menatap ke arah pria berkacamata bundar di sampingnya sebentar dan kembali melihat ke jalan. “Ngga akan ada chat pop up aneh-aneh kok, Kak. Orang yang gue chat aneh-aneh kan ada di sini.” jawabnya lagi yang mengundang Wonwoo melihat sekitar mobilnya, mencari orang yang ada di sini yang dimaksud Mingyu.

“Elo. Astaga, kenapa gemes banget sih masih pagi?” kata Mingyu yang masih fokus. Wonwoo menundukkan kepalanya sambil berpura-pura mencari lagu di sana. Malu, mukanya sudah merona merah muda kali ini, sesekali dia memegang pipinya dan kembali fokus ke arah ponsel Mingyu.

“Lo ada kelas jam berapa?” tanya Wonwoo memecah keheningan mereka.

“Jam 10, online sih. Nanti gue di Perpus aja. Lo mau langsung ke Perpus kan sampe kampus?” tanya Mingyu, yang dijawab anggukan yakin oleh Wonwoo.

“Kelas lo beres jam berapa, Kak?” tanya Mingyu.

“Jam setengah dua sih seharusnya bisa lebih cepet.” jawab Wonwoo.

“Gue mau nganterin lo pulang, tapi gue ada kelas dari jam satu sampe setengah tiga, apa-apa ngga kalau lo nungguin gue?” tanya Mingyu. “Online juga kok. Lo baca di perpus aja, sukakan?” sambung Mingyu.

“Boleh kok, gak apa.” jawab Wonwoo yakin, dan dibalas dengan usapan di atas kepalanya oleh tangan besar milik Mingyu sambil tersenyum. Yang barusan rambutnya di usap malah tersipu malu. “Ealah asu! Ngapain gue usap-usap ini rambut cowo cantik?” dalam hati Mingyu, dia malah kaget dengan refleksnya sendiri. “Masya Allah, Mingyu. Kaget gue ini rambut diusep.” ucap Wonwoo dalam hati, masih mencoba untuk biasa saja, padahal mah mulai deg-degan itu.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 10 kurang 5 menit, dan mereka sudah berada di salah satu meja di perpustakaan yang sangat lengang itu, ngga kosong sih, masih ada beberapa mahasiswa tapi bisa dihitung dengan jari. Perpustakaan kan identik dengan sunyi, ini semakin sunyi — kurang lebih seperti itu.

Mingyu langsung mengeluarkan laptopnya dan memasang airpodsnya di kedua ketelinganya, Wonwoo masih di sana memperhatikan yang sedang Mingyu lakukan sambil menopang dagunya dengan kedua tangan. Mingyu menaikkan alisnya dan bilang “Kenapa?” tanyanya tanpa suara, membuyarkan apa yang sedang Wonwoo lakukan, “Kenapa gue liatin juga?” monolog pria ramping itu dalam hati, dia hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan Mingyu dan pergi dari kursinya, mencari buku yang sudah dia rencanakan untuk di baca pagi ini untuk kelas Kardioviskulernya.


Wonwoo sudah kembali dari kelasnya, di sini lagilah dia — perpustakaan — dan mendapatkan pria yang tadi pagi sudah rela menjemputnya masih duduk di tempat yang sama dari terakhir kali dia meninggalkannya, pria itu — Mingyu — sedang membuka buku tebalnya sambil mecoret beberapa tulisan di sana dan menyalin beberapa kata ke bindernya. Wonwoo dengan tenangnya duduk di hadapan pria itu.

“Hai!” sapa Wonwoo sambil menaruh barang-barangnya di kursi sebelah, masih menggunakan jas putih labnya. Mingyu mengedarkan pandangannya pada pria yang ada di depannya itu.

“Hai!” balas Mingyu yang masih menatapnya. Wonwoo menaikkan kedua alisnya, seperti bertanya 'Kenapa?'. “Lo ganteng kak pake jas putih gitu. Approved jadi calon dokter tampan.” kata Mingyu lagi dengan senyumnya, yang membuat Wonwoo lagi-lagi merona.

“Lo udah makan siang? Kelasnya mulai jam berapa?” tanya Wonwoo mengalihakan pembicaraannya yang dibalas gelengan oleh Mingyu.

“Kelasnya 10 menit lagi kata anak-anak.” jawabnya sambil menunjuk ke ponselnya. “Masih nunggu dosennya, tapi kita udah stand by nih di Zoom.” tunjuknya ke layar laptonya yang sudah menyala dengan wajah-wajah asing. Yaiya, ngga ada yang dia kenal. Selain beda angkatan, mereka juga beda jurusan.

“Oh, abis lo kelas, kita makan dulu ya? Gue juga belum makan.” ajak Wonwoo.

“Lo makan duluan aja, katanya lo punya gerd, emang boleh telat makan?” tanya Mingyu.

“Asal ngga ngopi, aman kok sampe jam 3. Masa gue ninggalin lo lagi.” keluh Wonwoo, mengerucutkan bibirnya. “Sumpah, ini orang effortlessly lucu, gemes, cantik. Gimana bisa gue jadi ngga sayang sih? Capek banget gue.” ucap Mingyu merutuki dengan sopan pria di depannya ini.

“Haha. Asal ngga ninggalin gue sama cowok lain, gak apa kak.” Tawa Mingyu. “Dan gue serius.” kata Mingyu disela-selanya.

“Tau ah, Gyu. Lo doyan banget sih becanda gitu. Belajar sana!” pinta Wonwoo sambil menatap laptop yang dianggurin oleh Mingyu sejak dia kembali.

“Orang gue bilang serius.” jawab Mingyu dengan cicitan yang masih terdengar memandang kembali layar laptopnya. Dan mulai fokus menyelesaikan sisa kelasnya.


“Lo lagi mau makan apa deh?” tanya Mingyu yang sudah duduk di balik kemudinya dan Wonwoo yang sudah ada di kursi penumpang, di sebelahnya. Mobilnya masih terdiam di parkiran, karena mereka tidak memiliki tujuan pasti siang menuju sore itu.

“Apa ya, Gyu? Apa aja yang penting makan.” jawab Wonwoo yang dibalas kerutan di sekitar kening Mingyu yang sedang menghadap Wonwoo, pria yang lebih tua itu mengurut kerutan di dahi pria yang lebih muda di hadapannya. “Jangan digituin jidatnya, cepet kerutan lho nanti.” kata Wonwoo sambil menyingkirkan tangannya sendiri. Dia kaget dengan gerakan refleksnya. Mingyu juga terkejut. Dari pagi mereka banyak terkejutnya ya?

“Suka gudeg ngga? Mau gudeg Bu Kris? Atau mau masuk ke mall?” tanya Mingyu memberikan ide yang ada di kepalanya.

“Kalau ke mall gue suka betah sendiri, nanti lo kemalem baliknya. Hehe.” cengiran Wonwoo yang menambah kegemasannya naik 100% dan ingin direngkuh oleh Mingyu.

“Kalau lo mau ya ga pa-pa, gampang. Kan yang penting elu nya, bukan gue.” jawab Mingyu. “Tapi, Kak.. Gue lagi pengen Kintan atau Ojju kalau boleh jujur.” kata Mingyu lagi.

“Boleh, as long as ga seafood gue okay.” setuju Wonwoo. “Oh okay noted. Dia ga suka seafood. Inget tuh, Ming.” ucap Mingyu dalam hati.

“Okay, kita ke CP.” Mingyupun mulai mengemudikan mobilnya menuju mall yang dia sebutkan.

🌸 REUNITED 🌸

[Narasi 14]

“Happy New Year, My Whole World.” – Kim Mingyu, 00:01 am, 2021.

“Happy New Year, I Love You.” – Jeon Wonwoo, 00:01 am, 2021.


Sesuai dengan janjinya, jam 7 walaupun sedikit terlambat, Mingyu sudah berada di kamar hotelnya yang disambut oleh Wonwoo dengan sweater berwarna putih gading kebesaran yang panjangnya setengah lututnya dengan celana skinny jeans hitamnya, kacamata, rambut yang tertata rapih dan wangi. Mingyu langsung memeluk pria itu, sambil berbisik “Kok udah cantik?”

Wonwoo melepas pelukannya, mencium pipi pria di hadapannya, “Kan tadi kamu yang minta.” Jawabnya sambil tersenyum.

“Ga jadi keluar deh, kita di kamar aja sampe besok.” Kata Mingyu sambil memeluk Wonwoo lagi. “Aku mandi dulu tapi baru peluk-peluk kamu. Aku asem.” Lanjutnya sambil mengendus badannya dan meninggalkan kekasih manisnya itu menuju kamar mandi.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Mingyu menyelesaikan mandinya, cukup 30 menit. Mingyu keluar menggunakan handuk yang digulung untuk menutupi area bawahnya. Berjalan ke arah lemari pakaian yang disediakan hotel berbintang 5 ini, mengambil tas adidas panjang yang isinya adalah bajunya dan Wonwoo. Kali ini mereka memilih menggunakan satu tas, karena kebetulan mereka hanya menginap hingga besok, dan harus kembali lagi ke Jakarta.

Wonwoo yang melihat kekasihnya hanya berbalutkan handuk langsung turun dari tempat tidur, mengikutinya dari belakang. Lalu, memeluk perut yang masih belum dilapisi kain, menyatukan badannya yang masih dilapisi sweater yang dia pakai sedaritadi. “Kita di sini aja ya. Ga usah kemana-mana.” Ucapnya kepada punggung pria yang sangat dia sayangi.

Pria berkulit tan itu membalikkan badannya, dan menemukan pacarnya yang hanya menggunakan sweater, tanpa celana jeans yang tadi menutupi kaki jenjang putihnya.

“Yakin? Tahun baru lho ini. Akukan tadi cuma becanda.” Kata Mingyu tidak yakin.

“Gak apa, bahkan tahun lalu aku di Bali sendirian. Aku mau di sini, sama kamu. At least, aku ga sendiri.” Jawabnya yakin sambil tersenyum manis menatap wajah kekasihnya itu.

“Kalau gitu, aku perlu pake baju ga nih?” Tanya Mingyu jail dengan suara yang dibuat sedikit mendesah sambil berbisik di telinga Wonwoo, dan meremas sebelah bokongnya. Pria di hadapannya tentu terkejut, mukanya bersemu merah muda, bulu kuduknya meremang sambil menggigit bibir bawahnya. Salting.

“Terserah kamu, toh akhirnya ga kepake juga.” Jawab Wonwoo, menantangnya, sambil melingkarkan jari telunjuknya acak di dada pria yang masih tanpa pakaian sehelaipun itu. Wonwoo mulai berjalan meninggalkan Mingyu yang masih berdiam diri di depan lemari baju hotel. Sedangkan, Wonwoo sudah naik ke tempat tidur ukuran double size itu.

Kini Mingyu sudah menggunakan sleeveless shirt hitam dan boxer setengah paha, kemudian menyusul ke arah tempat tidur. Dia menemukan pacarnya sedang membaca dengan kacamata bundar, sweater putih gading V neck, yang memamerkan sebelah bahu putih mulusnya serta collarbone yang tampak menonjol di sana, kakinya lurus disilangkan untuk menopang satu sama lain sesekali menekukkan lututnya di atas kaki yang lain, dan kegiatan itu tentu saja menunjukkan paha putih dalam milik pacarnya itu.

Mingyu menyusulnya, naik ke atas double size itu dari depan, meraba kaki jenjang pacarnya yang tanpa ditutupi sehelai kainpun, Wonwoo sedikit kaget karena dia sedang serius membaca buku baru yang beberapa hari lalu untuk bekal ke Bandung. “Geli!” Ucapnya ketika sang kekasih masih menyentuh pahanya.

“Need your attention.” Balas Mingyu, sambil menciumi bahu kekasihnya yang tidak tertutupi sweaternya. Wonwoo langsung menutup buku yang daritadi dia baca dan melepas kacamata dan menyimpannya di nakas sebelah kirinya. Menoleh ke arah Mingyu yang masih mengecup bahunya, sesekali menggesekkan hidung bangirnya di sana.

Wonwoo mengangkat kepala Mingyu dengan lembut, bersila di depannya dan menangkup kedua pipi lelakinya itu. Dikecup keningnya, pipi-pipinya, ujung hidungnya, dan bibir kenyal milik Mingyu. Sebentar.

“Sini..” ajak Mingyu menepuk pahanya, meminta Wonwoo untuk duduk dipangkuannya. “Kamu tau ngga, kamu diem aja aku bisa horny, Yang?” Tanya Mingyu ketika Wonwoo sudah berada dijarak terdekatnya, dapat dihitung dalam ukuran sentimeter. Mingyu melingkarkan tangannya di pinggang Wonwoo. Wonwoo hanya tersenyum mendengar pertanyan pacarnya dan ngalungkan kedua tangannya di leher Mingyu, mendorong kepala pria itu pelan ke dalam dekapannya. Mingyu hanyut di dalam dada prianya itu, mendusel di sana.

You can take me To a place where we can be All alone, I let you hold me 'Cause you know me.

Mingyu mulai mengecup bagian belahan dada Wonwoo yang tidak tertutup, secara perlahan. Pria ramping yang kini sudah duduk di atas paha Mingyu dengan lutut yang tertempel di kasur itu mengelus surai rambut pria yang ada dibawahnya itu. Kedua tangan Mingyu sudah meremas kedua bongkahan menonjol di belakang sana yang masih terlapisi celana dalam berbahan katun. Wonwoo menahan desahannya dengan menggigit bibir bawahnya.

Mingyu menghentikan kegiatan menciumi dada pria di atasnya, satu tangannya naik ke tengkuk Wonwoo dan menarik leher pria di depannya itu untuk mendekat, melumat belah bibir Wonwoo secara perlahan menyesuaikan dengan tempo remasan dari tangannya yang masih berada dibongkahan bokong Wonwoo. Wonwoo membalas ciuman itu, sesekali desahan terlepas dari mulutnya.

Ciuman itu terlepas karena keduanya sudah kehabisan nafas, kemudian bibir Mingyu mulai menjelajahi leher jenjang milik Wonwoo, tanpa Wonwoo sadari, secara refleks dia mendongakkan kepalanya memberi ruang lebih luas untuk bibir Mingyu berjelajah di sana. Bunyi kecupan menggema di ruangan itu, disambut dengan desahan pelan dari mulut Wonwoo, karena tangan Mingyu yang tidak berada dibokongnya sudah ada di balik sweaternya, memilin tonjolan di dadanya yang sudah mulai mengeras karena kini Wonwoo sudah terangsang oleh sentuhan demi sentuhan yang diberikan pria yang lebih tua darinya itu.

Lay your head on my pillow, say, “Ooh-ooh” Touch is makin' me feel a way, ooh-ooh Whenever I get around you, I lose it Lose it

“Sayangh..” desah Wonwoo perlahan. Mencoba mengatur nafasnya yang tak karuan akibat sentuhan fatal dan bertubi dari Mingyu.

“Mmm?” Jawab Mingyu yang kini sedang menarik, menjilat dan menggigit perlahan sweater Wonwoo yang dibaliknya ada tonjolan dada berwarna pink merona, sedang tegang-tegangnya dengan bibirnya, karena kedua tangannya sibuk. Sentuhan Mingyu sudah membuat pria yang biasanya menggunakan kacamata bundar itu menggila. Desahannya mulai terdengar putus asa. Mingyu semakin menikmatinya.

“Oh My God, Sayangh..” ucap Wonwoo ketika jari tengah Mingyu mulai memutari lubang luar duburnya. Bibir Mingyu masih bermain diputingnya, sesekali tersenyum karena erangan Wonwoo. Lubang itu sudah mulai berkedut sebenarnya, namun masih dia tahan. He likes foreplay like this, when Mingyu touch all over his body dan Mingyu tau itu. Wonwoo really like this moment.

'Cause I feel so comfortable with you You make me comfortable with you I feel so comfortable with you You make me comfortable with you

“Wanna kiss, Babe?” Tanya Mingyu ketika tubuh Wonwoo mulai meliuk dan mendesah perlahan karena jari tengah Mingyu kini sudah masuk ke dalam lubangnya, disusul oleh jari telunjuknya. Bunyi basah dengan sentuhan kulit sudah mulai terdengar dari bawah belakang sana. Wonwoo langsung mengambil pipi kekasihnya dan menciumi bibir itu dengan tempo berantakan, beberapa kali diselingi oleh desahan.

“Mingyu, can i have it? Right nowhh..” tanya Wonwoo sembari memegang kepunyaan Mingyu di bawah sana, tidak terlapisi kecuali boxer yang dia gunakan, jantungnya mulai berpacu dengan cepat, darahnya berdesir aneh. Badan Wonwoo sudah menegang, Mingyu menggeleng pelan dan terus menghantam sweet spot Wonwoo dengan ketiga jarinya, iya, kini jari manis pria bermarga Kim itu sudah masuk ke dalam sana.

“Aahhh.. sayangh, akuuhh mau keluar yaaa..” izin Wonwoo sambil mendesah resah. Tangan Mingyu yang sedari tadi memilin tonjolan di dada sang submissive pun pindah ke tonjolan yang ada di bawah tanpa membukanya, hanya mengelusnya pelan, sesekali menekannya. “Keluarin aja, sayang.” Jawab Mingyu.

Pria yang berada dipangkuannya hanya mendesah semakin menjadi, menggenggam lengan Mingyu samakin kuat, kakinya mulai bergetar, kini celana katun yang melapisi kejantanan itupun sudah basah. Putih sperma pun menghiasi celana dalamnya. Wonwoo menyandarkan kepalanya di dada sang dominant.

“Capek?” Tanya Mingyu, melepas jarinya dari lubang yang sedari tadi dia gempur. Dijawab dengan gelengan. Mingyu pun menyunggingkan bibirnya, mendongakkan wajah kekasihnya untuk dia puja betapa cantiknya manusia ini, lalu melumat bibir merah pria yang baru saja mencapai pelepasan pertamanya. Sedikit bengkak di bibir bawahnya, tidak sengaja beberapa kali digigit oleh Mingyu karena gemas.

Wonwoo melepaskan tangannya yang ada di tengkuk leher Mingyu dan mulai melucuti baju kekasihnya dan bajunya sendiri. Tidak lupa dia melepaskan celana dalamnya yang sudah basah di hadapan Mingyu yang hanya memandangnya penuh pesona dan birahi. Boxer Mingyu sudah basah oleh cairan precumnya, namun masih dia tahan karena dia ingin melihat Wonwoo terpuaskan hingga merasa tak dapat menyentuh bumi hari ini.

Wonwoo kembali keposisinya, duduk di atas Mingyu, kemaluannya mulai menyentuh perut Mingyu. Mingyu mulai mengerang, selain karena tersentuh kemaluan Wonwoo, tapi juga karen jilatan pada dada kiri yang Wonwoo berikan. Tangan kiri untuk memilin, mencubit dan menarik tonjolan dibagian kanan dengan sensual. Tangan kanan Wonwoo yang menganggur masuk menggerayangi tonjolan di bawah sana. Memainkan buah zakar dan batang itu perlahan. Desahan dan racauan keluar dari mulut Mingyu.

“Ooh.. Jeon Wonwo.. hmmph~” racaunya.

“Aku mau makan yang ini deh, Yang..” izin Wonwoo sambil memegang kemaluan kekasihnya dengan sensual. Mingyu membelalakkan matanya, tidak percaya, blowjob adalah hal yang kurang disukai Wonwoo, apalagi melihat ukuran milik Mingyu dibandingkan dengan mulutnya yang imut. “Kamu yakin?” Tanya Mingyu. “Iyaahh, cepet kasih. Aku mau itu di sini, lalu di sini.” Katanya menunjuk mulutnya dan juga duburnya dengan mata yang mulai sayu. Wonwoo lebih dari horny malam ini.

Pria dengan tinggi 187 cm itu berdiri, melucuti satu-satunya kain yang ia gunakan. Kemudian naik ke atas tempat tidur lagi dengan berlutut, tanpa aba-aba, Wonwoo mulai menunggingkan badannya dan melahap kemaluan pria di hadapannya itu sambil memainkan 2 buah yang menggantung di sana.

“Oh yeah! Your mouth is hot, babe.” Sambil menggapai bokong Wonwoo untuk diremasnya. Hisapan Wonwoo mulai ditekan dan semakin ke dalam. “Wait, mpphhh. I want to come.. hh.. nghhh... Wonh... lepashhh... hhhh... Sayanghhh..” desah Mingyu, hingga putih Mingyu keluar di dalam mulut Wonwoo yang hangat. Mingyu sebenarnya tidak ingin mengeluarkan putihnya di dalam mulut Wonwoo, tapi terpaksa ketika dia meminta untuk lepas, Wonwoo malah semakin menekan dan memancing hingga keluar di mulutnya.

“Kan keluar di dalem, buang sini.” Pinta Mingyu sambil menadahkan kedua tangannya, agar spermanya dibuang di situ. Namun tidak dihiraukan Wonwoo dan menelannya. “Oh My God! Why are you so dirty tonight, it's turn me on!” Ucap Wonwoo menjatuhkan badan Wonwoo hingga terlentang.

“Use me, Daddy. All yours.” Goda Wonwoo. Kemaluannya sudah menegang kembali sedari Mingyu mendesah. “I will sayang.. I will..” jawab Mingyu, turun dari kasur menarik Wonwoo hingga pantatnya mendekati bibir kasur, dilebarkannya kaki Wonwoo hingga dia melihat lubang pink pria di depannya mulai berkedut, cairan precumnya pun mulai keluar dari kejantanan pria manis ini.

Dijilatinya dubur pria cantik yang sedari tadi menggodanya, memasukkan dan mengeluarkan lidahnya dari lubang itu, sesekali menghisapnya, hingga sang pemilik mendesah keenakan. Pria yang sedang mendesah itupun meraih tonjolan merah muda di dadanya, badannya mulai mendongak secantik busur panah, pemandangan terindah hari ini untuk Mingyu. Mingyu mulai memijat penis kekasihnya, hingga sampai pada puncaknya lagi.

Kini dubur sang kekasih sudah basah, Mingyu mengocok sedikit kemaluannya dan memainkan kepalanya ke lubang Wonwoo yang sudah sangat berkedut ingin segera diisi. “Yang, please. Give me that.” Rengek Wonwoo dibalas senyuman Mingyu. “Aku pake kondom dulu.” Tangan Wonwoo menahan tangan Mingyu dan menggeleng ribut.

Wanna get Wanna go deep Intimate Let you in me Inside You deserve it On my mind

“Don't use it. Fill me with yours, Kak..”

“Okay. Sekarang, minta lagi, sayang..” pinta Mingyu yang kini sudah menempelkan kepala penisnya di lubang itu.

“Kakkkhhhngh.... please banget, aku ga kuath.. udah gatel banget..” mohon Wonwoo.

jleb sekali dorongan dan benda lunak yang menegang itu langsung memasuki lubang milik pria ramping. “Please, rocking nowhhhh.. I'm ready, Kak.” Mohon Wonwoo. Mingyu langsung memegang pinggang pria yang ada di bawahnya, dengan tempo perlahan hingga tempo acak, menyentuh sweet spot Wonwoo berkali-kali, kaki Wonwoo bergetar lagi, dia mulai memijat kemaluannya. “Iyaaa kak, ahhhh. Disituhh, pliishhh di situhh ajaahhh... nghhh.. ahh.. aku ga kuathhh..mphhhh.” serunya. Pelepasan ketiga pun dirasakan Wonwoo. Mingyu masih menumbuk di bawah sana, Wonwoo mulai menjepit kepunyaan Mingyu dengan lubangnya. “OH JEON WONWOO.. ini kenceng banget. Nghhhhh..” ditariknya tubuh Wonwoo, dilumat bibir pria itu, bunyi kulit bersentuhan semakin menggema di kamar itu. Beberapa kali tumbukan intens berikutnya, Mingyu mendapati pencapaiannya. Dikecupi semua muka sang kekasih tanpa mencabut kepunyaannya di bawah sana. “Love you.” Ujarnya. “Love you more, kak.” Jawab Wonwoo dengan mata sayu dan senyuman manisnya, melingkarkan tangannya ditengkuk Mingyu.

Kini tepat jam 12 malam. Pergantian tahun sudah dimulai. Kembang api ada di luar jendela kamar mereka. Merekah indah disela jendela kamar hotel yang mereka tempati.

Mereka saling menatap dan memberi senyuman termanis mereka untuk satu sama lain walaupun lelah, berkata, “Happy New Year, My Whole World.” Dan di balas oleh Wonwoo. “Happy New Year, Mine. I love you.” “I love you too.” Jawab Mingyu yang kemudian ditutup dengan lumatan pada belah bibir mereka malam itu.

'Cause I feel so comfortable with you You make me comfortable with you I feel so comfortable with you You make me comfortable with you.


🎵 H.E.R – Comfortable.

  • cast: Mingyu / Wonwoo
  • place: WM. Sunda Ibu Haji Ciganea ______________________

Mereka sedang sibuk membicarakan teman mereka masing-masing.

“Kenapa sih Hao inget? Kan one night stands, I mean, siapa yang inget?” Tanya Wonwoo, kesal. Soalnya dia tau kalau nanti malam Jun akan mengganggu waktunya dengan Mingyu.

“Aku ga mau pokoknya kalau digangguin mereka.” Ucap Wonwoo sambil menurunkan bibirnya.

“Iya, jangan gemes-gemes. Aku ga bisa nyium kamu di sini.” Kata Mingyu.

“Yang, kamu tuh! Nyebelin, aku lagi kesel. Siapa sih yang inget ONS?” Tanya Wonwoo.

“Itu Minghao! Mungkin dia suka kali pas 'main' sama Jun.” Ucap Mingyu santai.

“Wajar ngga sih kalau Jun lupa? Jun tuh tolol banget kalau lagi mabok.” Bela Wonwoo.

“Dan wajar kalau Minghao juga ingetkan?” Tanya Mingyu tenang.

“Jangan belain temen kamu, aku kesel.” Omel Wonwoo.

“Sayang, udah dong. Itu urusan mereka. Biar mereka beresin. Udah gede. Urusan kita tuh aku kerja dari jam 2, terus, kamu di kamar aja, dandan yang cantik. Jam 8 aku siap-siap, kita pacaran.” Ucap Mingyu sambil mengelus tangan kekasihnya itu. Dibalas dengan senyum termanis dari Wonwoo.

“Makan, terus abisin. Dikey dan yang lain udah deket. Abis mereka sampe, kita tungguin sampe mereka beres makan, terus, kita lanjutin lagi.” Pinta Mingyu yang kemudian dijawab anggukan oleh Wonwoo.

“Aku penasaran deh, yang sama groom dan bridenya.” Kata Wonwoo, mengalihkan pembicaraan.

“Namanya Bang Jeonghan sama Bang Scoups, dua-duanya anak anggota DPR. Ketemu di Bandung pas kuliah. Udah pacaran 7 tahun. Lama ya?” Cerita Mingyu.

“Hah? 7 tahun? Awet banget!” Kata Wonwoo.

“Tapi, aku ga mau lama-lama ya, Nu. Aku ga bisa kalau lama-lama jauh sama kamu.” Kata Mingyu santai sambil menyuapi nasinya ke mulut. Di seberangnya, muka Wonwoo bersemu, berubah berwarna pink setelah kalimat dari Mingyu keluar dengan lantangnya.

“Muka kamu kenapa deh? Kok pink gitu?” Tanya Mingyu, ketika mempehatikan manusia terindah di depannya.

“Kamu tuh enteng banget sih ngomong kaya gitu? Aku malu.” Ucap Wonwoo yang dibalas senyuman ganteng dari Mingyu.

  • cast: Mingyu/Wonwoo/Minghao/Jun/Dikey/Jaehyun.
  • place: WM. Sunda Ibu Haji Ciganea ______________________

Tak lama, teman-temannya Mingyu dan Jun datang, menghampiri meja Mingyu dan Wonwoo serta mengambil tempat duduk yang tersedia. Ada udara canggung di sana, Jun dan Minghao. Awkward air is an inevitable.

“Nanti kita ke Venue jam 2 kan ya, Hao?” Tanya Mingyu memecah keheningan, sambil menunggu makanan teman-temannya datang.

“Iya, nanti kita set up barang-barang dulu sama check angle. Abis itu, jam 4 udah pemberkatan.” Jawab Minghao yang ditanggapi anggukan oleh Mingyu, Jae dan Dikey.

“Jun ngga usah ikut kan? Biar sama gue.” Tanya Wonwoo.

“Ga usah!” Jawab Minghao terburu-buru.

“Oh okay!” Jawab Wonwoo sambil tersenyum. Keadaan mulai awkward lagi.

“Kabar dari BSD sama Tahun Baruan Aurel gimana?” Tanya Mingyu lagi, kali ini dia benar-benar ingin membunuh keheningan yang awkward ini.

“Tahun baruan Aurel ya nanti malem, Yugi lagi tidur paling.” Jawab pria yang lebih suka dipanggil Hao itu.

“Kalau BSD nikahannya pagi, jam 3 kelar. Kita mulai mereka udah kelar.” Jawab Hao.

“Jae, jangan lupa hari ini tuh ada live slide show. Kita harus edit super cepet.” Kata Minghao lagi sambil bicara pada Jaehyun yang sudah sibuk dengan makanannya.

“Nanti, sampe Hilton, Jun sama Wonwoo langsung ke kamar aja ya. Biar kita berempat bisa kerja.” Kata Mingyu kepada dua orang sahabat itu.

“Okay. Nanti barang Minghao tolong lo bawa ya, Jun.” Kata Mingyu lagi, Hao dan Jun hanya membelalakkan mata mereka. Tanda tak setuju, tapi tidak ada yang protes. “Sayang, nanti aku titip barang aku ya..” kata Mingyu. Wonwoo hanya tersenyum menyetujuinya.

Setelah sarapan mereka sudah selesai, merekapun melanjutkan perjalanan ke Hilton Bandung.

—————‐——————————— – Cast: Jun/Minghao – Place: Their hotel room


Minghao memasuki kamar hotelnya, mendapati Jun yang sudah menggunakan kaos putih dan cardigan besar berwarna hitam, celana jeans skinny yang pas di kaki jenjangnya. 'Dia dandan? Dan wangi.' Ucapnya hati Minghao.

“Mau kemana lo?” Tanya Minghao dingin.

“Taun baruan gue akan lebih ga jelas kalau sama lo, jadi gue memutuskan keliling Bandung sendiri.” Ucap Jun, lebih acuh.

“Gue temenin, tungguin gue mandi terus siap-siap.” Kata Minghao tanpa berfikir panjang.

“Ga usah, lo istirahat aja. Lo capek kan dari jam 2!” Larang Jun, karena sebenarnya kalau mereka berjalan berdua, keadaan akan semakin awkward. Lebih baik dia sendirian. Pikir Jun.

“Lo mau diculik jalan di kota orang sendirian. Atau lo sering ke sini?” Tanya Minghao, masih cuek. Tidak menatap Jun.

“Siapa yang mau nyulik cowo tinggi 180 cm? Banyak makan, bukan anak dari orang kaya!” Jawab Jun, mendecih. “Gue ga tau Bandung, tapikan ada gocar?” Kata Jun.

“Yaudah tunggu, ga usah banyak bacot. Gue temenin.” Kata Minghao sedikit memaksa.

“Terserah lo! Tapi gue ga punya tujuan, ga usah ngedumel kalau di jalan gue jawab terserah!” Peringatan pertama dari Jun.

“Gue tau Bandung. Lo diem aja, nanti kita juga liat kembang api yang mau lo liat!” Kata Minghao cuek, meninggalkan Jun untuk segera mandi.


04 Jan 2021 – Cast: Wonwoo/Mingyu – Place: Mobil Mingyu ———————-‐————————-

Wonwoo berjalan mencari mobil kekasihnya diplataran parkir area B1 di gedung kantornya, 'Oh itu' ucapnya dalam hati ketika menemukan Mobil Pajero New Sport berwarna Abu tua dengan mesin yang sudah menyala. Dia langsung mengetuk pintu supir dan langsung kaca segera dibuka oleh pria tampan yang ada di dalam.

“Kok kamu ga masuk malah ngetok kaca?” Tanya pria di mobil itu bingung.

“Gantian, aku aja yang nyetir. Katanya kamu pusing?” Pinta Wonwoo.

“Obatnya cuma kamu kok.” Jawab Mingyu santai. “Ayo, masuk!” Katanya lagi.

“Aku aja yang nyetir, kamu bisa istirahat di kursi penumpang.” Kata Wonwoo insist. Wonwoo ini memang type pria keras kepala. Semua orang tau. Mingyu menyerah karena lelah, dia turun dari mobil, mencium pucuk kepala pria yang memaksanya untuk istirahat dan berpindah ke kursi penumpang.

Wonwoo sedang mengatur kursi, kaca spion, dan lain-lainnya menyesuaikan dengan posisi duduknya. Sebelum dia menurunkan kopling, tangannya dipegang oleh pria di sampingnya.

“Jangan lupa ya kalau aku sayang banget sama kamu.” Katanya sambil menyenderkan tubuhnya di kursi penumpang, tatapannya lemah. 'Kenapa sih? Kayaknya tadi pagi ngga gini?” Tanyanya Wonwoo dalam hati.

“Iya, aku juga. Sekarang kamu istirahat aja. Bangun-bangun udah di apart ku ya..” kata Wonwoo, menggenggam erat tangan kekasihnya itu, dan menghadiahkan kecupan di pipi dan di ujung bibir kekasihnya itu.

Wonwoo pun menjalankan mobil, menuju apartement miliknya, sesuai dengan keinginan Mingyu bahwa hari ini prianya itu ingin bermalam.

Entah ada apa, tapi hari ini Mingyu super clingy. Wonwoo tak pernah bisa lepas. Setelah sampai di apartement pria manis itu, selain saat mereka mandi, Mingyu tidak pernah melepaskan Wonwoo.

“Kamu tuh kenapa deh? Clingy banget hari ini! Aku ga bisa gerak, yang.” Kata Wonwoo ketika dia sudah mulai gerah karena Mingyu memepetnya terus.

“Gak apa, pengen aja. Aku pusing.” Jawab pria tinggi itu.

“Iya, kenapa pusingnya? Kerjaan?” Tanya Wonwoo yang dibalas anggukan. Sebenarnya, Mingyu ingin bercerita bahwa hari ini dia sedang bad mood karena muncul nama sang mantan kekasihnya yang sudah lama dia lupakan, walaupun belum bertemu seperti apa dia sekarang. Mendengar namanya saja Mingyu sudah tidak ingin, apalagi ini menjadi photographernya.

“Kamu mau cerita atau aku elus-elus aja?” Tanya Wonwoo lagi.

“Elus-elus aja ya? Sama Optimus Prime aku juga dielus gak papa.” Jawab Mingyu dengan eyes puppy nya.

“NO! WAW! Hahaha.. kamu tidur aja, aku elus-elus punggungnya.” Jawab Wonwoo panik ketika mereka sudah berada di tempat tidur.

“Haha.. bcanda sayang. Aku mau ndusel aja.” Kata Mingyu yang langsung menghambur ke dada Wonwoo, pria ramping itu memeluk kekasihnya, mengecupi pucuk kepalanya dan mengusap punggungnya hingga dia sendiripun ikut tertidur.

Rencana Tahun Baru Berdua


🌸 REUNITED 🌸 [Narasi 13]


Sama seperti yang Mingyu ucapkan bahwa dia sudah sampai di depan apartemen Wonwoo. Sekali dia mencoba password lama Wonwoo namun pintu tidak terbuka juga, akhirnya dia langsung chat pria yang saat ini bilang kalau dia ada di kamar utama, malas untuk turun dari kasurnya, sehingga Mingyu harus membuka pintunya sendiri.

“Pinnya kok bukan 0717 lagi?” tanya pria itu lewat chat. Langsung di balas oleh pria bermanik rubah itu “Oh iya, aku ganti kemarin. 0406 ya, Ka.” membuat Mingyu tercengang, karena angka itu adalah kombinasi dari angka tanggal dan bulan lahirnya. Setelah pintu apartemen itu terbuka, dia langsung menyimpan plastik McD bawaannya ke meja makan, meletakkan tasnya di sofa ruang tengah dan memasuki kamar utama, tempat pria kesayangannya berada. Yang dia temukan adalah sosok pria itu sudah dengan piyama, tengkurep dengan memeluk bantal dan menatap tajam pintu kamar yang terbuka.

“Hai..” sapa Mingyu, tatapan mata tajam itu membuang dengan acuh. Mingyu sedikit kaget karena kejadian tersebut. 'Lah, baru dateng udah dicuekin ini.' Ucapnya dalam hati.

“Aku udah dateng dicuekin ini tuh?” Tanya Mingyu sembari menghampiri pria cantik tersebut.

“Aku tuh mau ngambek. Tapi, tadi ga jadi karena dibawain nasi padang.” Ucap Wonwoo jujur.

“Dek ah! Kamu kalau ngambek ya makin gemes!” Kata Mingyu yang sudah duduk di pinggir kasur yang berukiran King Size itu.

“Serius aku tuh!” Katanya membalikkan badan, sehingga memunggungi pria yang biasa dia panggil Kakak itu. Tubuhnya terasa ada yang menindih. Berat.

“Kak ih! Berat!” Keluhnya.

“Liat sini dulu..” kata Mingyu dengan manja. Yang ditanggapi dengan menggeser sedikit badannya, lalu membiarkan pria dengan kaos putih yang dilapisi cardigan cokelat itu berbaring di sampingnya. Menghadap ke arahnya.

“Beneran ngambek? Kenapa?” Tanya pria yang sudah memasang posisi menopang tangan kanannya di kepala menghadap ke Wonwoo dan tangan kirinya sudah ada di pinggang pria dengan tubuh ramping itu. Pinggang Wonwoo memang sangat ramping dibandingkan dengan standar pinggang pria lainnya.

“Beneran lah.. kamu tuh nyebelin. Udah tau mau tahun baru, bukannya sisain waktunya buat aku, malah mau motret orang nikahan.” Ungkapnya sambil menurunkan bibirnya, cemberut. Yang dilihat oleh Mingyu saat ini adalah pria di depannya sedang sangat gemas-gemasnya. Ingin dia peluk dan tak akan dia lepaskan.

“Kan tanggal 31 itu, dek. Setelah itu, aku masih bisa sama kamu. Aku sama anak-anak yang kerja dapet room juga di hotel itu dari pengantennya.” Jawab Mingyu masih santai. “Kamu bisa ke sana, terus kita tetep bisa tahun baruan bareng. Ya kan?” Jelas Mingyu, mencoba memberi pengertian.

“Hari ini, besok, aku buat kamu deh, dua harian aku di sini. Kurung deh akuny.” Kata Mingyu lagi, karena pria di depannya masih dengan posisi yang sama, tatapannya masih setajam tadi. Mingyupun memajukan wajahnya dan mencuri ciuman kecil di kening pria itu, lalu ke bibir kenyalnya.

“Emang aku bilang boleh?” Tanya Wonwoo. “Ya masa ini jam 1 aku diusir? Dingin di luar lho! Tadi abis ujan.” Kata Mingyu dengan manja sambil mengusak-usak rambut tebalnya di dada pria manis tersebut dan disambut dengan belaian lembut disurai pria itu sambil tersenyum, mana mungkin dia tega.

Suasana di dalam kamar yang berukuran 4x5m itu hening, posisi mereka masih dengan Mingyu yang berada di dada Wonwoo dan memeluk pinggang pria itu posesif, pria manik rubah itu membelai lembut surai berwarna hitam yang berada didadanya. Mereka masih dengan pikiran masing-masing.

“Kak..” suara Wonwoo dengan lembut membuyarkan pikiran pria tampan yang sedang memeluknya. Pria itu menjawab dengan deheman tanpa mengalihkan pandangannya ke Wonwoo.

“Kamu kok udah ga pernah nanya lagi ke aku?” Lanjut Wonwoo.

“Nanya apa?” Mingyu kembali bertanya.

“Aku udah siap ke kamu atau belum?” Jawab Wonwoo. Posisi mereka masih sama.

“Oh itu. Kamu udah siap bahas sekarang?” Tanya Mingyu menatap wajah Wonwoo, dijawab oleh anggukan yakin oleh pria yang memiliki kulit seputih susu itu.

“Aku harus siapin mental dulu ga? Soalnya, kalau jawaban kamu bilang kamu belum siap karena ga dapet permohonan maaf dan restu dari abang, aku belum siap lagi untuk dengernya.” Kata Mingyu menjelaskan.

Sudah sebulan lebih sejak confession Mingyu yang terakhir dan berakhir dengan Wonwoo yang masih belum siap. Walaupun, yang mereka lakukan sudah layaknya sepasang kekasih, namun, hubungan mereka masih Kakak-Adik tingkat. Wonwoo masih belum memberi jawaban atas keinginan Mingyu untuk mengubah status mereka.

“Kemaren, aku telpon mama sama papa Kim. Mereka tuh lagi di Sydney ya?” Kata Wonwoo.

“Ini kamu mau ngalihin pembahasan aku yang kamu mulai duluan?” Tanya Mingyu, merubah posisinya, sekarang tubuh mereka sudah sejajar, mata mereka sudah bertemu. Dijawab gelengan kecil oleh Wonwoo. Wonwoo terduduk bersila, mengahadap Mingyu yang masih tidur menyamping dengan tangan di kepalanya, mata mereka saling memandang. Mingyu mencari jawaban di sana dan Wonwoo mulai menyelami pandangan pria yang selama ini selalu menjadi orang yang memiliki privilege atas dirinya, sedari dulu.

“Aku mau cerita dulu, sebelum aku kasih tau kamu part pentingnya.” Jawab Wonwoo, kini dia mulai memasang wajah pout-nya. Cemberut lagi. Mingyu tersenyum sambil berdehem, menandakan Wonwoo untuk melanjutkan ceritanya. Di dalam hatinya dia merutuki dirinya yang lemah di depan pria yang kini dia hadapi. Hampir jantungnya lepas karena gemas.

“Aku hubungin mama sama papa Kim kemaren. Aku kan ga bisa gini terus ke kamu, karena aku juga merasa bersalah ga cuma ke abang doang tapi ke mama papa kim juga. Gimanapun semuanya kan karena aku.” Jelas Wonwoo. Mingyu merubah posisinya, duduk bersila menghadap Wonwoo. Meraih kedua tangannya, mengelus lembut, mencoba memberi kekuatan, tanpa berkata.

“Aku minta maaf lagi sama mereka, dan aku ga akan pernah berhenti untuk itu-” kalimat Wonwoo terputus, kini badannya sudah direngkuh dalam pelukan pria yang lebih tinggi 5 cm itu darinya. Wonwoo diam dipelukan selama beberapa menit dan melepaskannya. Menggenggam tangan Mingyu, menyalurkan perasaannya dan menatap pria itu. Melanjutkan ceritanya, “Supaya aku tau apa yang harus aku lakukan sama kamu, untuk kita. Akhirnya, aku minta izin untuk menggenggam tangan kamu lagi kaya gini,” katanya sambil menatap kedua tangan mereka yang sudah saling mengait. “For this time, aku bilang kalau aku ga akan kemana-mana selain ke kamu-” matanya masih menatap pria di depannya, ekspresinya belum berubah, Mingyu terlihat khawatir di sana. Masih terdiam. Sebenarnya, dia khawatir bila hubungannya dengan Wonwoo kali ini tertangkap kedua orang tuanya. Walaupun sebenarnya, kedua orang tua Mingyu sudah memaafkan Wonwoo dan keadaan atas kejadian 3tahun lalu, namun, apakah dia masih diperbolehkan untuk terus bersama pria ini? Bukan hanya kesalahan Wonwoo, inipun kesalahnnya.

“Aku juga bilang, kalau aku cuma butuh kamu dan restu mereka berdua untuk kita.” Sambungnya. “Mama papa kamu udah maafin aku kata mereka –” ucap Wonwoo menggantung. 'Ya Tuhan, jangan biarkan aku mendengar kabar buruk. Aku cuma mau Wonwoo.' Ucap Mingyu dalam hatinya.

“Mereka kasih kita restu kok, kak. Mereka bilang, kalau kamu bahagia, abang juga pasti bahagia-” Tubuh Wonwoo sudah berada dipelukan Mingyu, kepala pria tinggi itu sudah ada dibahu Wonwoo, terasa basah di bahu Wonwoo. 'Kak Mingyu nangis?' Dalam hati Wonwoo berkata.

“Aku belum selesai cerita, Kak.” Kata Wonwoo mencicit di daun telinga Mingyu.

“Diem dulu kaya gini.” Ucap Mingyu. Wonwoo mengelus hangat pria di pelukannya ini dengan tangan kanannya, dan mengelus belakang surainya dengan tangan kiri. Memberikan tanda bahwa, kali ini sudah tidak apa-apa untuk mereka.

“Okay, lanjutin.” Pinta Mingyu tanpa merubah posisinya. Wonwoo pun tersenyum, melepas pelukan mereka, kemudian naik ke atas pangkuan Mingyu. Memeluk pria itu lagi, meletakkan kepalanya ke ceruk leher Mingyu yang kemudian menghirup rakus wangi pria favorite-nya itu.

“Posisi apa ini?” Jawab Mingyu tanpa merubah posisi, sambil tersenyum.

“Posisi sayang.” Jawab Wonwoo, suaranya melirih di ceruk Mingyu sambil tersenyum.

“Lanjutin lagi ceritanya, katanya belum habis.” Kata Mingyu.

Waktu sudah pukul 2 malam, mereka yang tadi terlalu lelah karena tuntutan pekerjaan, kini saling mendekap, memberikan ketenangan untuk satu sama lain, sambil berharap hari ini tidak akan pernah usai sampai ajal memisahkan mereka.

“Kemaren lusa, sebelum telpon mama papa kim, Bang Cheol dateng ke mimpi aku.” Lanjut Wonwoo. Mingyu mencium bahu Wonwoo sesekali, sambil menunggu cerita pria itu.

“Dia senyum ke aku yang lagi megang tangan kamu-” potongnya. Wonwoo pun menjauhkan tubuh dan mukanya dari pelukan itu, kedua tangannya masih dilengan Mingyu. “Jadi, mungkin aku pikir ini adalah jawaban yang aku butuhkan selama ini untuk memaafkan diri aku sendiri dan bener-bener dateng ke kamu.” Lanjut Wonwoo.

“Aku ga akan bisa selain sama kamu, Kak. Aku akan nebus kesalahan aku ke Bang Cheol dengan memberi semua yang aku punya ke kamu. Bikin kamu bahagia.” Kata Wonwoo lagi.

“Ayok, kita jalanin bareng lagi, sampe kakek-kakek! Sampe aku atau kamu ketemu Bang Cheol lagi nanti.” Pinta Wonwoo yakin. Mingyu membelalakkan matanya, kaget untuk sepersekian detik dan tersenyum bahagia kemudian. Memeluk pria dipangkuannya lagi. Bahagia, hanya itu yang dapat Mingyu rasakan. Speechless, dia tidak tahu harus berkata apa.

“Ngomong dong, kak. Kok kamu cosplay orang bisu?” Pinta Wonwoo, dikuping Mingyu. Karena mereka masih pelukan.

“Aku speechless karena bahagia, Nu.” Jawab Mingyu masih di posisi yang sama.

“Aku ga tau lagi harus berapa juta kali harus bilang terima kasih ke Tuhan, orang tua aku, ke bang cheol, ke kamu. Terima kasih.” Ucapnya lagi, kini mata mereka sudah saling bertatap.

“Aku yang harusnya terima kasih ke kamu, karena kamu ga bosen nungguin aku. Aku yang seharusnya bilang terima kasih karena kamu yang dateng ke aku lagi. Terima kasih, Mingyu. Aku sayang banget sama kamu. Sayang banget until my heart is about to explode right now.” Kata Wonwoo dengan ibu jari yang mengelus pipi pria dihadapannya, matanya berbinar. Tampan sekali pria dihadapannya ini.

Have I ever told you I want you to the bone? Have I ever called you When you are all alone? And if I ever forget To tell you how I feel Listen to me now, babe I want you to the bone

Wonwoo merapihkan poni yang menutupi kening pria itu. Kemudian mengecup keningnya, pria di depan Wonwoo menutup matanya, ingin menikmati kecupan itu. Pria berpiyama navy itu melanjutkan kecupannya ke ujung hidung prianya yang bangir, mencium pipi kanannya, kemudian ke pipi kiri. Dikecupnya bibir pria itu. Dikecup kembali bibir pria itu, kini dengan lumatan lembut yang dibalas Mingyu.

Maybe if you can see What I feel through my bone Every corner in me There's your presence that grown Maybe I nurture it more By saying how I feel But I did mean it before I want you to the bone

“Tanda kamu punya aku. Jangan bandel ya, kak.” Kata Wonwoo yang masih dengan posisinya sambil tersenyum, Mingyu membuka matanya. Membalas senyum manis pria itu.

Of all the ones that begged to stay I'm still longing for you Of all the ones that cried their way I'm still waiting on you Maybe we seek for something that We couldn't ever have Maybe we choose the only love We know we won't accept Or maybe we're taking all the risks For somethin' that is real 'Cause maybe the greatest love of all Is who the eyes can't see, Take me home, I'm fallin' Love me long, I'm rollin' Losing control, body and soul Mind too for sure, I'm already >yours

“Aku lebih sayang sama kamu, Jeon Wonwoo. 5 tahun yang lalu, 3 tahun yang lalu, kemarin, hari ini, besok dan selamanya.” Kata Mingyu merangkup tengkuk Wonwoo untuk dapat menggapai keningnya, mengecupnya di sana. “Sayang banget sama kamu,” mengecup ujung hidung Wonwoo. Mengecup pipi kanan dan kiri Wonwoo, kemudia berucap. “I don't know any words more than Sayang kamu, because my feelings are more than that.” Senyumnya, mengecup pelan bibir plum Wonwoo. Melumatnya perlahan penuh sayang, Wonwoo pun membalasnya sambil tersenyum disela ciuman mereka.

Walk you down, I'm all in Hold you tight, I call and I'll take control of your body and soul Mind too for sure, I'm already yours*

BEST PART


Kota Jakarta di hari Senin cukup padat pagi ini, seorang pria yang pagi itu bangun lebih pagi karena hari ini adalah hari pertamanya bekerja setelah lulus sarjana di awal tahun ini sedang mengendarai mobilnya sendiri ditemani playlist dari Spotify-nya sembari menyenandungkan beberapa lirik lagu yang dia hafal. Setelah perjalanan tiga puluh menit, pria itu memasuki salah satu gedung perkantoran di kawasan Jakarta Pusat itu. Berjalan ke arah receptionist dengan navy long-sleeved shirt, black skinny jeans dan sepatu kets berwarna putih untuk menukarkan tanda pengenalnya karena belum memiliki akses untuk naik-turun di Gedung ini.

Lantai 35 tujuannya, dia berjalan masuk ke lobby kantor barunya itu dengan senyum yang tersungging di wajahnya. Setelah berbicara dengan seorang yang berada di meja depan lobby kantor itu, pria tersebut dipersilahkan duduk disalah satu sofa yang terdapat di sana. Tak lama, seorang wanita datang menghampirinya dengan langkah yang anggun dan tersenyum ke arah pria yang memiliki surai berwarna coklat gelap tersebut.

“Jeon Wonwoo?” Tanyanya ke arah pria yang sedang melihat ponselnya sembari menunggu di salah satu kursi yang ada di tempat itu. Pria yang merasa terpanggil memalingkan wajahnya ke arah suara itu berasal.

“Iya, saya Jeon Wonwoo.” Jawabnya sembari menyunggingkan senyum termanisnya, berdiri dan menjabat tangan wanita tersebut.

“Gue Lee Anantari, panggin gue Anan aja ya!” pintanya. “Kita udah kenalankan ya pas interview kemarin?” tanyanya kepada pria yang biasa dipanggil Wonu itu dan dijawab dengan anggukan dari pria tersebut.

“Follow me, kita kenalan sama anak-anak di dalem ya. Di dalem anaknya berisik-berisik, jadi sabar ya. Lo tuh fresh grad kan?” tanya wanita itu lagi sembari melihat ke Wonwoo dan dijawab dengan anggukan yakin.

Ketika pintu kaca besar yang menjadi sekat antara lobby dan kantor utama itu terbuka, mereka disambut dengan hiasan daun-daun serta bunga yang terdapat lampu neon bertuliskan DIGIFT di dalam ruangan yang dipinggirnya terdapat kursi yang terbuat dari kayu dan beberapa beanbag yang terdapat di sudut tempat tersebut, tidak lupa terdapat aquarium berukuran medium yang diisi oleh berbagai macam ikan hias. Mereka masih berjalan menyusuri ruangan itu, hingga wanita yang minta dipanggil Anan itu menghentikan langkahnya.

“Nah, sampe deh. Di area meja ini adalah team planning dan strategist ya, Wonwoo. Di sini ada empat team, kita ga punya nama team khusus sih.” Katanya dengan ditanggapi anggukan untuk kesekian kalinya oleh Wonwoo.

“Paling kita pake nama Senior atau Manager aja buat nama teamnya kalau ngga ya paling pake nama brand yang dipegang.” Lanjutnya.

“Sekarang kita kenalan ya. Ini anak-anak lagi sok mode serius, biasanya ngga kaya gini. Gue biasanya jarang banget main ke sini.” Bisiknya. Wonwoo hanya membalas dengan senyumnya.

Kebetulan memang jabatan wanita di sampingnya ini adalah Head Digital di kantor tersebut. Jadi, sudah pasti dia punya ruangan sendiri dan sangat sibuk dengan kerjaannya, yaitu mencari new business.

“Guys, attention dong! Kita punya personil baru nih, buat teamnya Kiming!” kata wanita yang berumur sekitar 30 tahunan itu membuyarkan fokus orang-orang yang ada di jejeran itu. Mejanya seperti kubikel dengan sekat pendek di depan kayu yang dilapisi busa dibalut kain agar bisa ditempeli paku payung, pin atau sticky notes di situ. Sedangkan tidak ada sekat yang menghalangi pandang dari satu meja samping dengan yang lainnya. Saat itu ada Sembilan pasang mata dari sepuluh yang mulai terfokus pada kedua manusia yang sedang berdiri di sana.

“Kiming! Ga usah sok sibuk!” panggil Anan, pria yang dipanggil Kiming itu langsung mengalihkan pandangannya dari leptop ke arah suara Anan dan menyunggingkan senyumnya dengan jejeran gigi putih dengan gigi taring yang mengintip dari bibirnya.

“Ini anak baru, Namanya Jeon Wonwoo, panggil aja Wonwoo katanya. Dia gue taro di team Kiming ya, buat handle brand sepatu yang kemaren baru menang pitching! Kebetulan, anaknya fresh grad, jadi, ajarin yang bener ya!” kata Anan menjelaskan.

“Halooo Jeon Wonwoo~” kata orang-orang yang ada di area itu dengan kisruh.

“Kita kenalan dari ujung sana ya, yang pake kacemata kebalik itu Namanya Kim Mingyu, biasa dipanggil Kiming atau Mingyu. Boleh panggil dia Mas, gue yakin dia lebih tua dari lo! Start from today, dia yang akan jadi supervisor lo, jadi semua kerjaan lo akan dipertanggung jawabkan ke dia. Terus, di sebelahnya ada Seungkwan, dia masih magang di sini.” Kata Anan menjelaskan. “Kwannie, nanti lo ke meja gue ya. Mau ngobrol gue.” Pinta wanita itu dan dijawab okay serta acungan jempol oleh orang yang bersangkutan.

“Di depan Kwannie ada Lee Chan. Panggil dia Dino, terus, yang di seberang kubikel itu, ada Jeonghan yang rambutnya merah, Han ini tolong dibantu ya kalau Kiming mulai aneh-aneh.” Pinta Anan lagi. Yang disebut namanya hanya tertawa, seakan sudah tahu apa yang akan dilakukan pria bernama Kiming itu ke Wonwoo sambil mengangguk yakin.

“Terus, ada Jiso, Sejeong, Dikey, Hao, Lia, Jihyo, Yugi sama Cuyu. Nanti kenalan aja ya.” Katanya. “Lo bisa ngobrol santai di sini, ga harus formal, santai aja. Lo bebas kerja di mana aja, asal kerjaan lo terdelivery in time, meja sebelah Dino kosong, depan Kiming. Itu bisa lo jadiin meja hak milik. Jadi, duduk di sana aja!” pinta Anan.

“Ming, ga usah keluarin jurus mata Cyclops lu ya, nanti jidat Wonwoo bolong.” Kata Anan lagi sambil mempersilahkan Wonwoo duduk di tempat yang tadi dia tunjuk. Pria itu mulai jalan perlahan dan melemparkan senyum ke orang-orang yang dia lewati.

Leptop yang difasilitasi kantorpun sudah dia buka, tanpa dia tau harus ngapain di hari pertamanya kerja. Masih canggung. Ingin bertanya rasanya masih sungkan.

“Ka Wonwoo.” Sapa seorang pria dengan suara yang imut yang berada di sampingnya, dari nadanya sih sedikit meragu. Wonwoo langsung melepaskan pandangannya pada layar leptopnya yang sedang menyala bertuliskan logo DIGIFT.

“Ya?” tanyanya menjawab dengan bingung.

“Mau ikut lunch ngga?” ajak pria yang tadi sempat dikenalkan bernama Kwannie itu.

“Oh, aku… emang udah boleh lunch ya?” tanya Wonwoo sembari melihat jamnya yang masih menunjukkan pukul 11.40 siang itu. Ternyata dia sudah menghabiskan waktu 1 jam lebih bengong memandangi layar leptopnya.

“Haha.. kalau ngga ada kerjaan kaya aku, mending kita lunch duluan aja.” Bisiknya, sambil melihat ke arah Mingyu.

“Gue denger!” kata pria di depan Wonwoo membuka mulutnya untuk pertama kalinya sejak kedatangan pria manis itu. Wonwoo membelalakkan matanya kaget.

“Yeeu lu mah ngga jelas deh, bang. Tadi anaknya lu cuekin!” kata Kwannie protes. Masih berdiri di samping Wonwoo.

“Gue lagi mikir. Apa yang lo bisa?” tanya pria bernama Kim Mingyu itu ke arah Wonwoo yang masih membelalakkan matanya kaget, semakin kaget ketika disodorkan pertanyaan.

“Mmmm… excel, words, power point, using Google, Instagram, Twitter, Youtube. Kayaknya aku bisa akses itu semua.” Jawab Wonwoo kurang yakin kalau jawaban dia memuaskan managernya itu.

“Hmm.. impressive. Lo belum pernah sama sekali bersentuhan sama yang namanya media? Atau denger tentang digital media planner?” tanya pria yang hari ini hanya menggunakan kaos hitam polos dengan celana robek-robek dan sepatu converse belel kebanggaannya.

“Pernah denger, tapi ngga pernah spesifik tau karena belum pernah terjun langsung.” Jawab Wonwoo menatap dalam-dalam mata Mingyu dengan mata rubah cantiknya. ‘Wow, matanya bagus juga.’ Kata Kim Mingyu dalam hati yang teralihkan sebentar oleh manik rubah Wonwoo yang hari ini menggunakan softlense berwarna caramel.

“Okay, kita harus start over from the first step kalau gitu. Lo lunch dulu aja, cowo di sebelah lo kalau cemberut jelek banget.” Kata Mingyu sambil menatap Seungkwan yang sudah memanyunkan bibirnya. Wonwoo hanya membalas perkataan Mingyu dengan senyuman dan beranjak berdiri mengajak Seungkwan menjauh dari mejanya dan managernya itu. Seungkwan sudah mengajak Jeonghan dan satu perempuan yang baru dikenal bernama Sejeong, panggil Jeong aja katanya.

*****

“Gimana, Wonwoo? Udah betah?” tanya Jeonghan mulai berbasa-basi.

“Belum juga sehari, Kak Han.” Jawab Seungkwan yang disambut senyum oleh Wonwoo.

“Kak Mingyu itu orangnya emang sedingin itu ya?” tanya Wonwoo, mulai membuka suara. Dia ingin tau seperti apa managernya itu, sehingga dia bisa coba mulai mencoba untuk memecah kekauan mereka. Soalnya, dia canggung bgt di deket Mingyu Mingyu itu.

“Hahaha.. sok cool aja dia. Ga usah dibeli, aslinya mah ngawur banget kok orangnya. Tenang aja.” Jawab Jeonghan. “Gue kenal banget sama dia soalnya.” Lanjutnya.

“Gimana ga kenal sih, calon adek ipar?” tanya Sejeong sambil mengunyah sisa sayuran yang ada dimulutnya dan dibalas anggukan oleh pria dengan rambut merah itu.

“Hahaha.. masuk juga barengankan? Berarti dia udah 3 tahun ya di sini?” kata Seungkwan.

“Iya, haha. Panggil dia mas aja, Won. Seneng banget dia dianggep mas-mas.” kata Jeonghan dengan nada jailnya. “Jangan deh, nanti dia kesenengan, hahaha.” lanjutnya.

“Ngakak banget pas dia minta anak-anak manggil dia mas, tapi ngga ada yang mau, terus dia ngambek ngga mau ikut makan malem kantor.” Cerita Sejeong.

“Itu begok sih, sampe harus Dino yang maju manggil 'Mas' dengan jijiknya saking ngga ada yang rela manggil dia mas.” timpal Jeonghan atau biasa dipanggil Hannie itu. Wonwoo hanya mengangguk, mencoba memahami apa yang disampaikan oleh teman-teman barunya. Lumayanlah, dapet informasi walaupun baru sehari.

“Nanti juga keliatan aslinya, selow aja, ka.” sahut Kwannie. “Sama gue juga baru bisa santai pas udah semingguan magang.” lanjtunya.

'Hmm.. kayaknya manager gue ini agak tricky deh ngadepinnya. Gimana ya?' kata Wonwoo di dalam hati sedikit khawatir.

******

“Wah, anjing! Kalah taruhan muluk gue sama Seokmin! Taiklah!” gerutu seorang pria yang sedang bermain dengan beberapa orang lainnya di taman dalam ruangan ketika Wonwoo, Jeonghan, Seungkan dan Sejeong kembali dari makan siangnya, yang Wonwoo hafal di sana ada Dikey, Mingyu, Yugi, dan Hao.

“Lo mah, mau makan aja kaya orang miskin deh! Pake taruhan segala. Kakak lo tuh Director, Ming! Malu-maluin deh!” ucap Jeonghan sambil melewatkan pria-pria yang sedang bermain itu. Wonwoo mengikuti jalan teman-temannya menuju meja kerjanya.

“Heran gue sama si Mingyu! Kebiasaan banget, bukannya makan siang malah taruhan. Nanti kalau mati ngerepotin kan, gue yang diomelin kakaknya.” kata Jeonghan menggerutu di mejanya.

“Kakaknya dia...?” tanya Wonwoo mengarahkan pandangannya ke Jeonghan.

“Cowok gue, namanya Kim Seungcheol. Orangnya lagi ke Jepang buat meeting, nanti kalau pulang lo pasti ketemu kok, ruangannya di sana tuh, sebelah Anan.” jawab Jeonghan sambil menunjuk ruangan kaca yang tertutup rapat dan gelap. Wonwoo lagi-lagi hanya menggeleng.

Untuk hari pertama bekerja, Wonwoo benar-benar tidak dihiraukan oleh managernya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Mingyu mengetuk sekat yang memisahkan dia dan Wonwoo dengan jari panjangnya. “Lo ga balik?” Tanya Mingyu.

“Emang pulang jam 5?” Tanya Wonwoo bingung.

“Biasanya, anak-anak kalau ga ada gawean jam 5 udah kelar, liat deh groupnya Jiso.” Katanya sambil mengalihkan perhatiannya ke daerah kubikel belakang Wonwoo. Kosong. 'Lah, kosong? Kapan pada pulangnya manusia?' Tanya Wonwoo.

“See?” Tanyanya, Wonwoo pun mengangguk mengerti.

“Tapi, aku belum ngapa-ngapain, kak.” Ungkap Wonwoo polos.

Mingyu masih memasang wajah datarnya, “Pulang aja, gue lagi siapin hand over kerjaan sama data-data buat kebutuhan lo. Besok aja kita ngobrol.”

“Mmm.. gue selalu masuk jam 10, btw. Kalau bisa, sekitar jam segitu gue udah liat lo.” Katanya lagi. “Sama, besok bawa catetan daaaann....” katanya menggantung. Wonwoo memasang wajah penuh tanya.

“Tadi, gue juga kirim basic modules dari beberapa referensi buat lo pelajarin sebelum planning dan lain-lain. At least, besok lo udah paham dasarnya. Modul 1 sampe halaman 20.” Tutur Mingyu. 'Loh bawel juga. Gue pikir cool gitu. Haha' kata Wonwoo dalam hati.

“Jadi pulang nih?” Tanya pria yang memakai kemeja navy panjang yang digulung sampai siku kepada managernya.

“Boleh aja. Kalau mau buka email check modul yang tadi gue bilang juga boleh.” Jawabnya datar, masih memandang leptopnya lagi.

“Kak Mingyu pulang jam berapa?” Tanya Wonwoo, sedikit pelan, namun masih terdengar.

“At least at 7 o'clock, kalau ini kelar. Tapi, kalau belum kelar ya jam 9 an lah.” Jawab Mingyu, masih membulak-balikkaan kertas dan menatapi layar leptopnya.

“Kak Won, ga mau pulang?” Tanya Kwannie yang sedang bersiap-siap. Dijawab gelengan oleh Wonwoo, “Aku mau cek e-mail dulu. Kamu duluan aja, Kwan.” Tuturnya.

“Okay. Gue duluan, Kak Won, Bang Ming! Tinggal kalian berdua by the way. Yang lain udah balik.” Kata Kwannie yang mengundang pandangan Wonwoo mengitari kantor barunya. Mingyu tidak bergeming. 'Wah masa beneran tinggal berdua.'

Narasi 4 – 🍄 Shall We? 🍄

Cast : Wonwoo/Leechan Author POV


Sabtu pagi, di kediaman Wonwoo sudah ada ribut-ribut yang berasal dari dapur. Bunyi suara mesin toast, suara pisau beradu dengan talenan ketika sesuatu terpotong, kemudian semua ditata rapih di atas piring, jadilah Banana Honey Toast untuk sarapan hari ini. Setelah semua sudah disajikan di atas meja makan, pria yang masih menggunakan piyama itu mengirimkan pesan dengan ponselnya, dan mengambil foto makanan itu. Disusul oleh suara langkah kaki terburu-buru dari lantai atas rumahnya.

“Hey, tidak berlari Ichan, nanti jatuh!” Kata pria bermanik rubah itu sembari mengingatkan anaknya yang sedikit berlari saat menuruni tangga. Dan hanya dijawab dengan cengirannya. 'Gemes bgt anak gue.' Ucapnya dalam hati.

“Yuk! Sarapan. Hari ini mau kemana?” Tanya Wonwoo ketika mereka berdua sudah duduk dan dihadapkan oleh sarapan mereka.

“Hmm.. papa ga ke resto?” Tanya Ichan yang dijawab gelengan oleh pria dihadapannya.

“Papa abis nolak jadi editor buku baru hari ini.” Katanya.

“Why? Kan bisa diberesin weekend?” Tanya remaja itu sambil mengunyah kembali makanannya.

“Ga suka soalnya deadlinenya 2 minggu, terus main sama Ichannya kapan?” Tanya Wonwoo.

“Kan bisa abis itu.” Jawab Ichan.

“Meh! Still I don't like it, so I refuse. Don't mind it. Papa lebih suka main sama anak remaja.” Kata Wonwoo meyakinkan anaknya.

“Lagian, papa, Om Jun sama Om Jiun lagi bahas untuk expand Tavore di Jakarta lain. Buka cabang gitu. Gimana menurut Ichan?” Ucap Wonwoo yang dijawab dengan binar-binar bahagia dari wajah anak di depannya yang masih menggunakan kaos belel untuk tidurnya.

“Gimana apanya? Itu keren banget. Mau buka di mana, Pa?” Tanya anak bernama Jeon Leechan ini.

“Menurut kamu di mana? Kemang?” Tanya Wonwoo.

“Boleh sih, tapi banjir ga sih?” Ucap anak umur 14 tahun itu yang sekarang memegang dagunya dan menautkan alis, tanda sedang serius memikirkan lokasi untuk ide papanya.

“Lagi mikir gitu kamu lucu banget sih. Balik jadi bayi lagi dong!” Ucap Wonwoo.

“Ihs, kapan sih Pap bisa memperlakukan aku selayaknya anak umur 14tahun?” Cemberutnya.

“Ga mau, kamu cuma bayi remaja buat papa.” Tawa Wonwoo yang disambut wajah Ichan yang masih ceberut.

“Kidding, dek. Gemes banget lagian. Yuk, lanjutin lagi makannya. Abisin.”

“Jadi hari ini kita kemana?” Ucap Wonwoo lagi.

“Nonton yuk! Ajak Upin. Bonon sama Kwannie mau ikut katanya kalau kita pergi.” Jawab Ichan yang dibalas oleh anggukan Wonwoo.

Sarapan itu selesai dengan tenang, tapi challenge Wonwoo belum selesai sampai di situ.

Setelah merapihkan meja makan, pria yang biasanya berkacamata bulat itu, meghampiri anaknya yang sedang duduk dan menonton channel kartun di depan televisi 49 inch milik mereka, ikut duduk di sebelahnya.

“Adek, papa mau ngobrol sebentar boleh?” Tanya Wonwoo dengan nada serius, Ichan langsung mengambil remote tv dan mengecilkan volume suaranya, menghadap ke arah papanya yang sudah duduk di sebelahnya. Mengangkat alisnya, tanda bahwa dia sudah siap mendengarkan.

“Sekitar beberapa minggu yang lalu, Om Mingyu ngajak papa ngobrol bareng-” Wonwoo berhenti dan berdehem menpersiapkan kalimat selanjutnya. “Om Mingyu ngajak papa buat ke jenjang yang lebih dari sekarang, emmmm.. kalau sekarangkan cuma temenan, maybe we will to make a romance relationship or maybe talk about marriage lat-” kalimat Wonwoo terhenti, Ichan tersenyum.

“Kenapa senyum?” Tanya Wonwoo.

“Gak apa, seneng aja kalau papa akhirnya mikirin itu. Marriage things. Hehe.” Ucap Ichan sambil tersenyum.

“No no. It's not about me. Tapi, tentang kamu.” Ichan bingung dan mulai mengerutkan dahinya, bertanya, “Kok aku?”

“Karena nanti akan ada Yuvin dan Om Mingyu juga. Kalau memang papa berjodoh dengan Om Mingyu, kita akan tinggal berempat. Kamu gimana?” Tanya Wonwoo, ada ragu dikalimatnya. Takut mengecewakan Ichan ketika mendengarnya.

“Kalau papa sendiri gimana?” Tanya Ichan kembali.

“Kok nanya balik?” Kini Wonwoo yang mengerutkan dahinya.

“Papa seneng ngga?” Tanya Ichan.

“Of course I'll be happy, but papa will be happier if you are also happy with me.” Jawab Wonwoo.

“If that's the case, I'm happy when papa is happy. So, you can conclude by yourself. Lagian, hubungan pertemanan Ichan dan Yuvin baik-baik aja. Om Mingyu juga baik sama kita.” Jawab Ichan yakin.

“Tapi, apa Om Mingyu tau? Dan nerima Ichan?” Tanya anak itu, suaranya mencicit.

“Tau, papa udah cerita. Tapi, Ichan tau kan, Papa Wonu ga pernah peduli Ichan anak kandung papa atau bukan? Papa ini tetep papa Ichan.” Wonwoo terhenti sebentar, menggenggam tangan mungil anak yang sudah diangkatnya dari 12 tahun lalu. “Kalau mereka memang ngga bisa nerima Ichan, pilihannya cuma dua, step back or go away. Karena ga ada alesannya jadiin Ichan sebuah pilihan. Ngerti kan maksud papa?” Tanya Wonwoo meyakinkan Ichan. Ichan mengangguk yakin.

“Papa beneran suka Om Mingyu berarti?” Tanya Ichan mencari pembenaran. Wonwoo mengangguk yakin, Ichanpun mendekatkan tubuhnya untuk merengkuh sang ayah.

“Ayo, pah. Pelan-pelan kita nambah personil di Kartu Keluarga.” Ajak Ichan yang dibalas oleh senyum manis pria cantik itu.


  • Mingyu's house

“VIIIINNN... YUVIIIINNNN... SARAPAN, KAAKKK!!” Teriak pria dengan tinggi 187 cm yang masih menggunakan t-shirt sleeveless berwarna hitam dan boxer setengah pahanya dari anak tangga paling bawah.

“OKAAAYYY!!” jawab suara dari satu kamar di lantai atas, tak lama salah satu pintu terbuka dan ada suara langkah kaki terburu dari lantai atas.

“Hayo! Lari-larian di tangga nanti jatoh!” Tegur pria yang memiliki warna kulit tan itu.

“Hhaaahh.. capek lari dari kamar.” Keluh remaja yang biasa dipanggil Upin oleh teman-teman dekatnya itu.

“Siapa yang nyuruh?” Tanya pria yang sedang menggunakan kacamata minus dan membaca koran yang dipegangnya. Tidak dihiraukan anaknya.

“Ayah bikin nasi kebuli?” Tanya Yuvin.

“Bukan. Pakde Ahmed yang di belakang rumah tadi pagi ngirim, katanya nanti siangan ada acara di rumahnya. Terus, ngasih kita itu deh.” Jelas ayah anak itu, Mingyu.

“Sarapan dulu coba. Baca korannya nanti lagi.” Seru anaknya sambil menyendoki nasi kebuli yang ada di mangkok besar untuk diletakkan ke piring yang berada dihadapannya. Mingyupun menuruti anak semata wayangnya.

“Project Cuan atau Kim Adinata Group yang lagi hectic?” Tanya anak remaja yang memiliki gaya rumahan sama seperti ayahnya itu.

“Dua-duanya lagi sibuk. Kenapa?” Tanya Mingya balik.

“Om Wonu nanya pas nganterin pulang ke rumah, mungkin beberapa hari yg lalu. Lupa!” Kata Yuvin agak acuh.

“Udah lama ayah ga ngobrol sama dia kayaknya, cuma ketemu pas anter kalian sekolah.” Kata Mingyu sambil mengingat, kapan terakhir kali dia bertemu dan berbicara dengan pria yang belakangan ini memenuhi hari-harinya.

“Bosen?” Tanya Yuvin sambil mengunyah nasinya. Mingyu menghentikan suapannya.

“Kok ngomong gitu?” Ucap Mingyu kecewa.

“Udah 3 minggu ini kan kamu tau, ayah bahkan pulang malem terus dan jarang ngobrol sama kamu.” Jelas Mingyu.

“Iya, balik lagi kaya dulu.” Suaranya Yuvin sedikit kecewa. “I'm fine, it's normal. But, don't be like that to Om Wonu, he didn't know the nature of you when you're busy with your work.” Lanjut Yuvin lagi, tanpa melihat ke arah ayahnya.

“I didn't mean it.” Jawab Mingyu lesu.

“Bagus deh kalau gitu.” Kata Yuvin acuh sambil berdiri dari meja makan ke westafel cuci piring dan mencuci piringnya.

“Sore ini Upin ke rumah Ichan, mau pergi sama Bonon dan Kwannie. Ga usah dianter, naik ojol aja.” Kata anak remaja itu melewati ayahnya yang masih diam di meja makan. Sudah tidak nafsu makan lagi, anaknya kembali dingin.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Mingyu naik ke lantai atas, ke kamar anaknya. Diketuk 3x pintu itu, “Masuk aja!” Pinta si empunya kamar. Yuvin langsung duduk ketika suara daun pintu kamarnya terbuka.

“Ayah masuk ya?” Yang dijawab oleh anggukan.

“Kenapa?” Tanya Yuvin ketika ayahnya sudah duduk dipinggiran kasur queen size milik anaknya itu.

“Kamu tuh marah lagi sama ayah?” Tanya Mingyu perlahan.

“Ngga, you're like that. What should I expect? Ayah 4 bulan kemarin tried so hard. Appreciate it.” Jawab anaknya, suaranya masih dingin dan acuh.

“Tapi, kaya yang marah sama ayah.” Kata Mingyu.

“Rather than getting angry, I'm more disappointed sih. Ya gitu deh.” Jawab anaknya sambil mengindikkan bahunya. Tanda malas dengan ayahnya.

“Om Wonu, jangan dicuekin. Kalau emang ngga mau atau bosen, jangan dighostingin. Kasian. Soalnya, dia baik banget sama aku.” Kata Yuvin lagi.

“Kenapa kamu khawatir banget sama Wonu?” Tanya ayahnya dengan nada yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya. Yuvin sedikit terkejut dibuatnya.

“Koh Hao said that if you will have a serious relationship with Om Wonwoo, dia masih belum jawabkan? And you're like this, how can I ignore it? Om Wonu tuh udah kaya orang tua aku. Sayang aku sama dia!” Kata Yuvin dengan nada yang tidak mau kalah.

“Ayah tuh emang ga bisa ga sibuk, susah management waktu, I understand. But don't be ignorant, mungkin aja Om Wonu bingung sekarang.” Kata Yuvin lagi. “What if he already has an answer for you? Terus, ayah kaya gini? Apa dia ngga jadi ragu?” Yuvin menutup mulutnya sambil menarik bedcover dan menutup semua badannya. Berpura-pura tidur, agar ayahnya pergi keluar dari kamarnya.

Mingyu masih membisu, melangkahkan kakinya lunglai menjauh dari kamar anaknya, menuju kamarnya. Duduk di pinggir kasur, menopang dagunya dengan telapak tangan kiri, dan memegang ponselnya di tangan kanan. Menekan tombol dial hijau dilayar dan menaruh benda pipih itu ditelinganya.

“Halo..” suara lembut di seberang sana, suara yang sejujurnya selalu dia rindukan.

“Hai! Kamu sehat?” Tanya Mingyu sambil memukul pelan pahanya. Nervous.

“Sehat, kamu gimana? Makannya gimana?” tanya Wonwoo, nadanya khawatir.

“Alhamdulillah aku sehat juga. Kalau makan, aku masih makan 3 kali sehari. Haha.” Jawabnya dengan tawa canggung.

“Syukurlah.. mmm.. ada apa nelfon aku? Aku pikir kamu sibuk?” tanya lagi.

“Want to hear your voice. I miss you.” Jawab Mingyu lancar.

“Omg! I miss you too. I thought you were so busy that didn't have time to reply my message or call me.” kata cowo di seberang sana terang-terangan.

“Sorry to keep you waiting and ignore your message lately.” Kata Mingyu.

“Really? You ignore my message? Why? Haha.” tawa pria manis itu canggung.

“Kalau bales, aku takut pengen ketemu. Takut kangennya semakin banyak, sedangkan kerjaan banyak banget ga bisa nunggu.” Nada suara Mingyu melemah.

“It's okay. If you miss me, I can come to you, you don't always have to come to me. Yakan?” tanya pria di seberang sana meyakinkan.

“Iya, maafin aku ya.” Kata Mingyu, “Mm.. tapi tawaran aku sebulan yang lalu masih berlaku. If you have got the answer you can tell me. Right now maybe.”

“I already have the answer. But, you better take care of your first priority. My answer still can be wait.” jawab Wonwoo sambil tersenyum, tapi sayang Mingyu tidak bisa melihatnya.

“You are my priority right now.” Jawab Mingyu yakin.

“Waw, thats so intense.” terdengar suara tawa santai dari Wonwoo.

“Really, I miss you!” Kata Mingyu, dia gemas, ingin memeluk pria di seberang sana kalau ia bisa. “Hmm.. kata kakak hari ini dia mau jalan sama Ichan, Bonon dan Kwannie ya?” Lanjutnya.

“Yuhuu~ sama aku juga. Mau nonton. Wanna join us?” tawar pria ramping itu.

“Can I?” Tanyanya.

“Sure, why not?”

“Kakak lagi marah sama aku.”

“Pasti karena kamu sibuk, terus, kamu cuekin lagi anaknya?” tebak Wonwoo. “4 bulan kemarin kamu bisa, kenapa sekarang kambuh lagi?” lanjutnya, bertanya.

“Ngga paham aku, kenapa bisa gitu. Can you help me?”

“How can I?”

“Ya ingetin aku.” Jawabnya.

“Gimana mau ngingetin kamu? Wong chat aku aja kamu anggurin.”

“Ngga... ngga akan lagi aku nyuekin kamu. Janji.”

“Don't promise if it's still hard to keep up. I'm good without that promise thing! Nanti aku ingetin kalau kamu kambuh lagi ya..” kata Wonwoo berusaha menenangkan.

“Maafin aku ya, aku masih banyak kurangnya.” Kata Mingyu lesu.

“Manusia kan tempatnya kurang, makanya mereka saling mengisi dengan manusia lainkan?” kata Wonwoo. “Refreshing dulu yaaa.. ikut aku sama anak-anak, kita nonton nanti sore. Aku tunggu di rumah. Okay?” kata pria itu semangat.

“Iya, kita ketemu ya nanti sore. Aku boleh bayar kangen aku ngga?”

“Explain please~”

“Peluk? I need charge my energy, I almost died, my battery drain.” Kata Mingyu, kini tampangnya sudah memelas.

“Sure.. Hugs and kiss in your forehead for your hard work during this long month.” kata Wonwoo yakin.

“Serius? Aku akan tagihin itu sampe dapet. Aku orangnya teguh pendirian lho.”

“Of course. A man always kept his word, right?” tanya Wonwoo sambil tertawa.

“Yes. So, see you ga nih?”

“See you, then.”

“Won..”

“Yes?”

“Aku sayang sama kamu. Pengen kamu tau aja.”

“Iya, Mingyu. Me too.”

“Me too apa?” Tanya Mingyu bingung, takut salah denger.

“Sayang kamu juga?” kata pria di seberang sana tertawa.

Narasi 3 – 🍄 Shall we? 🍄

Narator POV “The Tavore”


Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya kalau siang ini tim Project Cuan dan owners The Tavore akan duduk bareng untuk bahas tentang ide dari Wonwoo, salah satu co-founder dan owner The Tavore yang memiliki mata rubah secantik mutiara untuk membuat video tentang berdurasi 1 menit tentang restoran miliknya yang kemudian akan mereka upload di youtube official The Tavore Jakarta. Idenya simple, seharusnya tidak perlu meeting yang berlebihan, tetapi tidak untuk Mingyu. Mingyu semangat banget untuk pertemuan hari ini, bukan karena dia tau dia akan bertemu dengan pria cantik – bahkan dia tidak tahu rupa Wonwoo seperti apa –, tapi, karena dia penasaran dengan Om Wonwoo yang selalu dibangga-banggakan Yuvin untuk menggantikan posisinya sebagai orang tua.

3 pria itu memasuki pintu utama The Tavore yang kebetulan ada beberapa pelanggan menunggu di luar untuk waiting list. 'Lah, beneran rame.' Kata Mingyu yang memang baru pertama kali menginjakkan kakinya di sana dalam hati.

“Lo baru ke sini ya, bang?” Tanya Jaehyun yang akrab dipanggil Jae sambil menyenggol lengan Mingyu. Mingyu hanya mengangguk.

“Nah, itu tuh ownernya.” Kata Jae lagi melemparkan pandangannya ke arah pria yang menggunakan kaos coklat polos yang pas dibadan, dibalut dengan cardigan oversizenya yang berwarna cream dan menggunakan celana skinny jeans berwarna hitam, dimahkotakan dengan surai rambut darkbrown yang tebal belah kiri tampaknya agak sedikit gondrong hingga menggunakan jepit rambut hitam polos disamping kirinya dan kacamata bulat sebagai aksesorisnya, tidak lupa dengan bibir plump pink yang menyunggingkan senyum dan berjalan ke arah mereka bertiga. Mingyu sedikit terkesima, kaget dia.

Jae menyapanya hangat, “Ka Wonwoo. Ketemu lagi kita!” Jae memang sebelumnya sudah bertemu dengan Wonwoo saat dititahkan untuk mengambil projek foto menu makanan di restoran ini, restoran ini bergaya minimalis modern untuk interior designnya dengan beragam jenis di dalam menunya. Kata Jae, makanan di sini harganya pas dengan rasa yang enak. Plating makanannya juga ga kalah sama restoran bintang 5.

“Halo, Jae!” Sapa pria cantik di depan ini ramah.

“Kenalin, Kak. Ini owner nya Project Cuan, ini Bang Mingyu yang ini Koh Mingming.” Kata Jae yang mulai memperkenalkan Minghao dan Mingyu yang masih sedikit lost in space. Cakep banget ya, Gyu?

Wonwoo pun mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan sambil menyebutkan namanya kepada dua pria di hadapannya ini. 'Oh, ini lho, ayahnya Yuvin.' Gumamnya dalam hati sambil melihat pria dengan surai hitam, kaos putih polos dan celana blue jeansnya sekilas.

“Yuk, masuk. I'll try my best banget buat nyiapin meja untuk kalian, but turns out we're lacking it. So, ini kita gabung sama anak gue aja ya? Dia kebetulan lagi main ke sini.” Kata Wonwoo mulai berjalan di depan pria-pria itu sambil menunjukkan jalan ke arah meja 2 anak remaja yang lagi asik main Nintendo Switch.

“Dek, Upin. Salam dulu ini ada temen papa.” Kata Wonwoo sambil menyentuh bahu keduanya, tanda mereka harus menghentikan permainan dan memperhatikannya.

“Lah, ayah! Om Ming! Bang Jae! Haha. Ngapain di sini?” Tanya Yuvin sambil menyalami orang yang dia sebutkan satu persatu. Yuvin memang sudah kenal dengan circle ayahnya, apalagi orang-orang di Project Cuan. Sedangkan, Ichan juga menyalami 3 pria itu sambil tersenyum, menurut apa kata papanya. Salam dulu, kenal belakangan.

“Kerja atuh!” Jawab Mingyu sambil mengusap surai hitam dan menciumi pucuk kepala anaknya. Hati Wonwoo menghangat melihat moment itu, entah mengapa.

“Silahkan, duduk di sini aja ya. Gak apakan? Anak-anak ga ganggu kok.” Pinta Wonwoo sambil meyakinkan 3 pria itu. Yuvin dan Ichan kembali ke tempat duduknya. Wonwoo mengikuti untuk mengambil posisi di samping anaknya.

“Papa numpang ya, Dek. Ga dapet kursi buat temennya papa, kantor papa lagi berantakan kamu udah liat sendiri tadi.” Keluh Wonwoo sambil mengusak-ngusakkan kepalanya ke lengan remaja berumur 14 tahun.

“Iya iyaaa.” Kata Ichan memberi izin sambil mencubit pipi papanya. Entah mengapa juga, hati Mingyu dibuat gemas oleh interaksi dua orang di depannya ini.

“Kalian pesen dulu aja ya? Sambil nunggu Jun sama Jiun. Ini nih menunya. Gue tinggal dulu ya mau manggilin Jun sama Jiun di belakang!” Kata Wonwoo, beranjak dan memanggil waiter untuk melayani tim Project Cuan itu.

Tidak lama, lengkap sudah dan mereka mulai membahas konsep video yang ingin mereka garap. Di balik itu, ada yang mereka rasakan, kecanggungan Jun dan Minghao. 'Jun sumpah aneh banget. Yang dia gebet tuh yang mana sih?' Tanya Wonwoo dalam hati.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, tidak disangka meeting untuk konsep video bisa selama ini. “Nah, okay! Kalau gitu konsepnya udah kita bungkus ya. Kira-kira, kapan kita bisa mulai shooting?” Tanya Mingyu menatap Wonwoo, jujur daritadi meeting, wajah Wonwoo tidak bisa lepas dari pandangnya. Masih, dia tidak tahu kenapa?

“Bebas, boleh pagi pas lagi brunch, kalau siang bisa sepenuh tadi. Kalau sore ke malem juga ga masalah. Nanti kita bertiga bisa ganti-gantian buat ngesupervise.” Jawab pria berkacamata itu sambil tersenyum.

“Oh gitu okay. Nanti kita akan ada beberapa orang ya berarti untuk bantu lighting. Jaga-jaga aja.” Jawab Minghao melanjutkan.

“No worries, bawa aja berapapun. Kita ga masalah asal kalian juga ga repot. Soalnya, gue pikir ini akan simple banget.” Kata Wonwoo lagi.

“Sip deh! Kita pamit dulu, ini Jae masih ada projek foto lain di daerah Jakbar. Jadi gue sama Jae pamit dulu.” Kata Minghao mulai berdiri. “Lo mau ikut ga?” Suaranya terdengar lagi sambil menyikut lengan partnernya. Mingyu menggeleng, “Gue mau main sama Yuvin aja.” Jawabnya sambil terkekeh.

“Najis!” Jawabnya sambil mengalihkan pandangannya ke Wonwoo dan Jiun, sedangkan Jun sudah ngacir entah kemana.

“Kita pamit ya, kak. Makasih banget jamuannya.” Kata Jae lagi sambil di antar ke luar oleh Wonwoo dan Jiun yang tersenyum.

“Itu tuh yang namanya Mingyu ayah Yuvin yang kemaren lo ceritain?” Tanya Jihoon ketika mereka sudah kembali ke dalam restoran tersebut.

“Iya. Huhu. What do you think?” Tanya Wonwoo.

“Awas istrinya. Kalau ga punya, awas sama pacarnya! Haha.” Kata Jihoon. “Gue ke belakang lagi. Gih sana temenin ayahnya sahabat Ichan.” Kata Jihoon lagi yang sudah menghilang ke dapur. Wonwoo pun berjalan ke meja tempat anaknya, Yuvin dan Mingyu berada.


Mingyu yang asyik mengganggu Yuvin dan Ichan bermain, teralihkan dengan kehadiran Wonwoo di depannya, tangan pria ramping itu mulai merapihkan barang-barang anaknya yang tergeletak.

“Adek, udah ah ini mainnya. Dari jam 11 kamu di sini, main terus ya?” Tanya Wonwoo. “Udah Asharan belum? Yuvin juga! Gih! Ini mau jam setengah 5.” Pinta Wonwoo.

“Iyaaa.. iyaa.. ayah juga sholat.” Kata Ichan yang sembari berdiri bersama Yuvin yang mengangguk yakin dan meninggalkan meja. Tatapan Wonwoo ke arah Mingyu yang menatapnya. Dia lupa kalau ayahnya Yuvin ada di sini. Karena biasanya mereka hanya bertiga. Dan Wonwoo memang selalu meperlakukan Yuvin seperti dia memperlakukan Ichan.

“Sorry ya, suka keceplosan nyuruh Yuvin kalau lagi nyuruh Ichan.” Kata Wonwoo sambil memegang tengkuk lehernya.

“It's okay, I also forgot the last time I reminded him to pray. Haha.” Jawab Mingyu sambil tersenyum dan memperlihatkan sederetan gigi putih beserta gigi taringnya yang mengintip keluar.

“Can we pray too after them come back here?” Tanya Wonwoo.

“I would loved to.” Jawab Mingyu.